Sudah Aldo duga sebelumnya, ada yang salah dengan rumah besar dekat hutan yang ia singgahi ini. Sungguh, padahal Aldo sudah berusaha semaksimal mungkin menjelaskan pada kedua teman setimnya tentang keanehan yang terjadi.
Akan tetapi, mereka menolak dan justru mentertawainya. Mereka berdua tidak percaya dengan ucapan Aldo yang menuturkan jika tingkah si Pemilik Rumah terkesan aneh dan misterius. Namun, mereka justru menganggap bahwa Aldo terlalu paranoid. Sekarang terbukti sudah, pemilik rumah kuno ini bukan manusia.Dengan kostum putih yang compang-camping, Aldo berlari di lorong ruangan. Sekujur tubuhnya tergores luka akibat benda tajam, memar kemerahan pun terlukis mengerikan.Akan tetapi, hal itu tak menyurutkan niat Aldo untuk terus berlari mencari jalan keluar. Pemuda yang awalnya mengenakan kostum Pocong itu, bahkan tak lagi dapat merasakan nyeri.Kepalanya penuh dengan pikiran, bahwa ia harus keluar dari rumah hantu ini. Rasa sakit yang ia rasakan tak sebanding dengan situasi mencengkam yang seumur-umur baru ia alami. Ini seperti terjebak dalam dunia lain saja.Entah sudah berapa jam Aldo berusaha melarikan diri dari pria berpakaian hitam bertopeng labu yang membawa tombak tajam di tangannya. Koridor luas yang seolah tak ada ujung, tidak membuat Aldo gentar dan menghentikan larinya. Sebaliknya Aldo makin mempercepat larinya.Dari awal Aldo sudah memperkirakan bahwa ada yang tidak beres dengan luas rumah ini. Bagaimana mungkin rumah berlantai dua itu memiliki banyak ruangan dan koridor panjang layaknya istana kerajaan zaman dulu. Padahal jika melihat ukuran rumahnya dari luas, tak terlihat begitu luas dari lapang olahraga di Sekolah.Sungguh tak masuk akal. Memang sejak awal semuanya tak masuk akal. Bahkan Aldo kini harus kehilangan dua temannya, Wesley dan Bagas yang sudah lebih dulu ditangkap oleh monster labu itu. hantu labu itu. Entah apa yang setan itu perbuat, pasti bukan sesuatu yang baik.Sejak seorang pria paruh baya bernama Jack yang mengaku sebagai pemilik rumah meminta mereka untuk dijadikan bahan boneka. Orang itu membawa Aldo dan timnya dalam rumah. Setelah itu ia menghilang begitu saja.Entah Aldo tak ingat bagaimana detailnya mereka bisa berpiash, yang pasti setelah melihat Jack =membunuh Wesley, tepat di depan mata. Bagas dan dirinya langsung lari terbirit-birit menyelamatkan diri."Maafkan aku Wesley. Aku tidak bisa menyelamatkanmu. Aku meninggalkan kamh sendirian, maafkan aku teman. Tapi sungguh aku berjanji akan kembali ke sini dengan bala bantuan," sesal Aldo bertekad untuk bisa keluar dari Neraka dunia ini.Wesley yang memang bertubuh tambun, memiliki gerak yang lambat sehingga mudah tertangkap oleh monster labu itu. Tapi mungkin juga sendari awal Iblis itu telah mengincar Wesley.Sambil mempercepat larinya, Aldo tak memedulikan berapa benda yang jatuh tertabrak olehnya karena terlalu pokus. Dalam pikiran pemuda berkaos putih itu hanya ada statement untuk melarikan diri."Hei, Manusia. Apa kamu pikir bisa lari dariku?"Tidak perlu menoleh untuk mengetahui suara siapa itu, Aldo sangat hapal dengan suara dan sikap Kyler, ia tak akan terkecoh. Di sisi lain pemuda berpakaian hitam tampak mengejar sembari mengacungkan tombaknya tinggi-tinggi.Tongkat besi runcing itu berkilat tajam. Sekali sabet saja sudah di pastikan tubuh korbannya akan terkoyak. Aldo meneguk ludah kasar."Bukankah lebih baik kamu menyerah saja? Toh, kedua temanmu juga sudah