Erina bangun pagi pagi. Dia segera mandi dan bersiap untuk pergi ke Tempat Pekerjaannya. Rasanya dia sudah tidak sabar ingin cepat sampai ke kantor. Bukan penasaran dengan Ketua Direksi yang baru, tapi Erina sedang mengharapkan bonus besar yang diceritakan Oca kemarin. Besok dia sudah harus membayar biaya perawatan Ayahnya. Sedangkan Erina belum mempunyai uang yang cukup.Fic juga sudah bangun, sudah selesai mandi dan menunggu Erina di meja makan.Erina bergegas menghampiri."Fic. Aku tidak ikut sarapan ya?" Fic langsung menoleh dengan mata sedikit terbuka lebar. "Kenapa sangat terburu buru?" Apa Erina sudah mengetahui tentang Rafael yang ada di Pekerjaannya, makanya dia sudah tidak sabar lagi? Pikiran Fic langsung buruk.Erina hanya terdiam, kemudian menarik kursi dan duduk. "Sebenarnya, ada hal penting yang sedang menungguku di kantor. Dan aku sangat mengharapkan ini. Jadi aku memang buru buru." Terlihat sekali wajah Erina gugup menutupi sesuatu."Apa ada hal yang tidak aku ta
Setelah meninggalkan Rafael, Erina kembali ke Ruangan. Otaknya terasa sangat lelah mendapati kenyataan seperti itu. Tadinya dia mengira akan sedikit senang ketika bertemu dengan kerabat Fic. Erina sama sekali tidak pernah menyangka jika Kerabat Fic adalah Rafael. Pria yang pernah dicintainya dan pernah mengisi hatinya dulu.Erina masih belum bisa menyembunyikan rasa keterkejutannya. Dia bahkan tidak bisa konsen untuk bekerja. Dia tiba tiba teringat dengan Fic. Pria yang akhir akhir ini bisa membuatnya nyaman. Erina rasanya hari ini ingin cepat pulang.Dia merogoh Ponselnya dan berniat menghubungi Fic. Sekedar untuk mendengar suaranya saja. Siapa tau itu bisa membuat hatinya sedikit tenang. Namun saat dia membuka Ponselnya. Sebuah panggilan masuk. Dia tersenyum melihat nama sang pemanggil."Halo!""Keluar lah. Aku menunggumu di luar Gerbang." Erina langsung berdiri dan berlari kecil keluar menuju Gerbang."Fic!" Dia berseru sambil menghampiri mobil berwarna hitam yang berhenti agak
"Ah iya. Maafkan aku. Aku hanya sedikit ada masalah. Kalau begitu silahkan lanjutkan langkahmu. Aku juga harus segera pulang." Erina segera melangkah."Erina tunggu dulu!" Alika memanggil dan berlari kecil menghampiri Erina."Aku tahu, kamu mungkin masih mencintai Rafael. Apalagi kalian sekarang satu pekerjaan. Aku hanya ingin kamu bisa menjaga jarak. Aku tidak mau kamu menjadi orang ketiga dalam hubungan ku dengan Rafael. Sebentar lagi kami akan menikah. Kamu juga sudah bersuami bukan? Jadi kamu harus tau diri." Erina tersenyum menanggapi ucapan Alika. Lalu menepuk halus bahu Alika."Kamu tenang saja. Aku dan Rafael sudah tidak ada hubungan apapun. Jadi hubungan kami hanya sebatas pekerjaan." Selesai bicara Erina pergi keluar dan menyetop taksi. Alika menatap sinis kepergian Erina. Entah kenapa melihat Erina kali ini ada banyak kecemasan dalam hatinya. Dia tau jika Rafael sebenarnya belum bisa melupakan Erina. Dia juga tau jika Rafael masih mencintai Erina.Alika sadar jika Rafael
