Share

bab 6

Penulis: Rani Mulyani
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

-

bab 6

-

Berani sumpah, Albi bahkan sudah lupa bagaimana wangi masakan ibunya saking lamanya mereka berpisah rumah karena Albi yang hanya ingin tinggal bersama kakak perempuannya, Alzhea. Albi juga anti sekali memakan makanan kalau bukan Alzhea yang memasak. Tapi malam ini, lagi-lagi untuk yang pertama kalinya yang kesekian kali, Albi merasakan masakan lezat dari tangan musuh bebuyutannya.

Awalnya Albi meragukan kemampuan memasak Pena, namun tanpa disangka, gadis cantik itu berhasil membuktikan dirinya. Walau galaknya dua kali lipat seperti anak lelaki, ternyata Pena masih punya sisi wanita di dalam dirinya. Tangan-tangan mungilnya itu ternyata super ajaib dalam melakukan segala sesuatu. Albi kembali teringat kalau Pena ini anak kos. Pasti ia berusaha hidup mandiri selama ini.

Albi salut sih. Pena bisa menyeimbangkan kehidupannya walau dengan hidup sendiri dalam keadaan miskin dan miris seperti ini. Sedangkan Albi sendiri, walau hidupnya kelewat mewah dan berkecukupan, tetap saja masih tidak seimbang dan banyak cobaan. Hingga membuat pemuda itu jadi liar dan mengekspresikan emosinya dengan salah.

"Kira-kira gue cocok jadi chef gak?" tanya Pena agak berharap untuk dipuji setelah melihat napsu makan Albi meningkat ketika memakan nasi goreng buatannya.

"Cocok jadi chef nasi goreng pinggir jalan," balas Albi enteng tanpa dosa.

"Emang gak ada gunanya gue berharap kalimat pujian keluar dari mulut lo," Pena mendengus kesal. "Orang yang tahan sama sikap lo pasti orang gila," lanjutnya sinis.

"Mulut lo cabe bener," sahut Albi pedas.

"Mulut lo lebih jawara pedesnya," Pena mencibir kesal. "Coba deh sekali-kali ikut kegiatan rohani gitu, biar akhlak lo balik lagi," sambungnya menasihati.

Albi mendecak, merasa kalau acara makannya terganggu. "Berisik!"

"Oh ya lupa. Temen aja lo nggak punya apalagi akhlak ya?" Pena lagi-lagi mencibir pedas. 

"Brengsek lo, Na," balas Albi kelewat datar, menunjukkan kalau ia sedang marah- walau masih di tahap awal.

"Cih," Pena mendecih sinis. Berbalik badan beranjak untuk mencuci segala perkakas dapur yang tadi ia gunakan untuk memasak. "Lo kalo udah minum mending langsung ke kamar gue. Takutnya ada yang liat," suruhnya.

"Gue mau bantu." Albi mengabaikan suruhan Pena. Pemuda itu membawa piringnya yang sudah kosong ke wastafel untuk mencucinya.

"Heh gak usah. Mending lo tidur aja sana!" Pena menolak tegas dengan berkata lirih.

"Diem." Albi ikut tegas menolak suruhan Pena.

Pena menghela napas panjang. Akhirnya kalah karena kini tubuh kurusnya sudah dikurung oleh kedua tangan kekar Albi yang membantunya mencuci perkakas dapur tadi. Posisi mereka seperti dua orang yang sedang berpelukan. Apalagi adegan seperti ini biasanya tertuang di dalam w*****d-w*****d romance. Pena jadi malu sendiri karena terpikirkan hal itu.

"Lo tinggi juga ya." Adalah kalimat pengalihan yang Pena ucapkan karena sangat gugup dengan posisinya yang ambigu ini.

"Lo aja yang pendek," balas Albi dengan ketus.

"Bisa gak sih lo tuh jawabnya yang bener dikit? Nista banget kayaknya gue," kata Pena sambil mendengus keras.

