-
bab 7
-
Seumur-umur ngekos di sini, Pena tak pernah mau menerima tamu orang luar untuk menginap di kamar kos pribadinya. Bahkan teman-teman sekelasnya saja jarang main ke kos Pena. Palingan kalau kumpul Pena yang diajak keluar untuk ngegabut bareng di rumah Jena- itupun kalau Pena lagi mau banget.
Malam ini, pertama kalinya Pena mau menerima tamu untuk menginap di kosnya. Apalagi ini Albi, pemuda garang yang dijuluki bos besar. Mana acara masuknya dengan ilegal lagi, berasa Pena sedang menyelundupkan teroris.
Lalu kenapa Pena punya kasur tambahan di bawah kasur utamanya? Karena biasanya, Alifa, teman satu kosnya di lantai 2, mengungsi ke kamarnya kalau sedang butuh teman curhat. Apalagi kata Alifa itu, kamarnya yang notabenenya ada di paling ujung, sering merasakan hawa-hawa tidak enak seperti kamar hunian demit- ya seperti itu lah katanya.
Saat membuka pintu kamar, Pena kira ia akan disuguhkan dengan pandangan seorang pangeran yang tidur dengan tenang dan damai. Namun sebaliknya, ternyata pangeran itu masih terjaga di depan TV Plasma yang menayangkan film Harry Potter episode terakhir. Pena memang mengoleksi film-film hollywood sih. Pasti mudah bagi Albi untuk menemukan itu.
"Lo mau nonton gak?" tanya Albi menawari kala melihat wajah datar Pena tanpa ekspresi berarti.
"Tergantung," balas Pena singkat.
"Paha gue kosong. Lo mau duduk di sini?" Albi mengangkat sebelah alisnya tinggi. Agak mencoba untuk menggoda Pena dengan topik yang sensual.
Gadis berambut panjang itu memutar bola mata, tanpa kata melangkah mendekat dan duduk tepat di pangkuan Albi. Pemuda di hadapannya itu agak terkejut kala melihat keberanian dan tanggapan serius Pena soal tawaran asalnya tadi.
"Kenapa? Nyesel?" tanya Pena langsung kala melihat perubahan wajah Albi yang awalnya datar jadi agak gugup.
"Sinting. Gue gak nyangka lo seberani ini," Albi meneguk ludah samar, merasakan kedua tangan mungil Pena mulai dilingkarkan ke lehernya. Hembusan napas gadis itu menyapu pelan hidung mancung Albi. Hangat dan nyaman.
"Elo yang nawarin." Pena membalas dengan santai. Posisinya sekarang tengah duduk di pangkuan Albi, berhadapan langsung dengan pemuda itu. Kedua lututnya berada di atas kaki sila Albi. Mulai bisa merasakan kalau lawan jenisnya ini menegang.
"Abis ini apa?" tanya Albi kemudian setelah hening panjang.
"Tergantung." Pena kembali menjawab dengan singkat. "Tergantung lo mau ciuman dulu atau langsung remes-remes masuk," lanjutnya seakan tanpa beban.
"Lo... " Albi menarik napas dalam, berusaha mengendalikan dirinya yang sekarang sudah bereaksi tidak normal.
"Lo gak pernah diginiin sama cewek manapun selain gue ya?"
Jujur, pertanyaan Pena sangat menohok. Jangankan intim begini, Albi saja tidak sudi kulitnya disentuh genit oleh sembarang orang. Selain pelukan dari kakak dan ibunya, Albi tak pernah mengijinkan satu orang pun menyentuh kulitnya barang 0,000001 detik.
"Sok jual mahal sih, makanya gak ada pengalaman pacaran."
Pena mencibir pedas membuat Albi menatapnya tajam. Namun bukannya gentar, Pena justru malah semakin ingin menggoda pemuda ini. Lihat saja sekarang Pena semakin memajukan wajahnya hingga ujung hidung keduanya bersentuhan. Itu cukup membuat tubuh Albi bergetar hebat. Bahkan jantungnya sudah dalam keadaan tidak normal sekarang. Seperti tengah lari marathon menyusuri dua kota sekaligus.