mati. Menyerahlah, sudah tidak perlu lagi berjuang untuk bertahan hidup, semuanya sudah selesai."Aldo merasakan jantungnya berdegup kian kencang. Terlebih kenyataan bahwa temannya kini telah gugur. Aldo tahu, bahwa Wesley telah lama mati. Namun, ia tak mengira, jika b=Bahas juga telah tertangkap. Apa yang harus Alddo lakukan saat ini?Menyadari ketakutan dan keraguan dari pemuda berkaos putih di depannya. Kyler tertawa senang, terlebih targetnya mulai melambatkan laju larinya. Entah karena lelah atau terguncang. Kyler tak peduli, yang penting Aldo harus mati malam ini."Benar, lebih baik kamu menyerah saja. Percaya padaku perjuanganmu akan sia-sia. Pada akhirnya kami pun akan mati seperti kedua temanmu itu," tawa Kyler tidak membuat Aldo tenang. Sebaliknya ia makin panik dan semakin takut bukan main akan kalimat manipulasi Kyler yang terus membujuknya untuk mati."Sudahlah jangan membuang waktuku lagi, menyerah saja dan aku berjanji kematianmu akan indah. Aku tidak akan menyakitimu lebih dari ini."'Tipuan itu lagi?!' batin Aldo mendengkus. Entah berapa kali Kyler akan membujuknya dengan tipu muslihat rendahan seperti itu. Berbohong jika kematian adalah suatu kebahagiaan.Aldo tidaklah senaif itu. Mau bagaimanapun caranya, mati tetaplah mati. Sakratul maut tetap akan terasa menyakitkan. Terlebih Aldo tidak tahu, kehidupan apa yang menantinya setelah kematian. Mungkinkah akan dilempar ke Surga atau Neraka?"Cukup! Kamu iblis, aku tidak akan tertipu dua kali oleh muslihat busukmu, camkan itu, Kyler!" kecam Aldo sinis dan tetap teguh dengan pendiriannya untuk tidak termakan bujuk rayu Ketua Osis.Lelah terus berlari, Aldo berhenti untuk menarik napasnya yang terengah memburu seiring pasukan oksigen yang mulai menipis. Namun, Aldo tak putus asa, ia kembali mempercepat larinya. Yakin bahwa ia akan selamat dan meminta pertolongan pada teman-temannya yang lain.Kyler menggeram marah melihat mangsanya justru makin semangat kabur darinya. Bukan, raja Iblis namanya jika melepas targetnya begitu saja.. Seringai terukir di wajah Kyler sebelum akhirnya ia mehilang tertelan gelapnya ruangan yang tak tersorot cahaya lampu.Aldo memperlambat laju larinya ketika tak lagi mendengar suara gaduh di belakangnya. Bunyi derap kaki yang mengentahuinya beberapa jam lalu, menghilang. Meski begitu, Aldo enggan menghentikan larinya.Walaupun tubuhnya jelas-jelas memerlukan oksigen, sebelum kehabisan napas. Namun, kematian dua temannya tak boleh sia-sia, Aldo harus bisa keluar dengan selamat.Terus berlari dengan optisme dan pikiran positif bahwa ia pasti selamat. Dalam hati dan pikirannya, Aldo berdoa pada Tuhan agar menolongnya keluar dari rumah hantu yang dipijakinya ini.Aldo mengerjap kemudian mengucek kedua matanya tak percaya. Di depan sana pintu keluar yang beberapa jam lalu ia lewati bersama teman setimnya, tampak berada tak jauh dari tempatnya kini. Dengan langkah panjang, Aldo bergegas mendekati pintu berwarna krem itu dan meraih gagang pintu memutarnya dengan perasaan penuh suka cita. Sebentar lagi ia akan bebas.'Terima kasih, Tuhan,' batin Aldo penuh rasa syukur.Bruk ... namun terlambat. Sebuah tombak panjang telah menembus perutnya. Aldo terbatuk hebat. Darah mengalir deras di mulutnya yang membuka lebar. Aldo memegang senjata besi yang dilemparkan padanya. Iris Aldo membulat tak percaya. Dirinya gugur seperti Wesley dan Bagas."Kyaaaa ... Kyler apa yang kamu lakukan? Kamu membunuhnya?"Sayangnya