Tidak terasa seminggu berlalu sejak kejadian panas di ruang OSIS. Persiapan acara Halloween telah rampung dikerjakan setiap kelompok. Misalnya, pengurus stand konsumsi. Mereka mengolah jenis makanan dengan menyelipkan nuansa horor. Seperti kue tengkorak, jus darah, snacks serangga dan lainnya.
Bukan hanya tim konsumsi yang bekerja maksimal, tetapi bagian dekorasi pun menunjukan keahliannya. Halaman outdoor dirancang memukau dengan lampu hias dan kepala labu khas hantu Jack O'Lantern. Patung dan hiasan ala hantu-hantu Barat maupun lokal pun terpasang apik sepanjang taman sekolah.
Di stand permainan pula terdapat banyak game seru seperti Apple Bobing, Cermin Bloody Marry, Mummy Wrap dan lainnya. Di puncak acara ada pemburuan kotak misteri yang digabung dengan tradisi Track Or Treat.
"Kalian tidak pulang?"
Kyler berdiri sambil menyampirkan ransel mewahnya di punggung. Rapat terakhir OSIS baru saja selesai.
Meski pertanyaan tadi ditunjukan pada anggota OSIS yang tersisa di ruangan. Namun, tatapan Kyler hanya terpaku pada satu orang gadis.
"Tidak. Kalau pulang dulu nanti takut ketinggalan acaranya. Rumah kami jauh dari sekolah," sahut bendahara OSIS bernama Cerry Andriana.
"Oh, terus kostum hantunya? Kalian tidak akan pakai?" tanya Kyler lagi, sedikit berharap Aletta akan menjawabnya.
"Ada di tas. Nanti kita bisa pakai kamar mandi sekolah untuk gantinya."
Akan tetapi, harapan itu pupus ketika gadis lain yang menjawabnya. Kyler menghela napas, memilih untuk menyerah dan pergi saja. "Oh, oke. Aku pergi."
"Aletta ... kenapa diam saja? Takut sama Kyler, ya?"
Pertanyaan Zaneta membuat langkah kaki Kyler melambat. Penasaran juga ia akan pendapat Aletta tentangnya.
"Bukan begitu. Aku hanya risih saja. Ketua sepertinya membenciku."
Kyler meruntuk. "Dasar gadis polos. Aku seperti ini karena menyukaimu."
Tidak ingin larut dalam kesedihan, Ketua OSIS pun kembali melanjutkan perjalanan. Tidak lagi memiliki mood untuk menguping pembicaraan tiga siswi di belakangnya.
***
"Lucian ... Kostum ini bagaimana? Apa cocok untukku?"
Setelah kejadian di ruang OSIS, Kyler memutuskan mengajak kedua temannya ke tempat penyewaan kostum hantu. Sebenarnya ini adalah ide Valen yang merengek tidak mempunyai pakaian untuk ke festival.
"Luci ... Lucian ...." Valen terus memanggil-manggil nama Kyler, tetapi sang empunya nama masih larut dalam angan.
"Woy, Buddeeeek!" teriak Valen membahana tepat di telinga Ketua OSIS.
Kyler terperanjat. "Berisik! Aku mendengarnya."
"Ya. Kalau dengar jawab, dong."
"Oke, apa?"
Meski dengan rengutan, tetapi Valen tetap menunjukan satu stel pakaian berwarna putih terang pada sahabatnya. Tidak lupa sepasang sayap berbulu dengan aksen senada.
Valen tersenyum cerah. "Kalau aku pakai kostum Angel ini bagus, tidak?"
"Hm ... bagus."
"Serius, Lucian. Aku tidak bisa terlihat buruk di depan para subscribers. Nanti viewers-ku menurun," rengek Valen berlinang air mata. Kumat sudah penyakit lebaynya.
Kyler menepuk jidat. "Aku serius, itu cocok untukmu. Matamu berwarna biru, bukan? Itu kuat dengan image Malaikat."
"Benarkah?" Valen berbinar-binar senang.
"Of course."
"Ya, terima kasih. Kamu memang sahabat terbaikku."
Valen berhambur memeluk erat tubuh Kyler sambil tertawa-tawa bahagia, mengabaikan keberadaan Wesley Guraxa yang mengernyit dengan kedekatan mereka.
"Lepaskan bodoh! Orang lain bisa salah paham," hardik Kyler mendorong tubuh Valen menjauh.
