Pak Kwong yang menghampiri Damar. Dia terlihat pucat karena takut Damar akan melepaskan kekesalannya karena sikap Mama dan adiknya yang kurang ajar. "Ada Apa?" tanya Damar. "Mereka tidak ada hubungannya denganku, bahkan aku susah melarang mereka melakukan itu. Perilaku mereka diluar tanggung jawabku," jawab Pak Kwong tegas. Pernyataan dari Pak Kwong membuat mereka berdua menganga karena tidak percaya dengan ucapan yang keluar dari mulut Pak Kwong. "Ini tidak mungkin, bagaimana bisa kakak tega pada kami," ucap Adik Pak Kwong lirih. "Aku sudah memperingatkan kamu sebelumnya," balas Pak Kwong. Bu Liliana menunjukkan aksinya. Dia langsung menangis sesenggukan di depan banyak orang. Biasanya kalau sepeti ini Pak Kwong langsung menghiburnya dan menenangkannya bahkan Pak Kwong langsung menuruti apa yang Bu LiLiana inginkan. "Terserah kamu mau apakan mereka," ucap Pak Kwong lalu pergi, meninggalkan Mama dan Adiknya yang melakukan drama. Sudah lelah sepertinya Pak Kwong meladen
Orang yang mengetuk kaca mobil Damar adalah Kanaya adik dari Pak Kwong. Damar membuka kaca mobilnya dengan rasa malas meladeni perempuan itu. Tapi dia penasaran juga mau bertingkah apa lagi wanita ini "Ada apa?" tanya Damar. "Boleh kita bicara sebentar?" ucap Kanaya dengan lembut "Tidak usah berbasa basi, aku suka pembicaraan yang langsung ke intinya," tegas Damar. Kanaya menyelipkan rambut ke telinga. Dia tersenyum ke arah Damar mencoba untuk menggodanya. "Apa kita bisa bicara sebentar?" tanya Kanya. "Tidak," jawab Damar tegas, dia sudah terbiasa menghadapi wanita murahan seperti ini. "Aku sangat terhina ditolak mentah-mentah olehmu. Padahal aku sangat ingin membicarakan hal yang serius mengenai orang tua kandung Soraya," ucap Kanya. Merasa hal itu sangat penting baginya, Damar turun dari mobilnya. Dia menatap tajam Kanaya yang tampak sumringah karena bisa memancing Damqr keluar dari mobilnya untuk berbicara dengannya. "Jangan membohongiku. Karena aku tak akan segan-
“Jangan seperti ini, nanti kita bisa ketahuan.”Soraya yang ingin menemui kekasihnya, Cakra, menghentikan langkah karena samar-samar mendengar obrolan pria itu dengan seorang wanita.Penasaran, Soraya sengaja mengurungkan niat untuk membuka pintu dan menguping.“Ketahuan siapa, sih? Nggak ada orang di sini, Cakra!” Wanita itu terdengar terus merangsek. “Lagian, ingat loh … kamu sudah janji memilihku, meskipun aku yang kedua!”‘Tunggu dulu. Suara ini ….’ Soraya terhenyak di tempatnya. Suara wanita yang sedang terlibat percakapan mencurigakan dengan Cakra di dalam terdengar tidak asing. Bersiaga, Soraya mengambil ponselnya dalam tas, membuka aplikasi perekam suara dan menaruhnya lagi ke dalam tas. Jantung Soraya berdegup begitu cepat. Terlebih, saat suara seorang wanita itu kembali terdengar, kali ini lebih jelas.“Bersabarlah sedikit lagi. Aku harus cari alasan untuk memutuskan hubunganku dengan Soraya dulu, Say—”Brak!Tidak tahan dihantui rasa penasarannya sendiri, Soraya akhirnya
“Kamu cantik sekali, putriku,” puji Bu Amber sembari membetulkan sanggul Sabrina.“Aku memang cantik sejak lahir, Bu,” balas Sabrina sambil tertawa.Soraya memperhatikan ibu dan anak itu dengan hati yang sesak. Tatapannya sedih. Bukan hanya Cakra–pria yang pernah diimpikannya menjadi suami yang diambil Sabrina. Tetapi, segala hal yang berkaitan dengan impiannya, mendadak berbelok kepada wanita itu.Contohnya, gaun pernikahan yang dikenakan Sabrina. Gaun putih dengan hiasan bunga di sudut pinggang, juga sanggul modern dipadu mahkota permata itu adalah gaun pernikahan impiannya.“Aku baru tahu kalau kita benar-benar memiliki selera yang sama, Sabrina.”Meski hatinya kesal bukan main, Soraya berusaha menjaga intonasi suaranya tetap rendah. Lagi, sebagai kakak yang baik, meski hatinya sedang terluka, dia ingin ada untuk hari bahagia adiknya. “Untuk apa kamu berada di sini? Cepat kamu ke dapur dan bantu-bantu di sana!” perintah Bu Amber, ibu angkat Soraya.Wanita itu terlihat tidak senan