bukan hanya Aldo yang terkejut karena Iblis itu berhasil membunuhnya, namun seorang gadis bergaun merah muda berselendang pun terkejut melihat kejadian pembunuhan di depannya.Tragedi yang berlalu begitu cepat, hingga Erna pun tak bisa menghentikannya. Iris merah delima itu makin membulat lebar, tatakala tubuh Aldo ambruk membentur lantai dengan darah mengalir deras mengotori kaos putihnya.Kyler, si pemuda bertopeng labu yang menyadari ada yang memergoki aksi membunuhnya langsung berlari meninggalkan lokasi kejadian.Erna berniat mengejarnya, jika saja erangan kesakitan Aldo tak menghemntikannya. Glasya berjalan mendekat, menghampiri Aldo yang sekarat."Aldo, bukan? Apa yang terjadi? Apa kamu baik-baik saja?"Sungguh, pertanyaan bodoh. Diam-diam Erna meruntuki apa yang keluar dari mulutnya. Tentu saja, Aldo kenapa-kenapa, perutnya saja kini ternoda darah segar yang terus mengalir. Jika tidak ditolong sekarang, pemuda berkaos putih dipangkuannya ini pasti akan mati.Memikirkan hal itu membuat wajah Erna memucat. Matanya memanas, hingga tanpa sadar bening itu meluncur membasahi pipinya. Erna menangis dalam diam seraya mengusap wajah Aldo yang juga lembab seperti habis dipukuli. Apa yang sebenarnya Kyler lakukan?"Pembunuh Kyler ... pembunuh!" gumam Erna mwngecam tindakan jahat Ketua Osis dengan sorot mata penuh kebencian. Pandangan itu begitu tajam ke arah kepergian Kyler. Jika tatapan bisa membunuh, mungkin Kyler sudah mati.Aldo yang tengah berada di antara hidup dan mati hanya mampu meringis, menahan sakit. Aldo sadar waktunya tak akan banyak lagi. Sejujurnya, Aldo sangat terkejut dengan kehadiran Erna di rumah ini. Berarti bukan hanya timnya yang terjabk tapi mungkin yang lainnya.Wajah Aldo menegang. Dia harus memberitahukan semuanya sebelum terlambat. Terlebih Erna menyebut-nyebut nama Ketua Osis. Aldo harus meluruskan kesalahpahaman ini."E---Erna? Akh."Aldo kembali meringis nyeri dan kesakitan, ia bahkan tak sanggup memanggil nama gadis berselendang itu dengan jelas. Jangankan bercerita, membuka mulutnya saja Aldo merasa sangat sulit.Rasa sakit yang dideritanya sudah cukup sebagai bukti bahwa mereka tidak sedang bermimpi. Ini kenyataan mereka semua terjebak permainan Iblis.Dengan sigap Erna berusaha memperingati Aldo untuk jangan banyak bergerak. "Kamu jangan banyak bicara dulu. Aku akan segera mencark pertolongan, jadi tolong bertahanlah sebentar."Erna meminta sambil mengusap air matanya kasar, hendak bangkit berdiri jika saja tangan Aldo tak menahannya untuk pergi."Ja...ja..ja..ngan...di...di..dia..bu..bu."Erna mengernyit dengan kalimat terbata-bata Aldo yang tak dimengerti olehnya, Aldo sendiri semakin susah mengeluarkan suaranya."Bu ... apa Aldo? Maaf, aku tak mengerti apa yang kamu katakan? Kamu mau apa?" tanya Erna tak sabar. Di situasi seperti ini Aldo pasti ingin mengatakan sesuatu yang penting.Akan tetapi, apa? Erna tak bisa menebaknya. Untuk itu ia hanya bisa menguatkan genggaman tangan mereka, seolah memberikan kekuatan pada Aldo untuk menceritakan semuanya."Bu...bu...bu...kan...Ky....Ky."Namun, terlambat. Aldo tak berhasil menyelesaikan tugasnya. Pemuda berkaos putih itu menghembuskan napas terakhirnya dipangkuan Erna, sedangkan si gadis berselendang pink yang menyaksikan kematian temannya kembali menangis histeris.Erna meraung-raung memanggil nama Aldo sembari mengguncang tubuh tak bernyawanya. Satu yang ada dipikiran ia kini hanyalah tentang