"Oh, iya ... iya, Sorry."
Ketiga siswa itupun kembali sibuk memilih kostum hantu.
***
Malam Hari ....
Kerlap-kerlip lampu festival membuat Aletta mengukir senyum manis. Dengan mengenakan gaun putih panjang dan rambut tergerai bebas, Aletta siap untuk menyambut festival Halloween. Riasan di wajahnya memang di glamor seperti yang lain. Hanya tamburan bedak bayi dan lingkaran hitam di bawah mata. Tidak lupa menambahkan kesan darah di sudut bibirnya.
Benar, Aletta memilih mengenakan kostum hantu lokal asal Indonesia, yaitu Kuntilanak. Sungguh dirinya tidak tahu banyak mengenai kostum hantu lain, terlebih hantu yang berasal dari Negari Barat ataupun Timur.
"Hei, Aletta ... Kemari!"
Mendengar namanya dipanggil, Aletta langsung menoleh ke asal suara. Terlihat seorang gadis bergaun merah muda di atas lutut. Selendang berwarna senada bertengger manis di lehernya. Di tambah riasan jempit unik berbentuk mahkota, menambah kesan imut, seksi dan mewah.
"Erna?!" panggil Aletta pada siswi bersoftlens merah delima. Dialah Erna Zee Asmila, teman sebangku Aletta sejak kelas satu.
Erna tersenyum, merangkul bahu Aletta akrab. "Dari tadi aku mencarimu. Ke mana saja?"
"Maaf, tadi aku sibuk dengan OSIS."
"Oh, terus sekarang sudah selesai?"
"Iya. Seperti yang kamu lihat."
Erna mengangguk mengerti, kemudian menggandeng tangan Aletta dan mengajaknya berkeliling menikmati festival Halloween yang telah dimulai. Sesekali dua sahabat itu berhenti untuk mencicipi hidangan yang disuguhkan sampai mereka tiba di stand permainan Cermin Bloody Marry.
Sementara itu, tak jauh dari sana Kyler menghentak-hentakkan kakinya penuh amarah. Bibirnya senantiasa mengumpat dan menggerutu kesal pada setiap siswa-siswi yang diam-diam membicarakannya.
Jelas saja, kostum yang dikenakan Kyler jauh dari image sombongnya. Bayangkan saja Ketua OSIS terbungkus dengan kostum hitam dan topeng kepala labu khas hantu Jack O'Lantern. Sosok legenda cerita rakyat yang konon arwahnya tidak diterima di Surga maupun Neraka.
"Katanya kalau kita berdiri di depan cermin terus memanggil nama Bloody Marry tiga kali, nanti kita akan diperlihatkan siapa jodoh kita di masa depan."
"Oh ya? Aku baru mendengarnya."
Suara itu membuat Kyler menengok ke asal suara, terlihat Aletta berbincang seru dengan siswi bergaun seksi.
Tunggu ....
Kostum hantu apa itu?
"Tapi mitosnya selama ritual tidak boleh melihat ke belakang," tutur Erna memberitahu aturan permainan Bloody Marry.
"Wow, menarik sekali," puji Aletta tersenyum lebar. "Tapi kenapa tidak boleh, ya?"
"Soalnya nanti Bloody Marry akan datang dan membunuh setiap orang yang melanggar peraturannya."
Erna mencoba menakuti-nakuti. Mimik wajahnya dibuat menyeramkan. Meski tentu saja gagal karena riasan make up tebal di wajahnya.
Aletta hanya terkekeh geli.
"Ck ... Bodoh sekali! Mitos begitu saja dipercaya."
Aletta dan Erna tersentak dengan suara yang tiba-tiba muncul di antara mereka. Keduanya menoleh untuk mendapati tiga orang siswa berjalan mendekat.
"Siapa, yah?"
Erna mengenali dua dari mereka. Antek-antek dari Ketua OSIS, tetapi tidak untuk siswa terakhir yang mengenakan topeng labu. Namun, dari nada suaranya terasa familiar.
Di mana Erna pernah mendengarnya?
"Bodoh seperti biasanya, Zee," ejek Kyler.
"Tunggu! Suara ini ...." Erna berpikir keras, di detik kelima sorot matanya melotot sempurna.
"Kamu ... Kyler?"
"Berisik!" hardik Kyler membuka topeng labu-nya, membuat rambut merahnya berkibar tertiup angin malam.