Fic melaju dengan kecepatan sedang. Sebentar dia terlihat tersenyum lalu Sebentar kemudian terlihat Fokus dengan kendali. Namun karena ini adalah hari pertamanya menyetir sendiri setelah sekian tahun lamanya, Fic sedikit kehilangan keseimbangan. Ketika melintasi rambu rambu lalulintas, dia tidak memperhatikan lampu merah. Dia menginjak rem dengan sangat mendadak, namun itu terlambat. Mobilnya menabrak bagian belakang mobil seseorang yang sedang berhenti di hadapannya."Astaga!" Fic terkejut.Seorang pria terlihat turun dari mobil yang ditabraknya itu sambil mengacungkan kepalan."Dasar Bodoh! Kamu tidak bisa mengemudi ya?" Pria itu berteriak marah."Turun! Kau harus bertanggung jawab atas kerusakan mobilku, atau aku akan membawa perkara ini ke kantor Polisi!" Pria itu menggedor pintu mobil Fic.Fic membuka pintu dan turun."Berapa kerugian Mu? Aku akan menggantinya."Pria itu terbelalak."Presdir Albarez? Anda rupanya." Pria itu mundur dan menunduk. Wajahnya tiba tiba memucat."Katak
Malam ini Fic benar benar akan membawa Erina untuk makan malam bersama Kakek.Tuan Besar Alfian sudah mengirim alamat Restoran kepada Fic.Erina memakai Gaun perpaduan make up tipis. Ini adalah pertama kalinya Erina memakai gaun sehingga dia terlihat begitu gugup. "Fic. Apakah aku terlihat cantik dan sopan?" Lalu dia bertanya kepada Fic sebelum melangkah."Kamu terlihat sangat cantik. Pakaian mu ini juga sopan. Jadi untuk apa sangat gugup?" Fic menenangkan hati Erina. Dia tau, ini adalah pertama kalinya Erina berpakaian demikian dan pertama kalinya Erina akan bertemu dengan Kakeknya.Fic mengulurkan tangannya untuk menggandeng Erina.Fic tidak membawa mobil sendiri seperti siang tadi. Dia menunggu Jefri untuk mengantar mereka.Sepanjang perjalanan Fic menggenggam erat tangan Erina yang terlihat gelisah."Fic, apakah Tuan Besar Alfian Kakek kamu itu orangnya baik?" Fic tersenyum. "Tentu saja. Kamu tidak perlu takut. Ini hanya makan malam biasa. Bukan acara keluarga. Kakek hanya ingin
Cinta Pertama memang paling berkesan. Dimana mana istilah itu memang sering terdengar. Jika sedang memikirkan itu hati Fic selalu terasa sakit. Erina bukanlah wanita pertama yang menyinggahi hatinya, tetapi sudah bisa dipastikan jika Erina adalah cinta pertamanya. Namun Fic juga memikirkan jika dia tidak bisa menyalahkan Erina sepenuhnya.Dia belum bisa membuktikan jika dia mencintai Erina. Sesampainya di Rumah Fic segera melangkah ke kamar. Mendekati Erina yang berbaring di atas Ranjang. Mendengar suara langkah kaki Erina menoleh."Fic. Kamu sudah pulang?" Erina duduk. Matanya terlihat bengkak. Sepertinya Erina habis menangis.Fic hanya mengangguk kemudian duduk disisi Erina."Kenapa kamu pergi dari Makan malam? Apa kamu tahu jika sikapmu itu membuat Kakek kecewa?" Fic melirik Erina."Maafkan aku Fic. Aku tidak tahu kalau,""Kalau Mahendra sepupuku itu Adalah Rafael? Cinta pertama kamu, benar begitu?" Erina terbelalak menatap Fic,tidak menyangka jika Fic sudah mengetahuinya. "Ka
Di Ruangan Direksi, Rafael terlihat mondar mandir. Beberapa kali dia bertanya kepada Kak Awan apakah Erina sudah datang. Tetapi kak Awan mengatakan jika Erina belum datang.Rafael merasa tidak sabar lalu bangun dan melangkah ke ruangan kerja Erina. Dia menatap sekeliling. Dia tidak melihat Erina ada disana, hanya ada Oca dan Melda."Ketua Direksi? Apa anda sedang mencari Erina?" Tanya Oca.Rafael mengangguk. "Ada banyak Pekerjaan untuknya. Kemana dia sekarang? Kenapa belum datang?""Ketua Direksi. Erina tidak masuk hari ini. Ada kabar buruk dari Erina." Rafael langsung menatap Oca."Ada apa?" Dia bertanya penuh khawatir."Ayahnya sedang kritis dan hari ini akan di Operasi. Jadi Erina sedang berada di rumah sakit untuk menemani Ayahnya." Rafael terkejut mendengar penjelasan dari Oca. "Baiklah. Tidak mengapa." Rafael kembali ke ruangan Direksi. "Di Operasi? Jadi dia membutuhkan uang untuk itu?" Rafael merasa bersalah saat dia sudah asal menuduh saat Erina kemarin sangat membutuhkan
