-
bab 22
-
Minerva mengernyit, ikut penasaran dengan siapa yang akan menjadi pasangan tari Pena nantinya.
"Albino Syahrian."
Tangan Minerva terkepal kuat, siap meninju Pena kapan saja. Mendengar nama Albi yang keluar dari mulut gadis tomboy itu, rasanya Minerva benar-benar tak terima kalau yang menjadi pasangan Albi dalam tari nanti adalah sosok Pevita Natalia.
"Loー"
-bab 23-Cangkul itu diseret menyusuri jalan setapak di pemakaman yang cukup jauh dari Kelurahan Pinangsia, kelurahan tempat tinggal si bunga sekolah Nufa itu. Peluh menghiasi sekitar dahinya karena lelah sehabis melakukan aktifitas yang merupakan dosa besar seluruh umat Islamー yang bahkan ia sendiri tidak peduli lagi dengan dosa yang akan didapatnya nanti.Sungguh, otaknya benar-benar sudah berada di luar kendali. Ini hal tergila kedua yang gadis itu lakukan dalam minggu ini. Hal mengerikan yang bisa saja membuat nyawanya ikut terancam karena dijadikan tumbal. Namun ia sudah tidak peduli. Ia ingin melihat targetnya menderit
-bab 24-Mimpi buruk.Hal yang setahun belakangan ini tak pernah Pena alami, malam ini terulang lagi. Entah apa penyebabnya, Pena rasa isinya hanya hitam. Gelap. Dan identik dengan sesuatu yang buruk. Pena tak pernah menyukai warna hitam. Karena hitam identik dengan kegelapan, kesedihan, dan keburukan. Entah apa maksud sebenarnya dari hitam di dalam mimpi Pena malam ini, ia berharap itu bukan sesuatu yang buruk.Walau nyatanya harapan itu sia-sia saja. Keesokan harinya, Pena semakin frustasi karena otaknya selalu memutar mimpi hitam itu. Mem
-bab 25-Pena orang lokal.Atau tepatnya, ia dianggap sebagai orang lokal.Padahal dari wajahnya, pasti sudah jelas kalau gadis itu memiliki darah orang luar ーKorea.Mamanya adalah satu dari banyak keturunan keluarga Ryu. Lalu Papanya, adalah seorang jeniusawan sukses yang berhasil membeli satu Kincir Angin Panemone Persia untuk dipersembahkan kepada sang istri. Namun sayang, keduanya sudah berada di sisi Tuhan sekarang.Pena selalu menyesal mengapa ia tak belajar tentang kedokteran, teori alam semesta, atau belajar tentang listrik, dulu, saat keluarganya masih
-Bab 26-Pria berumur 31 tahun itu melangkah menyusuri rak buku di kantornya. Tangannya terulur mengambil satu buku yang bertajuk Niksen: Rahasia Hidup Bahagia Tanpa Melakukan Apa-Apa. Kemudian membawa buku itu ke meja kebesarannya sebagai Kepala Sekolah, duduk berhadapan dengan adik sepupu yang lebih sering dianggap sebagai anaknya. "Jadi yang buat obat baru itu Pena?" tanya pria itu kemudian, setelah mendengar keseluruhan cerita Albi."Gila gak sih? Gue ngerangkai listrik buat satu rumah gue aja masih acak-acakan. Eh si Pena udah buat obat aja. Itu pun dua tahun lalu, Bang!" Albi mengusap wajahnya frustasi.
-Bab 27-"NA?!"Suara pemuda lain membuat Pena terjingkat. Gadis itu agak memiringkan kepalanya, keningnya mengernyit melihat Albi berjalan tergesa menghampirinya. "Ngapain dia di sini?"Tatapan Pena berpindah ke Disti. "Lo yang manggil?""Dia kan tunangannya Minerva?" sahut Disti polos.Pena berdecak, "I know," katanya. "Tapi dari mana lo kenal berandal itu?"Netra Disti melebar, kemudian bergerak liar mencari peralihan. "Gueー""Minerva sebenernya kenapa?" tanya Albi langsung."Katanya tabrak lari." Pena mengangkat kedua bahunya acuh. "Kenapa dia bisa
-Tentang tiga tokoh yang menduduki peringkat paralel tiap tahunnya di SMA Nufa. Tentang bagaimana memahami taktik dan kelemahan lawan untuk lebih mengunggulinya. Tentang kehancuran transparan yang sebenarnya selalu mengikuti kemana arah langkah kaki kita pergi.Tentang peran utama, peran pengganti, dan watak tokoh antagonis yang sama-sama bisa hadir dalam satu pribadi diri. Tentang karakter manusia yang terlahir baik dan sempurna, lama-lama jadi ternoda karena lingkungan tidak tepat yang tumbuh bersamanya.Kisah klasik ini berisi tentang perjuangan peran pengganti untuk mencapai satu peran utama yang paling penting dalam seluruh kehidupan manusia. Mengajarkan betapa pentingnya
-bab 1-Suasana di pagi hari ini terasa ramai dan sumpek. Banyak siswa-siswi yang memadati area lorong kelas 10 yang berhadapan langsung dengan lapangan utama. Sedangkan di lapangan utama yang berukuran 26 meter x 14 meter itu sedang penuh karena adanya pertandingan dadakan dari kelas yang melakukan jadwal olahraga pagi ini.Pena melepas kedua sepatu fantovelnya, kemudian ia berlari menatap satu titik ーatau, tokoh yang membuat kemarahan seketika memancar di wajah putihnya itu. Teman satu kelasnya, Abdi, sedari pagi tadi sudah menggoda Pena hingga membuat kemarahan gadis itu meninggi.Puncaknya, Abdi yang berdiri beberapa meter jauh dari Pena di
-bab 2-Pena menatap bingung sebelah sepatu fantovel di tangannya, kemudian ia beralih menatap Albi yang berdiri di ambang pintu kelas 11 IPS 5 berhadapan dengannya. "Kok sebelah doang?" tanyanya heran."Sebelahnya lagi dibuang Minerva di tong sampah. Lo mau make sepatu bekas buangan?" balas Albi santai dengan jujur. Karena sejatinya pemuda jenius itu tidak suka berbohong.Mata Pena melebar, kemudian geraman samar keluar dari mulut mungilnya. "Gak tau aja tuh anak lagi berurusan sama siapa," gumamnya marah sambil membuang sebelah sepatu fantovelnya ke sembarang arah. Yang nahasnya malah mendarat tepat di wajah teman satu kelasnya, Jeno.