Sementara itu, kembali pada Aletta yang berdiri di depan pintu bercat biru. Sendari tadi tangannya terus memutar gagang pintu, berusaha untuk membukanya.
Akan tetapi, malang nian nasib gadis bergaun putih itu, niat hati ingin mencari Erna dan teman-temannya yang lain, ia malah harus terjebak di sebuah kamar dengan Kyler di dalammya.Semua berawal dari Aletta yang tak sengaja berpapasan dengan Kyler. Pria berpangkat Osis yang tadi memaksanya untuk memanggil nama asli itu menawarkan diri untuk membantunya mencari yang lain. Namun, ketika tengah berkeliling di sebuah kamar bernuansa biru laut, mereka dikagetkan dengan suara benda jatuh entah dari mana.Bunyinya yang nyaring membuat Aletta yang berdiri di dekat pintu, membanting kuat hingga pintu tertutup rapat dan mereka pun terjebak berdua di dalam sana, tanpa ada orang yang mendengar teriakannya.Sadar dengan kebodohan yang telah Aletta lakukan, ia tergesa berusaha meraih gagang pintu untuk membukanya. Gadis berambut hitam sebahu itu tak mau terkunci di dalam kamar bersama seorang pria, terlebih itu adalah Kyler.Namun, entah karena engsel yang lepas atau apa, pintu berwarna biru itu konslet, macet tak bisa dibuka, seolah-olah terkunci dari luar.Sudah lebih dari setengah jam Aletta terjebak bersama Kyler. Pemuda yang memakai kostum Jack O'Lantern itu sudah membantunya mendobrak pintu 20 menit yang lalu. Namun, pintu kamar itu tak bisa di buka. Kyler akhirnya menyerah, memilih untuk merebahkan diri di kasur.Mungkin, Kyler mengantuk, bagaimanapun sekarang sudah hampir tengah malam. Aletta melirik jam dinding yang jarum pendeknya berhenti di angka 11, sedangkan jarum panjang berhenti di angka 6. Jika melihat dari jam ponsel, waktu menunjukan pukul 23,30 atau jam setengah dua belas."Hoi, Aletta!" panggil Kyler berteriak keras. "Mau sampai kapan kamu berdiri di situ? Memang kamu tidak merasa lelah apa? Aku saja yang melihatmu sendari tadi sibuk sendori merasa bosan?" keluh Kyler memecah keheningan.Pemuda tampan yang merupakan Anak kepala sekolah itu menumpu kepalanya dengan kedua tangan sebagai bantal. Tak ada niat untuk duduk apalagi berdiri menghampiri Indira. Gadis bergaun putih panjang yang masik asik memutar gagang pintu.Aletta menoleh hanya untuk mendapati Kyler bersikap sangat santai seolah tidak resah dengan situasi saat ini. Jujur saja melihat hal itu membuat Aletta kesal sendiri pada sikap Kyler yang baru ini, namun SekretarIs Osis tetap bersikap baik sesuai imagenya."Kita harus keluar drai sini. Memang Ketua tidak takut jika terus terjebak di sini? Bagaimana dengan tigas membersihkan rumah dan teman-teman kita yang menghilang?" keluh Aletta panjang lebar, lelah juga berjuang sendirian.Kyler mendengkus. "Lah ketua lagi. Kenapa kamu betah sekali memanggilku begitu, sih?" protes Kyler salah pokus membuat Aletta bergumam maaf. Gadis itu memilih kembali memutar gagang pintu. Tangan kirinya sibuk memukul-mukul pintu kayu yang sangat keras.Kyler menghela napas melihat kelakukan Aletta yang pantang menyerah, sejujurnya sikap terlalu rajin seperti itulah yang dibencinya. Namun, Kyler tetap menyempatkan diri untuk memberi komentar."Duh, Aletta tadikan kamu sudah melihat sendiri aku sudah berusaha mendobrak, tapi pintunya macet, tetap tidak terbuka. Hanya buang tenaga percuma."Kyler mengoceh hingga membuat Aletta kembali menoleh kearahnya. Apalagi saat Kyler bangkit dan berjalan mendekat. Kini mereka berdua kembali berhadapan dan saling menatap satu sama lain.Kyler tersenyum tipis menatap wajah cantik Aletta. "Kenapa tidak kita nikmati saja situasi berduaan ini? Nanti juga ada yang akan membukakan