"Ya itu semua jawaban reflek dari otak gue," balas Albi kelewat jujur.

"Minggir!" Pena membuka lebar kungkungan lengan Albi karena sudah tak tahan dengan perangai menyebalkan cowok itu. Namun, belum sempat Pena beranjak, Albi sudah kembali mencengkeram kedua bahunya.

"Apaan?" Pena mendongak sembari mengangkat alis, bingung.

"Lo denger nggak tadi?" Albi bertanya dengan raut wajah serius.

Pena terkesiap, reflek menoleh ke kanan dan ke kiri untuk memeriksa sesuatu yang tangah bergerak menuju ke arah dapur. Namun matanya tak dapat menangkap hal apapun. Pena kembali mendongak, semakin bingung dan juga takut kalau-kalau ada yang menangkap basah dirinya membawa pemuda asing ke kos-kos an.

"Ada siapa???" Pena mendelik panik. "Ada siapa anjir yang mergokin kita????" tanyanya menuntut.

"Gak ada siapa-siapa, Na." Albi menjilat bibir bawahnya frustasi. Pena pasti mengira kalau suara yang dibicarakan Albi mungkin suara benda atau sesuatu yang bergerak ke arah mereka. Padahal bukan itu maksud Albi yang sebenarnya.

"Ya terus apaaa????" tanya Pena sewot.

"Lo beneran gak denger apa-apa?" tanya Albi sekali lagi. Mencoba memastikan.

"Gak ada suara apa-apa anjir! Lo jangan coba-coba nakutin gue ya!" Pena menunjuk Albi sarkas, memperingatkan. "Gue tebas pala lo kalo sampe berani-beraninya nakutin gue! Padahal muka lo seremnya ngalahin Valak!" sambungnya kejam.

Albi mendengus, "yaudah. Sana balik kamar," katanya sambil melepas cengkeraman tangannya dari bahu Pena sambil menghela napas pendek.

Alis Pena hampir menyatu heran melihat kerandoman sikap Albi. "Apaan sih gak jelas banget lo!" katanya mencibir pedas sambil berlalu mendahului Albi menaiki tangga untuk kembali menuju kamar kosnya.

Jelas-jelas suara tadi itu suara detak jantung gue. Dasar cewek polos lo, Na. ーlanjut Albi membatin dalam hati.

-

Bab terkait

  • Stuntman   bab 7

    -bab 7-Pena mengucek sebelah matanya. Menguap sekilas karena kantuknya sudah datang menyerang. Padahal di jam-jam segini Pena biasanya sudah duduk anteng di depan laptop untuk menulis artikel. Tapi karena aksi heroiknya memberi tumpangan penginapan untuk Albi malam ini, Pena jadi harus capek dua kali.Seumur-umur ngekos di sini, Pena tak pernah mau menerima tamu orang luar untuk menginap di kamar kos pribadinya. Bahkan teman-teman sekelasnya saja jarang main ke kos Pena. Palingan kalau kumpul Pena yang diajak keluar untuk ngegabut bareng di rumah Jena- itupun kalau Pena lagi mau banget.Malam ini, pertam

  • Stuntman   bab 8

    - bab 8 - Minerva keluar dari salah satu bilik toilet siswi. Tangannya merogoh ke saku rok, mengeluarkan sebuah lipstick merah muda mencolok dan mengoleskannya di bibir. Gadis itu memang sudah cantik dari dulunya. Tanya saja para buaya di luar, siapa yang tidak suka dengan Minerva? Jelas tidak ada. Kecuali satu. Albino Syahrian. Gadis berambut coklat gelombang itu mencebik, menatap pantulan dirinya di depan cermin wastafel. Helaan napas panjang keluar dari hidungnya. Agak kesal karena belum bisa menaklukkan hati tunangannya. Padahal semua sudah berjalan sesuai rencana, tapi tetap saja Albi kekeuhnya naudzubillah untuk membatalkan pertunangan mereka. Hati pemuda itu amat keras layaknya batu. Untung saja

