Bu Margaret menggelengkan kepalanya dia tidak ingin merepotkan anak dan menantunya. Dia punya sopir pribadi mana mungkin mau diantar oleh anaknya."Tidak terima kasih. Sopir Mama sudah sampai di depan," ucap Bu Margaret."Ya ampun, kenapa aku bisa lupa kalau punya mertua orang kaya," balas Soraya sambil menepuk jidatnya."Ah, kamu ini bisa saja," ucap Bu Margaret lalu tertawa.Setelah memperingatkan untuk jaga kesehatan dan tidak makan sembarang makanan selama hamil. Bu Margaret langsung pergi menuju dimana sopirnya menunggu, yakini di pelataran rumah Damar."Hati-hati di jalan, Ma," ucap Damar sambil melakukan cipika cipiki.".jaga istrimu baik-baik, ya, kamu sudah memilihnya jadi kamu harus merawatnya dengan baik," balas Bu Margaret.Damar mengangguk tanda menyetujui apa yang dikatakan oleh Mamanya. Setelah selesai bercakap sebentar Bu Margaret langsung masuk mobil dan pergi meninggalkan kediaman Soraya dan Damar.Damar melambaikan tangan ke arah Mamanya lalu naik ke atas lantai dua
"Nomor baru?" ucap Damar lalu meletakkan ponselnya lagi."Yuk tidur lagi," ajak Damar pada Soraya.Soraya dan Damar langsung tidur lagi tidak menghiraukan telepon itu karena tidak ada nama di ponsel Damar.Soraya mengikuti Damar saja karena dia juga sudah mengantuk. Tapi ponsel itu terus berdering membuat Damar maupun Soraya tidak bisa memejamkan mata. Damar bangkit dari rebahannya lalu meraih ponselnya dan mengangkat dengan kesal."Siapa sih malam-malam begini menelpon. Tidak tahu waktu saja kamu!" bentak Damar.["Kamu enak sekali sedang berbahagia Menikmati hidup bersama istrimu,"] ucap seorang wanita di seberang sana."Tentu saja aku harus bahagia hidup bersama istriku sendiri. Memangnya kamu siapa sampai tidak tahu aturan menelponku di jam malam seperti ini," bentak Damar karena kesal waktunya istirahat malah menerima telpon dari orang yang tidak dikenal.["Tentu saja aku adalah orang yang membenci kebahagiaan kalian,"] balas orang yang ada di seberang sana.Damar menutup teleponn
Mata Damar membelalak kaget, melihat siapa yang ada di depan matanya. Bukannya manusia itu sedang di penjara kenapa bisa ada di resepsionis kantornya."Seperti yang kamu lihat. Aku sangat sehat dan masih kaya raya," jawab Damar dengan sinis. Dia menyembunyikan dengan baik rasa kagetnya."Kalau dilihat dari mata telanjang memang seperti itu. Tapi aku tahu pasti di hatimu sedang bertanya-tanya kenapa aku bisa bebas dari penjara," ucap Sabrina dengan percaya diri."Itu tidak penting bagiku. Karena tidak ada hubungannya dengan pundi-pundi kekayaan yang aku dapat," balas Damar lalu mendorong Sabrina agar menjauh darinya. Damar meninggalkan Sabrina begitu saja menuju ruang kerjanya. Dia meminta resepsionis untuk mengusir Sabrina dari kantornya. Melihat wajah Sabrina membuat suasana hatinya berubah menjadi tidak beraturan."Apa Cakra tidak menepati janjinya?" gumam Damar lalu mengambil ponsel dan menelpon Cakra. Dia akan sangat marah kalau Cakra ternyata mengkhianati dan mengingkari semua ke
Sabrina menertawakan Cakra, bagaimana bisa sang suami sangat tidak memahaminya."Kamu sangat penasaran dengan itu? Aku rasa kamu hanya terkejut karena aku keluar dari penjara dan kamu tidak bisa bermesraan dengan sekretarismu itu," balas Sabrina menyangkal."Aku tidak akan tergoda dengan rekan kerjaku," ucap Cakra."Bohong!" seru Sabrina.Dia berdiri dan menggebrak meja dia menatap Cakra tajam. Penuh tekanan kepada Cakra karena dia cemburu dengan Sekretaris baru Cakra."Kalau kamu percaya padaku dan hatimu masih ada aku. Kamu tidak akan mengganti seluruh orangku di kantor ini," ucap Sabrina."Ini kantorku, terserah aku mau mengganti semua karyawan juga. Aku mengganti semua karyawan yang tidak kompeten," balas Cakra.“Bukan karena kamu ingin membuangku?” tanya Sabrina.“Tidak, sekarang kita itu harus berpikir realistis saja. Orang yang tidak becus bekerja akan aku ganti dengan orang yang bagus kerjaannya. Karena perusahaanku harus maju,” jawab Cakra.Sabrina duduk kembai, raut wajahnya
