Sret ... denting rantai bergema di sepanjang bebatuan panas. Ratapan anak manusia terdengar menyayat hati saat gerbang Dunia Bawah berada tepat di depan mata. Gabriel menghela napas, menatap dua iblis penjaga pintu Neraka.
"Tolong, buka pintunya. Aku ingin bertemu dengan pemimpin kalian."
Alih-alih mengiyakan permintaannya, penjaga gerbang justru membeku dan saling melirik satu sama lain. Tidak salah memang saat melihat petinggi Angelus mendatangi tempat bara api abadi yang menjadi rumah para pendosa.
Apa Malaikat satu ini tidak salah masuk?!
"Kenapa diam?" tanya Gabriel. "Cepat buka pintunya! Aku tidak memiliki banyak waktu, nih. Pekerjaanku masih banyak, tahu?!"
"Maaf, Tuan Malaikat. Tapi apa anda memiliki surat izin untuk masuk ke wilayah kami?" tanya salah satu dari mereka.
"Surat izin?! Sejak kapan ada peraturan seperti surat izin?" Gabriel mengernyit, menoleh pada dua juniornya. "Apa kalian pernah mendengarnya?"
"Tidak. Petinggi Ramiel tidak pernah mengatakan apapun pada kami."
Secepat pengakuan itu datang, Petinggi Kebajikan kembali melihat iblis penjaga dengan sorot mata tajam penuh peringatan. "Kalian mau menipuku atau apa? Cepat buka pintunya!"
"Tidak bisa. Ini perintah dari yang mulia Tuan Lucifer. Kami tidak boleh membiarkan siapapun masuk tanpa ada izin darinya."
Penolakan dan sikap perlawanan itu membuat raut wajah Gabriel muram, ia jadi bimbang harus melawan atau tidak. Bertarung di depan gerbang Neraka sepertinya bukan ide yang bagus.
Omong kosong ini kapan berakhir?
"Untuk apa kamu menemuiku, Gabriel?"
Beruntung saat dilanda kebimbangan bala bantuan datang tepat waktu. Gabriel menatap sosok pendatang baru yang terbang di atasnya. Dia memiliki perawakan tinggi, bertanduk dua, berparas wajah mengerikan dan berkulit semerah darah. Di seluruh bagian tubuhnya terselimuti kobaran api menyala.
Penampilan Raja Iblis itu sangat kontras dengan bentuk para Malaikat yang sederhana tanpa gemerlap cahaya. Mereka memang sedang dalam mode human form bukan Angelus. Toh, wujud manusia ini sangat menghemat energi. Lagi pula mereka tidak sedang dalam kondisi perang.
"Lucifer ... senang melihatmu lagi."
Gabriel menyapa ramah. Bagaimanapun dulu Lucifer pernah menjadi petinggi Malaikat sebelum terusir Surga. Sikapnya yang sombong membuat ia terjerumus dalam lembah dosa besar.
"Tidak usah berbasa-basi, Gabriel. Aku muak melihatmu. Katakan saja, apa tujuanmu datang kemari?"
Gabriel merenggut, tetapi tidak memprotes sikap permusuhan Lucifer. Malaikat pengantar pesan itu memilih mengambil tali rantai yang mengikat jiwa manusia Jack, lalu menyodorkannya pada Raja Iblis yang hanya meliriknya sekilas.
"Apa maksudmu mengirim jiwa manusia ini pada Raphael?" tanya Gabriel dengan sorot mata menuntut penjelasaan.
"Dia ini seorang penipu. Dunia Atas tidak menerima kelicikannya. Seharusnya kamu tahu itukan, Lucifer? Kamu-kan pernah bekerja di Departement yang menangani kasus ini."
Alis Lucifer mengerut. Manik merahnya menatap tajam pria yang disodorkan Gabriel. Tidak ada satu pun ingatan tentang sosok manusia satu ini. Bahkan ini kali pertama ia melihatnya.
"Apa maksudmu? Aku tidak mengerti. Memang kapan dia mati?"
Gabriel tertegun. "Lho, bukankah kamu yang meminta Mammon untuk mengirimkan jiwa manusia ini pada Raphael?!"
"...."
"Kenapa diam? Itu benarkan?"
"Tidak. Aku tidak pernah menyuruh Mammon melakukannya."
