Wesley dan dua anggota timnya berjalan memasuki rerimbunan semak belukar. Di kejauhan sana berdiri sebuah gedung megah dengan warna putih mencolok. Desain interiornya terlihat kuno seperti rumah peninggalan zaman penjajahan dulu. Halaman depannya pun tidak terurus.
Memang malang nian bagi Wesley yang harus berpisah dengan Valen dan Kyler. Mereka sangat beruntung karena ditempatkan di kelompok yang memiliki seorang siswi Beda dengan tim Wesley yang semuanya berbatang.
"Yakin di sini ada penghuninya?"
Bagas celingukan melihat sekitar rumah angker nan horor yang memicu bulu kuduk merinding.
"Pastilah. Lampunya saja hidup," jawab Aldo mengamati hiasan dekorasi Halloween yang didominasi kepala labu.
Bagas bergidik. "Cari rumah lain saja, yuk!"
"Lah, memang rumah ini kenapa?" Aldo beralih menatap siswa berkostum pocong yang memasang ekspresi ketakutan.
"... Seram."
"Alah, Pengecut. Hantu itu cuman mitos tahu."
Aldo yang kini tampil dengan stelan kostum Drakula terkekeh. Penampilan ini sangat cocok untuknya yang memiliki tubuh atletis. Berbeda dengan Wesley yang gemuk dan Aldo yang kurus.
"Sudah diam! Ada orang datang, tuh," lerai Wesley menunjuk pria paruh baya yang baru saja membuka pintu masuk.
"Selamat malam, Tuan. Selamat hari Halloween. Track Or Treat?" tanya Wesley menyapa ramah.
Seperti dalam peraturan yang dijelaskan Kyler, jika penghuni rumah memilih 'Track' berarti ia tidak memiliki kotak misteri. Namun, jika menjawab 'Treat' berarti kebalikannya.
"Treat," jawab Pria paruh baya itu terus menundukkan kepalanya.
"A--pa yang anda inginkan sebagai penukaran, Tuan?"
Bagas mencicit, nada suaranya terbata-bata. Sungguh, ia ingin segera pergi dari rumah yang mengeluarkan hawa tak mengenakan ini, terlebih penampilan si tuan rumah yang serba hitam terlihat menyeramkan.
"...."
"Tuan?" panggil Aldo ketika si pria paruh baya hanya diam.
"Tuan ... Maaf, apa yang anda inginkan? Kami harus segera memeriksa tempat lain."
Wesley pun mulai tak sabar. Ia ingin segera pulang ke rumah dan pergi makan. Murid dengan riasan ala setan genderuwo itu sangat kelaparan, ia sudah melewatkan jam makan malam.
"... Aku ingin kalian ikut tinggal bersamaku!"
Jawaban si pria paruh baya membuat ketiga murid SMA itu terbelalak, terlebih saat melihat robekan luka menganga di sekitar mulut si tuan rumah, mereka dibuat semakin merinding. Dan ....
"ARRRRGGGGGGGHHH ...."
... teriakan itu menjadi awal pembantaian dimulai.
***
Beberapa saat kemudian ....
Kyler menendang-nendang batu kerikil dengan wajah merenggut bosan. Niat hati ingin mengenal lebih jauh gadis pujaan hatinya, malah ia yang ditinggal sendirian. Aletta dan Erna sibuk bergosip ria.
"Oyy... Hantu kurang update! Buruan jalannya atau kita tinggal, nih?"
Mendengar teriakan tak sopan dari suara cempreng Erna membuat perasaan Kyler semakin dongkol. Namun, ia tetap menyahut. Tidak ingin menambah kesal seorang gadis yang sepertinya tengah datang bulan.
"Apa?" tanya Kyler pada Erna, tetapi tatapan mata tertuju pada siswi lain di samping kanannya.
"Dari tadi kita muter-muter mencari rumah yang ada kotak misterinya, tapi tidak ketemu juga. Sebenarnya di mana tempatnya?" keluh Erna panjang kali lebar.
Kyler mengedikan bahu tak acuh. "Mana kutahu. Yang menaruhnya bukan aku."
"Apa kamu bilang?" raung Erna melotot tajam.
"Budek!"
"Hoy!"
Erna yang bersiap menerjang, tetapi dihentikan oleh Aletta yang segera menarik pergelangan tangannya menjauh.
"Sudah, jangan bertengkar!"
Aletta menengahi, kemudian menunjuk sebuah bangunan berlantai dua tak jauh dari tempat mereka berdiri.
"Mungkin salah satu kotak misterinya ada di rumah itu. Ayo, kita ke sana!"
Kedua manusia berbeda gender yang sebelumnya saling melempar deathglare menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Aletta. Mereka bertiga pun sepakat untuk pergi mengecek ke bangunan kuno itu.