Soraya memandangi Damar yang ada di sampingnya. Dia tampak ragu untuk mengatakan apa yang dirasa. "Anu, Dok," jawab Soraya terbata. "Bersin- bersin, gejala flu, Dok," ucap Damar. "Sudah minum obat apa, Bu? Jangan minum obat sembarangan ya Bu," ucap Dokter sambil melihat ke arah Soraya. Soraya menggelengkan kepalanya, tanda dia belum meminum obat apapun. "Saya hanya minum vitamin dari Dokter dan belum minum obat flu apapun. Suami saya langsung mengajak ke sini untuk mendapatkan obat yang tepat," balas Soraya. "Yuk, di periksa dulu. Perut, janin, baru ibunya," ajak Dokter sambil tangannya menunjuk ranjang periksa. Soraya mengangguk lalu menuju ranjang periksa. Dokter memeriksa detak jantung bayi, denyut nadi sang ibu, dan USG. Barulah memeriksa menggunakan stetoskop dan memeriksa tekanan darah sang ibu.Setelah pemeriksaan mereka kembali duduk di bangku periksa."Semua sehat-sehat saja, janin juga berkembang sesuai usia kehamilan,". ucap Dokter."Syukurlah," ucap Damar."Tapi bag
Seorang wanita paruh baya tapi masih berpenampilan menarik. Dari ujung kepala sampai kaki dia memakai barang ternama.yang harganya tak murah "Ka-mu baru saja keluar penjara sudah mengusik menantuku!" seru Bu Margaret."Nyo-nya," ucap Sabrina terbata dia takut dengan wajah barang Bu Margaret."Hais, ternyata nyalimu kecil juga," ledek Soraya.Soraya sengaja meledek Sabrina yang sejak tadi mengusiknya. Entah kenapa melihat Sabrina yang ketakutan membuatnya bahagia."Sabrina biar aku beritahu padamu kami semua tidak ada yang berpikir sempit sepertimu," ucap Damar."Kalau kamu tak mengerti apa yang dimaksud anakku, biar aku perjelas. Kami tidak hanya menginginkan anak dari perut Soraya. Melainkan kami benar-benar menerimanya sebagai keluarga," balas Nyonya Margaret."Itu betul, aku sangat mencintai Soraya sejak pertama kali bertemu," imbuh Damar.Damar menatap Sabrina tajam. Dia menunjukkan sisi jahatnya kepada wanita itu agar dia tahu betapa Damar mencintai Soraya dan keluarganya tidak
Soraya menggelengkan kepalanya, dia malah belum kepikiran untuk berbelanja keperluan bayi. Dia dan Damar hanya sibuk minum vitamin dan kecerdasan bayi."Ya Tuhan, kami sama sekali belum membeli apa-apa," jawab Damar."Tidak masalah, luangkan waktu saja nanti mama akan menemani kalian berbelanja," ucap Nyonya Margaret."Oke kalau begitu," balas Damar bersemangat.Tak hanya Damar, Soraya juga sangat bersemangat untuk membeli perlengkapan bayi. Apalagi saat dia melihat di toko online semuanya sangat lucu dan ingin dia beli. Soraya sangat antusias menyambut calon bayi yang ada di dalam perutnya."Bolehkah aku membeli semua barang yang lucu?" tanya Soraya."Bukan yang lucu tapi yang bermanfaat," jawab Nyonya Margaret."Yang bermanfaat dan bentuknya lucu, iya 'kan sayangku," ucap Damar sambil mengelus rambut Soraya."I-ya," jawab Soraya terbata. Dia sangat malu karena hanya memikirkan kelucuan barang dan tidak memikirkan manfaatnya."Maklumlah, saat Mama seusia kamu juga seperti itu, memiki
Soraya tersenyum melihat Damar yang sensitive sekali hari ini. Soraya menghela nafasnya kasar sebelum menjawab pertanyaan dari Damar.“Aku melihat-lihat keperluan bayi di online shop,” jawab Soraya.“Benarkah demikian?” tanya Damar agak mereda emosinya.“Iya, tuh lihat,” balas Soraya sambil memperlihatkan ponselnya.Memang betul dia melihat online shop mengenai keperluan bayi. Damar tersipu malu, dia sudah salah menilai istrinya.“Maaf, aku berpikir yang bukan-bukan,” ucap Damar yang wajahnya sudah memerah menahan malu.“Aku juga sedang membaca artikel keperluan bayi yang kepakai dan tidak terpakai,” sahut Soraya.“Aku jadi malu,” ucap Damar sambil menutup wajahnya menggunakan satu tangannya karena yang satu lagi tangan fokus ke setir mobil.Soraya hanya tekekeh melihat suaminya yang tersipu malu itu. Sampai di rumah mereka masih tersenyum riang gembira membicarakan tentang Damar yang tidak jelas cemburu saat di mobil tadi.“Sudahlah, kamu jangan meledekku terus begitu. Nanti anak kit