Lucifer bersedekap dada, menolak apa yang dituduhkan Gebriel. Meski Lucifer dan Mammon adalah teman dekat, tetapi mustahil ia memberi perintah demikian.
Jelas saja, seluruh Iblis di alam semesta memiliki tugas untuk menggoda manusia agar terjerumus dalam lembah dosa dan terseret masuk Jahanam. Mustahil bersikap sebaliknya.
Sangkalan Raja Iblis membuat Gabriel diam seribu bahasa.
"Hmm ... ya, sudahlah! Mulai sekarang jiwa manusia ini milikmu. Aku masih banyak pekerjaan. Aku pergi dulu."
Setelah berpamitan Gabriel berubah wujud dalam mode Angelus, kemudian terbang bebas menuju Dunia Atas diikuti dua juniornya. Jack yang melihat kepergian mereka berusaha mengejar, ia tak mau ditinggalkan di Dunia Iblis.
"Diam, Bajingan!" Lucifer menyalak, menghentikan aksi pemberontakan Jack.
"Apa yang kamu berikan pada Mammon sampai ia melanggar perintahku?"
Lucifer sangat hapal dengan sifat raja Iblis bernama Mammon. Keserakahannya tidak mungkin membuat ia berakhir menjadi pengkhianat. Pasti ada alasan yang menguntungkan di balik tindakannya.
"...."
"Kenapa diam, Sialan? Ayo, jawab pertanyaanku!" raung Lucifer murka. Namun, Jack tetap mengatupkan bibir rapat-rapat. Seketika itu juga, Lucifer tersadar.
"Sialan, si Gabriel pasti menanamkan sihir pembisu."
Lucifer menjentikkan jari, seketika itu Jack langsung berteriak meminta dibebaskan. "Lepaskan aku, Iblis Bajingan!"
"Tidak semudah itu manusia. Jawab pertanyaanku. Apa yang kamu lakukan pada Mammon? Kamu mengenalnya, bukan?"
"Aku tidak melakukan apa pun! Iblis itu yang menjanjikanku masuk Surga."
"Hahaha."
Lucifer tertawa terbahak-bahak. Suaranya yang keras mengundang hawa dingin. Manusia yang mendengarnya pasti akan bergetar ketakutan. Namun, tidak untuk Jack. Pria itu masih berdiri angkuh menatap sengit sang kesombongan itu sendiri.
"Orang berlumur dosa sepertimu ingin dikelilingi bidadari? Jangan melucu! Itu tidak akan pernah terwujud."
Lucifer menatap jijik manusia redahan di depannya. Mereka memang makhluk Tah tahu diri, melakukan berbagai kejahatan tetapi ingin tinggal di Surga. Sungguh, mimpi di siang bolong.
"Cepat, seret manusia ini masuk Jahanam!" Lucifer melemparkan rantai di leher Jack pada dua iblis penjaga. "Serahkan dia pada Leviathan."
Mendengar perintah tersebut, Jack meronta. Kini Neraka tepat di depan matanya. Tempat yang selama ini dihindari sampai harus menipu Iblis.
Menipu Iblis ....
Benar. Masih ada satu cara untuk selamat.
Jack tersenyum culas dan berteriak, "Tunggu!"
"Apalagi, Bajingan?"
"Saya memiliki penawaran untuk yang mulia tuan Lucifer."
"Oh ya? Apa itu?"
"Bagaimana kalau kita ________" Jack berbisik di telinga Lucifer.
Itulah awal dari konspirasi alam semesta. Akankah ada yang selamat?
***
Jakarta, Oktober 2017
"Festival Halloween?"
Bendito Agas Candara menatap aneh pemuda berkulit putih porselen dengan gaya rambut dwi warna, merah delima dan obsidian.
Parasnya sangat rupawan. Ia memilki gigi taring, hidung mancung, rahang tegas, pipi tirus dan manik mata tajam. Sayangnya sifatnya nol besar. Lihat saja, raut kesombongan itu tak pernah pudar.
"Kenapa? Ada yang salah?!" tanya Kyler Lucian Maghata.
Kemewahan yang dimilikinya membuat Kyler tumbuh menjadi pemuda yang angkuh. Merasa diri lebih baik dari orang lain. Sikapnya yang otoriter tersebut membuatnya terpilih menjadi Ketua OSIS di SMA Harapan Jaya dengan kendali uang dan koneksi.