Sesampainya di sana, alis mata Kyler menukik tajam, menatap gedung berlantai dua yang terlihat kumuh dan dan tak terurus. Bahkan Kyler ragu, apa ada manusia yang menempati bangunan terbelangkai yang mirip rumah hantu ini?
Kyler menompang dagu, berpikir serius. Mungkinkah anak buahnya meletakan kotak misteri sampai sini?
Ketua OSIS yang sibuk dengan pikirannya sendiri, tidak menyadari sejak tadi ditatap oleh dua anggota timnya..
"Jadi ...." Erna memecah keheningan yang terjadi. "Kotak hadiahnya ada di sini?"
"Mungkin ... pastikan saja sendiri," jawab Kyler ketus. Meski demikian matanya tak lepas dari pantung kayu seukuran manusia yang menyerupai hantu genderuwo. Entah kenapa, Kyler merasa familiar melihatnya.
"Hoi, Jack O'Lantern KW yang serius jawabnya," sentak Erna menyentuh bahu Kyler. "Anak buahmu meletakan kotaknya di rumah ini atau tidak?"
Kyler menepis tangan Glasya. Manik terangnya menyorot tajam kelakukan tak senonoh gadis bergaun Les Dames Balances.
"... Aku tidak tahu, oke? Tidak perlu pakai acara sentuh-sentuh segala," kernyit Kyler jijik, mengusap-usap bekas pegangan tangan Erna.
"Cih, dasar sensian," ejek Erna lalu memaling wajah menatap Aletta yang sedari tadi hanya diam memperhatikan sekitar bangunan rumah kuno.
"Aletta ada apa?!"
Yang dipanggil terperanjat akan tepukan di bahunya, bergegas ia menoleh ke arah si pelaku. "Tidak apa-apa, Erna. Hanya merasa aneh saja dengan pemilik rumah ini."
"Memangnya kenapa?" Bukan Erna yang bertanya, melainkan Kyler yang asal menyerobot masuk pembicaraan.
"Tidak. Dia sangat totalitas dalam merayakan Halloween tahun ini," jawab Aletta tersenyum kecil, tak menyadari jika tindakan kecilnya membuat orang lain tersipu.
Aletta kembali mengungkapkan kekagumannya sambil mengusap wajah salah satu boneka. "Bahkan ini terlihat hidup?!"
"Dih, menakutkan sekali kalau benar terbuat dari makhluk hidup," ringis Erna merinding disko, mengusap tangannya yang terasa dingin. Tentu saja, ia kan memakai gaun mini yang hanya menutup separuh tubuhnya.
"Hahaha, becanda, ya?" tawa Kyler tersenyum meledek. "Mana mungkin beda mati menjadi benda hidup."
Erna berdecak, melotot angker. Memang ya dirinya tidak bisa cocck dengan manusia modelan Ketua OSIS yang sok hebat sakti mandraguna ini. Akan tetapi, saat hendak membalas ejekan itu tiba-tiba ....
"Sedang apa kalian di sini?"
Deg!... suara berat pria mengagetkan mereka.
***
Ketiganya sontak menoleh ke asal suara hanya untuk mendapti tiga teman mereka yang tergabung dalam kelompok lain berjalan mendekat.
"Cih, Ben untuk apa kamu datang kemari?"
Kyler menatap tak suka Wakil Ketua OSIS-nya. Jika ada makhluk satu ini, emosinya akan mudah terpancing. Dan itu bukan sesuatu yang bagus, terlebih di depan Aletta. Kyler tidak mau citranya semakin jelek di benak pujaan hatinya.
"Memangnya kenapa? Apa hakmu melarangku?"
Ben membalas tak kalah sengit. Di sampingnya terlihat Valen yang tengah gelisah. Sesekali Si Pirang itu celingukan melihat sekitar.
"Apa yang kamu cari, Val?" Kyler berjalan mendekati sahabat pirangnya, memilih untuk mengabaikan pelototan Ben yang merasa tidak dihargai.
"Shuuut, Lucian ... Jangan berisik!" desis Valen menempatkan jari telunjuknya di bibir Ketua OSIS yang hanya bisa mengernyit kebingungan.
Percayalah jika bukan Valen maka tidak akan ada yang berani melakukan tindakan tak sopan itu pada calon pewaris MAGA GROUP. Namun, terkhusus untuk Valen itu dimaklumi. Toh, memang sudah karakteristik sifat Valen yang periang, jujur tanpa neko-neko
"Memang kenapa?" tanya Kyler mengabaikan anggota kelompok lain yang hanya bisa menjadi penonton.
"... Di depan rumah hantu yang asli, kita harus sopan," bisik Valen lalu menjaga jarak, kembali melihat pajangan boneka-boneka di sepanjang halaman teras.
"...."
Kyler menatap datar. Rugi sudah ia merasa sedikit penasaran tadi. Memang Valen dan sikap anehnya yang tak berubah sama sekali. Sungguh, penuh kejutan.