Sebenarnya Erina juga menebak jika ada sesuatu yang diketahui Ayahnya mengenai Fic, tetapi Erina tidak ingin banyak bertanya dahulu karena walau bagaimanapun juga Ayahnya baru saja sadar pasca Operasi.Fic sama halnya dengan Erina. Banyak sekali pertanyaan di kepalanya. Sebenarnya wajar saja jika orang mengenal siapa Mendingan Ayahnya dan siapa Kakeknya, tetapi raut panik dan keterkejutan Handoyo yang begitu terlihat bisa membuat Fic memikirkan hal lain yang mencurigai Handoyo menyimpan sebuah Rahasia. Apakah ada yang disembunyikan oleh Tuan Handoyo ini?Fic juga tidak mungkin hendak bertanya."Erina. Ayahmu sudah sadar. Jadi, Aku akan pergi ke kantor. Masih ada pekerjaan yang mengharuskan aku datang."Erina mengangguk. "Iya Fic. Tidak mengapa." "Baiklah. Jika ada apa apa, langsung hubungi aku ya?" Erina kembali mengangguk."Tuan Handoyo. Aku harus meninggalkan kalian sebentar. Cepat sembuh ya?" Fic berpamitan kepada Handoyo dan dibalas anggukan ringan.Setelah memastikan Fic sudah
Saat Aisyah melihat genggaman tangan Putranya pada jari jemari Alexa, dia sudah dapat mengerti jika kedatangan Elang untuk menemuinya kali ini sepertinya bukan untuk urusan pekerjaan. Tapi ada hal lain.Apalagi ketika mereka menyambutnya di bawah tangga tanpa melepaskan genggaman tangan mereka, Aisyah makin yakin dengan dugaannya.Dia menatap dingin pada mereka, seolah olah meminta penjelasan dari mereka. Padahal dalam hatinya, dia cukup tersenyum senang.Pernah bahkan seringkali malah, Aisyah mengkhawatirkan Putranya itu.Memikirkan Kapan Elang akan menyusul adiknya? Mengkhawatirkan, Apakah ada yang mau menerima Elang yang pernah berada di dunia gelap?Adakah keluarga yang mau dengan tulus menerima Elang, seperti keluarga Albarez yang bisa menerima Zha dengan tulus?Begitu banyak kekhawatiran Aisyah saat merenungkan nasib percintaan Putranya kelak. Tapi ketika melihat apa yang ada di hadapannya itu, hatinya mendadak lega seketika.Alexa!Benar! Gadis itu sangat tepat untuk Putranya.
Pagi berikutnya,Elang mengajak Alexa untuk menemui Ibunya.Sebelum datang berkunjung, Elang terlebih dulu menghubungi Aisyah.Elang sedikit terkejut saat Ibunya mengatakan jika Ibunya sekarang sudah pindah dan tinggal di rumah utama. Memang benar, Aisyah sekarang tinggal bersama beberapa orang pelayan dan anak buahnya di Rumah Besar milik Tuan Glendale.Sudah ada satu bulanan dia tinggal disini. Sebenarnya dia tidak ingin lagi masuk ke rumah ini. Mengingat begitu banyak kenangan pahit yang pernah terjadi di rumah ini. Tetapi entah kenapa, pada akhirnya dia sendiri memutuskan untuk tinggal disini.Atau mungkin Aisyah hanya ingin mengingat semua kenangan masa lalu.Disinilah dia dilahirkan dan dibesarkan dengan penuh kasih sayang dan kelembutan oleh kedua orang tuanya. Meskipun pada saat itu dia tahu jika kedua orang tuanya, Ayah dan Ibunya itu bukanlah orang tua biasa seperti orang tua teman temannya. Tapi orang tuanya adalah seorang ketua mafia. Aisyah sadar jika dirinya adalah pu