"Ketua!" pekik Aletta sangat terkejut dengan penampilan Kyler yang tak biasa.
Aletta pikir Ketua OSIS itu akan mengenakan kostum yang menunjukan keangkuhannya. Mungkin kostum Vampire atau Drakula akan cocok untuknya karena itu menunjukan fitur wajah.
"Apa?" ketus Kyler menatap tepat iris manik terang Aletta yang menanggalkan kacamata bulatnya. Jujur saja, Kyler terkesima oleh kecantikan siswi berkostum Kuntilanak itu.
"Kamu juga akan meledek kostumku?" tuduh Kyler.
Aletta terperanjat. "T-tidak. Maksud saya ... Saya_____"
"Alahhhh, basi," sela Kyler memotong pembelaan Aletta yang kini tertunduk sendu.
Di sisi lain, Erna yang tidak terima dengan bentakan itu langsung melotot bengis, mencengkram kerah pakaian hitam Ketua OSIS.
"Hei, bisakan tidak perlu asal menuduh, Bajingan?!"
"Kenapa kamu yang sewot? Ada masalah dengan gaya bicaraku?" Kyler ikut tersulut emosi, membuat suasana semakin memanas.
"Sudah, Erna. Aku baik-baik saja," bujuk Aletta berusaha menenangkan sahabatnya.
"Tidak bisa begitu, Aletta. Aku tidak terima kamu dimarahi oleh pemuda norak ini."
Bagai menaburkan minyak dalam api, raut wajah Kyler semakin berkerut marah.
"Bercermin dulu sana. Penampilanmu juga norak. Ini tuh festival Halloween, bukan fashion show. Kamu seharusnya memakai kostum hantu bukan gaun mini, Dasar Cabe!"
"Dasar Kuper!" raung Erna ganas. "Ini tuh kostum Les Dames Balances. Hantu dari Prancis. Kamu saja yang mainnya kurang jauh. Mengaku saja anak Miliarder, tapi ke luar Negeri saja tidak pernah."
"Sialan! Apa maksudmu?" bentak Kyler murka. Jebol sudah batas kesabarannya.
"Apa?" tantang Erna tak kalah galak.
Kyler berdecih. "Kalau bukan seorang gadis, aku sudah menghajarmu."
"Sini, kalau berani ... Pengecut!"
"Cukup, Erna. Ayo, kita pergi dari sini!"
Alettamenyeret sahabatnya pergi, meninggalkan Kyler yang mengepalkan tangan kuat.
***
Waktu terus berlalu, tak terasa festival sekolah telah mencapai puncak acara. Kini hanya tinggal satu permainan lagi yang tersisa yaitu Track or Treat.
Permen atau Jail adalah sebuah permainan yang sering dilakukan anak-anak saat Halloween berlangsung. Caranya dengan berkeliling di setiap rumah untuk meminta permen, jika tidak dikasih mereka akan mengacau.
Game terakhir ini dirancang khusus oleh Kyler yang telah menyuruh anak buahnya untuk menyebarkan kotak misteri berisi voucher hadiah ke beberapa rumah dekat sekolah. Nantinya para peserta akan meminta kotak tersebut dengan imbalan melakukan apa saja yang diperintahkan sang tuan rumah. Tidak semua orang akan mengikuti permainan ini. Peserta dipilih dari pemenang kostum terbaik.
"Oke, semua peserta sudah berkumpul. Aku akan membacakan pembagian kelompok timnya."
Kyler mulai membacakan nama-nama kelompok yang terdiri dari tiga orang.
"Erna dari kelas 11 IPA-2, dan Aletta dari kelas yang sama ...."
"Yes, kita satu kelompok." Erna berhambur memeluk Aletta dengan perasaan bahagia. Akan tetapi ....
"Lalu, aku dari kelas 11 IPA-1."
... Kebahagiaan itu sirna saat mengetahui anggota ketika yang tak lain adalah Ketua OSIS yang dimusuhinya.
"Apa? Apa maksudnya 'AKU'? AKU siapa?" tanya Erna beruntun. Mengenyahkan pikiran buruk yang mulai bersarang. Berharap apa yang ada di pikirannya salah tentang Kyler yang masuk ke kelompoknya.