"Apa?" tanya Valen tanpa nada. "Aku hanya mengikuti instruksi yang ada Novel."
Kyler menghela napas. "Itu fiksi, Val. Kenapa kamu menyangkutkannya dengan dunia nyata? Tidak akan sinkronlah."
"Oh iyakah?" Valen memiringkan kepala innocent. Memang benar-benar bocah bebal.
"Sudah ... sudah." Ben menengahi, lalu menarik tubuh Valen agar kembali berdiri di sebelahnya dan Karin.
"Apa kalian sudah mendapatkan kotak misterinya?" tanya Ben entah pada siapa. Namun, tatapan mata hanya terpaku pada Aletta.
Menyadari hal itu, Kyler berdecih dan membuang muka. Kedua tangannya disilangkan di depan dada. Benar-benar menyebalkan ....
Lebih menyebalkan lagi saat Kyler mengetahui bahwa Aletta diam-diam terus melirik ke arah Valen. Jika dalam sinetron, entah drama cinta segi berapa yang mereka alami. Kyler tidak ingin memikirkannya.
"Tidak. Kami belum mendapatkan satupun," jawab Erna sambil melayangkan tatapan penghujaman pada Kyler.
"Oh ya? tanya Ben tertarik. "Aku kira jika ada Kyler di kelompok kalian, kalian akan mudah menemukan kotak misterinya."
Merasa tersindir Kyler mencengkram kostum Vampire yang dikenakan Wakil OSISnya.
"Maksudmu apa bicara seperti itu?" desis Kyler murka.
"Tidak ada maksud," balas Ben berusaha menarik tangan Kyler dari kerahnya.
"Tarik ucapanmu kembali!" perintah Kyler mulai keluar sifat bossy-nya.
"Tidak!"
"Tarik kubilang!"
"Uhuk ... ti--dak."
"Lucian! Astaga ... kamu mencekik Ben," tegur Valen mendorong tubuh keduanya menjauh sampai cengkeraman maut itu terlepas.
Ben terbatuk-batuk hebat, sedangkan Kyler berdecih membuang muka membuat Valen hanya bisa mengembuskan napas kasar. Sementara ketiga siswi lain bingung harus bereaksi seperti apa. Kejadian tadi seperti terjadi secepat kilat.
Valen pun melanjutkan omelannya. "Kalian ini kenapa, sih? Apa karena ini malam Jumat Kliwon makanya kumat jadi setannya?!"
"...."
"Ayolah, jangan terus bermusuhan seperti ini," pinta Valen sendu. "Kita saling mengenal bukan setahun dua tahun lagi, tapi sudah dari kecil."
"Btw, saat SMP kita berpisah," celetuk Kyler yang langsung mendapat semburan dari Valen dan pandangan kematian dari Ben.
"Oy, jangan diingatkan lagi, dong," rengek Valen cemberut. "Kokoro-kan tidak sanggup."
"Lebay ...." Kyler dan Ben berkata hampir bersamaan. Ketiga sahabat kecil itu saling pandang kemudian tertawa bahagia. Memang pada dasarnya mereka sangat dekat.
Keakraban itu lalu terpecah oleh pertanyaan dari Aletta. "Kelompok kalian sendiri? Apa sudah dapat?".
Ben terdiam. Namun, ekor matanya melirik kotak hadiah di tangan Valen. Seolah memberi isyarat agar pemuda berkostum Angel itulah yang menjawab pertanyaan Aletta.
Meskipun yang menemukan kotak Misteri itu adalah Ben, sebab Valen tak bisa diandalkan. Ia terus berteriak gaje saat menelusuri rumah penduduk yang dihias dengan aksesoris berbau horor.
Bahkan video untuk channel Mytube-nya saja terpaksa Ben yang menjadi Vlogger dadakan, sebab Valen tidak sanggup memegang kamera dengan benar.
"Kelompok kami baru dapat satu, nih,"
Valen mengangkat kotak Misteri yang ada di tangannya ke hadapan Erna dan Aletta yang menatapnya dengan sorot mata berbinar-binar.
"Ini isinya kira-kira apa, ya?" gumam Erna menjulurkan tangan untuk membukanya. Namun, ditepis kasar oleh Kyler.
"Patuhi peraturan. Jangan dibuka dulu."
"Apa, sih? Pelit banget," rajuk Erna mengusap belas tamparan maha dahsyat Ketua OSIS. Benar-benar perih dan panas.
"Lagi pula kenapa harus ada aturan itu segala? Memang isinya apa?".
"Rahasia."
Kyler bersenandung, tatapan matanyatertuju pada Valen yang kini tertawa-tawa senang. Keceriaan dan sikap optimisnya itu menular hingga Ketua OSIS pun tersenyum tulus.