"Semakin lo menahan, semakin lo gak bisa untuk melepaskan."
Kata-kata Pena malam itu selalu terngiang di dalam kepala Albi. Bahkan sampai keesokan harinya, saat melihat wajah bantal gadis itu, Albi sadar kalau banyak hal yang Pena simpan sendiri selama ini. Termasuk kutipan-kutipan spontan yang kadang bisa lancar mengalir keluar untuk menasihati orang. Gadis itu tak tau, kalau sebenarnya dirinya juga butuh kata-kata itu. Mungkin lebih banyak beban dan hal-hal yang ia simpan sendiri sampai membuat itu semua menjadi misteri.
Kalau dipikir-pikir, ini sih pertama kalinya Albi melihat wajah bantal seorang gadis selain kakak dan ibunya. Ternyata benar kata orang-orang, kalau kecantikan alami wanita itu terpancar ketika mereka baru bangun tidur. Walaupun komuk karena rambut yang berantakan dan ekspresi spontan yang gagal teratur, tetap saja itu menjadi daya tarik tersendiri bagi kaum lelaki. Tak terkecuali Albi.
"Kalo sampe lo ember ke anak-anak soal muka bantal gue, gue bakal minta ganti rugi 15 milyar buat kabur ke Afrika Selatan."
Albi terkekeh mendengar kalimat ancaman Pena di pagi hari ini. Masih saja ya anak itu memperhitungkan untung-rugi. Memang benar sih sabdanya. Hidup itu salah satunya mengenai hubungan timbal balik sesama makhluk sosial yang berakhlak dan beradab. Jadi Albi harus ingat untuk memberikan pamrih kepada Pena saat gadis itu mau membantunya dalam hal sekecil apapun.
-
- bab 8 - Minerva keluar dari salah satu bilik toilet siswi. Tangannya merogoh ke saku rok, mengeluarkan sebuah lipstick merah muda mencolok dan mengoleskannya di bibir. Gadis itu memang sudah cantik dari dulunya. Tanya saja para buaya di luar, siapa yang tidak suka dengan Minerva? Jelas tidak ada. Kecuali satu. Albino Syahrian. Gadis berambut coklat gelombang itu mencebik, menatap pantulan dirinya di depan cermin wastafel. Helaan napas panjang keluar dari hidungnya. Agak kesal karena belum bisa menaklukkan hati tunangannya. Padahal semua sudah berjalan sesuai rencana, tapi tetap saja Albi kekeuhnya naudzubillah untuk membatalkan pertunangan mereka. Hati pemuda itu amat keras layaknya batu. Untung saja
-bab 9-"Ji plis lahhh bantu gue negoin ke papah lo!!!" Pena merengek melas ke teman satu kelasnya, Radimas Ozzien atau yang kerap dipanggil Oji."Nggak berani gue njir! Papah sendiri udah nentuin kriteria umur buat semua pelamar kerja di perusahaannya, Na!" Oji mengelak tegas.Pena merengut, tengah meluncurkan strateginya untuk membuat Oji luluh dan berakhir membantunya. Pena sangat butuh pekerjaan sekarang. Dan ia tertarik untuk menjadi pengantar paket di perusahaan paket kilat milik papahnya Oji. Sayang, kriteria pekerja yang dibutuhkan haruslah berumur 19 tahun ke atas. Sedangkan Pena sendiri baru berusia legal alias baru berumur 17 tahun. Alhasil Oji menolak mentah-mentah permintaannya.