Kyler menghela napas. Ia akui sangat senang bisa satu kelompok dengan Aletta. Memang ialah yang mengusulkan pada panitia acara untuk menyatukan dirinya dengan Sekretaris OSIS agar bisa dekat dengan pujaan hatinya. Namun, tidak dengan Erna.
Kyler pun tak mau satu kelompok dengan gadis cerewet itu. Tahu begini mending ia satu tim dengan Valen. Namun, sahabat kecilnya itu sudah masuk kelompok Ben.
"Ya aku ... Kyler Lucian Maghata."
"Tidak! Aku tidak setuju. Aku tidak mau satu kelompok dengan manusia sok kecakepan sepertimu," tolak Erna mengernyit jijik.
"Maaf, tapi aku juga tidak setuju."
Seorang siswi berkostum Bloody Marry ikut mengacungkan tangan. Menolak keras hasil keputusan kelompok yang dibacakan Kyler. Di samping itu, Ketua OSIS pun mengerutkan alis heran karena tidak mengenalinya.
"Siapa kamu? Kenapa berani membantah perkataanku?" sentak Kyler menatap tajam siswi yang berdiri di dekat Valen.
"Loh, Lucian. Karin kan satu SD dengan kita. Dia juga teman SMP-mu, bukan?" tanya Valen innocent.
"...."
"Dasar sombong! Masa teman sendiri saja tidak kenal," cibir Erna mengejek.
"Sudah tidak usah berdebat lagi! Permainan akan segera di mulai," ujar Ben menengahi situasi.
Mereka pun mulai berpencar.
Let's start this game!
Bersambung.
Wesley dan dua anggota timnya berjalan memasuki rerimbunan semak belukar. Di kejauhan sana berdiri sebuah gedung megah dengan warna putih mencolok. Desain interiornya terlihat kuno seperti rumah peninggalan zaman penjajahan dulu. Halaman depannya pun tidak terurus.Memang malang nian bagi Wesley yang harus berpisah dengan Valen dan Kyler. Mereka sangat beruntung karena ditempatkan di kelompok yang memiliki seorang siswi Beda dengan tim Wesley yang semuanya berbatang."Yakin di sini ada penghuninya?"Bagas celingukan melihat sekitar rumah angker nan horor yang memicu bulu kuduk merinding."Pastilah. Lampunya saja hidup," jawab Aldo mengamati hiasan dekorasi Halloween yang didominasi kepala labu.Bagas bergidik. "Cari rumah lain saja, yuk!""Lah, memang rumah ini kenapa?" Aldo beralih menatap siswa berkostum pocong yang memasang ekspresi ketakutan."... Seram.""Alah, Pengecut. Hantu itu cuman mitos tahu."
Keenam muda-mudi itu mengikuti langkah kaki Jack memasuki rumah. Sama dengan warna cat di depannya yang di dominasi warna putih, di dalam rumah pun warna dindingnya sebagian besar berwarna putih kelam.Di dalam ruangan pun tidak banyak perabotan yang tersedia, terlebih banyak barang yang ditutupi kain lusuh berwarna hitam legam. Entah, apa alasannya, tapi itu membuktikan bahwa rumah ini sudah lama tidak di tempati. Seakan menyadari kebingungan para tamunya, si pria paruh baya berkata, "Maaf! Rumahnya berantakan. Maklum saya baru pindah ke sini, jadi belum sempat untuk bersih-bersih."Kyler dan kelima temannya saling pandang dalam keheningan, sampai Ben memecahkan kesunyian."Jadi, Anda baru pindah rumah, Tuan?" tanya Ben di balas anggukan dan tawa kecil pemilik rumah besar yang sekarang ia pijaki.Ben mengerutkan alis. "Jika memang Anda sibuk dan banyak pekerjaan yang harus dilakukan, lalu kenapa Anda mengikuti permainan Halloween ini? Padahal Anda bisa menolaknya?"Jack terdiam. Kebi