Untuk konten kreator seperti Valen tentu sokongan benda-benda elektronik yang canggih sangat dibutuhkan. Sayangnya, Valen tipe manusia yang keras kepala. Ia selalu menolak bantuan dari Kyler maupun Ben jika menyangkut uang. Setidaknya dengan acara ini, Valen tidak akan bisa menolak hadiahnya.
Berbicara tentang itu ....
"Oh ya, Val ...."
"Ya?" sahut Valen menoleh menatap Kyler yang memanggil namanya."Di mana kameramu?" tanya Kyler melirik sana-sini. "Apa pembuatan videonya sudah selesai?"
"...."
"Kenapa diam? Aku bertanya padamu," desak Kyler, sedangkan Valen hanya bisa cengengesan mengusap tengkuknya canggung.
"Aku tidak sengaja melemparnya saat ketakutan tadi. Jadi kameranya mati, deh," jawab Valen terkekeh.
"...."
Semua orang menatap datar, terlebih untuk Ben yang merasa kerja kerasnya sia-sia.
"Hehehe ...." Valen terkekeh semakin canggung. "Tenang saja masih ada handphoneku, kok. Aku bisa merekam siaran live nanti. Toh, lensanya juga jernih."
Kyler menggeleng. "Dasar ada-ada saja. Lain kali hati-hati, Val."
"Iya ... Iya, maaf. Jangan nasehati terus, dong. Aku-kan seusia kalian," rajuk Valen cemberut.
"Iya, tapi kelakuanmu mirip bocah," sahut Ben menyela.
"Hoy!"
"Hahaha ...." Mereka semua tertawa. Dan ....
"Khem! Sudah puas tertawanya, Nak?"
Hah? Mereka tersentak.
***
Seorang pria paruh baya dengan stelan pakaian serba hitam berdiri di ambang pintu. Ekspresi wajahnya tak terbaca karena terhalang oleh poni rambut. Namun, keberadaannya saja sudah mengantarkan hawa yang tidak enak.
"Maaf, Tuan. Kami hanya ingin bertanya di sini ada kotak Misteri tidak, ya?"
Erna menunduk meminta maaf karena telah menganggu kedamaian penghuni rumah. Ternyata bangunan yang diduga sebagai sarang Iblis ternyata memiliki penghuni.
"...."
Pria paruh baya itu tidak menjawab, bahkan tidak mengangkat wajah sedikitpun.
"Tuan?" panggil Erna lagi, tetapi tetap diabaikan.
Menyadari sesuatu, Valen menegur halus. "Sapaan Erna salah, seharusnya itu ... Track or Treat? Iyakan, Lucian?"
"Hm ...."
Dengan pelan Erna menyikut pemuda di samping Wakil Ketua OSIS dan berbisik lirih. "Tidak sopankan kalau bertanya seperti pada orang yang lebih tua?"
Valen termenung. "Benar juga, sih apa yang Erna bilang, tapi kan ... kita sedang dalam permainan. Melanggar aturan juga tidak baikkan?"
"...." Erna tidak bisa membalas. Valen benar-benar cerewet.
"Jadi kalian ingin mengambil kotak misterinya?" tanya pria paruh baya memecahkan keheningan.
Ben mengangguk, mewakili dua anggota kelompok yang lain. "Benar, Tuan! Apa anda akan memberikannya pada kami?"
Pria paruh baya itu tersenyum lebar. "Tentu saja, masuklah! Aku akan menyiapkan hadiah yang lebih spesial dari kotak misteri itu."
Dan begitu saja mereka terperdaya bujuk rayuan Iblis.
Sekarang ....
Jalan keluar telah tertutup. Selamat datang di Neraka.
Bersambung.