pintu," pungkasnya memegang pundak Aletta dengan senyum mencurigakan.Aletta menggeleng sambil menepis tangan Kyler dan sedikit menjaga jarak. "Tidak, Ketua. Saya ingin segera keluar dari sini dan bertemu teman-teman yang lain."Mendengar keteguhan jawaban Aletta, Kyler menghela napas. "Kenapa? Kenapa kamu terlihat tidak nyaman berdua denganku? Apa kamu tidak menyukaiku atau mungkin malah membenciku?"Kyler bertanya tak terima dengan penolakan Aletta. Ketua Osis pun mendekatkan wajahnya dengan wajah Indira yang sontak langsung mundur dengan cepat. Meski wajah Kyler tertutup topeng, namun entah kenapa membuat Aletta tetap salah tingkah dibuatnya. Degup jantungnya berdebar kencang.Menyadari hal itu Kyler tersenyum. Mungkin rencananya kini akan berhasil untuk mendapatkan Aletta, pikirnya puas."Kenapa diam? Apa benar kamu tidak menyukaiku?" tanya Kyler lagi mengambil tangan Aletta, lalu mengecupnya singkat.Aletta tertegun, tak habis pikir dengan Kyler yang bersikap berbeda dari biasanya. Sungguh, meskipun selama ini mereka tidak dekat, tetapi ia sangat mengenal betul sikap Kyler, pemuda itu tidak mungkin mau berdekatan dengannya.Bahkan Kyler kerap kali menatap tajam saat tidak sengaja berpapasan. Sang Ketua Osis tak mungkin mau memegang tangannya terlebih mengecupnya seperti tadi. Sebenarnya apa yang terjadi?Siapa Kyler di depannya ini? Kenapa sikapnya begitu berbeda?Bergegas Aletta menarik tangannya dengan tatapan tak suka, "Maaf, Ketua. Tapi kita harus keluar. Saya tidak nyaman berduaan di sini dengan Anda."Kyler mendengkus tak suka melihat Aletta yang berbicara sangat formal, kemudian kembali sibuk memutar gagang pintu. Gadis itu bahkan kini menabrak-nabrakan tubuhnya sendiri mengenai pintu.Melihat tindakan sembrono itu, Kyler menggeram, meraih bahu Aletta dan membaliknya hingga mata mereka kembali bertatapan."Tidak akan ada yang tau jugakan kita melakukan apa dalam sini?"Kyler masih berusaha membujuk Aletta, sedangkan gadis yang dibujuk mengernyit tak mengerti dengan apa yang diucapkan Kyler.Memang apa yang akan mereka lakukan di kamar ini? Aletta benar-benar tak mengerti dengan arah pembicaraan Kyler yang terasa ambigu ini."Tidak usah muna, deh. Kamu sukakan padaku?" kecam Kyler mencengkram bahu Aletta kuat dan bersikap sangat kasar.Gadis berkostum Kuntilanak itu meringis pelan akan tindakan kejam Kyler, padahal sebelumnya meski bersikap sinis pun, Ketua OSIS tidak pernah main tangan."Tolong, jangan seperti ini. Lepas!" pinta Aletta memegang tangan Kyler dan menjauhkannya hingga cengkraman itu terlepas."Alaaahhh tidak usah sok jualan mahal padaku, manusia rendahan sepertimu pasti senang jika berduaan denganku di kamar kosong ini. Kita jadi bebas melakukan apa saja yang kita mau di sini."Kembali Kyler menggoda Aletta. Tangan kanannya mengelus pipi sang gadis lembut. Sedangkan gadis bergaun putih itu tercengang dengan apa yang diucapkan Kyler.Aletta sudah mengerti maksud pemuda itu. Dengan penuh amarah juga kecewa, ia menampar pipi Kyler hingga topengnya sedikit bergeser, kemudian mendorong pemuda itu menjauh."Memang tidak akan ada yang melihat. Tapi Tuhan bisa melihat semua perbuatan buruk kita, Ketua. Dan saya tidak berminat dengan Anda," nasehat Aletta kembali meraih gagang pintu dan memutarnya sekuat tenaga. Berharap ia bisa pergi jauh dari Kyler yang bersikap aneh ini.Krek .... dan usahanya membuahkan hasil memuaskan. Pintu berwarna biru itu terbuka. Aletta mengukir senyum tipis setelah menghela napas lega. Akhirnya ia bisa keluar dari kamar kosong ini dan menjauh dari Ketua OSIS.Akan tetapi, sebelum itu Aletta menyempatkan diri menatap Kyler yang