Seorang gadis bergaun putih panjang berjalan menelusuri ruangan besar dengan berbagai peralatan daput tertempel di dinding. Sesekali ia menyeka darah yang merembes dilari hidungnya yang terluka dengan menggunakan sapu tangan biru pemberian Ben. Ringisan kecil keluar dari belahan bibirnya yang terpoles lipstick merah, kala tangannya tak sengaja menekan terlalu kuat. Aletta sejujurnya cukup kesal dengan apa yang tadi terjadi di ruang depan, padahal ia berniat untuk memisahkan kedua gadis dari pertengkaran bodoh mereka, malah ia yang terluka tersikut oleh tangan Erna. Akan tetapi, marah sekarang pun tak ada gunanya, Aletta hanya harus segera membersihkan diri lalu menyelesaikan tugasnya untuk bersih-bersih.Sebenarnya tubuh Aletta sendiri mulai meronta kelelahan, di tambah kejadian sebelumnya bersama Kyler dan Erba yang berkeliling mencari kotak misteri telah cukup mengurus tenaga. Namun, tak satu pun yang mereka dapat. Aletta bukannya tidak ingin kotak hadiah itu, sejujurnya ide pe
Kembali ke Aletta yang memasuki ruangan demi ruangan untuk mencari teman-temannya yang kini telah berpencar entah ke mana.Setelah kejadian bersama sosok putih tadi, Aletta yakin bahwa ada yang tidak beres di rumah yang mereka singgahi ini, saat ia berjalan ke tempat semula di ruang depan, Aletta tak lagi mendapati satu pun temannya. Gadis bergaun putih itupun memutuskan untuk mencari mereka.Meski di bibir terus bergumam memanggil-manggil nama temannya. Namun, kenyataan hatinya tidak berada di sana, Aletta masih memikirkan kejadian bersama sosok putih tadi. Sungguh ia tidak mengerti dengan pesan yang disampaikan sosok bercahaya dalam cermin. Tentang apa itu? Apa ini tentang dirinya? Atau peringatan untuk mereka yang mengikuti permainan di malam festival ini. Sungguh, pikiran Aletta tidaklah merasa tenang. Ditambah lagi, ia pun tak dapat melihat wajahnya dengan jelas. Sosok itu hanya menyuruh Aletta untuk berkata jujur, padahal seingatnya selama ini ia selalu berkata jujur dan sebis
Sementara itu, di lain tempat ada dua pemuda dengan Slenderman dan Vampire, melangkah mencari peralatan kebersihan yang bisa mereka gunakan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan si pemilik rumah. Akan tetapi, lama mengelilingi rumah kuno itu, tak ada satu pun alat kebersihan yang mereka temukan, padahal mereka harus bergegas membersihkan rumah pria bernama Jack itu, agar dapat mengambil kotak hadiah sebagai imbalan."Ck ...." Valen berdecak memecah kesunyian di antara dirinya dan Ben. "Sendari tadi kita keliling mencari sapu dan kain pel, tetap tidak. Bahkan kemoceng saja tidak ketemu. Ini rumah atau gudang, sih?!"Valen menggerutu sambil menendang meja di depannya yang berdebu banyak. Kini dirinya dan Ben terjebak di ruangan yang memang mirip sebuah gudang dengan barang-barang yang hampir sebagian besar tertutup oleh kain hitam.Meski sudah biasa dengan keluhan Valen, tetap saja kuping Ben terasa pengang juga mendengar ocehan cemprengnya dari tadi. Ditambah sejak beberapa menit l
Sementara itu, kembali pada Aletta yang berdiri di depan pintu bercat biru. Sendari tadi tangannya terus memutar gagang pintu, berusaha untuk membukanya.Akan tetapi, malang nian nasib gadis bergaun putih itu, niat hati ingin mencari Erna dan teman-temannya yang lain, ia malah harus terjebak di sebuah kamar dengan Kyler di dalammya.Semua berawal dari Aletta yang tak sengaja berpapasan dengan Kyler. Pria berpangkat Osis yang tadi memaksanya untuk memanggil nama asli itu menawarkan diri untuk membantunya mencari yang lain. Namun, ketika tengah berkeliling di sebuah kamar bernuansa biru laut, mereka dikagetkan dengan suara benda jatuh entah dari mana. Bunyinya yang nyaring membuat Aletta yang berdiri di dekat pintu, membanting kuat hingga pintu tertutup rapat dan mereka pun terjebak berdua di dalam sana, tanpa ada orang yang mendengar teriakannya. Sadar dengan kebodohan yang telah Aletta lakukan, ia tergesa berusaha meraih gagang pintu untuk membukanya. Gadis berambut hitam sebahu itu