  • Stuntman   bab 9

    -bab 9-"Ji plis lahhh bantu gue negoin ke papah lo!!!" Pena merengek melas ke teman satu kelasnya, Radimas Ozzien atau yang kerap dipanggil Oji."Nggak berani gue njir! Papah sendiri udah nentuin kriteria umur buat semua pelamar kerja di perusahaannya, Na!" Oji mengelak tegas.Pena merengut, tengah meluncurkan strateginya untuk membuat Oji luluh dan berakhir membantunya. Pena sangat butuh pekerjaan sekarang. Dan ia tertarik untuk menjadi pengantar paket di perusahaan paket kilat milik papahnya Oji. Sayang, kriteria pekerja yang dibutuhkan haruslah berumur 19 tahun ke atas. Sedangkan Pena sendiri baru berusia legal alias baru berumur 17 tahun. Alhasil Oji menolak mentah-mentah permintaannya.

  • Stuntman   bab 10

    -bab 10-"Temen-temen lo itu pada gak ada akhlak ya!" Albi mencibir setelah tiba di depan wastafel toilet siswa. "Halah lo aja yang baperan." Pena balas mencibir. "Berani banget ya lo sama gue?" Albi menatap Pena tajam yang sedetik kemudian matanya ditutup paksa oleh Pena guna membersihkan noda spidol di wajahnya dengan air mengalir. "Kenapa juga gue gak berani sama lo?" Pena berbalik tanya dengan berani. "Padahal sebelumnya emang gak pernah ada yang berani sama gue." Albi mendesis ger

  • Stuntman   bab 11

    -bab 11-Sudakuaidi merupakan salah satu perusahaan layanan jasa paket kilat di Jakarta. Namun perusahaan ini menjadi satu-satunya perusahaan yang menggunakan nama dari bahasa mandarin. Sudakuaidi berarti pengiriman paket Suda. Dan nama perusahaan ini cukup umum dipakai di China.Pena sendiri tau karena ia banyak belajar dari menonton drama China. Selain pintar mata pelajaran eksak dan humaniora, Pena juga cukup fasih berbahasa Korea, China, dan Inggris. Pena orang lokal, namun ia ingin mempelajari dunia luas, termasuk belajar banyak macam bahasa.Kali ini, Pena bertekad untuk masuk universitas negeri yang bagus sesuai minatnya. Maka dari itu, Pena berjuang mati-matian

  • Stuntman   bab 12

    -bab 12-"Kenapa lo bentak gue?! Lo mikir kalo gue yang udah bikin kakak lo jadi begini?!" sentak Pena langsung."Cuma ada lo di sini tadi!" Albi kembali membentak dengan nada tinggi."Gue sebagai saksi! Gue bahkan tadi tanya dia siapa karena sebelumnya gue gak pernah kenal sama dia! Gue pun gak tau kalo dia kakak elo!" Pena menunjuk Albi sarkas, tak terima karena ditatap sebagai pembunuh oleh Albi."Terus lo ngapain ke sini, Na?! Lo ada urusan apa ke sini?! Ngapain lo masih masuk saat udah jelas tertulis di pintu kalo Sudakuaidi lagi tutup karena pegawainya semua cuti?! Kenapa????" Albi melebarkan matanya menuntut kejelasan.