Kyler si pemuda. Apalagi perkataan Aldo tadi seakan ingin menyebut nama Kyler tapi tak sempat.Benarkah begitu maksud Aldo? Atau ada hal yang lain?Aletta memilin rambut sebahunya yang tergerai bebas. Rambut yang biasanya terikat dua itu kini terjatuh menutupi punggungnya. Helaian hitam lebat yang kini tampak kusut, berantakan. Aletta tak ubanya sosok Kuntilanak sesungguhnya, jika saja wajahnya pucat seperti hantu asal Negaranya itu sudah dipastikan Aletta terlihat seperti hantu sesungguhnya. Bukan tanpa alasan Aletta merasa gugup seperti sekarang ini. Namun, semenjak dikagetkan dengan kedatangan Kyler yang menepuk bahunya, Aletta dibuat salah tingkah karena telah meninggalkan pemuda pirang itu di kamar seorang diri. Terlebih Aletta secara terang-terangan menolak Kyler sampai menamparnya, hingga membuat Aletta benar-benar malu. Namun, Aletta sangat bersyukur karena kejadian tadi, Kyler kembali bersikap seperti biasanya.Di sisi lain Kyler terdiam dengan sesekali melirik gadis bergaun putih di sampingnya. Sejak bertemu dengan gadis itu lagi setelah Aletta pergi ke kamar mandi, sikap gadis itu jadi aneh. Mereka lebih canggung d
Ben terus menggosok tangannya yang beberapa menit lalu berlumuran darah Valen. Kejadian di gudang tadi membuatnya takut bukan main. Ben membunuh Valen. Ben benar-benar tidak mengerti apa yang terjadi sekarang. Setelah membaca tulisan yang tertera di buku usang yang ia temukan di meja, pikirannya tiba-tiba berkabut. Kepalanya terasa pusing dengan suara-suara yang entah berasal dari mana. Hingga hal terakhir yang Ben ingat tubuhnya seperti melayang, bebas tak terkontrol, seperti ada orang yang mengambil alih kesadarannya. Tapi oleh siapa? Dan untuk apa ia disuruh melakukan perbuatan keji itu hingga mencelakai sahabat kecilnya sendiri? Sungguh, mengingat tentang darah yang berceceran di lantai tadi dan kondisi mengenaskan Valen membuat Ben ketakutan bukan main. Sekarang apa yang harus ia lakukan? Akankah Ben dijeblosken ke penjara karena membunuh Valen?Ben menggeleng kuat, mengenyahkan segala pikiran buruk yang bersarang di hatinya. Sungguh, tidak ada maksud Ben untuk mencelakai apal
"Jangan becanda, Erna. Cepat buka pintunya sekarang! " hardik Kyler menaikkan suaranya, membentak gadis berselendang pink itu. Namun, sayangnya Erna tak bergeming sedikitpun. Wajahnya pucat pasi seperti mayat hdup. Bahkan tatapan matanya kosong. Melihat keterdiaman Erna, Kyler menggeram marah dengan reaksi yang diberikan gadis bergaun merah muda pudar itu, Kyler kemudian mendekat berniat untuk menghampiri Erna. Setelah itu, ia pun melakukan hal yang sama seperti yang Erna akukan. Namun, benar pintunya tak bisa dibuka, mereka terkunci di dalam."Kita ... kita ... akan ... mati!" lirih Erna terbata-bata, ia benar-benar ketakutan. Bahkan tubuhnya pun bergetar hebat. Ia benar-benar terguncang akan kenyataan pahit yang mengancam nyawa mereka kini. Jangan lupakan sorot mata kosong tanpa sinar kehidupan. Gigi putihnya saling beradu, ketakutan. Berbeda sekali dengan sifat Erna yang biasanya ceria dan pemberani. "T---tidak, jangan mengatakan hal seperti itu, Erna. Kita pasti selamat. Tenangl
