Brak! Dua lampu gantung yang berguna untuk menyinari lebih terang panggung peraga model itu terjatuh ke lantai. Dentuman keras itu membuat semua orang berteriak khawatir terkena seseorang yang ada dibawah sana.“Hampir saja,” ucap Soraya sambil menghembuskan nafas kasar.“Kamu tidak apa-apa, Soraya?” tanya Damar khawatir.“Tidak, terima kasih sudah menyelamatkanku,” jawab Soraya sambil tersenyum.Semua orang lari kearah Soraya untuk memastikan keadaannya beruntung tidak ada korban jiwa tapi kerugian property tetaplah ada.Paman dan Bibi ketiga Damar mindi-mindik ingin keluar dari gedung itu. Tapi mereka keburu ketahuan oleh Pak Elio.“Mau kemana kalian?” bentaknya dengan sorot mata penuh kebencian.“A-yah, kami hanya ingin ke toilet,” ucap Paman ketiga Damar.“Kalau kalian tidak bersalah seharusnya tidak gugup,” balas Pak Elio.“Apa ayah curiga pada kami. Selama ini kami sudah hidup menjadi anak penurut,” ucap Bibi Damar.“Ya, kalian menjadi anak penurut tapi penuh iri dengki,” jawab
Ketika Soraya duduk di pinggir ranjangnya, Damar berlutut di depan Soraya sambil menggenggam kedua tangan Soraya.“Soraya, aku takut kehilanganmu,” ucap Damar sambil mencium punggung tangan Soraya.Soraya yang mendengar itu tidak mampu berkata-kata. Mana mungkin seorang Damar yang memiliki sikap dingin di hadapan orang lain bisa berkata seperti itu di depan Soraya. Pria yang dikenal membuat onar itu menununjukkan sisi lembutnya di depan Soraya.“Aku rasa kamu sudah banyak minum alkohol malam ini,” ucap Soraya sembari mengelus lembut pipi Damar.“Aku tidak mabuk. Aku serius mencintaimu, Soraya,” balas Damar.“Iya, aku harap kamu mengatakan ini dalam keadaan sadar dan tidak mabuk,” ucap Soraya.Damar memeluk Soraya erat, seandainya tidak mabukpun mungkin Damar akan mengatakan itu padanya. Karena sudah lama Damar menyukai Soraya.Soraya memutuskan untuk mandi karena seluruh tubuhnya lengket keringat. Damar yang tidak ingin kehilangan momen mesra dengan sang istri langsung pergi menyusuln
Jantung Soraya bergedub kencang mendengar hal itu. Bagaimana ini, hatinya tidak mau goyah sedikitpun mengingat perjanjian yang sudah dia lakukan sebelumnya.“Jangan bercanda,” ucap Soraya.“Aku tidak bercanda,” jawab Damar.“Perjanjian kita bagaimana?” tanya Soraya.“Batalkan saja!” seru Damar.Jantung Soraya kembali berdetak lebih cepat. Begitu sesak yang di rasakan saat ini, padahal pengakuan Damar seharusnya membuatnya senang. Tapi Soraya malah seperti terserang panik berlebihan.Soraya memegangi dadanya yang terasa sesak dengan kedua tangannya, keringatnya bercucuran dari wajahnya.“Kau kenapa, Soraya?” tanya Damar panik.Tidak ada jawaban dari Soraya, yang ada tubuhnya semakin condong ke samping dan dia pingsan. Damar segera mendekap tubuh Soraya lalu memanggil asistennya untuk meminta bantuannya membawa Soraya ke klinik terdekat.Saat Dokter sedang memeriksa Soraya di ruang IGD rumah sakit, Damar terlihat panik, resah, berjalan mondar mandir di lorong rumah sakit itu.“Ya Tuhan
Damar dan Soraya bersiap menemui tamu mereka, tapi saat sampai ruang tamu mereka dikejutkan oleh seorang yang mereka benci.“Untuk apa kamu ke sini?” tanya Damar dengan raut wajah dingin.“Kakak,” teriak Sabrina dengan riang lalu berlari memeluk Soraya.Tidak biasanya wanita licik itu bersikap seperti ini. Apakah yang sedang terjadi, apakah dia sedang merencanakan sesuatu. Soraya melepaskan pelukan itu dengan kasar, karena apa yang dilakukan Sabrina saat ini membuatnya berpikir negative.“Kamu belum menjawab pertanyaan suamiku,” ucap Soraya.“Ah, tentu saja aku ke sini karena merindukan kakak,” jawab Sabrina.Pasangan suami istri itu saling pandang, sungguh menjijikkan sekali Sabrina mengatakan hal itu. Karena sudah puluhan tahun hidup bersama Sabrina belum pernah mengatakan hal itu. Hanya cacian yang selalu Soraya dengar setiap hari.“Katakan dengan jujur, tidak mungkin hanya sekedar merindukan istriku,” ucap Damar tidak senang.“Kenapa kakak ipar berkata seperti itu, aku jadi sedih
Siapa yang akan percaya dengan omongan Sabrina tukang buat onar itu. Damar menggelengkan kepalaya pelan, mencari cara untuk mengusir Sabrina keluar dari rumahnya.“Sudah aku bilang, aku akan menemani istriku pulang ke rumah besok,” ucap Damar dengan tegas.“Ta-pi, ayahku sakit, tidak bisakah hari ini saja?” tanya Sabrina sambil berlinang air mata.“Tidak!” seru Damar.Dua orang bodyguard berbadan kekar masuk ke dalam rumah, mereka membawa paksa keluar Sabrina, walaupun dia meronta dan berteriak tidak ingin pergi, dua bodyguard itu tetap tidak bergeming. Mereka melempar Sabrina keluar gerbang lalu menutup pintu gerbang.Sabrina juga melihat jasa kebersihan yang bisa dipanggil ke rumah datang masuk rumah mewah itu. Sofa yang tadi diduduki Sabrina tampak keluar dari rumah itu dan dibuang.“Apa maksudnya ini?” teriak Sabrina dari luar gerbang.“Maksudnya adalah barang yang pernah tersentuh oleh wanita kotor sepertimu akan dibuang oleh majikanku!” seru Satpam yang ada di pos jaga.“Sial!”