  • Stuntman   bab 13

    -bab 13-Air yang keluar dari shower itu mengguyur tubuh Pena yang duduk bersandar di dinding kamar mandi sembari memeluk kedua lututnya sendiri. Pena menangis tersedu sejak tadi hingga mengkhawatirkan seluruh penghuni kos. Air itu terus mengalir hingga membuat keseluruhan tubuh Pena basah kuyup. Apalagi raungan gadis itu terdengar pilu. Menambah kesan khawatir bagi para penghuni kos lainnya yang kompak berdiri di depan pintu kamar mandi untuk mencoba membuat Pena keluar dan bercerita apa masalah yang tengah dihadapinya.Dada pena terasa sesak. Mulai merasa kedinginan karena air yang terus-terusan mengguy

  • Stuntman   bab 14

    -bab 14-Pemuda itu terus melangkah, mendekati Pena dan akhirnya mulai membuka jaket hitam tebalnya. Kemudian tanpa diduga, Albi memakaikan jaket itu ke tubuh Pena. Lengan kanannya merangkul bahu sempit Pena membawanya kembali ke kamar gadis itu. Tanpa kata dan tanpa adanya basa-basi belaka. Membuat para penghuni kos lainnya ternganga lebar tak menyangka."Lo ngapain sih basah-basahan kayak gini di kamar mandi bawah?!" sentak Albi kemudian setelah keduanya tiba di kamar kos Pena.Gadis itu menunduk, tak berani menatap Albi yang terlihat garang sekarang. "Shower di kamar mandi kamar gue mati..." cicitnya lirih, jujur.

Bab terbaru

  • Stuntman   bab 27

    -Bab 27-"NA?!"Suara pemuda lain membuat Pena terjingkat. Gadis itu agak memiringkan kepalanya, keningnya mengernyit melihat Albi berjalan tergesa menghampirinya. "Ngapain dia di sini?"Tatapan Pena berpindah ke Disti. "Lo yang manggil?""Dia kan tunangannya Minerva?" sahut Disti polos.Pena berdecak, "I know," katanya. "Tapi dari mana lo kenal berandal itu?"Netra Disti melebar, kemudian bergerak liar mencari peralihan. "Gueー""Minerva sebenernya kenapa?" tanya Albi langsung."Katanya tabrak lari." Pena mengangkat kedua bahunya acuh. "Kenapa dia bisa

  • Stuntman   bab 26

    -Bab 26-Pria berumur 31 tahun itu melangkah menyusuri rak buku di kantornya. Tangannya terulur mengambil satu buku yang bertajuk Niksen: Rahasia Hidup Bahagia Tanpa Melakukan Apa-Apa. Kemudian membawa buku itu ke meja kebesarannya sebagai Kepala Sekolah, duduk berhadapan dengan adik sepupu yang lebih sering dianggap sebagai anaknya. "Jadi yang buat obat baru itu Pena?" tanya pria itu kemudian, setelah mendengar keseluruhan cerita Albi."Gila gak sih? Gue ngerangkai listrik buat satu rumah gue aja masih acak-acakan. Eh si Pena udah buat obat aja. Itu pun dua tahun lalu, Bang!" Albi mengusap wajahnya frustasi.

  • Stuntman   bab 25

    -bab 25-Pena orang lokal.Atau tepatnya, ia dianggap sebagai orang lokal.Padahal dari wajahnya, pasti sudah jelas kalau gadis itu memiliki darah orang luar ーKorea.Mamanya adalah satu dari banyak keturunan keluarga Ryu. Lalu Papanya, adalah seorang jeniusawan sukses yang berhasil membeli satu Kincir Angin Panemone Persia untuk dipersembahkan kepada sang istri. Namun sayang, keduanya sudah berada di sisi Tuhan sekarang.Pena selalu menyesal mengapa ia tak belajar tentang kedokteran, teori alam semesta, atau belajar tentang listrik, dulu, saat keluarganya masih

  • Stuntman   bab 24

    -bab 24-Mimpi buruk.Hal yang setahun belakangan ini tak pernah Pena alami, malam ini terulang lagi. Entah apa penyebabnya, Pena rasa isinya hanya hitam. Gelap. Dan identik dengan sesuatu yang buruk. Pena tak pernah menyukai warna hitam. Karena hitam identik dengan kegelapan, kesedihan, dan keburukan. Entah apa maksud sebenarnya dari hitam di dalam mimpi Pena malam ini, ia berharap itu bukan sesuatu yang buruk.Walau nyatanya harapan itu sia-sia saja. Keesokan harinya, Pena semakin frustasi karena otaknya selalu memutar mimpi hitam itu. Mem