Flashback beberapa puluh tahun sebelumnya ..."Hahaha, aku untung banyak!" Jack berlari sambil memainkan kantong kain berisi kepingan emas di tangannya. Hari ini, pemuda berpakaian hitam lusuh itu berhasil menipu para bangsawan dalam permainannya di Kasino. Dia tertawa sumringah dengan keberuntungannya yang memiliki otak cerdas, hingga berhasil mengelabui banyak orang. "Jack ... apa yang kau lakukan di sini?"Pemuda yang dipanggil namanya itu, menoleh untuk mendapati seorang gadis bergaun coklat lusuh tampak tergopoh berlari mendekat. Jack memasukkan kantong berisi kepingan koin ke dalam bajunya ketika sang kakak telah berdiri di depannya, sibuk mengatur napas yang tersengal-sengal. "Kak Violeta, ada apa?" tanya Jack pada satu-satunya saudara yang ia miliki. Gadis berambut panjang sepunggung yang terikat rapi. Kulit putih bersih bak porselen dengan mata jernih kecoklatan. Wajahnya manis khas perempuan jaman kerajaan."Kemana saja kau?" hardik Violeta bertanya berang. "Kau tau, Tu
Jack meronta, berusaha melepaskan rantai besi yang ada di lehernya, tubuh kurus keringnya pun terseok-seok, terseret oleh dua bawahan Lucifer yang menyeretnya kasar menuju tempat Leviathan berada. Jangan lupakan keringat yang membasahi wajahnya. Lucifer berjalan di depan. Sungguh, sebenarnya ia sangat malas mengunjungi kerajaan dingin Envy. Namun, mau bagaimana lagi, jiwa manusia yang dikirimkan Gabriel padanya membuat Lucifer mau tidak mau harus membereskan semuanya dengan kedua tangannya sendiri. Sambil berdecak kesal, Lucifer kembali meneruskan perjalanan menuju kerajaan Leviathan sambil memikirkan kejadian sebelumnya. Jujur saja, melihat sosok bercahaya Gabriel tadi membuat Lucifer mengingat saat ia berada di kelompok para Angelus ribuan tahun lalu. Namun, sifat sombongnya yang membangkang keputusan Sang Pemilik Alam Semesta, membuat ia diusir ke Neraka. Bukan Lucifer menyesali kejadian itu, sungguh tidak ada sedikitipun rasa penyesalan didirinya. Toh, ia sekarang juga sudah
Gaun putih panjangnya terseok-seok di lantai. Sesekali kain menjuntai itu menghambat langkah kakinya, sesekali ia tersandung meja dan kursi. Meski begitu, tak menyurutkan niat Aletta untuk terus berlari mencari seorang pemuda yang tadi meninggalkannya sendiri. Seorang pemuda yang kabur karena melihat mayat Karin di dalam kamar dengan bukti tulisan nama Kyler di cermin yang retak. Seolah-olah menegaskan, bahwa Kylerlah yang telah membunuh sosok Karin dan meninggalkan mayatnya di kamar seorang diri. Namun, Aletta yang telah selesai membaca buku di kamar itu, telah mengetahui apa yang menimpa mereka semua. Sejak awal mereka memang sudah terjebak dalam permainan Iblis yang mencoba mengambil jiwa mereka. Sendari awal memasuki rumah ini tidak jauh sebelum itu, sejak kegadungan di ruang Osis mengenai perbedaan pendapat antara Kyler dan Ben, semuanya sejak tersusun dengan rapi saat mereka menyetujui rencana Ketua Osis untuk mengadakan acara Halloween.Permainan Track Or Treat dengan hadiah
Napas berderu saling bersahutan dengan degup jantung yang kian berdetak kencang. Keringat mulai membasahi, meluncur turun hingga dagunya. Rambut hitam panjang tergerai Indira kini mulai basah oleh keringat. Indira sesekali tampak mengangkat gaun putih panjangnya tinggi-tinggi.Gadis berkostum Kuntilanak itu tidak berani menengok belakang. Deru langkah kaki yang bersahutan sudah cukup sebagai tanda bahwa sosok bitam itu masih mengejarnya. Aletta mulai melambatkan laju larinya. Kaki jenjang putih Aletta mulai terasa pegal. Napasnya pun mulai tidak stabil. Namun, Aletta takut untuk berhenti bahkan hanya untuk menarik napas sejenak saja. Hal itu dikarenakan nyawanya kini bisa melayang kapan saja jika ia berhenti berlari. "Jangan lari, Aletta!"Kembali suara itu bergaung nyaring, semakin membuat nyali Aletta menciut. Suara serak khas pria dewasa yang menyuruhnya untuk berhenti berlari. Bahkan sesekali terdengar tawa mengerikan dari mulut sosok yang mengejarnya.Di kejauhan sana Aletta pu
