-
bab 5
-
Alasan di atas yang membuat Pena jadi was-was sekarang. Walau seluruh lampu utama kos sudah dimatikan, masih ada satu-dua titik cahaya dari lampu dinding pojok pintu yang sengaja dibiarkan menyala.
Pena memang gadis yang memiliki kebiasaan unik. Setidaknya setiap jam 10 malam ia akan keluar ke supermarket seberang untuk membeli sekaleng susu bearbrand sebagai asupannya sebelum tidur. Ajaibnya, lemak dalam tubuh Pena tidak bertambah.
Malam tadi Pena keluar kos pukul 10.30. Karena matanya menangkap sosok familiar jadi orang miskin dadakan, Pena jadi bertanya-tanya dan akhirnya penasaran sampai mengobrol panjang. Itu yang membuatnya kembali ke kos lebih dari pukul 11 malam. Apalagi permintaan gila Albi terpaksa harus ia setujui. Tak tega sih sebenarnya. Setidaknya Pena masih punya hati relawan sebagai sosok makhluk Tuhan.
Kini kedua sejoli itu membungkukkan badannya membentuk sudut 45 derajat. Setelah dirasa aman, Pena mengibaskan tangan kirinya ke depan mengisyaratkan Albi untuk berjalan mengendap-endap masuk kos dengan mengekori Pena.
"Jauh banget sih anjing," umpat Albi gemas.
"Kamar gue di lantai 2 anjir! Lagian lo baru jalan beberapa meter dari pintu utama nyet, jauh apanya?!" tukas Pena sewot, hanya menggerakkan bibir, tanpa mengeluarkan suara 1 desibel pun.
Untungnya Albi ini orang jenius yang paham segalanya. Jadi melihat pergerakan bibir mungil Pena ia bisa paham apa yang dibicarakan gadis itu. "Cepetan njir lelet lo!"
"Ini kos gue! Lo kalo ngeselin gitu mending pergi sono!" balas Pena kesal sambil menuding sarkas pintu keluar kosnya.
Albi mendengus, ikut kesal melihat pengusiran Pena. "Yaudah cepetan jalan makanya!"
"Lepasin dulu nyet! Gue gak bisa jalan kalo daritadi lo narik hoodie gue mulu!" Pena protes sambil menunjuk ujung hoodie belakangnya yang sedari tadi ditarik oleh Albi.
"Sorry."
Gantian Pena yang mendengus. Kemudian melanjutkan langkahnya untuk menaiki tangga.
Misi penyelamatan atau lebih tepatnya misi ala pencuri untuk memasuki kamar Pena berhasil. Albi akhirnya bisa bernapas lega karena tidak tertangkap basah oleh orang lain. Untung saja Pena itu pintar dan bisa diandalkan.
"Kasur lo kecil banget. Emang cukupー"
"Iya-iya yang kasurnya seluas lapangan." Pena memotong sambil mendengus. "Lagian siapa yang bilang lo bakal tidur di sini?"
"Terus? Gue bakal tidur di sofa gitu?" Albi mendelik keberatan.
"Siapa juga sih yang bilang kalo lo bakal tidur di sofa?" Pena menghela napas lelah. "Gue ada kasur lagi di bawah ranjang. Lo tidur aja di situ."
Albi mengangguk-angguk paham. Tak mau untuk berdebat. Atau tepatnya, tak bisa mendebat.
Pena sibuk menggeledah lemarinya untuk mencari selimut cadangan, hoodie kebesaran dan celana panjang yang sekiranya cocok untuk Albi pakai tidur malam ini. Tangan Pena bergerak membuka lemari kecil di bawah TV Plasma yang rupanya menyimpan jajanan.
"Lo mandi dulu. Puter keran shower ke arah medium. Terus lo ganti baju pake hoodie sama celana ini. Biar seragam sama almamater lo gue jemur di balkon supaya besok gak bau," kata Pena panjang lebar memberi instruksi. "Abis mandi sama ganti baju baru makan, gue yang masak. Makan jajan dulu kalo lama. Jangan keluar apapun yang terjadi."
"Iya-iya. Bawel lo. Sana masak gue laper."
"Kalo lo udah balik kaya, jangan lupa bayarin semua tagihan gue karena acara nginap-menginap lo malam ini."
"Pamrih banget sih lo."
"Semua orang gak kayak elo yang royal njing. Gue terlahir sederhana gini emang harus memperhatikan segala pengeluaran gue tiap hari bahkan tiap jam buat memperkirakan besok gue masih bisa hidup apa nggak," balas Pena sinis.
Albi tertegun dengan balasan jujur Pena. Ternyata, tanpa sadar Albi tau kalau Pena ini orangnya spontanitas. Kalau dipancing sedikit bakal langsung menuturkan jawaban yang lengkap dan akurat.