sejak tadi terdiam. Entah apa yang ada dipikiran pemuda itu, Aletta tak dapat menebak ekspresinya yang tertutup topeng."Apa pun yang ketua katakan. Saya tidak akan menurutinya," putus Aletta lalu berlari meninggalkan Kyler dalam diam.Aletta terus berlari. Memacu kaki jenjangnya untuk melangkah lebih cepat. Bukan maksudnya pergi meninggalkan Kyler. Namun, sikap kurang ajar Kyler membuatnya muak, tak nyaman.Jujur saja, Aletta takut dengan Kyler yang sekarang, ia lebih senang ditatap tajam Kyler, ketimbang ditatap penuh nafsu oleh pemuda yang diam-diam disukainya.Aletta menghentikan laju larinya kemudian membungkuk sambil memegangi kedua lututnya, lalu menarik nafas yang tersengal-sengal.Aletta yakin sekali ia sudah berlari cukup jauh meninggalkan Kyler. Kini, ia benar-benar sendirian di rumah besar yang sejak awal mengeluarkan aura mistik yang pekat. Gedung bangunan yang membuat perasaannya tak menentu.Puk ... Aletta sontak menoleh ketika ada seseorang yang menepuk bahunya pelan. Kemudian berbalik menghadap seorang pemuda yang tadi dihindarinya. Kyler berdiri tegap, alisnya bertaut melihat keterkejutan di wajah gadis yang disukai."Aletta ...." panggil Kyler terheran-heran melihat Aletta memasang wajah takut menatapnya."Ada apa?" tanya Ketua Osis lagi.Dan Aletta hanya mampu terdiam.***Ben terus menghantamkan hiasan patung yang ia ambil di meja. Iris mata Wakil Ketua Osis yang biasanya menyorot teduh dengan senyum jenaka, kini hilang tak berbekas. Tergantikan dengan sorot dingin penuh kebenciannya. Kelereng hitamnya berkilat penuh nafsu membunuh.Ben menghantamkan benda di tangannya pada wajah seorang pemuda berpakaian hitam di bawahnya."Hahh...cu...cukup...B...Ben...apakah kamu serius mau membunuhku?"Dengan sisa tenaganya, Valen mendorong tubuh Ben yang tadi mendudukinya. Wajahnya yang biasa cerah penuh kebahagiaan, kini dipenuhi memar-memar merah dengan darah di sana-sini.Kulit pipinya terkoyak dan berdarah. Valen tidak mengrti apa yang terjadi pada Ben. Dalam ingatannya, ia melihat Sang Wakil Ketua OSIS yang tiba-tiba menjerit, lalu ambruk sambil memegangi buku usang di tangannya.Setelah itu pemuda yang menjadi sahabat kecilnya itu tampak kesakitan. Kedua tangan meremas rambutnya dengan kuat sambil merancau kalimat yang tidak dimengerti Giano.Hingga Ben akhirnya tenang. Diam mematung di tempatnya.Valen pikir Ben telah sadar. Namun, dugaannya salah besar, pemuda berambut pendek itu malah menyerangnya dan meninju membabi buta, benar-benar menghajar tanpa ampun.Valen berusaha membela diri. Namun, perbedaan kekuatan yang terlalu besar membuatnya kalah. Terlebih tatapan intimidasi mata merah Ben yang membuatnya tak berkutik. Takut setengah mati.Mungkinkah Ben kerasukan? Seingat Valen, sebelumnya Ben tampak baik-baik saja. Bahkan pemuda itu sempat segera mencari alat kebersihan untuk menyelesaikan tugas mereka.Namun, kenapa Ben tiba-tiba jadi seperti ini? Sebenarnya apa yang sedang mereka hadapi? Sejak masuk ke rumah kuno ini selalu saja ada hal aneh yang terjadi.Ben sendiri yang tak terima dengan dorongan Valen segera kembali menerjang dan menyerang bertubi-tubi tanpa memberi Valen kesempatan untuk balas serangan.Hati nurani Ben seolah mati, terpadam lalu menguap layaknya buih di lautan. Tak ada lagi rasa iba di sorot matanya, melihat rekannya sendiri bermandikan darah, padahal sebelumnya Ben merasa bersalah pernah membiarkan Valen mengurus kisah persahabatan mereka dan Kyler yang merenggang."Hey, Ben. Sadarlah ini aku Valen. Sahabat kecilmu, apakah kamu melupakanku?" tanya Valen menangkis tendangan Ben dan berusaha keras menyadarkan Wakil Ketua OSIS