Seorang pria paruh baya dengan hodie hitam yang menutup hampir sebagian besar wajahnya, berdiri dengan santai menatap tiga remaja yang bepenampilan berantakan dengan darah mengotori baju mereka. Jack tertawa pelan melihat raut terkejut di wajah ketiga manusia unyu di depannya, terutama ketika melihat wajah Kyler yang biasanya angkuh dan sombong, kini wajah itu kusut, tak ubahnya kaset rusak. "Kamu ... Pak tua, Sialan. Ke mana saja kamu selama ini? Jangan-jangan kamulah dalang dibalik pembunuh berantai ini?" tanya Kyler membuka suara, memecah keheningan di antara mereka dengan suaranya yang tak sopan, masih terkesan angkuh dan sombong. "Apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang kamu cari? " tanya Kyler lagi tidak puas dengan keterdiaman si Tuan Rumah. Nada suaranya kini merendah, tidak sekeras tadi."Kenapa anda mengurung kami di sini?" tanya Ben ikut bertanya. Meski perkataannya sopan. Namun, nada pemuda berjubah hitam itu sama menakutkannya dengan Kyler, Sang Ketua Osis yang memiliki
"Kyler ... Kyler!" Kyler mengerjapkan kedua bola matanya. Cahaya terang yang tiba-tiba masuk rentinanya, membuat Kyler hanya mampu membuka tutup matanya, membiasakan diri dari sinar terang entah dari mana.Suara-suara bising orang-orang memanggil namanya, samar-samar mulai tertangkap indera pendengaran Kyler. Sebelah pipinya tampak memanas, perih seolah sudah ditampar beberapa kali."Kyler ... bangun, ooy. Mau tidur sampai kapan? Bukankah kamu ada rapat Osis. Ayolah bangun."Itu Suara Valen, pikir Kyler yang belum bisa membuka matanya. Syukurlah jika pemuda urakan itu sudah ditemukan. Akan tetapi, itu tidak lebih baik ketika Valen mengetahui kebenaran tentang Erna. Sungguh, dapat Kyler duga jika Valen akan sangat terpukul jika mengetahu Erna yang merupakan gadis gebetannya itu telah mati tertusuk Ben, sahabat mereka sendiri. Tidak mau larut dalam pikitan tak berujung, Kyler pun mengerahkan seluruh tenaganya untuk membuka kedua mata dengan sempurna agar dapat melihat dengan jelas.
Seorang pria paruh baya dengan hodie hitam yang menutup hampir sebagian besar wajahnya, berdiri dengan santai menatap tiga remaja yang bepenampilan berantakan dengan darah mengotori baju mereka. Jack tertawa pelan melihat raut terkejut di wajah ketiga manusia unyu di depannya, terutama ketika melihat wajah Kyler yang biasanya angkuh dan sombong, kini wajah itu kusut, tak ubahnya kaset rusak. "Kamu ... Pak tua, Sialan. Ke mana saja kamu selama ini? Jangan-jangan kamulah dalang dibalik pembunuh berantai ini?" tanya Kyler membuka suara, memecah keheningan di antara mereka dengan suaranya yang tak sopan, masih terkesan angkuh dan sombong. "Apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang kamu cari? " tanya Kyler lagi tidak puas dengan keterdiaman si Tuan Rumah. Nada suaranya kini merendah, tidak sekeras tadi."Kenapa anda mengurung kami di sini?" tanya Ben ikut bertanya. Meski perkataannya sopan. Namun, nada pemuda berjubah hitam itu sama menakutkannya dengan Kyler, Sang Ketua Osis yang memiliki