"Lo udah buang waktu selama 10 menit penuh, Albino."
Suara Pena menginterupsi lamunan Albi. Albi memalingkan muka, lantas beralih membuka satu-persatu kancing seragamnya secara perlahan di depan Pena.
"Dan lo gak mau cepet-cepet keluar? Gue mau lepas seragam sebelum mandi." Albi sengaja menggoda.
"Gak usah sok hot. Lagian lepas seragam di kamar mandi juga bisa."
"Nanti basah dong?"
"Ada gantungannya kali. Lo kira gue semiskin itu sampe gak bisa beli gantungan baju buat kamar mandi gue???" Pena terlihat sewot dan tersinggung.
"Yaudah. Ngapain masih di sini?!" Albi ikut bertanya dengan sewot.
"Ini kamar gue bangsat," balas Pena pedas. "Lagian lo berat banget ya bilang sorry doang? Gengsi mulu lo gedein," sambungnya kesal, padahal Pena tau kalau Albi tadi pasti sempat merasa bersalah.
"Bawel." Albi menoyor gemas kepala Pena. Kemudian melangkah menuju kamar mandi dengan wajah tanpa dosa.
Pena mendengus, menyadari kalau agaknya bukan keputusan yang paling tepat mengijinkan berandal sekolah itu menginap di kamar kosnya. Tapi setidaknya Pena berharap kalau masalah yang membuat Albi mendadak jadi gembel ini segera terselesaikan dengan baik nantinya.
-
-bab 6-Berani sumpah, Albi bahkan sudah lupa bagaimana wangi masakan ibunya saking lamanya mereka berpisah rumah karena Albi yang hanya ingin tinggal bersama kakak perempuannya, Alzhea. Albi juga anti sekali memakan makanan kalau bukan Alzhea yang memasak. Tapi malam ini, lagi-lagi untuk yang pertama kalinya yang kesekian kali, Albi merasakan masakan lezat dari tangan musuh bebuyutannya.Awalnya Albi meragukan kemampuan memasak Pena, namun tanpa disangka, gadis cantik itu berhasil membuktikan dirinya. Walau galaknya dua kali lipat seperti anak lelaki, ternyata Pena masih punya sisi wanita di dalam dirinya. Tangan-tangan mungilnya itu ternyata s
-bab 7-Pena mengucek sebelah matanya. Menguap sekilas karena kantuknya sudah datang menyerang. Padahal di jam-jam segini Pena biasanya sudah duduk anteng di depan laptop untuk menulis artikel. Tapi karena aksi heroiknya memberi tumpangan penginapan untuk Albi malam ini, Pena jadi harus capek dua kali.Seumur-umur ngekos di sini, Pena tak pernah mau menerima tamu orang luar untuk menginap di kamar kos pribadinya. Bahkan teman-teman sekelasnya saja jarang main ke kos Pena. Palingan kalau kumpul Pena yang diajak keluar untuk ngegabut bareng di rumah Jena- itupun kalau Pena lagi mau banget.Malam ini, pertam
- bab 8 - Minerva keluar dari salah satu bilik toilet siswi. Tangannya merogoh ke saku rok, mengeluarkan sebuah lipstick merah muda mencolok dan mengoleskannya di bibir. Gadis itu memang sudah cantik dari dulunya. Tanya saja para buaya di luar, siapa yang tidak suka dengan Minerva? Jelas tidak ada. Kecuali satu. Albino Syahrian. Gadis berambut coklat gelombang itu mencebik, menatap pantulan dirinya di depan cermin wastafel. Helaan napas panjang keluar dari hidungnya. Agak kesal karena belum bisa menaklukkan hati tunangannya. Padahal semua sudah berjalan sesuai rencana, tapi tetap saja Albi kekeuhnya naudzubillah untuk membatalkan pertunangan mereka. Hati pemuda itu amat keras layaknya batu. Untung saja
-bab 9-"Ji plis lahhh bantu gue negoin ke papah lo!!!" Pena merengek melas ke teman satu kelasnya, Radimas Ozzien atau yang kerap dipanggil Oji."Nggak berani gue njir! Papah sendiri udah nentuin kriteria umur buat semua pelamar kerja di perusahaannya, Na!" Oji mengelak tegas.Pena merengut, tengah meluncurkan strateginya untuk membuat Oji luluh dan berakhir membantunya. Pena sangat butuh pekerjaan sekarang. Dan ia tertarik untuk menjadi pengantar paket di perusahaan paket kilat milik papahnya Oji. Sayang, kriteria pekerja yang dibutuhkan haruslah berumur 19 tahun ke atas. Sedangkan Pena sendiri baru berusia legal alias baru berumur 17 tahun. Alhasil Oji menolak mentah-mentah permintaannya.