Dengan menjabat sebagai pemimpin sekolah, Kyler bebas melakukan apa saja, termasuk menentukan acara festival ahunan Sekolah. Namun, itu tidak berjalan dengan mulus ketika Wakil Ketua OSIS terlihat tidak suka dengan usulannya.
"Ayolah, Ben ... setiap tahun sekolah kita hanya mengadakan pesta amal. Itu sangat membosankan. Kita butuh sesuatu yang fresh!" bujuk Kyler memaksa.
"Tapi tidak festival Halloween juga, Kyler."
"Lalu apa?"
"Kita bisa membuat pertunjukan drama atau gerai penjualan. Apa saja selain Halloween."
Kyler mendengkus. "Itu terlalu Girly, Ben. Kita semua butuh sesuatu yang Manly ... menantang dan menegangkan."
"Kita?!" ulang Ben mencibir. "Itu, mah mau-maunya kamu saja. Dasar Brengsek!".
Buyar sudah ... Ben habis kesabaran.
Dia mulai menanggalkan sopan santun. Sejenak melupakan jika tengah berada di rapat penting OSIS. Sikap keras kepala rivalnya memang terkadang menjengkelkan.
"Ya, tidak masalah, kan? Toh, sebentar lagi Halloween. Acara sekolah kita pasti ramai."
"...." Ben terdiam. Nyatanya sikap semangat Kyler menular. Apalagi saat Ketua OSIS itu kembali melancarkan godaan.
"Ayolah, Ben ... Val pasti senang ada bahan untuk Channel Mytube-nya."
"Pala kau! Si Valen takut hantu, Geblek."
Ben mengumpat, teringat akan Ray Valentino yang memulai karir dengan menjadi Vlogger. Kondisi sosial ekonominya yang tak beruntung, membuat Valen harus bekerja keras.
"Oh ya, lupa," ringis Kyler menepuk jidat.
Memang baik Kyler, Ben dan Valen adalah sahabat kecil yang terpisah saat SMP. Mereka kembali bertemu di SMA. Namun, tahun-tahun yang terlewat membuat pertemanan mereka canggung. Hanya Valen yang bersikap sama, sedangkan Ben dan Kyler terlihat bermusuhan.
"Eh, tapi kalau menyangkut uang, Val pasti setuju."
Pantang menyerah, Kyler masih terus membujuk wakilnya, mengabaikan anggota OSIS lain yang hanya bisa tertunduk. Tidak berani ikut berkomentar. Takut akan bayang-bayang kekuasaan keluarga Kyler. Bagaimana MAGA GROUP adalah donatur terbesar di Sekolah.
Ben berdecak, merasa kesal sendiri. Beradu argument dengan Kyler membuat lelah. Sahabat kecilnya itu pemaksa sekali, pada akhirnya Ben hanya bisa setuju.
"Terserah, deh. Tapi kalau ada sesuatu yang terjadi. Kamu yang tanggung jawab."
"Parno-an, ah. Serahkan saja semuanya padaku."
Kyler menepuk dada bangga, lalu beralih melihat ke arah sosok siswi berkacamata yang duduk di samping Wakil Ketua OSIS.
Dialah Aletta Ramona, sekretaris OSIS sekaligus gadis incaran Kyler.
Aletta merupakan siswi beasiswa yang satu SMP dengan Valen. Aletta memiliki tampilan fisik dengan rambut hitam sepunggung, pipi cabi, hidung pesek, bibir tipis, kulit pucat dan manik mata terang kecokelatan.
"Khem! Melihatnya biasa saja." Ben menegur Kyler yang terpaku menatap wajah manis Aletta.
"Santai, Bro. Dia bukan tipeku."
"Lah, aku tidak bertanya dia tipemu atau bukan?!"
"...."
Kyler merona, tersinggung dengan seringai yang terpoles di wajah Ben. Jelas sekali ada ejekan di sana. "Bodolah ... Hoi, Aletta!"
"Iya, Ketua," cicit Aletta menyahut.
"Stop, bicara pelan! Tidak kedengaran, tahu?" tegur Kyler sinis.
"Maaf, Ketua."
Aletta tertunduk, merasa sedih dan takut dengan sikap permusuhan Kyler. Jujur, ia tidak tahu apa kesalahannya. Dari kelas satu, Aletta selalu menjadi target bully sang pewaris MAGA Group.