Sudah Aldo duga sebelumnya, ada yang salah dengan rumah besar dekat hutan yang ia singgahi ini. Sungguh, padahal Aldo sudah berusaha semaksimal mungkin menjelaskan pada kedua teman setimnya tentang keanehan yang terjadi. Akan tetapi, mereka menolak dan justru mentertawainya. Mereka berdua tidak percaya dengan ucapan Aldo yang menuturkan jika tingkah si Pemilik Rumah terkesan aneh dan misterius. Namun, mereka justru menganggap bahwa Aldo terlalu paranoid. Sekarang terbukti sudah, pemilik rumah kuno ini bukan manusia. Dengan kostum putih yang compang-camping, Aldo berlari di lorong ruangan. Sekujur tubuhnya tergores luka akibat benda tajam, memar kemerahan pun terlukis mengerikan. Akan tetapi, hal itu tak menyurutkan niat Aldo untuk terus berlari mencari jalan keluar. Pemuda yang awalnya mengenakan kostum Pocong itu, bahkan tak lagi dapat merasakan nyeri. Kepalanya penuh dengan pikiran, bahwa ia harus keluar dari rumah hantu ini. Rasa sakit yang ia rasakan tak sebanding dengan situ
Aletta memilin rambut sebahunya yang tergerai bebas. Rambut yang biasanya terikat dua itu kini terjatuh menutupi punggungnya. Helaian hitam lebat yang kini tampak kusut, berantakan. Aletta tak ubanya sosok Kuntilanak sesungguhnya, jika saja wajahnya pucat seperti hantu asal Negaranya itu sudah dipastikan Aletta terlihat seperti hantu sesungguhnya. Bukan tanpa alasan Aletta merasa gugup seperti sekarang ini. Namun, semenjak dikagetkan dengan kedatangan Kyler yang menepuk bahunya, Aletta dibuat salah tingkah karena telah meninggalkan pemuda pirang itu di kamar seorang diri. Terlebih Aletta secara terang-terangan menolak Kyler sampai menamparnya, hingga membuat Aletta benar-benar malu. Namun, Aletta sangat bersyukur karena kejadian tadi, Kyler kembali bersikap seperti biasanya.Di sisi lain Kyler terdiam dengan sesekali melirik gadis bergaun putih di sampingnya. Sejak bertemu dengan gadis itu lagi setelah Aletta pergi ke kamar mandi, sikap gadis itu jadi aneh. Mereka lebih canggung d
"Kyler ... Kyler!" Kyler mengerjapkan kedua bola matanya. Cahaya terang yang tiba-tiba masuk rentinanya, membuat Kyler hanya mampu membuka tutup matanya, membiasakan diri dari sinar terang entah dari mana.Suara-suara bising orang-orang memanggil namanya, samar-samar mulai tertangkap indera pendengaran Kyler. Sebelah pipinya tampak memanas, perih seolah sudah ditampar beberapa kali."Kyler ... bangun, ooy. Mau tidur sampai kapan? Bukankah kamu ada rapat Osis. Ayolah bangun."Itu Suara Valen, pikir Kyler yang belum bisa membuka matanya. Syukurlah jika pemuda urakan itu sudah ditemukan. Akan tetapi, itu tidak lebih baik ketika Valen mengetahui kebenaran tentang Erna. Sungguh, dapat Kyler duga jika Valen akan sangat terpukul jika mengetahu Erna yang merupakan gadis gebetannya itu telah mati tertusuk Ben, sahabat mereka sendiri. Tidak mau larut dalam pikitan tak berujung, Kyler pun mengerahkan seluruh tenaganya untuk membuka kedua mata dengan sempurna agar dapat melihat dengan jelas.
