-
bab 13
-
Dada pena terasa sesak. Mulai merasa kedinginan karena air yang terus-terusan mengguy
-bab 14-Pemuda itu terus melangkah, mendekati Pena dan akhirnya mulai membuka jaket hitam tebalnya. Kemudian tanpa diduga, Albi memakaikan jaket itu ke tubuh Pena. Lengan kanannya merangkul bahu sempit Pena membawanya kembali ke kamar gadis itu. Tanpa kata dan tanpa adanya basa-basi belaka. Membuat para penghuni kos lainnya ternganga lebar tak menyangka."Lo ngapain sih basah-basahan kayak gini di kamar mandi bawah?!" sentak Albi kemudian setelah keduanya tiba di kamar kos Pena.Gadis itu menunduk, tak berani menatap Albi yang terlihat garang sekarang. "Shower di kamar mandi kamar gue mati..." cicitnya lirih, jujur.
-bab 15-"Ada beberapa barang milik korban yang kami temukan. Namun kami belum bisa memberikan atau memperlihatkan benda itu karena masih melewati pemeriksaan forensik. Jadi mari mulai dari saksi saja, ceritakan bagaimana Anda bisa ada di sana saat korban sudah tidak bernyawa."Pena meneguk ludah, berusaha mengusir rasa takut dan membangun rasa berani karena ia tidak bersalah."Saya butuh pekerjaan, Pak. Saya sempat minta bantuan teman sekelas saya namanya Oji, untuk bekerja di perusahaan paket kilat milik papahnya, tapi Oji menolak untuk membantu karena usia saya masih di bawah
-bab 16-"Lo kenapa sih, Na? Diem mulu perasaan," celetuk Jena iseng, sambil memakan kentang goreng yang tadi dibelinya sebelum main ke kos Pena.Pena menghela napas, menipiskan bibir. "Lo yang kenapa? Tumben banget mau main ke kos gue."Mengingat biasanya Jena jarang mau main ke kos Pena karena sibuk sendiri bermain PS bersama kembarannya, Jeno. Mendengar sindiran tak langsung itu, Jena meringis tak enak."Ya gimana mau nolak, orang si Albi yang nyuruh," jawab Jena jujur.Jari-jari Pena yang semula sibuk di atas keyboard laptop
-bab 17-Asap dari benda berbahan nikotin itu keluar perlahan dari mulut dan hidung gadis yang setelan rambutnya kini dibuat bergelombang dengan warna ujung coklat sedikit keunguan. Tampak bersinar di antara para wanita berpakaian seksi yang berlomba-lomba mendapatkan pasangannya di dance floor bar malam itu. Gadis itu hanya duduk dan memesan tiga botol wine sekaligus. Sebuah rokok terjepit di antara jari telunjuk dan jari tengah tangan kanannya. Bando kain berwarna pastel seperti menjadi pelengkap rambut gadis itu sehingga kini julukan bidadari sempurna melek
-bab 18-Pena mengangguk-angguk seolah paham. "Hm, terus?""Kata dokter yang autopsi jasad kakak gue kemaren, kakak gue overdosis obat asing ini. Masalahnya, dokter itu gak tau zat-zat berlebihan apa yang bisa bikin kakak gue overdosis sampe meninggal. Obat ini pernah beberapa kali dibuat, tapi sampe sekarang gak tau siapa yang pertama kali buat obat ini," lanjut Albi menjelaskan."Lah berarti obat ini udah diketahui identitasnya di Indonesia, tapi orang Eropa Barat gak ada yang tau gitu? Jadi label di sini cuma formalitas belaka dong?" tanya Pena mulai beropini.
-bab 19-Albi mengernyit, "Lo nyiptain beberapa obat baru buat penyakit langka yang baru-baru ini sering muncul, Na?" tanyanya tak percaya."Kenapa? Speechless lo? IQ gue 138 kalo lo lupa." Pena memutar bola matanya jengah."Oke, gue tau. But, gimana caranya lo buat obat-obatan itu?" tanya Albi masih penasaran dengan cara kerja otak Pena yang bisa langsung direalisasikan dengan nyata tanpa abal-abal belaka."Dari dulu Mama selalu buat catatan pribadi mengenai cara buat obat gunain tanaman langka yang ada di kebunnya. Mama juga nulis detail tutorialnya
-bab 20-"Ada satu orang," kata Pena kemudian. "Ada satu orang yang pada hari final pembuatan obat ini, dia datang ke laboratorium pusat kota buat nemuin saya," lanjutnya.Albi tertarik, kemudian agak menarik dirinya untuk mendekat ke arah Pena. Ayah dan Ibunya pun turut mendekat karena berharap Pena bisa menuturkan titik terangnya. Agar mereka tidak salah sangka lagi."Jadi beginiー ih apa sih lo gak usah nempel-nempel!" sentak Pena mengusir Albi yang mendekat secara reflek ke arahnya. Apalagi ia bisa merasakan kalau dada bidang Albi menyentuh bahu kanannya membuat Pena risih dan agak deg-deg an.&nbs
-bab 21-Seringaian kecil misterius muncul di wajah Pena setelah ia melihat papan pengumuman Nufa yang telah memuat dua berita baru. Di dua daftar berita itu, ada nama Pena yang tercantum di dalamnya. Dalam hati Pena senang, karena kemampuannya diakui. Juga muncul sedikit perasaan ingin menyombongkan diri di depan bunga sekolah."Minerva mana?" tanya Pena pada seorang gadis yang berasal dari kelas 11 IPA 8, Gisella."Tadi sih pergi ke atas, rooftop kayaknya," jawab Gisella singkat.Pena menatap sekilas tangga ujung koridor yang langsung menuju ke rooftop sekolahnya, kemudian ke