Keenam muda-mudi itu mengikuti langkah kaki Jack memasuki rumah. Sama dengan warna cat di depannya yang di dominasi warna putih, di dalam rumah pun warna dindingnya sebagian besar berwarna putih kelam.Di dalam ruangan pun tidak banyak perabotan yang tersedia, terlebih banyak barang yang ditutupi kain lusuh berwarna hitam legam. Entah, apa alasannya, tapi itu membuktikan bahwa rumah ini sudah lama tidak di tempati. Seakan menyadari kebingungan para tamunya, si pria paruh baya berkata, "Maaf! Rumahnya berantakan. Maklum saya baru pindah ke sini, jadi belum sempat untuk bersih-bersih."Kyler dan kelima temannya saling pandang dalam keheningan, sampai Ben memecahkan kesunyian."Jadi, Anda baru pindah rumah, Tuan?" tanya Ben di balas anggukan dan tawa kecil pemilik rumah besar yang sekarang ia pijaki.Ben mengerutkan alis. "Jika memang Anda sibuk dan banyak pekerjaan yang harus dilakukan, lalu kenapa Anda mengikuti permainan Halloween ini? Padahal Anda bisa menolaknya?"Jack terdiam. Kebi
Seorang gadis bergaun putih panjang berjalan menelusuri ruangan besar dengan berbagai peralatan daput tertempel di dinding. Sesekali ia menyeka darah yang merembes dilari hidungnya yang terluka dengan menggunakan sapu tangan biru pemberian Ben. Ringisan kecil keluar dari belahan bibirnya yang terpoles lipstick merah, kala tangannya tak sengaja menekan terlalu kuat. Aletta sejujurnya cukup kesal dengan apa yang tadi terjadi di ruang depan, padahal ia berniat untuk memisahkan kedua gadis dari pertengkaran bodoh mereka, malah ia yang terluka tersikut oleh tangan Erna. Akan tetapi, marah sekarang pun tak ada gunanya, Aletta hanya harus segera membersihkan diri lalu menyelesaikan tugasnya untuk bersih-bersih.Sebenarnya tubuh Aletta sendiri mulai meronta kelelahan, di tambah kejadian sebelumnya bersama Kyler dan Erba yang berkeliling mencari kotak misteri telah cukup mengurus tenaga. Namun, tak satu pun yang mereka dapat. Aletta bukannya tidak ingin kotak hadiah itu, sejujurnya ide pe
Kembali ke Aletta yang memasuki ruangan demi ruangan untuk mencari teman-temannya yang kini telah berpencar entah ke mana.Setelah kejadian bersama sosok putih tadi, Aletta yakin bahwa ada yang tidak beres di rumah yang mereka singgahi ini, saat ia berjalan ke tempat semula di ruang depan, Aletta tak lagi mendapati satu pun temannya. Gadis bergaun putih itupun memutuskan untuk mencari mereka.Meski di bibir terus bergumam memanggil-manggil nama temannya. Namun, kenyataan hatinya tidak berada di sana, Aletta masih memikirkan kejadian bersama sosok putih tadi. Sungguh ia tidak mengerti dengan pesan yang disampaikan sosok bercahaya dalam cermin. Tentang apa itu? Apa ini tentang dirinya? Atau peringatan untuk mereka yang mengikuti permainan di malam festival ini. Sungguh, pikiran Aletta tidaklah merasa tenang. Ditambah lagi, ia pun tak dapat melihat wajahnya dengan jelas. Sosok itu hanya menyuruh Aletta untuk berkata jujur, padahal seingatnya selama ini ia selalu berkata jujur dan sebis
Sementara itu, di lain tempat ada dua pemuda dengan Slenderman dan Vampire, melangkah mencari peralatan kebersihan yang bisa mereka gunakan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan si pemilik rumah. Akan tetapi, lama mengelilingi rumah kuno itu, tak ada satu pun alat kebersihan yang mereka temukan, padahal mereka harus bergegas membersihkan rumah pria bernama Jack itu, agar dapat mengambil kotak hadiah sebagai imbalan."Ck ...." Valen berdecak memecah kesunyian di antara dirinya dan Ben. "Sendari tadi kita keliling mencari sapu dan kain pel, tetap tidak. Bahkan kemoceng saja tidak ketemu. Ini rumah atau gudang, sih?!"Valen menggerutu sambil menendang meja di depannya yang berdebu banyak. Kini dirinya dan Ben terjebak di ruangan yang memang mirip sebuah gudang dengan barang-barang yang hampir sebagian besar tertutup oleh kain hitam.Meski sudah biasa dengan keluhan Valen, tetap saja kuping Ben terasa pengang juga mendengar ocehan cemprengnya dari tadi. Ditambah sejak beberapa menit l