yang kerasukan aura jahat."Persembahan untuk Satan!"Bukannya sadar, Ben kembali merancau tak jelas. Valen pun menautkan alis bingung. Siapa itu Satan? Kenapa Ben menyebut namanya?Prang ... tak memedulikan ringisan dan jeritan Valen. Ben kembali meraih benda di atas meja. Kini sebuah patung keramik cukup besar.Valen membola melihat benda tajam di tangan Ben. Dirinya bisa mati jika Ben menghantamkan keramik itu pada wajahnya."Ben, kumohon sadarlah. Aku takut. Apa kamu memang berniat membunuhku? Aku sahabatmu, ayo ingat aku. Kamu sekarang sedang kerasukan," rancau Valen bergetar panik.Ben sendiri tertawa setan. Perasaan takut dari pemuda di bawahnya membuat dirinya senang bukan main. Kekalutan dari sang target menjadi sumber kekuatan utamanya. Dia sangat menyukai melihat mahluk rendahan bernama manusia itu menderita."Satan terimalah persembahan ini!"Prang ... terlambat.Ben menghantamkan patung keramik di tangannya pada wajah Valen dengan sangat keras. Benturan keramik dengan tulang wajah pemuda Slenderman itu menghasilkan darah yang terus mengalir deras dari luka yang tergores pecahan keramik.Valen menutup kedua matanya perlahan dan mulai meresapi kesakitan luar biasa yang menghantam tubuhnya. Inikah rasanya sakratul maut?Dari awal memang Valen sudah pasrah dengan hidupnya. Mati di tangan sahabat kecilnya sendiri. Setidaknya ia tidak mati di tangan Kyler, yang sudah ia anggap saudara sendiri. Meski mungkin Kyler tak pernah menganggapnya demikian. Hanya satu yang disesali Valen, ia terlambat menebak gadis berselendang pink, pujaan hatinya.Ben menyeringai senang. Ketika tahu korbannya diam, tak lagi berkutik. Detik berikutnya senyum di wajah Ben luntur. Kepalanya kembali sakit, Ben meremas rambutnya kuat. Selanjutnya Ben tercengang melihat tangannya penuh darah dengan sosok mayat Valen di bawahnya."V---val? Apa yang terjadi?" tanya Ben bergetar hebat.Sudah Aldo duga sebelumnya, ada yang salah dengan rumah besar dekat hutan yang ia singgahi ini. Sungguh, padahal Aldo sudah berusaha semaksimal mungkin menjelaskan pada kedua teman setimnya tentang keanehan yang terjadi. Akan tetapi, mereka menolak dan justru mentertawainya. Mereka berdua tidak percaya dengan ucapan Aldo yang menuturkan jika tingkah si Pemilik Rumah terkesan aneh dan misterius. Namun, mereka justru menganggap bahwa Aldo terlalu paranoid. Sekarang terbukti sudah, pemilik rumah kuno ini bukan manusia. Dengan kostum putih yang compang-camping, Aldo berlari di lorong ruangan. Sekujur tubuhnya tergores luka akibat benda tajam, memar kemerahan pun terlukis mengerikan. Akan tetapi, hal itu tak menyurutkan niat Aldo untuk terus berlari mencari jalan keluar. Pemuda yang awalnya mengenakan kostum Pocong itu, bahkan tak lagi dapat merasakan nyeri. Kepalanya penuh dengan pikiran, bahwa ia harus keluar dari rumah hantu ini. Rasa sakit yang ia rasakan tak sebanding dengan situ
Aletta memilin rambut sebahunya yang tergerai bebas. Rambut yang biasanya terikat dua itu kini terjatuh menutupi punggungnya. Helaian hitam lebat yang kini tampak kusut, berantakan. Aletta tak ubanya sosok Kuntilanak sesungguhnya, jika saja wajahnya pucat seperti hantu asal Negaranya itu sudah dipastikan Aletta terlihat seperti hantu sesungguhnya. Bukan tanpa alasan Aletta merasa gugup seperti sekarang ini. Namun, semenjak dikagetkan dengan kedatangan Kyler yang menepuk bahunya, Aletta dibuat salah tingkah karena telah meninggalkan pemuda pirang itu di kamar seorang diri. Terlebih Aletta secara terang-terangan menolak Kyler sampai menamparnya, hingga membuat Aletta benar-benar malu. Namun, Aletta sangat bersyukur karena kejadian tadi, Kyler kembali bersikap seperti biasanya.Di sisi lain Kyler terdiam dengan sesekali melirik gadis bergaun putih di sampingnya. Sejak bertemu dengan gadis itu lagi setelah Aletta pergi ke kamar mandi, sikap gadis itu jadi aneh. Mereka lebih canggung d