Ketika mendengar Elang mengatakan kata kencan, Alexa tidak bisa untuk tidak membulatkan kedua matanya. Tentu saja dia terkejut, "Apa yang kamu katakan Elang? Kencan? Siapa yang kencan?"Elang belum menjawab, dia malah tertawa kecil terlebih dahulu, kemudian berkata, "Yang kencan ya kita, memang kenapa? Aku mengajakmu keluar untuk kencan. Kamu keberatan?"Sumpah demi apapun, saat ini wajah Alexa memerah. Jantungnya berdegup keras. Dia langsung merasa gugup.Biasanya dia akan diajak keluar oleh Elang untuk melakukan sebuah pekerjaan. Kalau dulu saat dia masih berada di Klan Selatan, dia hanya tahu, keluar hanya untuk menyelesaikan misi. Jadi bagaimana dia tidak gugup, saat tiba tiba saja Elang mengatakan jika akan berkencan dengan dirinya?Sungguh, hati gadis ini merasa seperti terbang diatas awan."Hei, kenapa malah melamun? Kamu keberatan ku ajak pergi kencan?" Elang bertanya lagi, itu membuat Alexa tersentak dari lamunannya. Wajahnya semakin memerah."Bukan begitu. Tapi aku, aku han
Saat ini Halilintar masih bersama Zha di kamar Mereka. Mereka melepaskan rindu dan keresahan hati mereka yang sempat mereka rasakan tadi. Beberapa saat kemudian Zha menanyakan Zhilan dan Zhelin padq Halilintar."Apa Mereka rewel dan membuatmu kewalahan Hal?" Zha bertanya.Halilintar menggelengkan kepalanya sambil tersenyum, "Tidak Zha. Apa kamu tahu, Mereka sangatlah pengertian. Mereka sama sekali tidak rewel, seperti tahu jika orang tuanya sedang ada masalah.""Sungguh kah?" Zha senang mendengarnya dan segera menghampiri Ranjang si kembar. Dia menatap dua putri kembarnya yang masih terlelap.Zha mengambil Zhilan dan menggendong bayi itu. Mata Zha berkaca-kaca. Dia bersyukur bisa kembali lagi kesini. Hampir saja dia tidak bisa melihat tumbuh kembang mereka, jika saja Victor membawanya ke kantor polisi dan dia di penjara.Kehidupan Mereka akan jauh lebih menyedihkan dibanding hidup Zha. Mereka akan mendengar jika lahir dari seorang wanita pembunuh dan kini ibunya mendekam di penjara.
Halilintar masih seperti tidak percaya dengan apa yang ia lihat. "Zha! Benarkah ini kamu? Atau aku hanya sedang bermimpi?" Halilintar merasa jika ini mungkin hanyalah mimpi karena dia terlalu memikirkan Zha seharian ini. Tapi dia tersentak dan sadar ketika Zha menyentuh pipinya dan bersuara."Hall! Ini aku. Aku telah kembali untuk kalian." Zha mengusap air mata pria itu yang masih membekas di sana.Halilintar tercengang lalu segera berteriak,"Zha.." Halilintar menarik kasar tubuh Zha dan memeluknya dengan begitu erat."Kamu kembali untuk kami? Benarkah ini?" tanya Halilintar di sela isakannya seperti tidak percaya dengan semua ini."Maafkan aku yang sudah berniat meninggalkan kalian. Aku tidak akan pergi lagi Hall. Mulai sekarang aku akan disisi kalian." jawab Zha juga ikut terisak di pelukan suaminya.Halilintar menarik tubuh Zha yang tampak lemas kedalam kamar. Lalu membawanya duduk di sofa. Berkali kali mengusap wajah istrinya dan menghujaninya dengan kecupan hangat."Ceritakan p
Tidak ada yang tidak terkejut dengan ucapan Aisyah barusan saat dia memerintah Elang untuk mengumpulkan anak buah Zha dari Poison Of Death dan dari anak buah klan Selatan milik almarhum Ardogama dulu.Semua orang terkejut, terlebih lagi Elang. Dia tidak menyangka jika Ibunya akan berkata demikian dan bahkan berpikir hingga sejauh itu.Elang masih merasa tak percaya dan langsung mengguncang bahu ibunya."Ibu, apa yang kamu bicarakan? Ibu tidak boleh melakukan itu. Kita tidak boleh membangun kembali Klan Jangkar Perak. Aku juga tidak mau mengingkari janjiku pada Ayah!" ucap Elang."Tapi keadaan ini terdesak Elang. Kita harus menyelamatkan adikmu. Apa kamu mau adik kamu Zha membusuk di penjara?" tegas Aisyah.Elang menggelengkan kepala, "Aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Aku akan mengeluarkan Zha dari penjara Bu, percayalah. Tapi jika untuk membangun Klan Jangkar Perak kembali, aku tidak setuju. Zha juga pasti akan kecewa pada kita, jika kita melakukan itu." balas Elang. Saat ini,