Kyler sendiri sebetulnya merasa bersalah. Ia tak ingin bersikap arogan pada pujaan hatinya. Namun, ia malu untuk mengakui perasaan ini, terlebih Kyler mengetahui bahwa Aletta menyukai Valen yang tidak peka sama sekali. Untuk itulah, Kyler berperan sebagai antagonis. Diam-diam mengubur rasa cintanya sendiri.
Kyler menghela napas pelan. Ini bukan saatnya untuk Baper. Ketua OSIS itu lalu memberikan aturan, bahwa dalam festival Halloween tanggal 31 Oktober nanti tidak boleh ada murid yang memakai kostum hantu sama.
Peraturan tersebut disambut dengan tatapan tak percaya semua anggota OSIS. Memang Kyler pikir ada berapa banyak kostum hantu yang ada dimuka bumi ini, jika dibandingkan dengan jumlah seluruh siswa di SMA yang mencapai ribuan jiwa.
Jelas pasti kurang!
Akan tetapi, siapa mereka yang berani membantah titah Ketua OSIS?!
Wakilnya saja keder apalagi murid kentang seperti mereka. Dengan perasaan dongkol para anggota OSIS membubarkan diri.
Mereka tidak menyadari sosok lain yang ikut mencuri dengar pembicaraan.
"Bagus, Nak!"
Bersambung.
Tidak terasa seminggu berlalu sejak kejadian panas di ruang OSIS. Persiapan acara Halloween telah rampung dikerjakan setiap kelompok. Misalnya, pengurus stand konsumsi. Mereka mengolah jenis makanan dengan menyelipkan nuansa horor. Seperti kue tengkorak, jus darah, snacks serangga dan lainnya.Bukan hanya tim konsumsi yang bekerja maksimal, tetapi bagian dekorasi pun menunjukan keahliannya. Halaman outdoor dirancang memukau dengan lampu hias dan kepala labu khas hantu Jack O'Lantern. Patung dan hiasan ala hantu-hantu Barat maupun lokal pun terpasang apik sepanjang taman sekolah.Di stand permainan pula terdapat banyak game seru seperti Apple Bobing, Cermin Bloody Marry, Mummy Wrap dan lainnya. Di puncak acara ada pemburuan kotak misteri yang digabung dengan tradisi Track Or Treat."Kalian tidak pulang?"Kyler berdiri sambil menyampirkan ransel mewahnya di punggung. Rapat terakhir OSIS baru saja selesai.Meski pertanyaan tadi ditunjukan
Wesley dan dua anggota timnya berjalan memasuki rerimbunan semak belukar. Di kejauhan sana berdiri sebuah gedung megah dengan warna putih mencolok. Desain interiornya terlihat kuno seperti rumah peninggalan zaman penjajahan dulu. Halaman depannya pun tidak terurus.Memang malang nian bagi Wesley yang harus berpisah dengan Valen dan Kyler. Mereka sangat beruntung karena ditempatkan di kelompok yang memiliki seorang siswi Beda dengan tim Wesley yang semuanya berbatang."Yakin di sini ada penghuninya?"Bagas celingukan melihat sekitar rumah angker nan horor yang memicu bulu kuduk merinding."Pastilah. Lampunya saja hidup," jawab Aldo mengamati hiasan dekorasi Halloween yang didominasi kepala labu.Bagas bergidik. "Cari rumah lain saja, yuk!""Lah, memang rumah ini kenapa?" Aldo beralih menatap siswa berkostum pocong yang memasang ekspresi ketakutan."... Seram.""Alah, Pengecut. Hantu itu cuman mitos tahu."