Ben terus menggosok tangannya yang beberapa menit lalu berlumuran darah Valen. Kejadian di gudang tadi membuatnya takut bukan main. Ben membunuh Valen. Ben benar-benar tidak mengerti apa yang terjadi sekarang. Setelah membaca tulisan yang tertera di buku usang yang ia temukan di meja, pikirannya tiba-tiba berkabut. Kepalanya terasa pusing dengan suara-suara yang entah berasal dari mana. Hingga hal terakhir yang Ben ingat tubuhnya seperti melayang, bebas tak terkontrol, seperti ada orang yang mengambil alih kesadarannya. Tapi oleh siapa? Dan untuk apa ia disuruh melakukan perbuatan keji itu hingga mencelakai sahabat kecilnya sendiri? Sungguh, mengingat tentang darah yang berceceran di lantai tadi dan kondisi mengenaskan Valen membuat Ben ketakutan bukan main. Sekarang apa yang harus ia lakukan? Akankah Ben dijeblosken ke penjara karena membunuh Valen?Ben menggeleng kuat, mengenyahkan segala pikiran buruk yang bersarang di hatinya. Sungguh, tidak ada maksud Ben untuk mencelakai apal
"Jangan becanda, Erna. Cepat buka pintunya sekarang! " hardik Kyler menaikkan suaranya, membentak gadis berselendang pink itu. Namun, sayangnya Erna tak bergeming sedikitpun. Wajahnya pucat pasi seperti mayat hdup. Bahkan tatapan matanya kosong. Melihat keterdiaman Erna, Kyler menggeram marah dengan reaksi yang diberikan gadis bergaun merah muda pudar itu, Kyler kemudian mendekat berniat untuk menghampiri Erna. Setelah itu, ia pun melakukan hal yang sama seperti yang Erna akukan. Namun, benar pintunya tak bisa dibuka, mereka terkunci di dalam."Kita ... kita ... akan ... mati!" lirih Erna terbata-bata, ia benar-benar ketakutan. Bahkan tubuhnya pun bergetar hebat. Ia benar-benar terguncang akan kenyataan pahit yang mengancam nyawa mereka kini. Jangan lupakan sorot mata kosong tanpa sinar kehidupan. Gigi putihnya saling beradu, ketakutan. Berbeda sekali dengan sifat Erna yang biasanya ceria dan pemberani. "T---tidak, jangan mengatakan hal seperti itu, Erna. Kita pasti selamat. Tenangl
Flashback beberapa puluh tahun sebelumnya ..."Hahaha, aku untung banyak!" Jack berlari sambil memainkan kantong kain berisi kepingan emas di tangannya. Hari ini, pemuda berpakaian hitam lusuh itu berhasil menipu para bangsawan dalam permainannya di Kasino. Dia tertawa sumringah dengan keberuntungannya yang memiliki otak cerdas, hingga berhasil mengelabui banyak orang. "Jack ... apa yang kau lakukan di sini?"Pemuda yang dipanggil namanya itu, menoleh untuk mendapati seorang gadis bergaun coklat lusuh tampak tergopoh berlari mendekat. Jack memasukkan kantong berisi kepingan koin ke dalam bajunya ketika sang kakak telah berdiri di depannya, sibuk mengatur napas yang tersengal-sengal. "Kak Violeta, ada apa?" tanya Jack pada satu-satunya saudara yang ia miliki. Gadis berambut panjang sepunggung yang terikat rapi. Kulit putih bersih bak porselen dengan mata jernih kecoklatan. Wajahnya manis khas perempuan jaman kerajaan."Kemana saja kau?" hardik Violeta bertanya berang. "Kau tau, Tu