Sementara itu, kembali pada Aletta yang berdiri di depan pintu bercat biru. Sendari tadi tangannya terus memutar gagang pintu, berusaha untuk membukanya.Akan tetapi, malang nian nasib gadis bergaun putih itu, niat hati ingin mencari Erna dan teman-temannya yang lain, ia malah harus terjebak di sebuah kamar dengan Kyler di dalammya.Semua berawal dari Aletta yang tak sengaja berpapasan dengan Kyler. Pria berpangkat Osis yang tadi memaksanya untuk memanggil nama asli itu menawarkan diri untuk membantunya mencari yang lain. Namun, ketika tengah berkeliling di sebuah kamar bernuansa biru laut, mereka dikagetkan dengan suara benda jatuh entah dari mana. Bunyinya yang nyaring membuat Aletta yang berdiri di dekat pintu, membanting kuat hingga pintu tertutup rapat dan mereka pun terjebak berdua di dalam sana, tanpa ada orang yang mendengar teriakannya. Sadar dengan kebodohan yang telah Aletta lakukan, ia tergesa berusaha meraih gagang pintu untuk membukanya. Gadis berambut hitam sebahu itu
Sudah Aldo duga sebelumnya, ada yang salah dengan rumah besar dekat hutan yang ia singgahi ini. Sungguh, padahal Aldo sudah berusaha semaksimal mungkin menjelaskan pada kedua teman setimnya tentang keanehan yang terjadi. Akan tetapi, mereka menolak dan justru mentertawainya. Mereka berdua tidak percaya dengan ucapan Aldo yang menuturkan jika tingkah si Pemilik Rumah terkesan aneh dan misterius. Namun, mereka justru menganggap bahwa Aldo terlalu paranoid. Sekarang terbukti sudah, pemilik rumah kuno ini bukan manusia. Dengan kostum putih yang compang-camping, Aldo berlari di lorong ruangan. Sekujur tubuhnya tergores luka akibat benda tajam, memar kemerahan pun terlukis mengerikan. Akan tetapi, hal itu tak menyurutkan niat Aldo untuk terus berlari mencari jalan keluar. Pemuda yang awalnya mengenakan kostum Pocong itu, bahkan tak lagi dapat merasakan nyeri. Kepalanya penuh dengan pikiran, bahwa ia harus keluar dari rumah hantu ini. Rasa sakit yang ia rasakan tak sebanding dengan situ
Aletta memilin rambut sebahunya yang tergerai bebas. Rambut yang biasanya terikat dua itu kini terjatuh menutupi punggungnya. Helaian hitam lebat yang kini tampak kusut, berantakan. Aletta tak ubanya sosok Kuntilanak sesungguhnya, jika saja wajahnya pucat seperti hantu asal Negaranya itu sudah dipastikan Aletta terlihat seperti hantu sesungguhnya. Bukan tanpa alasan Aletta merasa gugup seperti sekarang ini. Namun, semenjak dikagetkan dengan kedatangan Kyler yang menepuk bahunya, Aletta dibuat salah tingkah karena telah meninggalkan pemuda pirang itu di kamar seorang diri. Terlebih Aletta secara terang-terangan menolak Kyler sampai menamparnya, hingga membuat Aletta benar-benar malu. Namun, Aletta sangat bersyukur karena kejadian tadi, Kyler kembali bersikap seperti biasanya.Di sisi lain Kyler terdiam dengan sesekali melirik gadis bergaun putih di sampingnya. Sejak bertemu dengan gadis itu lagi setelah Aletta pergi ke kamar mandi, sikap gadis itu jadi aneh. Mereka lebih canggung d
Ben terus menggosok tangannya yang beberapa menit lalu berlumuran darah Valen. Kejadian di gudang tadi membuatnya takut bukan main. Ben membunuh Valen. Ben benar-benar tidak mengerti apa yang terjadi sekarang. Setelah membaca tulisan yang tertera di buku usang yang ia temukan di meja, pikirannya tiba-tiba berkabut. Kepalanya terasa pusing dengan suara-suara yang entah berasal dari mana. Hingga hal terakhir yang Ben ingat tubuhnya seperti melayang, bebas tak terkontrol, seperti ada orang yang mengambil alih kesadarannya. Tapi oleh siapa? Dan untuk apa ia disuruh melakukan perbuatan keji itu hingga mencelakai sahabat kecilnya sendiri? Sungguh, mengingat tentang darah yang berceceran di lantai tadi dan kondisi mengenaskan Valen membuat Ben ketakutan bukan main. Sekarang apa yang harus ia lakukan? Akankah Ben dijeblosken ke penjara karena membunuh Valen?Ben menggeleng kuat, mengenyahkan segala pikiran buruk yang bersarang di hatinya. Sungguh, tidak ada maksud Ben untuk mencelakai apal
"Kyler ... Kyler!" Kyler mengerjapkan kedua bola matanya. Cahaya terang yang tiba-tiba masuk rentinanya, membuat Kyler hanya mampu membuka tutup matanya, membiasakan diri dari sinar terang entah dari mana.Suara-suara bising orang-orang memanggil namanya, samar-samar mulai tertangkap indera pendengaran Kyler. Sebelah pipinya tampak memanas, perih seolah sudah ditampar beberapa kali."Kyler ... bangun, ooy. Mau tidur sampai kapan? Bukankah kamu ada rapat Osis. Ayolah bangun."Itu Suara Valen, pikir Kyler yang belum bisa membuka matanya. Syukurlah jika pemuda urakan itu sudah ditemukan. Akan tetapi, itu tidak lebih baik ketika Valen mengetahui kebenaran tentang Erna. Sungguh, dapat Kyler duga jika Valen akan sangat terpukul jika mengetahu Erna yang merupakan gadis gebetannya itu telah mati tertusuk Ben, sahabat mereka sendiri. Tidak mau larut dalam pikitan tak berujung, Kyler pun mengerahkan seluruh tenaganya untuk membuka kedua mata dengan sempurna agar dapat melihat dengan jelas.