Keenam muda-mudi itu mengikuti langkah kaki Jack memasuki rumah. Sama dengan warna cat di depannya yang di dominasi warna putih, di dalam rumah pun warna dindingnya sebagian besar berwarna putih kelam.Di dalam ruangan pun tidak banyak perabotan yang tersedia, terlebih banyak barang yang ditutupi kain lusuh berwarna hitam legam. Entah, apa alasannya, tapi itu membuktikan bahwa rumah ini sudah lama tidak di tempati. Seakan menyadari kebingungan para tamunya, si pria paruh baya berkata, "Maaf! Rumahnya berantakan. Maklum saya baru pindah ke sini, jadi belum sempat untuk bersih-bersih."Kyler dan kelima temannya saling pandang dalam keheningan, sampai Ben memecahkan kesunyian."Jadi, Anda baru pindah rumah, Tuan?" tanya Ben di balas anggukan dan tawa kecil pemilik rumah besar yang sekarang ia pijaki.Ben mengerutkan alis. "Jika memang Anda sibuk dan banyak pekerjaan yang harus dilakukan, lalu kenapa Anda mengikuti permainan Halloween ini? Padahal Anda bisa menolaknya?"Jack terdiam. Kebi
Seorang gadis bergaun putih panjang berjalan menelusuri ruangan besar dengan berbagai peralatan daput tertempel di dinding. Sesekali ia menyeka darah yang merembes dilari hidungnya yang terluka dengan menggunakan sapu tangan biru pemberian Ben. Ringisan kecil keluar dari belahan bibirnya yang terpoles lipstick merah, kala tangannya tak sengaja menekan terlalu kuat. Aletta sejujurnya cukup kesal dengan apa yang tadi terjadi di ruang depan, padahal ia berniat untuk memisahkan kedua gadis dari pertengkaran bodoh mereka, malah ia yang terluka tersikut oleh tangan Erna. Akan tetapi, marah sekarang pun tak ada gunanya, Aletta hanya harus segera membersihkan diri lalu menyelesaikan tugasnya untuk bersih-bersih.Sebenarnya tubuh Aletta sendiri mulai meronta kelelahan, di tambah kejadian sebelumnya bersama Kyler dan Erba yang berkeliling mencari kotak misteri telah cukup mengurus tenaga. Namun, tak satu pun yang mereka dapat. Aletta bukannya tidak ingin kotak hadiah itu, sejujurnya ide pe
Kembali ke Aletta yang memasuki ruangan demi ruangan untuk mencari teman-temannya yang kini telah berpencar entah ke mana.Setelah kejadian bersama sosok putih tadi, Aletta yakin bahwa ada yang tidak beres di rumah yang mereka singgahi ini, saat ia berjalan ke tempat semula di ruang depan, Aletta tak lagi mendapati satu pun temannya. Gadis bergaun putih itupun memutuskan untuk mencari mereka.Meski di bibir terus bergumam memanggil-manggil nama temannya. Namun, kenyataan hatinya tidak berada di sana, Aletta masih memikirkan kejadian bersama sosok putih tadi. Sungguh ia tidak mengerti dengan pesan yang disampaikan sosok bercahaya dalam cermin. Tentang apa itu? Apa ini tentang dirinya? Atau peringatan untuk mereka yang mengikuti permainan di malam festival ini. Sungguh, pikiran Aletta tidaklah merasa tenang. Ditambah lagi, ia pun tak dapat melihat wajahnya dengan jelas. Sosok itu hanya menyuruh Aletta untuk berkata jujur, padahal seingatnya selama ini ia selalu berkata jujur dan sebis