Jack meronta, berusaha melepaskan rantai besi yang ada di lehernya, tubuh kurus keringnya pun terseok-seok, terseret oleh dua bawahan Lucifer yang menyeretnya kasar menuju tempat Leviathan berada. Jangan lupakan keringat yang membasahi wajahnya. Lucifer berjalan di depan. Sungguh, sebenarnya ia sangat malas mengunjungi kerajaan dingin Envy. Namun, mau bagaimana lagi, jiwa manusia yang dikirimkan Gabriel padanya membuat Lucifer mau tidak mau harus membereskan semuanya dengan kedua tangannya sendiri. Sambil berdecak kesal, Lucifer kembali meneruskan perjalanan menuju kerajaan Leviathan sambil memikirkan kejadian sebelumnya. Jujur saja, melihat sosok bercahaya Gabriel tadi membuat Lucifer mengingat saat ia berada di kelompok para Angelus ribuan tahun lalu. Namun, sifat sombongnya yang membangkang keputusan Sang Pemilik Alam Semesta, membuat ia diusir ke Neraka. Bukan Lucifer menyesali kejadian itu, sungguh tidak ada sedikitipun rasa penyesalan didirinya. Toh, ia sekarang juga sudah
Gaun putih panjangnya terseok-seok di lantai. Sesekali kain menjuntai itu menghambat langkah kakinya, sesekali ia tersandung meja dan kursi. Meski begitu, tak menyurutkan niat Aletta untuk terus berlari mencari seorang pemuda yang tadi meninggalkannya sendiri. Seorang pemuda yang kabur karena melihat mayat Karin di dalam kamar dengan bukti tulisan nama Kyler di cermin yang retak. Seolah-olah menegaskan, bahwa Kylerlah yang telah membunuh sosok Karin dan meninggalkan mayatnya di kamar seorang diri. Namun, Aletta yang telah selesai membaca buku di kamar itu, telah mengetahui apa yang menimpa mereka semua. Sejak awal mereka memang sudah terjebak dalam permainan Iblis yang mencoba mengambil jiwa mereka. Sendari awal memasuki rumah ini tidak jauh sebelum itu, sejak kegadungan di ruang Osis mengenai perbedaan pendapat antara Kyler dan Ben, semuanya sejak tersusun dengan rapi saat mereka menyetujui rencana Ketua Osis untuk mengadakan acara Halloween.Permainan Track Or Treat dengan hadiah
Napas berderu saling bersahutan dengan degup jantung yang kian berdetak kencang. Keringat mulai membasahi, meluncur turun hingga dagunya. Rambut hitam panjang tergerai Indira kini mulai basah oleh keringat. Indira sesekali tampak mengangkat gaun putih panjangnya tinggi-tinggi.Gadis berkostum Kuntilanak itu tidak berani menengok belakang. Deru langkah kaki yang bersahutan sudah cukup sebagai tanda bahwa sosok bitam itu masih mengejarnya. Aletta mulai melambatkan laju larinya. Kaki jenjang putih Aletta mulai terasa pegal. Napasnya pun mulai tidak stabil. Namun, Aletta takut untuk berhenti bahkan hanya untuk menarik napas sejenak saja. Hal itu dikarenakan nyawanya kini bisa melayang kapan saja jika ia berhenti berlari. "Jangan lari, Aletta!"Kembali suara itu bergaung nyaring, semakin membuat nyali Aletta menciut. Suara serak khas pria dewasa yang menyuruhnya untuk berhenti berlari. Bahkan sesekali terdengar tawa mengerikan dari mulut sosok yang mengejarnya.Di kejauhan sana Aletta pu
"Kyler ... Kyler!" Kyler mengerjapkan kedua bola matanya. Cahaya terang yang tiba-tiba masuk rentinanya, membuat Kyler hanya mampu membuka tutup matanya, membiasakan diri dari sinar terang entah dari mana.Suara-suara bising orang-orang memanggil namanya, samar-samar mulai tertangkap indera pendengaran Kyler. Sebelah pipinya tampak memanas, perih seolah sudah ditampar beberapa kali."Kyler ... bangun, ooy. Mau tidur sampai kapan? Bukankah kamu ada rapat Osis. Ayolah bangun."Itu Suara Valen, pikir Kyler yang belum bisa membuka matanya. Syukurlah jika pemuda urakan itu sudah ditemukan. Akan tetapi, itu tidak lebih baik ketika Valen mengetahui kebenaran tentang Erna. Sungguh, dapat Kyler duga jika Valen akan sangat terpukul jika mengetahu Erna yang merupakan gadis gebetannya itu telah mati tertusuk Ben, sahabat mereka sendiri. Tidak mau larut dalam pikitan tak berujung, Kyler pun mengerahkan seluruh tenaganya untuk membuka kedua mata dengan sempurna agar dapat melihat dengan jelas.