Seorang pria paruh baya dengan hodie hitam yang menutup hampir sebagian besar wajahnya, berdiri dengan santai menatap tiga remaja yang bepenampilan berantakan dengan darah mengotori baju mereka. Jack tertawa pelan melihat raut terkejut di wajah ketiga manusia unyu di depannya, terutama ketika melihat wajah Kyler yang biasanya angkuh dan sombong, kini wajah itu kusut, tak ubahnya kaset rusak. "Kamu ... Pak tua, Sialan. Ke mana saja kamu selama ini? Jangan-jangan kamulah dalang dibalik pembunuh berantai ini?" tanya Kyler membuka suara, memecah keheningan di antara mereka dengan suaranya yang tak sopan, masih terkesan angkuh dan sombong. "Apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang kamu cari? " tanya Kyler lagi tidak puas dengan keterdiaman si Tuan Rumah. Nada suaranya kini merendah, tidak sekeras tadi."Kenapa anda mengurung kami di sini?" tanya Ben ikut bertanya. Meski perkataannya sopan. Namun, nada pemuda berjubah hitam itu sama menakutkannya dengan Kyler, Sang Ketua Osis yang memiliki
Napas berderu saling bersahutan dengan degup jantung yang kian berdetak kencang. Keringat mulai membasahi, meluncur turun hingga dagunya. Rambut hitam panjang tergerai Indira kini mulai basah oleh keringat. Indira sesekali tampak mengangkat gaun putih panjangnya tinggi-tinggi.Gadis berkostum Kuntilanak itu tidak berani menengok belakang. Deru langkah kaki yang bersahutan sudah cukup sebagai tanda bahwa sosok bitam itu masih mengejarnya. Aletta mulai melambatkan laju larinya. Kaki jenjang putih Aletta mulai terasa pegal. Napasnya pun mulai tidak stabil. Namun, Aletta takut untuk berhenti bahkan hanya untuk menarik napas sejenak saja. Hal itu dikarenakan nyawanya kini bisa melayang kapan saja jika ia berhenti berlari. "Jangan lari, Aletta!"Kembali suara itu bergaung nyaring, semakin membuat nyali Aletta menciut. Suara serak khas pria dewasa yang menyuruhnya untuk berhenti berlari. Bahkan sesekali terdengar tawa mengerikan dari mulut sosok yang mengejarnya.Di kejauhan sana Aletta pu
Gaun putih panjangnya terseok-seok di lantai. Sesekali kain menjuntai itu menghambat langkah kakinya, sesekali ia tersandung meja dan kursi. Meski begitu, tak menyurutkan niat Aletta untuk terus berlari mencari seorang pemuda yang tadi meninggalkannya sendiri. Seorang pemuda yang kabur karena melihat mayat Karin di dalam kamar dengan bukti tulisan nama Kyler di cermin yang retak. Seolah-olah menegaskan, bahwa Kylerlah yang telah membunuh sosok Karin dan meninggalkan mayatnya di kamar seorang diri. Namun, Aletta yang telah selesai membaca buku di kamar itu, telah mengetahui apa yang menimpa mereka semua. Sejak awal mereka memang sudah terjebak dalam permainan Iblis yang mencoba mengambil jiwa mereka. Sendari awal memasuki rumah ini tidak jauh sebelum itu, sejak kegadungan di ruang Osis mengenai perbedaan pendapat antara Kyler dan Ben, semuanya sejak tersusun dengan rapi saat mereka menyetujui rencana Ketua Osis untuk mengadakan acara Halloween.Permainan Track Or Treat dengan hadiah
Jack meronta, berusaha melepaskan rantai besi yang ada di lehernya, tubuh kurus keringnya pun terseok-seok, terseret oleh dua bawahan Lucifer yang menyeretnya kasar menuju tempat Leviathan berada. Jangan lupakan keringat yang membasahi wajahnya. Lucifer berjalan di depan. Sungguh, sebenarnya ia sangat malas mengunjungi kerajaan dingin Envy. Namun, mau bagaimana lagi, jiwa manusia yang dikirimkan Gabriel padanya membuat Lucifer mau tidak mau harus membereskan semuanya dengan kedua tangannya sendiri. Sambil berdecak kesal, Lucifer kembali meneruskan perjalanan menuju kerajaan Leviathan sambil memikirkan kejadian sebelumnya. Jujur saja, melihat sosok bercahaya Gabriel tadi membuat Lucifer mengingat saat ia berada di kelompok para Angelus ribuan tahun lalu. Namun, sifat sombongnya yang membangkang keputusan Sang Pemilik Alam Semesta, membuat ia diusir ke Neraka. Bukan Lucifer menyesali kejadian itu, sungguh tidak ada sedikitipun rasa penyesalan didirinya. Toh, ia sekarang juga sudah