Sementara itu, di lain tempat ada dua pemuda dengan Slenderman dan Vampire, melangkah mencari peralatan kebersihan yang bisa mereka gunakan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan si pemilik rumah. Akan tetapi, lama mengelilingi rumah kuno itu, tak ada satu pun alat kebersihan yang mereka temukan, padahal mereka harus bergegas membersihkan rumah pria bernama Jack itu, agar dapat mengambil kotak hadiah sebagai imbalan."Ck ...." Valen berdecak memecah kesunyian di antara dirinya dan Ben. "Sendari tadi kita keliling mencari sapu dan kain pel, tetap tidak. Bahkan kemoceng saja tidak ketemu. Ini rumah atau gudang, sih?!"Valen menggerutu sambil menendang meja di depannya yang berdebu banyak. Kini dirinya dan Ben terjebak di ruangan yang memang mirip sebuah gudang dengan barang-barang yang hampir sebagian besar tertutup oleh kain hitam.Meski sudah biasa dengan keluhan Valen, tetap saja kuping Ben terasa pengang juga mendengar ocehan cemprengnya dari tadi. Ditambah sejak beberapa menit l
Sementara itu, kembali pada Aletta yang berdiri di depan pintu bercat biru. Sendari tadi tangannya terus memutar gagang pintu, berusaha untuk membukanya.Akan tetapi, malang nian nasib gadis bergaun putih itu, niat hati ingin mencari Erna dan teman-temannya yang lain, ia malah harus terjebak di sebuah kamar dengan Kyler di dalammya.Semua berawal dari Aletta yang tak sengaja berpapasan dengan Kyler. Pria berpangkat Osis yang tadi memaksanya untuk memanggil nama asli itu menawarkan diri untuk membantunya mencari yang lain. Namun, ketika tengah berkeliling di sebuah kamar bernuansa biru laut, mereka dikagetkan dengan suara benda jatuh entah dari mana. Bunyinya yang nyaring membuat Aletta yang berdiri di dekat pintu, membanting kuat hingga pintu tertutup rapat dan mereka pun terjebak berdua di dalam sana, tanpa ada orang yang mendengar teriakannya. Sadar dengan kebodohan yang telah Aletta lakukan, ia tergesa berusaha meraih gagang pintu untuk membukanya. Gadis berambut hitam sebahu itu
Sudah Aldo duga sebelumnya, ada yang salah dengan rumah besar dekat hutan yang ia singgahi ini. Sungguh, padahal Aldo sudah berusaha semaksimal mungkin menjelaskan pada kedua teman setimnya tentang keanehan yang terjadi. Akan tetapi, mereka menolak dan justru mentertawainya. Mereka berdua tidak percaya dengan ucapan Aldo yang menuturkan jika tingkah si Pemilik Rumah terkesan aneh dan misterius. Namun, mereka justru menganggap bahwa Aldo terlalu paranoid. Sekarang terbukti sudah, pemilik rumah kuno ini bukan manusia. Dengan kostum putih yang compang-camping, Aldo berlari di lorong ruangan. Sekujur tubuhnya tergores luka akibat benda tajam, memar kemerahan pun terlukis mengerikan. Akan tetapi, hal itu tak menyurutkan niat Aldo untuk terus berlari mencari jalan keluar. Pemuda yang awalnya mengenakan kostum Pocong itu, bahkan tak lagi dapat merasakan nyeri. Kepalanya penuh dengan pikiran, bahwa ia harus keluar dari rumah hantu ini. Rasa sakit yang ia rasakan tak sebanding dengan situ
"Kyler ... Kyler!" Kyler mengerjapkan kedua bola matanya. Cahaya terang yang tiba-tiba masuk rentinanya, membuat Kyler hanya mampu membuka tutup matanya, membiasakan diri dari sinar terang entah dari mana.Suara-suara bising orang-orang memanggil namanya, samar-samar mulai tertangkap indera pendengaran Kyler. Sebelah pipinya tampak memanas, perih seolah sudah ditampar beberapa kali."Kyler ... bangun, ooy. Mau tidur sampai kapan? Bukankah kamu ada rapat Osis. Ayolah bangun."Itu Suara Valen, pikir Kyler yang belum bisa membuka matanya. Syukurlah jika pemuda urakan itu sudah ditemukan. Akan tetapi, itu tidak lebih baik ketika Valen mengetahui kebenaran tentang Erna. Sungguh, dapat Kyler duga jika Valen akan sangat terpukul jika mengetahu Erna yang merupakan gadis gebetannya itu telah mati tertusuk Ben, sahabat mereka sendiri. Tidak mau larut dalam pikitan tak berujung, Kyler pun mengerahkan seluruh tenaganya untuk membuka kedua mata dengan sempurna agar dapat melihat dengan jelas.