Seorang pria paruh baya dengan hodie hitam yang menutup hampir sebagian besar wajahnya, berdiri dengan santai menatap tiga remaja yang bepenampilan berantakan dengan darah mengotori baju mereka. Jack tertawa pelan melihat raut terkejut di wajah ketiga manusia unyu di depannya, terutama ketika melihat wajah Kyler yang biasanya angkuh dan sombong, kini wajah itu kusut, tak ubahnya kaset rusak. "Kamu ... Pak tua, Sialan. Ke mana saja kamu selama ini? Jangan-jangan kamulah dalang dibalik pembunuh berantai ini?" tanya Kyler membuka suara, memecah keheningan di antara mereka dengan suaranya yang tak sopan, masih terkesan angkuh dan sombong. "Apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang kamu cari? " tanya Kyler lagi tidak puas dengan keterdiaman si Tuan Rumah. Nada suaranya kini merendah, tidak sekeras tadi."Kenapa anda mengurung kami di sini?" tanya Ben ikut bertanya. Meski perkataannya sopan. Namun, nada pemuda berjubah hitam itu sama menakutkannya dengan Kyler, Sang Ketua Osis yang memiliki
Napas berderu saling bersahutan dengan degup jantung yang kian berdetak kencang. Keringat mulai membasahi, meluncur turun hingga dagunya. Rambut hitam panjang tergerai Indira kini mulai basah oleh keringat. Indira sesekali tampak mengangkat gaun putih panjangnya tinggi-tinggi.Gadis berkostum Kuntilanak itu tidak berani menengok belakang. Deru langkah kaki yang bersahutan sudah cukup sebagai tanda bahwa sosok bitam itu masih mengejarnya. Aletta mulai melambatkan laju larinya. Kaki jenjang putih Aletta mulai terasa pegal. Napasnya pun mulai tidak stabil. Namun, Aletta takut untuk berhenti bahkan hanya untuk menarik napas sejenak saja. Hal itu dikarenakan nyawanya kini bisa melayang kapan saja jika ia berhenti berlari. "Jangan lari, Aletta!"Kembali suara itu bergaung nyaring, semakin membuat nyali Aletta menciut. Suara serak khas pria dewasa yang menyuruhnya untuk berhenti berlari. Bahkan sesekali terdengar tawa mengerikan dari mulut sosok yang mengejarnya.Di kejauhan sana Aletta pu
Gaun putih panjangnya terseok-seok di lantai. Sesekali kain menjuntai itu menghambat langkah kakinya, sesekali ia tersandung meja dan kursi. Meski begitu, tak menyurutkan niat Aletta untuk terus berlari mencari seorang pemuda yang tadi meninggalkannya sendiri. Seorang pemuda yang kabur karena melihat mayat Karin di dalam kamar dengan bukti tulisan nama Kyler di cermin yang retak. Seolah-olah menegaskan, bahwa Kylerlah yang telah membunuh sosok Karin dan meninggalkan mayatnya di kamar seorang diri. Namun, Aletta yang telah selesai membaca buku di kamar itu, telah mengetahui apa yang menimpa mereka semua. Sejak awal mereka memang sudah terjebak dalam permainan Iblis yang mencoba mengambil jiwa mereka. Sendari awal memasuki rumah ini tidak jauh sebelum itu, sejak kegadungan di ruang Osis mengenai perbedaan pendapat antara Kyler dan Ben, semuanya sejak tersusun dengan rapi saat mereka menyetujui rencana Ketua Osis untuk mengadakan acara Halloween.Permainan Track Or Treat dengan hadiah
Jack meronta, berusaha melepaskan rantai besi yang ada di lehernya, tubuh kurus keringnya pun terseok-seok, terseret oleh dua bawahan Lucifer yang menyeretnya kasar menuju tempat Leviathan berada. Jangan lupakan keringat yang membasahi wajahnya. Lucifer berjalan di depan. Sungguh, sebenarnya ia sangat malas mengunjungi kerajaan dingin Envy. Namun, mau bagaimana lagi, jiwa manusia yang dikirimkan Gabriel padanya membuat Lucifer mau tidak mau harus membereskan semuanya dengan kedua tangannya sendiri. Sambil berdecak kesal, Lucifer kembali meneruskan perjalanan menuju kerajaan Leviathan sambil memikirkan kejadian sebelumnya. Jujur saja, melihat sosok bercahaya Gabriel tadi membuat Lucifer mengingat saat ia berada di kelompok para Angelus ribuan tahun lalu. Namun, sifat sombongnya yang membangkang keputusan Sang Pemilik Alam Semesta, membuat ia diusir ke Neraka. Bukan Lucifer menyesali kejadian itu, sungguh tidak ada sedikitipun rasa penyesalan didirinya. Toh, ia sekarang juga sudah