Pak Kwong seperti orang bengong pasalnya memang dia segar bugar tak sakit sama sekali."Apa yang kamu katakan!" seru Pak Kwong dengan nada tinggi "Aku ke sini karena mendengar kabar kalau Ayah sakit," jawab Soraya.Ketiga orang yang ada di ruang makan itu saling pandang. Mereka sedang menyusun rencana lagi untuk meyakinkan Soraya dan Damar bahwa Pak Kwong betulan sakit."Kurang ajar, kamu mendoakan aku sakit lalu mati, hah!" bentak Pak Kwong."Tanya saja sama istri, anak dan menantimu. Mereka yang mengabari kami kalau Anda sakit," ucap Damar kesal.Bu Amber langsung merangkul suaminya, dia membisikkan kata kata entah apa ke telinga Pak Kwong. "Uhuk," Pak Kwong pura pura batuk setelahnya. Soraya dan Damar saling tatap, mereka sudah malas meladeni kebohongan keluarga Kwong. Entah mereka ini merencanakan apa lagi."Soraya, apa kamu tidak merindukan ayah?" tanya Pak Kwong."Padahal ayah tadi seperti tidak suka dengan kedatanganku. Soal kerinduan aku memang rindu, tapi ayah dan ibu bukan
Sabrina yang pandai bersandiwara itu langsung duduk di bangku dan menangis. Damar menatapnya nanar apa lagi yang diinginkan oleh wanita penuh trik licik ini.“Kak, begitu buruk kah aku di matamu?” tanya Sabrina sambil mengusap air matanya.“Tega sekali kamu membuat keluarga ini sedih,” imbuh Cakra sambil memeluk Sabrina.“Iya, kamu memang begitu buruk di mataku. Sampai aku tidak mempercayaimu,” jawab Soraya dengan tegas.Pak Kwong yang tadinya ikut bersandiwara langsung berdiri dengan tegap, dia sangat tidak menyukai sikap Soraya yang tidak bisa diatur seperti dulu.“Padahal dahulu kamu adalah anak yang penurut. Kenapa jadi pembangkang!” seru Pak Kwong.“Aku jadi anak penurut tapi berakhir diabaikan,” jawab Soraya.“Karena ayah mertua sepertinya sudah sehat, lebih baik kami pulang saja sekarang, semoga sehat seterusnya,” ucap Damar lalu menggandeng Soraya untuk pergi.Pak Kwong mencegah mereka pergi, karena memang pada awalnya mereka mempunyai tujuan untuk mendapatkan keuntungan karen
Keluarga Kwong sangat terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Soraya. Hal ini membuat Bu Amber terlihat sangat marah.“Dasar tidak tahu berterima kasih, apa kamu pikir sudah hebat hah!” seru Bu Amber.“Aku sudah berterima kasih, aku sudah membayar hutang biaya sekolahku kepada keluarga Kwong,” balas Soraya.“Jangan senang dulu kamu mendapat suami kaya. Suatu hari nanti kalau dia sudah bosan, kamu akan dibuang layaknya sampah,” bentak Bu Amber.Damar merangkul Soraya dengan erat, dia ingin menunjukkan kepada keluarga Kwong tidak ada kata bosan dengan Soraya sampai kapanpun. Cintanya sangat tulus pada Soraya, saat ini hingga nanti.“Ibu mertua ini berkata apa sih. Aku malah takut kalau ucapan ibu akan berbalik ke anak kesayangan ibu,” ucap Damar.“Sama seperti suamiku aku juga takut, kalau menantu kesayangan ibu akan berpaling ke wanita lain,” imbuh Soraya sengaja memanas manasi.Damar tersenyum sinis ke arah mereka berdua, terlebih dia melihat ke arah Cakra dan Sabrina yang sejak tadi