-bab 10-"Temen-temen lo itu pada gak ada akhlak ya!" Albi mencibir setelah tiba di depan wastafel toilet siswa. "Halah lo aja yang baperan." Pena balas mencibir. "Berani banget ya lo sama gue?" Albi menatap Pena tajam yang sedetik kemudian matanya ditutup paksa oleh Pena guna membersihkan noda spidol di wajahnya dengan air mengalir. "Kenapa juga gue gak berani sama lo?" Pena berbalik tanya dengan berani. "Padahal sebelumnya emang gak pernah ada yang berani sama gue." Albi mendesis ger
-bab 11-Sudakuaidi merupakan salah satu perusahaan layanan jasa paket kilat di Jakarta. Namun perusahaan ini menjadi satu-satunya perusahaan yang menggunakan nama dari bahasa mandarin. Sudakuaidi berarti pengiriman paket Suda. Dan nama perusahaan ini cukup umum dipakai di China.Pena sendiri tau karena ia banyak belajar dari menonton drama China. Selain pintar mata pelajaran eksak dan humaniora, Pena juga cukup fasih berbahasa Korea, China, dan Inggris. Pena orang lokal, namun ia ingin mempelajari dunia luas, termasuk belajar banyak macam bahasa.Kali ini, Pena bertekad untuk masuk universitas negeri yang bagus sesuai minatnya. Maka dari itu, Pena berjuang mati-matian
-bab 12-"Kenapa lo bentak gue?! Lo mikir kalo gue yang udah bikin kakak lo jadi begini?!" sentak Pena langsung."Cuma ada lo di sini tadi!" Albi kembali membentak dengan nada tinggi."Gue sebagai saksi! Gue bahkan tadi tanya dia siapa karena sebelumnya gue gak pernah kenal sama dia! Gue pun gak tau kalo dia kakak elo!" Pena menunjuk Albi sarkas, tak terima karena ditatap sebagai pembunuh oleh Albi."Terus lo ngapain ke sini, Na?! Lo ada urusan apa ke sini?! Ngapain lo masih masuk saat udah jelas tertulis di pintu kalo Sudakuaidi lagi tutup karena pegawainya semua cuti?! Kenapa????" Albi melebarkan matanya menuntut kejelasan.
-bab 13-Air yang keluar dari shower itu mengguyur tubuh Pena yang duduk bersandar di dinding kamar mandi sembari memeluk kedua lututnya sendiri. Pena menangis tersedu sejak tadi hingga mengkhawatirkan seluruh penghuni kos. Air itu terus mengalir hingga membuat keseluruhan tubuh Pena basah kuyup. Apalagi raungan gadis itu terdengar pilu. Menambah kesan khawatir bagi para penghuni kos lainnya yang kompak berdiri di depan pintu kamar mandi untuk mencoba membuat Pena keluar dan bercerita apa masalah yang tengah dihadapinya.Dada pena terasa sesak. Mulai merasa kedinginan karena air yang terus-terusan mengguy
-Bab 27-"NA?!"Suara pemuda lain membuat Pena terjingkat. Gadis itu agak memiringkan kepalanya, keningnya mengernyit melihat Albi berjalan tergesa menghampirinya. "Ngapain dia di sini?"Tatapan Pena berpindah ke Disti. "Lo yang manggil?""Dia kan tunangannya Minerva?" sahut Disti polos.Pena berdecak, "I know," katanya. "Tapi dari mana lo kenal berandal itu?"Netra Disti melebar, kemudian bergerak liar mencari peralihan. "Gueー""Minerva sebenernya kenapa?" tanya Albi langsung."Katanya tabrak lari." Pena mengangkat kedua bahunya acuh. "Kenapa dia bisa
-Bab 26-Pria berumur 31 tahun itu melangkah menyusuri rak buku di kantornya. Tangannya terulur mengambil satu buku yang bertajuk Niksen: Rahasia Hidup Bahagia Tanpa Melakukan Apa-Apa. Kemudian membawa buku itu ke meja kebesarannya sebagai Kepala Sekolah, duduk berhadapan dengan adik sepupu yang lebih sering dianggap sebagai anaknya. "Jadi yang buat obat baru itu Pena?" tanya pria itu kemudian, setelah mendengar keseluruhan cerita Albi."Gila gak sih? Gue ngerangkai listrik buat satu rumah gue aja masih acak-acakan. Eh si Pena udah buat obat aja. Itu pun dua tahun lalu, Bang!" Albi mengusap wajahnya frustasi.