Seorang pria paruh baya dengan hodie hitam yang menutup hampir sebagian besar wajahnya, berdiri dengan santai menatap tiga remaja yang bepenampilan berantakan dengan darah mengotori baju mereka. Jack tertawa pelan melihat raut terkejut di wajah ketiga manusia unyu di depannya, terutama ketika melihat wajah Kyler yang biasanya angkuh dan sombong, kini wajah itu kusut, tak ubahnya kaset rusak. "Kamu ... Pak tua, Sialan. Ke mana saja kamu selama ini? Jangan-jangan kamulah dalang dibalik pembunuh berantai ini?" tanya Kyler membuka suara, memecah keheningan di antara mereka dengan suaranya yang tak sopan, masih terkesan angkuh dan sombong. "Apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang kamu cari? " tanya Kyler lagi tidak puas dengan keterdiaman si Tuan Rumah. Nada suaranya kini merendah, tidak sekeras tadi."Kenapa anda mengurung kami di sini?" tanya Ben ikut bertanya. Meski perkataannya sopan. Namun, nada pemuda berjubah hitam itu sama menakutkannya dengan Kyler, Sang Ketua Osis yang memiliki
Napas berderu saling bersahutan dengan degup jantung yang kian berdetak kencang. Keringat mulai membasahi, meluncur turun hingga dagunya. Rambut hitam panjang tergerai Indira kini mulai basah oleh keringat. Indira sesekali tampak mengangkat gaun putih panjangnya tinggi-tinggi.Gadis berkostum Kuntilanak itu tidak berani menengok belakang. Deru langkah kaki yang bersahutan sudah cukup sebagai tanda bahwa sosok bitam itu masih mengejarnya. Aletta mulai melambatkan laju larinya. Kaki jenjang putih Aletta mulai terasa pegal. Napasnya pun mulai tidak stabil. Namun, Aletta takut untuk berhenti bahkan hanya untuk menarik napas sejenak saja. Hal itu dikarenakan nyawanya kini bisa melayang kapan saja jika ia berhenti berlari. "Jangan lari, Aletta!"Kembali suara itu bergaung nyaring, semakin membuat nyali Aletta menciut. Suara serak khas pria dewasa yang menyuruhnya untuk berhenti berlari. Bahkan sesekali terdengar tawa mengerikan dari mulut sosok yang mengejarnya.Di kejauhan sana Aletta pu
Gaun putih panjangnya terseok-seok di lantai. Sesekali kain menjuntai itu menghambat langkah kakinya, sesekali ia tersandung meja dan kursi. Meski begitu, tak menyurutkan niat Aletta untuk terus berlari mencari seorang pemuda yang tadi meninggalkannya sendiri. Seorang pemuda yang kabur karena melihat mayat Karin di dalam kamar dengan bukti tulisan nama Kyler di cermin yang retak. Seolah-olah menegaskan, bahwa Kylerlah yang telah membunuh sosok Karin dan meninggalkan mayatnya di kamar seorang diri. Namun, Aletta yang telah selesai membaca buku di kamar itu, telah mengetahui apa yang menimpa mereka semua. Sejak awal mereka memang sudah terjebak dalam permainan Iblis yang mencoba mengambil jiwa mereka. Sendari awal memasuki rumah ini tidak jauh sebelum itu, sejak kegadungan di ruang Osis mengenai perbedaan pendapat antara Kyler dan Ben, semuanya sejak tersusun dengan rapi saat mereka menyetujui rencana Ketua Osis untuk mengadakan acara Halloween.Permainan Track Or Treat dengan hadiah
Jack meronta, berusaha melepaskan rantai besi yang ada di lehernya, tubuh kurus keringnya pun terseok-seok, terseret oleh dua bawahan Lucifer yang menyeretnya kasar menuju tempat Leviathan berada. Jangan lupakan keringat yang membasahi wajahnya. Lucifer berjalan di depan. Sungguh, sebenarnya ia sangat malas mengunjungi kerajaan dingin Envy. Namun, mau bagaimana lagi, jiwa manusia yang dikirimkan Gabriel padanya membuat Lucifer mau tidak mau harus membereskan semuanya dengan kedua tangannya sendiri. Sambil berdecak kesal, Lucifer kembali meneruskan perjalanan menuju kerajaan Leviathan sambil memikirkan kejadian sebelumnya. Jujur saja, melihat sosok bercahaya Gabriel tadi membuat Lucifer mengingat saat ia berada di kelompok para Angelus ribuan tahun lalu. Namun, sifat sombongnya yang membangkang keputusan Sang Pemilik Alam Semesta, membuat ia diusir ke Neraka. Bukan Lucifer menyesali kejadian itu, sungguh tidak ada sedikitipun rasa penyesalan didirinya. Toh, ia sekarang juga sudah