Kedua pria bapak beranak itu telah melangkah meskipun dengan perasaan yang mulai tidak tenang dengan kedatangan Victor kali ini.Aaron maupun Halilintar sama sama menatap Victor yang sudah berdiri di depan pintu, dan yang membuat mereka semakin tidak tenang adalah kali ini Victor datang tidak sendiri melainkan ada tiga polisi di belakang Victor.Victor memberi salam, mengangguk hormat dan melangkah, "Selamat siang Tuan Aaron Albarez dan Halilintar. Maaf jika kami mengganggu waktu kalian." ucap Victor."Selamat siang juga detektif Victor. Silahkan masuk." sahut Aaron. Meskipun Victor adalah anak dari Kim, tetapi Aaron sangat menghormati karena pria muda yang berdiri di hadapannya itu adalah Seorang Detektif. Victor juga sangat menghormati keluarga ini, mungkin jika bukan karena tugas dan bukan karena tanggung jawabnya mungkin saat ini Victor pun tidak akan ada disini dengan membawa Sebuah kepentingan seperti ini. Sebelum datang kemari hari ini, Victor juga sempat Dilema. Tetapi ini
Setelah beberapa saat Halilintar berbicara pada Zha, Dokter meminta izin untuk memeriksa keadaan Zha kembali guna memastikan keadaan Zha.Mereka menyingkir, memberi ruang untuk dokter dan Tim. Zha diperiksa kembali, pemeriksaan yang sangat teliti. Dan Dokter tidak menemukan hal yang perlu dikhawatirkan lagi. Keadaan kondisi Zha dinyatakan telah membaik.Semua orang bernafas lega sekarang. Dokter juga bernafas lega. Dia merasa seperti telah terlepas dari rantai besi yang membelenggu lehernya. Segera memberi perintah pada tim untuk memindahkan Zha ke ruangan rawat inap.Setelah Zha sudah dipindahkan, Dokter berpamitan. "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi pada keadaan Nona Zha. Jadi kalau begitu, saya akan permisi. Saya akan tetap kembali lagi secara rutin untuk memeriksa kembali perkembangan kesehatan Nona Zha dengan berkala." dokter berkata pada mereka khususnya pada Halilintar.Halilintar mengangguk, "Terima kasih Dokter, atas semua usaha kalian. Benar benar terima kasih."Dok
"Dokter..! Dokter.! Apa yang terjadi pada istri ku? Buka .!!!" Halilintar menggedor gedor pintu.Tidak ada yang mempedulikan Halilintar meskipun dia sudah berteriak kencang dan menggedor gedor pintu. Tim Dokter didalam sana sedang bekerja seoptimal mungkin untuk melakukan transfusi darah pada Zha dengan memburu waktu yang tersisa."Hall, tenanglah. Mereka sedang berusaha. Jangan mengganggu konsentrasinya tim dokter. Istrimu pasti baik baik saja. Ayo kembali." Aaron lagi lagi berusaha untuk menenangkan hati Putranya, kemudian menarik tangan Halilintar kembali ke bangku panjang."Pa, pasti terjadi sesuatu pada Zha Pa.! Mereka semua terlihat panik!" kata Halilintar."Tidak Hall, mereka sedang mengejar sisa waktu yang dimiliki Zha. Bisakah kau berpikir jernih dulu dan jangan selalu berprasangka buruk?!!" tegas Aaron, membuat Halilintar mendongak menatap wajah Ayahnya."Maafkan aku Pa, aku sungguh panik." jawab Halilintar mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya.Aaron tahu jika H