-bab 25-Pena orang lokal.Atau tepatnya, ia dianggap sebagai orang lokal.Padahal dari wajahnya, pasti sudah jelas kalau gadis itu memiliki darah orang luar ーKorea.Mamanya adalah satu dari banyak keturunan keluarga Ryu. Lalu Papanya, adalah seorang jeniusawan sukses yang berhasil membeli satu Kincir Angin Panemone Persia untuk dipersembahkan kepada sang istri. Namun sayang, keduanya sudah berada di sisi Tuhan sekarang.Pena selalu menyesal mengapa ia tak belajar tentang kedokteran, teori alam semesta, atau belajar tentang listrik, dulu, saat keluarganya masih
-bab 24-Mimpi buruk.Hal yang setahun belakangan ini tak pernah Pena alami, malam ini terulang lagi. Entah apa penyebabnya, Pena rasa isinya hanya hitam. Gelap. Dan identik dengan sesuatu yang buruk. Pena tak pernah menyukai warna hitam. Karena hitam identik dengan kegelapan, kesedihan, dan keburukan. Entah apa maksud sebenarnya dari hitam di dalam mimpi Pena malam ini, ia berharap itu bukan sesuatu yang buruk.Walau nyatanya harapan itu sia-sia saja. Keesokan harinya, Pena semakin frustasi karena otaknya selalu memutar mimpi hitam itu. Mem
-bab 23-Cangkul itu diseret menyusuri jalan setapak di pemakaman yang cukup jauh dari Kelurahan Pinangsia, kelurahan tempat tinggal si bunga sekolah Nufa itu. Peluh menghiasi sekitar dahinya karena lelah sehabis melakukan aktifitas yang merupakan dosa besar seluruh umat Islamー yang bahkan ia sendiri tidak peduli lagi dengan dosa yang akan didapatnya nanti.Sungguh, otaknya benar-benar sudah berada di luar kendali. Ini hal tergila kedua yang gadis itu lakukan dalam minggu ini. Hal mengerikan yang bisa saja membuat nyawanya ikut terancam karena dijadikan tumbal. Namun ia sudah tidak peduli. Ia ingin melihat targetnya menderit
-bab 22-"By the way lo tau siapa yang menang vote dan bakal jadi pasangan gue?" Pena kembali berbalik memandang Minverva dengan senyuman misterius.Minerva mengernyit, ikut penasaran dengan siapa yang akan menjadi pasangan tari Pena nantinya."Albino Syahrian."Tangan Minerva terkepal kuat, siap meninju Pena kapan saja. Mendengar nama Albi yang keluar dari mulut gadis tomboy itu, rasanya Minerva benar-benar tak terima kalau yang menjadi pasangan Albi dalam tari nanti adalah sosok Pevita Natalia."Loー"
-bab 21-Seringaian kecil misterius muncul di wajah Pena setelah ia melihat papan pengumuman Nufa yang telah memuat dua berita baru. Di dua daftar berita itu, ada nama Pena yang tercantum di dalamnya. Dalam hati Pena senang, karena kemampuannya diakui. Juga muncul sedikit perasaan ingin menyombongkan diri di depan bunga sekolah."Minerva mana?" tanya Pena pada seorang gadis yang berasal dari kelas 11 IPA 8, Gisella."Tadi sih pergi ke atas, rooftop kayaknya," jawab Gisella singkat.Pena menatap sekilas tangga ujung koridor yang langsung menuju ke rooftop sekolahnya, kemudian ke
-bab 20-"Ada satu orang," kata Pena kemudian. "Ada satu orang yang pada hari final pembuatan obat ini, dia datang ke laboratorium pusat kota buat nemuin saya," lanjutnya.Albi tertarik, kemudian agak menarik dirinya untuk mendekat ke arah Pena. Ayah dan Ibunya pun turut mendekat karena berharap Pena bisa menuturkan titik terangnya. Agar mereka tidak salah sangka lagi."Jadi beginiー ih apa sih lo gak usah nempel-nempel!" sentak Pena mengusir Albi yang mendekat secara reflek ke arahnya. Apalagi ia bisa merasakan kalau dada bidang Albi menyentuh bahu kanannya membuat Pena risih dan agak deg-deg an.&nbs
-bab 19-Albi mengernyit, "Lo nyiptain beberapa obat baru buat penyakit langka yang baru-baru ini sering muncul, Na?" tanyanya tak percaya."Kenapa? Speechless lo? IQ gue 138 kalo lo lupa." Pena memutar bola matanya jengah."Oke, gue tau. But, gimana caranya lo buat obat-obatan itu?" tanya Albi masih penasaran dengan cara kerja otak Pena yang bisa langsung direalisasikan dengan nyata tanpa abal-abal belaka."Dari dulu Mama selalu buat catatan pribadi mengenai cara buat obat gunain tanaman langka yang ada di kebunnya. Mama juga nulis detail tutorialnya