-bab 10-"Temen-temen lo itu pada gak ada akhlak ya!" Albi mencibir setelah tiba di depan wastafel toilet siswa. "Halah lo aja yang baperan." Pena balas mencibir. "Berani banget ya lo sama gue?" Albi menatap Pena tajam yang sedetik kemudian matanya ditutup paksa oleh Pena guna membersihkan noda spidol di wajahnya dengan air mengalir. "Kenapa juga gue gak berani sama lo?" Pena berbalik tanya dengan berani. "Padahal sebelumnya emang gak pernah ada yang berani sama gue." Albi mendesis ger
-bab 11-Sudakuaidi merupakan salah satu perusahaan layanan jasa paket kilat di Jakarta. Namun perusahaan ini menjadi satu-satunya perusahaan yang menggunakan nama dari bahasa mandarin. Sudakuaidi berarti pengiriman paket Suda. Dan nama perusahaan ini cukup umum dipakai di China.Pena sendiri tau karena ia banyak belajar dari menonton drama China. Selain pintar mata pelajaran eksak dan humaniora, Pena juga cukup fasih berbahasa Korea, China, dan Inggris. Pena orang lokal, namun ia ingin mempelajari dunia luas, termasuk belajar banyak macam bahasa.Kali ini, Pena bertekad untuk masuk universitas negeri yang bagus sesuai minatnya. Maka dari itu, Pena berjuang mati-matian
-bab 12-"Kenapa lo bentak gue?! Lo mikir kalo gue yang udah bikin kakak lo jadi begini?!" sentak Pena langsung."Cuma ada lo di sini tadi!" Albi kembali membentak dengan nada tinggi."Gue sebagai saksi! Gue bahkan tadi tanya dia siapa karena sebelumnya gue gak pernah kenal sama dia! Gue pun gak tau kalo dia kakak elo!" Pena menunjuk Albi sarkas, tak terima karena ditatap sebagai pembunuh oleh Albi."Terus lo ngapain ke sini, Na?! Lo ada urusan apa ke sini?! Ngapain lo masih masuk saat udah jelas tertulis di pintu kalo Sudakuaidi lagi tutup karena pegawainya semua cuti?! Kenapa????" Albi melebarkan matanya menuntut kejelasan.
-bab 13-Air yang keluar dari shower itu mengguyur tubuh Pena yang duduk bersandar di dinding kamar mandi sembari memeluk kedua lututnya sendiri. Pena menangis tersedu sejak tadi hingga mengkhawatirkan seluruh penghuni kos. Air itu terus mengalir hingga membuat keseluruhan tubuh Pena basah kuyup. Apalagi raungan gadis itu terdengar pilu. Menambah kesan khawatir bagi para penghuni kos lainnya yang kompak berdiri di depan pintu kamar mandi untuk mencoba membuat Pena keluar dan bercerita apa masalah yang tengah dihadapinya.Dada pena terasa sesak. Mulai merasa kedinginan karena air yang terus-terusan mengguy
-bab 14-Pemuda itu terus melangkah, mendekati Pena dan akhirnya mulai membuka jaket hitam tebalnya. Kemudian tanpa diduga, Albi memakaikan jaket itu ke tubuh Pena. Lengan kanannya merangkul bahu sempit Pena membawanya kembali ke kamar gadis itu. Tanpa kata dan tanpa adanya basa-basi belaka. Membuat para penghuni kos lainnya ternganga lebar tak menyangka."Lo ngapain sih basah-basahan kayak gini di kamar mandi bawah?!" sentak Albi kemudian setelah keduanya tiba di kamar kos Pena.Gadis itu menunduk, tak berani menatap Albi yang terlihat garang sekarang. "Shower di kamar mandi kamar gue mati..." cicitnya lirih, jujur.
-bab 15-"Ada beberapa barang milik korban yang kami temukan. Namun kami belum bisa memberikan atau memperlihatkan benda itu karena masih melewati pemeriksaan forensik. Jadi mari mulai dari saksi saja, ceritakan bagaimana Anda bisa ada di sana saat korban sudah tidak bernyawa."Pena meneguk ludah, berusaha mengusir rasa takut dan membangun rasa berani karena ia tidak bersalah."Saya butuh pekerjaan, Pak. Saya sempat minta bantuan teman sekelas saya namanya Oji, untuk bekerja di perusahaan paket kilat milik papahnya, tapi Oji menolak untuk membantu karena usia saya masih di bawah