Seorang pria paruh baya dengan hodie hitam yang menutup hampir sebagian besar wajahnya, berdiri dengan santai menatap tiga remaja yang bepenampilan berantakan dengan darah mengotori baju mereka. Jack tertawa pelan melihat raut terkejut di wajah ketiga manusia unyu di depannya, terutama ketika melihat wajah Kyler yang biasanya angkuh dan sombong, kini wajah itu kusut, tak ubahnya kaset rusak. "Kamu ... Pak tua, Sialan. Ke mana saja kamu selama ini? Jangan-jangan kamulah dalang dibalik pembunuh berantai ini?" tanya Kyler membuka suara, memecah keheningan di antara mereka dengan suaranya yang tak sopan, masih terkesan angkuh dan sombong. "Apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang kamu cari? " tanya Kyler lagi tidak puas dengan keterdiaman si Tuan Rumah. Nada suaranya kini merendah, tidak sekeras tadi."Kenapa anda mengurung kami di sini?" tanya Ben ikut bertanya. Meski perkataannya sopan. Namun, nada pemuda berjubah hitam itu sama menakutkannya dengan Kyler, Sang Ketua Osis yang memiliki
Napas berderu saling bersahutan dengan degup jantung yang kian berdetak kencang. Keringat mulai membasahi, meluncur turun hingga dagunya. Rambut hitam panjang tergerai Indira kini mulai basah oleh keringat. Indira sesekali tampak mengangkat gaun putih panjangnya tinggi-tinggi.Gadis berkostum Kuntilanak itu tidak berani menengok belakang. Deru langkah kaki yang bersahutan sudah cukup sebagai tanda bahwa sosok bitam itu masih mengejarnya. Aletta mulai melambatkan laju larinya. Kaki jenjang putih Aletta mulai terasa pegal. Napasnya pun mulai tidak stabil. Namun, Aletta takut untuk berhenti bahkan hanya untuk menarik napas sejenak saja. Hal itu dikarenakan nyawanya kini bisa melayang kapan saja jika ia berhenti berlari. "Jangan lari, Aletta!"Kembali suara itu bergaung nyaring, semakin membuat nyali Aletta menciut. Suara serak khas pria dewasa yang menyuruhnya untuk berhenti berlari. Bahkan sesekali terdengar tawa mengerikan dari mulut sosok yang mengejarnya.Di kejauhan sana Aletta pu
Gaun putih panjangnya terseok-seok di lantai. Sesekali kain menjuntai itu menghambat langkah kakinya, sesekali ia tersandung meja dan kursi. Meski begitu, tak menyurutkan niat Aletta untuk terus berlari mencari seorang pemuda yang tadi meninggalkannya sendiri. Seorang pemuda yang kabur karena melihat mayat Karin di dalam kamar dengan bukti tulisan nama Kyler di cermin yang retak. Seolah-olah menegaskan, bahwa Kylerlah yang telah membunuh sosok Karin dan meninggalkan mayatnya di kamar seorang diri. Namun, Aletta yang telah selesai membaca buku di kamar itu, telah mengetahui apa yang menimpa mereka semua. Sejak awal mereka memang sudah terjebak dalam permainan Iblis yang mencoba mengambil jiwa mereka. Sendari awal memasuki rumah ini tidak jauh sebelum itu, sejak kegadungan di ruang Osis mengenai perbedaan pendapat antara Kyler dan Ben, semuanya sejak tersusun dengan rapi saat mereka menyetujui rencana Ketua Osis untuk mengadakan acara Halloween.Permainan Track Or Treat dengan hadiah
Jack meronta, berusaha melepaskan rantai besi yang ada di lehernya, tubuh kurus keringnya pun terseok-seok, terseret oleh dua bawahan Lucifer yang menyeretnya kasar menuju tempat Leviathan berada. Jangan lupakan keringat yang membasahi wajahnya. Lucifer berjalan di depan. Sungguh, sebenarnya ia sangat malas mengunjungi kerajaan dingin Envy. Namun, mau bagaimana lagi, jiwa manusia yang dikirimkan Gabriel padanya membuat Lucifer mau tidak mau harus membereskan semuanya dengan kedua tangannya sendiri. Sambil berdecak kesal, Lucifer kembali meneruskan perjalanan menuju kerajaan Leviathan sambil memikirkan kejadian sebelumnya. Jujur saja, melihat sosok bercahaya Gabriel tadi membuat Lucifer mengingat saat ia berada di kelompok para Angelus ribuan tahun lalu. Namun, sifat sombongnya yang membangkang keputusan Sang Pemilik Alam Semesta, membuat ia diusir ke Neraka. Bukan Lucifer menyesali kejadian itu, sungguh tidak ada sedikitipun rasa penyesalan didirinya. Toh, ia sekarang juga sudah