Flashback beberapa puluh tahun sebelumnya ..."Hahaha, aku untung banyak!" Jack berlari sambil memainkan kantong kain berisi kepingan emas di tangannya. Hari ini, pemuda berpakaian hitam lusuh itu berhasil menipu para bangsawan dalam permainannya di Kasino. Dia tertawa sumringah dengan keberuntungannya yang memiliki otak cerdas, hingga berhasil mengelabui banyak orang. "Jack ... apa yang kau lakukan di sini?"Pemuda yang dipanggil namanya itu, menoleh untuk mendapati seorang gadis bergaun coklat lusuh tampak tergopoh berlari mendekat. Jack memasukkan kantong berisi kepingan koin ke dalam bajunya ketika sang kakak telah berdiri di depannya, sibuk mengatur napas yang tersengal-sengal. "Kak Violeta, ada apa?" tanya Jack pada satu-satunya saudara yang ia miliki. Gadis berambut panjang sepunggung yang terikat rapi. Kulit putih bersih bak porselen dengan mata jernih kecoklatan. Wajahnya manis khas perempuan jaman kerajaan."Kemana saja kau?" hardik Violeta bertanya berang. "Kau tau, Tu
"Jangan becanda, Erna. Cepat buka pintunya sekarang! " hardik Kyler menaikkan suaranya, membentak gadis berselendang pink itu. Namun, sayangnya Erna tak bergeming sedikitpun. Wajahnya pucat pasi seperti mayat hdup. Bahkan tatapan matanya kosong. Melihat keterdiaman Erna, Kyler menggeram marah dengan reaksi yang diberikan gadis bergaun merah muda pudar itu, Kyler kemudian mendekat berniat untuk menghampiri Erna. Setelah itu, ia pun melakukan hal yang sama seperti yang Erna akukan. Namun, benar pintunya tak bisa dibuka, mereka terkunci di dalam."Kita ... kita ... akan ... mati!" lirih Erna terbata-bata, ia benar-benar ketakutan. Bahkan tubuhnya pun bergetar hebat. Ia benar-benar terguncang akan kenyataan pahit yang mengancam nyawa mereka kini. Jangan lupakan sorot mata kosong tanpa sinar kehidupan. Gigi putihnya saling beradu, ketakutan. Berbeda sekali dengan sifat Erna yang biasanya ceria dan pemberani. "T---tidak, jangan mengatakan hal seperti itu, Erna. Kita pasti selamat. Tenangl
Ben terus menggosok tangannya yang beberapa menit lalu berlumuran darah Valen. Kejadian di gudang tadi membuatnya takut bukan main. Ben membunuh Valen. Ben benar-benar tidak mengerti apa yang terjadi sekarang. Setelah membaca tulisan yang tertera di buku usang yang ia temukan di meja, pikirannya tiba-tiba berkabut. Kepalanya terasa pusing dengan suara-suara yang entah berasal dari mana. Hingga hal terakhir yang Ben ingat tubuhnya seperti melayang, bebas tak terkontrol, seperti ada orang yang mengambil alih kesadarannya. Tapi oleh siapa? Dan untuk apa ia disuruh melakukan perbuatan keji itu hingga mencelakai sahabat kecilnya sendiri? Sungguh, mengingat tentang darah yang berceceran di lantai tadi dan kondisi mengenaskan Valen membuat Ben ketakutan bukan main. Sekarang apa yang harus ia lakukan? Akankah Ben dijeblosken ke penjara karena membunuh Valen?Ben menggeleng kuat, mengenyahkan segala pikiran buruk yang bersarang di hatinya. Sungguh, tidak ada maksud Ben untuk mencelakai apal
Aletta memilin rambut sebahunya yang tergerai bebas. Rambut yang biasanya terikat dua itu kini terjatuh menutupi punggungnya. Helaian hitam lebat yang kini tampak kusut, berantakan. Aletta tak ubanya sosok Kuntilanak sesungguhnya, jika saja wajahnya pucat seperti hantu asal Negaranya itu sudah dipastikan Aletta terlihat seperti hantu sesungguhnya. Bukan tanpa alasan Aletta merasa gugup seperti sekarang ini. Namun, semenjak dikagetkan dengan kedatangan Kyler yang menepuk bahunya, Aletta dibuat salah tingkah karena telah meninggalkan pemuda pirang itu di kamar seorang diri. Terlebih Aletta secara terang-terangan menolak Kyler sampai menamparnya, hingga membuat Aletta benar-benar malu. Namun, Aletta sangat bersyukur karena kejadian tadi, Kyler kembali bersikap seperti biasanya.Di sisi lain Kyler terdiam dengan sesekali melirik gadis bergaun putih di sampingnya. Sejak bertemu dengan gadis itu lagi setelah Aletta pergi ke kamar mandi, sikap gadis itu jadi aneh. Mereka lebih canggung d