  • Stuntman   bab 23

    -bab 23-Cangkul itu diseret menyusuri jalan setapak di pemakaman yang cukup jauh dari Kelurahan Pinangsia, kelurahan tempat tinggal si bunga sekolah Nufa itu. Peluh menghiasi sekitar dahinya karena lelah sehabis melakukan aktifitas yang merupakan dosa besar seluruh umat Islamー yang bahkan ia sendiri tidak peduli lagi dengan dosa yang akan didapatnya nanti.Sungguh, otaknya benar-benar sudah berada di luar kendali. Ini hal tergila kedua yang gadis itu lakukan dalam minggu ini. Hal mengerikan yang bisa saja membuat nyawanya ikut terancam karena dijadikan tumbal. Namun ia sudah tidak peduli. Ia ingin melihat targetnya menderit

  • Stuntman   bab 22

    -bab 22-"By the way lo tau siapa yang menang vote dan bakal jadi pasangan gue?" Pena kembali berbalik memandang Minverva dengan senyuman misterius.Minerva mengernyit, ikut penasaran dengan siapa yang akan menjadi pasangan tari Pena nantinya."Albino Syahrian."Tangan Minerva terkepal kuat, siap meninju Pena kapan saja. Mendengar nama Albi yang keluar dari mulut gadis tomboy itu, rasanya Minerva benar-benar tak terima kalau yang menjadi pasangan Albi dalam tari nanti adalah sosok Pevita Natalia."Loー"

  • Stuntman   bab 21

    -bab 21-Seringaian kecil misterius muncul di wajah Pena setelah ia melihat papan pengumuman Nufa yang telah memuat dua berita baru. Di dua daftar berita itu, ada nama Pena yang tercantum di dalamnya. Dalam hati Pena senang, karena kemampuannya diakui. Juga muncul sedikit perasaan ingin menyombongkan diri di depan bunga sekolah."Minerva mana?" tanya Pena pada seorang gadis yang berasal dari kelas 11 IPA 8, Gisella."Tadi sih pergi ke atas, rooftop kayaknya," jawab Gisella singkat.Pena menatap sekilas tangga ujung koridor yang langsung menuju ke rooftop sekolahnya, kemudian ke

  • Stuntman   bab 20

    -bab 20-"Ada satu orang," kata Pena kemudian. "Ada satu orang yang pada hari final pembuatan obat ini, dia datang ke laboratorium pusat kota buat nemuin saya," lanjutnya.Albi tertarik, kemudian agak menarik dirinya untuk mendekat ke arah Pena. Ayah dan Ibunya pun turut mendekat karena berharap Pena bisa menuturkan titik terangnya. Agar mereka tidak salah sangka lagi."Jadi beginiー ih apa sih lo gak usah nempel-nempel!" sentak Pena mengusir Albi yang mendekat secara reflek ke arahnya. Apalagi ia bisa merasakan kalau dada bidang Albi menyentuh bahu kanannya membuat Pena risih dan agak deg-deg an.&nbs

  • Stuntman   bab 19

    -bab 19-Albi mengernyit, "Lo nyiptain beberapa obat baru buat penyakit langka yang baru-baru ini sering muncul, Na?" tanyanya tak percaya."Kenapa? Speechless lo? IQ gue 138 kalo lo lupa." Pena memutar bola matanya jengah."Oke, gue tau. But, gimana caranya lo buat obat-obatan itu?" tanya Albi masih penasaran dengan cara kerja otak Pena yang bisa langsung direalisasikan dengan nyata tanpa abal-abal belaka."Dari dulu Mama selalu buat catatan pribadi mengenai cara buat obat gunain tanaman langka yang ada di kebunnya. Mama juga nulis detail tutorialnya

DMCA.com Protection Status