Flashback beberapa puluh tahun sebelumnya ..."Hahaha, aku untung banyak!" Jack berlari sambil memainkan kantong kain berisi kepingan emas di tangannya. Hari ini, pemuda berpakaian hitam lusuh itu berhasil menipu para bangsawan dalam permainannya di Kasino. Dia tertawa sumringah dengan keberuntungannya yang memiliki otak cerdas, hingga berhasil mengelabui banyak orang. "Jack ... apa yang kau lakukan di sini?"Pemuda yang dipanggil namanya itu, menoleh untuk mendapati seorang gadis bergaun coklat lusuh tampak tergopoh berlari mendekat. Jack memasukkan kantong berisi kepingan koin ke dalam bajunya ketika sang kakak telah berdiri di depannya, sibuk mengatur napas yang tersengal-sengal. "Kak Violeta, ada apa?" tanya Jack pada satu-satunya saudara yang ia miliki. Gadis berambut panjang sepunggung yang terikat rapi. Kulit putih bersih bak porselen dengan mata jernih kecoklatan. Wajahnya manis khas perempuan jaman kerajaan."Kemana saja kau?" hardik Violeta bertanya berang. "Kau tau, Tu
"Jangan becanda, Erna. Cepat buka pintunya sekarang! " hardik Kyler menaikkan suaranya, membentak gadis berselendang pink itu. Namun, sayangnya Erna tak bergeming sedikitpun. Wajahnya pucat pasi seperti mayat hdup. Bahkan tatapan matanya kosong. Melihat keterdiaman Erna, Kyler menggeram marah dengan reaksi yang diberikan gadis bergaun merah muda pudar itu, Kyler kemudian mendekat berniat untuk menghampiri Erna. Setelah itu, ia pun melakukan hal yang sama seperti yang Erna akukan. Namun, benar pintunya tak bisa dibuka, mereka terkunci di dalam."Kita ... kita ... akan ... mati!" lirih Erna terbata-bata, ia benar-benar ketakutan. Bahkan tubuhnya pun bergetar hebat. Ia benar-benar terguncang akan kenyataan pahit yang mengancam nyawa mereka kini. Jangan lupakan sorot mata kosong tanpa sinar kehidupan. Gigi putihnya saling beradu, ketakutan. Berbeda sekali dengan sifat Erna yang biasanya ceria dan pemberani. "T---tidak, jangan mengatakan hal seperti itu, Erna. Kita pasti selamat. Tenangl
Ben terus menggosok tangannya yang beberapa menit lalu berlumuran darah Valen. Kejadian di gudang tadi membuatnya takut bukan main. Ben membunuh Valen. Ben benar-benar tidak mengerti apa yang terjadi sekarang. Setelah membaca tulisan yang tertera di buku usang yang ia temukan di meja, pikirannya tiba-tiba berkabut. Kepalanya terasa pusing dengan suara-suara yang entah berasal dari mana. Hingga hal terakhir yang Ben ingat tubuhnya seperti melayang, bebas tak terkontrol, seperti ada orang yang mengambil alih kesadarannya. Tapi oleh siapa? Dan untuk apa ia disuruh melakukan perbuatan keji itu hingga mencelakai sahabat kecilnya sendiri? Sungguh, mengingat tentang darah yang berceceran di lantai tadi dan kondisi mengenaskan Valen membuat Ben ketakutan bukan main. Sekarang apa yang harus ia lakukan? Akankah Ben dijeblosken ke penjara karena membunuh Valen?Ben menggeleng kuat, mengenyahkan segala pikiran buruk yang bersarang di hatinya. Sungguh, tidak ada maksud Ben untuk mencelakai apal
Aletta memilin rambut sebahunya yang tergerai bebas. Rambut yang biasanya terikat dua itu kini terjatuh menutupi punggungnya. Helaian hitam lebat yang kini tampak kusut, berantakan. Aletta tak ubanya sosok Kuntilanak sesungguhnya, jika saja wajahnya pucat seperti hantu asal Negaranya itu sudah dipastikan Aletta terlihat seperti hantu sesungguhnya. Bukan tanpa alasan Aletta merasa gugup seperti sekarang ini. Namun, semenjak dikagetkan dengan kedatangan Kyler yang menepuk bahunya, Aletta dibuat salah tingkah karena telah meninggalkan pemuda pirang itu di kamar seorang diri. Terlebih Aletta secara terang-terangan menolak Kyler sampai menamparnya, hingga membuat Aletta benar-benar malu. Namun, Aletta sangat bersyukur karena kejadian tadi, Kyler kembali bersikap seperti biasanya.Di sisi lain Kyler terdiam dengan sesekali melirik gadis bergaun putih di sampingnya. Sejak bertemu dengan gadis itu lagi setelah Aletta pergi ke kamar mandi, sikap gadis itu jadi aneh. Mereka lebih canggung d