Rekaman suara bukti perselingkuhan sudah berhenti. Namun bisik-bisik dari tamu undangan masih terus berlanjut. Bu Amber mencoba menenangkan bola panas yang bergulir itu sebisanya. Tak mau ketinggalan, Cakra pun turut campur tangan. “Semua itu fitnah! Yang benar adalah, aku sudah lama putus dari Soraya karena tidak ada kecocokan.”Di sisi Cakra, Sabrina berlagak menenangkan suaminya. Ia bahkan sudah berlinang dengan air mata. “Tolong maafkan Kakak. Mungkin, Kakak cemburu dan masih tidak rela melihat mantannya lebih memilihku.” Sabrina melirih sendu ke arah Kakaknya.Andai Soraya tidak mengenal buruknya Sabrina, jelas dia akan termakan akting paripurna tersebut. Namun, karena tahu adiknya itu lihai sekali memanipulasi, dia hanya mendengus menyaksikan semua orang yang menyakitinya kalang kabut menangani ulah balas dendamnya ini.Beberapa tamu mulai terdiam, memikirkan penjelasan dari pasangan pengantin itu. Namun, sebagian lainnya masih saja menjatuhkan cibiran, sebab ketidakpantasan se
“Apa yang—”Ucapan kebingungan pelayan itu langsung dihentikan Soraya dengan cubitan kecil di lengannya.“Bantu aku, tolong,” bisiknya nyaris tidak menggerakkan bibir.Di hadapannya, sebuah senyum penuh kemenangan terbit dari Sabrina. Gadis itu terlihat meneliti penampilan dari sosok lelaki yang dikenalkan Soraya sebagai calon suaminya.“Kakak berhubungan dengan seorang pelayan?” ucap Sabrina. Seperti biasa, nada bicaranya dibuat lembut, tetapi sarat akan penghakiman.Sementara itu, suara sumbang lainnya juga terdengar dari yang lain. Mereka kira, Soraya akan mengenalkan sosok lelaki yang lebih kaya daripada Cakra.Namun, ketika mengetahui pengganti Cakra yang berhasil didapatkan hanyalah seorang pelayan, mereka semua merasa tak terkalahkan.“Kamu yakin?” tanya Pak Kwong. Ekspresi ragunya semakin kentara.Soraya tetap tersenyum. “Iya, aku yakin. Dia pilihan terbaik untukku.”Ia pikir, kebohongannya kali ini akan menyelamatkannya. Namun ternyata, ucapan selanjutnya dari Pak Kwong justr
Soraya menelengkan kepalanya menatap Damar. “Apa yang aku dapatkan dari menikahimu, Damar?”Lelaki itu mengedikkan bahu, santai. “Kebebasanmu, mungkin?”Sesaat, Soraya terhenyak. Ucapan Damar begitu tepat, seolah lelaki itu sudah tahu kehidupannya.Namun, cepat-cepat ia menggelengkan kepala, mengusir kemungkinan-kemungkinan yang mana sulit terjadi di dunia nyata.Bagaimana pun, menemukan lelaki yang ternyata telah mengagumi sang wanita sejak lama tanpa wanita itu tahu … adalah hal yang sangat tidak mungkin terjadi di dunia nyata!Soraya mengembuskan napas panjang, sebelum menjawab. “Katakanlah aku bersedia. Apa isi perjanjian itu?”Kemudian, Damar terlihat menoleh ke kiri dan kanan, menilai situasi. Terlihat, para tamu mulai kembali memadati aula pernikahan Sabrina. Antreannya bahkan mengular, hingga keluar.“Mau berbicara di luar?” tawar Damar. Lelaki itu kemudian melihat jam di pergelangan tangannya. “Sudah waktunya makan siang.”“Tidak usah. Aku tidak lapar.”Namun kemudian, tiba-t
"Aku setuju.” Damar tersenyum, lalu mengangguk pelan. Mereka berdua lalu berjabat tangan, tanda telah menyetujui perjanjian pernikahan. Meski tidak ada perjanjian secara tertulis—belum, tetapi Soraya yakin, Damar adalah pria yang bisa dipercaya. Tidak hanya itu, Damar bahkan pria yang begitu perhatian. Sebab, sebelum mereka kembali masuk ke Gedung pernikahan Sabrina dan Cakra, pria itu meminta Soraya untuk mengganti bajunya dengan baju yang telah disiapkan oleh pria itu. “Kapan kamu menyiapkannya?” Soraya bertanya saat seorang perempuan yang tebakannya adalah orang suruhan Damar, membawakannya sebuah gaun pernikahan. “Melihatmu menyiapkan semuanya, aku curiga kalau kamu bukan pelayan biasa.” Kerutan di dahi Soraya tidak hilang-hilang ketika bertanya. Banyak kejanggalan yang ia temukan pada Damar, sikapnya dan juga kesiapannya pada pernikahan dadakan mereka. Namun demikian, pria itu hanya tersenyum. “Meski pernikahan ini dadakan, aku ingin istriku memakai gaun semestinya.” Damar me