Napas berderu saling bersahutan dengan degup jantung yang kian berdetak kencang. Keringat mulai membasahi, meluncur turun hingga dagunya. Rambut hitam panjang tergerai Indira kini mulai basah oleh keringat. Indira sesekali tampak mengangkat gaun putih panjangnya tinggi-tinggi.Gadis berkostum Kuntilanak itu tidak berani menengok belakang. Deru langkah kaki yang bersahutan sudah cukup sebagai tanda bahwa sosok bitam itu masih mengejarnya. Aletta mulai melambatkan laju larinya. Kaki jenjang putih Aletta mulai terasa pegal. Napasnya pun mulai tidak stabil. Namun, Aletta takut untuk berhenti bahkan hanya untuk menarik napas sejenak saja. Hal itu dikarenakan nyawanya kini bisa melayang kapan saja jika ia berhenti berlari. "Jangan lari, Aletta!"Kembali suara itu bergaung nyaring, semakin membuat nyali Aletta menciut. Suara serak khas pria dewasa yang menyuruhnya untuk berhenti berlari. Bahkan sesekali terdengar tawa mengerikan dari mulut sosok yang mengejarnya.Di kejauhan sana Aletta pu
Gaun putih panjangnya terseok-seok di lantai. Sesekali kain menjuntai itu menghambat langkah kakinya, sesekali ia tersandung meja dan kursi. Meski begitu, tak menyurutkan niat Aletta untuk terus berlari mencari seorang pemuda yang tadi meninggalkannya sendiri. Seorang pemuda yang kabur karena melihat mayat Karin di dalam kamar dengan bukti tulisan nama Kyler di cermin yang retak. Seolah-olah menegaskan, bahwa Kylerlah yang telah membunuh sosok Karin dan meninggalkan mayatnya di kamar seorang diri. Namun, Aletta yang telah selesai membaca buku di kamar itu, telah mengetahui apa yang menimpa mereka semua. Sejak awal mereka memang sudah terjebak dalam permainan Iblis yang mencoba mengambil jiwa mereka. Sendari awal memasuki rumah ini tidak jauh sebelum itu, sejak kegadungan di ruang Osis mengenai perbedaan pendapat antara Kyler dan Ben, semuanya sejak tersusun dengan rapi saat mereka menyetujui rencana Ketua Osis untuk mengadakan acara Halloween.Permainan Track Or Treat dengan hadiah
Jack meronta, berusaha melepaskan rantai besi yang ada di lehernya, tubuh kurus keringnya pun terseok-seok, terseret oleh dua bawahan Lucifer yang menyeretnya kasar menuju tempat Leviathan berada. Jangan lupakan keringat yang membasahi wajahnya. Lucifer berjalan di depan. Sungguh, sebenarnya ia sangat malas mengunjungi kerajaan dingin Envy. Namun, mau bagaimana lagi, jiwa manusia yang dikirimkan Gabriel padanya membuat Lucifer mau tidak mau harus membereskan semuanya dengan kedua tangannya sendiri. Sambil berdecak kesal, Lucifer kembali meneruskan perjalanan menuju kerajaan Leviathan sambil memikirkan kejadian sebelumnya. Jujur saja, melihat sosok bercahaya Gabriel tadi membuat Lucifer mengingat saat ia berada di kelompok para Angelus ribuan tahun lalu. Namun, sifat sombongnya yang membangkang keputusan Sang Pemilik Alam Semesta, membuat ia diusir ke Neraka. Bukan Lucifer menyesali kejadian itu, sungguh tidak ada sedikitipun rasa penyesalan didirinya. Toh, ia sekarang juga sudah
Flashback beberapa puluh tahun sebelumnya ..."Hahaha, aku untung banyak!" Jack berlari sambil memainkan kantong kain berisi kepingan emas di tangannya. Hari ini, pemuda berpakaian hitam lusuh itu berhasil menipu para bangsawan dalam permainannya di Kasino. Dia tertawa sumringah dengan keberuntungannya yang memiliki otak cerdas, hingga berhasil mengelabui banyak orang. "Jack ... apa yang kau lakukan di sini?"Pemuda yang dipanggil namanya itu, menoleh untuk mendapati seorang gadis bergaun coklat lusuh tampak tergopoh berlari mendekat. Jack memasukkan kantong berisi kepingan koin ke dalam bajunya ketika sang kakak telah berdiri di depannya, sibuk mengatur napas yang tersengal-sengal. "Kak Violeta, ada apa?" tanya Jack pada satu-satunya saudara yang ia miliki. Gadis berambut panjang sepunggung yang terikat rapi. Kulit putih bersih bak porselen dengan mata jernih kecoklatan. Wajahnya manis khas perempuan jaman kerajaan."Kemana saja kau?" hardik Violeta bertanya berang. "Kau tau, Tu