Flashback beberapa puluh tahun sebelumnya ..."Hahaha, aku untung banyak!" Jack berlari sambil memainkan kantong kain berisi kepingan emas di tangannya. Hari ini, pemuda berpakaian hitam lusuh itu berhasil menipu para bangsawan dalam permainannya di Kasino. Dia tertawa sumringah dengan keberuntungannya yang memiliki otak cerdas, hingga berhasil mengelabui banyak orang. "Jack ... apa yang kau lakukan di sini?"Pemuda yang dipanggil namanya itu, menoleh untuk mendapati seorang gadis bergaun coklat lusuh tampak tergopoh berlari mendekat. Jack memasukkan kantong berisi kepingan koin ke dalam bajunya ketika sang kakak telah berdiri di depannya, sibuk mengatur napas yang tersengal-sengal. "Kak Violeta, ada apa?" tanya Jack pada satu-satunya saudara yang ia miliki. Gadis berambut panjang sepunggung yang terikat rapi. Kulit putih bersih bak porselen dengan mata jernih kecoklatan. Wajahnya manis khas perempuan jaman kerajaan."Kemana saja kau?" hardik Violeta bertanya berang. "Kau tau, Tu
"Jangan becanda, Erna. Cepat buka pintunya sekarang! " hardik Kyler menaikkan suaranya, membentak gadis berselendang pink itu. Namun, sayangnya Erna tak bergeming sedikitpun. Wajahnya pucat pasi seperti mayat hdup. Bahkan tatapan matanya kosong. Melihat keterdiaman Erna, Kyler menggeram marah dengan reaksi yang diberikan gadis bergaun merah muda pudar itu, Kyler kemudian mendekat berniat untuk menghampiri Erna. Setelah itu, ia pun melakukan hal yang sama seperti yang Erna akukan. Namun, benar pintunya tak bisa dibuka, mereka terkunci di dalam."Kita ... kita ... akan ... mati!" lirih Erna terbata-bata, ia benar-benar ketakutan. Bahkan tubuhnya pun bergetar hebat. Ia benar-benar terguncang akan kenyataan pahit yang mengancam nyawa mereka kini. Jangan lupakan sorot mata kosong tanpa sinar kehidupan. Gigi putihnya saling beradu, ketakutan. Berbeda sekali dengan sifat Erna yang biasanya ceria dan pemberani. "T---tidak, jangan mengatakan hal seperti itu, Erna. Kita pasti selamat. Tenangl
Ben terus menggosok tangannya yang beberapa menit lalu berlumuran darah Valen. Kejadian di gudang tadi membuatnya takut bukan main. Ben membunuh Valen. Ben benar-benar tidak mengerti apa yang terjadi sekarang. Setelah membaca tulisan yang tertera di buku usang yang ia temukan di meja, pikirannya tiba-tiba berkabut. Kepalanya terasa pusing dengan suara-suara yang entah berasal dari mana. Hingga hal terakhir yang Ben ingat tubuhnya seperti melayang, bebas tak terkontrol, seperti ada orang yang mengambil alih kesadarannya. Tapi oleh siapa? Dan untuk apa ia disuruh melakukan perbuatan keji itu hingga mencelakai sahabat kecilnya sendiri? Sungguh, mengingat tentang darah yang berceceran di lantai tadi dan kondisi mengenaskan Valen membuat Ben ketakutan bukan main. Sekarang apa yang harus ia lakukan? Akankah Ben dijeblosken ke penjara karena membunuh Valen?Ben menggeleng kuat, mengenyahkan segala pikiran buruk yang bersarang di hatinya. Sungguh, tidak ada maksud Ben untuk mencelakai apal
Aletta memilin rambut sebahunya yang tergerai bebas. Rambut yang biasanya terikat dua itu kini terjatuh menutupi punggungnya. Helaian hitam lebat yang kini tampak kusut, berantakan. Aletta tak ubanya sosok Kuntilanak sesungguhnya, jika saja wajahnya pucat seperti hantu asal Negaranya itu sudah dipastikan Aletta terlihat seperti hantu sesungguhnya. Bukan tanpa alasan Aletta merasa gugup seperti sekarang ini. Namun, semenjak dikagetkan dengan kedatangan Kyler yang menepuk bahunya, Aletta dibuat salah tingkah karena telah meninggalkan pemuda pirang itu di kamar seorang diri. Terlebih Aletta secara terang-terangan menolak Kyler sampai menamparnya, hingga membuat Aletta benar-benar malu. Namun, Aletta sangat bersyukur karena kejadian tadi, Kyler kembali bersikap seperti biasanya.Di sisi lain Kyler terdiam dengan sesekali melirik gadis bergaun putih di sampingnya. Sejak bertemu dengan gadis itu lagi setelah Aletta pergi ke kamar mandi, sikap gadis itu jadi aneh. Mereka lebih canggung d