Flashback beberapa puluh tahun sebelumnya ..."Hahaha, aku untung banyak!" Jack berlari sambil memainkan kantong kain berisi kepingan emas di tangannya. Hari ini, pemuda berpakaian hitam lusuh itu berhasil menipu para bangsawan dalam permainannya di Kasino. Dia tertawa sumringah dengan keberuntungannya yang memiliki otak cerdas, hingga berhasil mengelabui banyak orang. "Jack ... apa yang kau lakukan di sini?"Pemuda yang dipanggil namanya itu, menoleh untuk mendapati seorang gadis bergaun coklat lusuh tampak tergopoh berlari mendekat. Jack memasukkan kantong berisi kepingan koin ke dalam bajunya ketika sang kakak telah berdiri di depannya, sibuk mengatur napas yang tersengal-sengal. "Kak Violeta, ada apa?" tanya Jack pada satu-satunya saudara yang ia miliki. Gadis berambut panjang sepunggung yang terikat rapi. Kulit putih bersih bak porselen dengan mata jernih kecoklatan. Wajahnya manis khas perempuan jaman kerajaan."Kemana saja kau?" hardik Violeta bertanya berang. "Kau tau, Tu
"Jangan becanda, Erna. Cepat buka pintunya sekarang! " hardik Kyler menaikkan suaranya, membentak gadis berselendang pink itu. Namun, sayangnya Erna tak bergeming sedikitpun. Wajahnya pucat pasi seperti mayat hdup. Bahkan tatapan matanya kosong. Melihat keterdiaman Erna, Kyler menggeram marah dengan reaksi yang diberikan gadis bergaun merah muda pudar itu, Kyler kemudian mendekat berniat untuk menghampiri Erna. Setelah itu, ia pun melakukan hal yang sama seperti yang Erna akukan. Namun, benar pintunya tak bisa dibuka, mereka terkunci di dalam."Kita ... kita ... akan ... mati!" lirih Erna terbata-bata, ia benar-benar ketakutan. Bahkan tubuhnya pun bergetar hebat. Ia benar-benar terguncang akan kenyataan pahit yang mengancam nyawa mereka kini. Jangan lupakan sorot mata kosong tanpa sinar kehidupan. Gigi putihnya saling beradu, ketakutan. Berbeda sekali dengan sifat Erna yang biasanya ceria dan pemberani. "T---tidak, jangan mengatakan hal seperti itu, Erna. Kita pasti selamat. Tenangl
Ben terus menggosok tangannya yang beberapa menit lalu berlumuran darah Valen. Kejadian di gudang tadi membuatnya takut bukan main. Ben membunuh Valen. Ben benar-benar tidak mengerti apa yang terjadi sekarang. Setelah membaca tulisan yang tertera di buku usang yang ia temukan di meja, pikirannya tiba-tiba berkabut. Kepalanya terasa pusing dengan suara-suara yang entah berasal dari mana. Hingga hal terakhir yang Ben ingat tubuhnya seperti melayang, bebas tak terkontrol, seperti ada orang yang mengambil alih kesadarannya. Tapi oleh siapa? Dan untuk apa ia disuruh melakukan perbuatan keji itu hingga mencelakai sahabat kecilnya sendiri? Sungguh, mengingat tentang darah yang berceceran di lantai tadi dan kondisi mengenaskan Valen membuat Ben ketakutan bukan main. Sekarang apa yang harus ia lakukan? Akankah Ben dijeblosken ke penjara karena membunuh Valen?Ben menggeleng kuat, mengenyahkan segala pikiran buruk yang bersarang di hatinya. Sungguh, tidak ada maksud Ben untuk mencelakai apal
Aletta memilin rambut sebahunya yang tergerai bebas. Rambut yang biasanya terikat dua itu kini terjatuh menutupi punggungnya. Helaian hitam lebat yang kini tampak kusut, berantakan. Aletta tak ubanya sosok Kuntilanak sesungguhnya, jika saja wajahnya pucat seperti hantu asal Negaranya itu sudah dipastikan Aletta terlihat seperti hantu sesungguhnya. Bukan tanpa alasan Aletta merasa gugup seperti sekarang ini. Namun, semenjak dikagetkan dengan kedatangan Kyler yang menepuk bahunya, Aletta dibuat salah tingkah karena telah meninggalkan pemuda pirang itu di kamar seorang diri. Terlebih Aletta secara terang-terangan menolak Kyler sampai menamparnya, hingga membuat Aletta benar-benar malu. Namun, Aletta sangat bersyukur karena kejadian tadi, Kyler kembali bersikap seperti biasanya.Di sisi lain Kyler terdiam dengan sesekali melirik gadis bergaun putih di sampingnya. Sejak bertemu dengan gadis itu lagi setelah Aletta pergi ke kamar mandi, sikap gadis itu jadi aneh. Mereka lebih canggung d