"Jangan becanda, Erna. Cepat buka pintunya sekarang! " hardik Kyler menaikkan suaranya, membentak gadis berselendang pink itu. Namun, sayangnya Erna tak bergeming sedikitpun. Wajahnya pucat pasi seperti mayat hdup. Bahkan tatapan matanya kosong. Melihat keterdiaman Erna, Kyler menggeram marah dengan reaksi yang diberikan gadis bergaun merah muda pudar itu, Kyler kemudian mendekat berniat untuk menghampiri Erna. Setelah itu, ia pun melakukan hal yang sama seperti yang Erna akukan. Namun, benar pintunya tak bisa dibuka, mereka terkunci di dalam."Kita ... kita ... akan ... mati!" lirih Erna terbata-bata, ia benar-benar ketakutan. Bahkan tubuhnya pun bergetar hebat. Ia benar-benar terguncang akan kenyataan pahit yang mengancam nyawa mereka kini. Jangan lupakan sorot mata kosong tanpa sinar kehidupan. Gigi putihnya saling beradu, ketakutan. Berbeda sekali dengan sifat Erna yang biasanya ceria dan pemberani. "T---tidak, jangan mengatakan hal seperti itu, Erna. Kita pasti selamat. Tenangl
Ben terus menggosok tangannya yang beberapa menit lalu berlumuran darah Valen. Kejadian di gudang tadi membuatnya takut bukan main. Ben membunuh Valen. Ben benar-benar tidak mengerti apa yang terjadi sekarang. Setelah membaca tulisan yang tertera di buku usang yang ia temukan di meja, pikirannya tiba-tiba berkabut. Kepalanya terasa pusing dengan suara-suara yang entah berasal dari mana. Hingga hal terakhir yang Ben ingat tubuhnya seperti melayang, bebas tak terkontrol, seperti ada orang yang mengambil alih kesadarannya. Tapi oleh siapa? Dan untuk apa ia disuruh melakukan perbuatan keji itu hingga mencelakai sahabat kecilnya sendiri? Sungguh, mengingat tentang darah yang berceceran di lantai tadi dan kondisi mengenaskan Valen membuat Ben ketakutan bukan main. Sekarang apa yang harus ia lakukan? Akankah Ben dijeblosken ke penjara karena membunuh Valen?Ben menggeleng kuat, mengenyahkan segala pikiran buruk yang bersarang di hatinya. Sungguh, tidak ada maksud Ben untuk mencelakai apal
Aletta memilin rambut sebahunya yang tergerai bebas. Rambut yang biasanya terikat dua itu kini terjatuh menutupi punggungnya. Helaian hitam lebat yang kini tampak kusut, berantakan. Aletta tak ubanya sosok Kuntilanak sesungguhnya, jika saja wajahnya pucat seperti hantu asal Negaranya itu sudah dipastikan Aletta terlihat seperti hantu sesungguhnya. Bukan tanpa alasan Aletta merasa gugup seperti sekarang ini. Namun, semenjak dikagetkan dengan kedatangan Kyler yang menepuk bahunya, Aletta dibuat salah tingkah karena telah meninggalkan pemuda pirang itu di kamar seorang diri. Terlebih Aletta secara terang-terangan menolak Kyler sampai menamparnya, hingga membuat Aletta benar-benar malu. Namun, Aletta sangat bersyukur karena kejadian tadi, Kyler kembali bersikap seperti biasanya.Di sisi lain Kyler terdiam dengan sesekali melirik gadis bergaun putih di sampingnya. Sejak bertemu dengan gadis itu lagi setelah Aletta pergi ke kamar mandi, sikap gadis itu jadi aneh. Mereka lebih canggung d