Keenam muda-mudi itu mengikuti langkah kaki Jack memasuki rumah. Sama dengan warna cat di depannya yang di dominasi warna putih, di dalam rumah pun warna dindingnya sebagian besar berwarna putih kelam.
Di dalam ruangan pun tidak banyak perabotan yang tersedia, terlebih banyak barang yang ditutupi kain lusuh berwarna hitam legam. Entah, apa alasannya, tapi itu membuktikan bahwa rumah ini sudah lama tidak di tempati.Seakan menyadari kebingungan para tamunya, si pria paruh baya berkata, "Maaf! Rumahnya berantakan. Maklum saya baru pindah ke sini, jadi belum sempat untuk bersih-bersih."Kyler dan kelima temannya saling pandang dalam keheningan, sampai Ben memecahkan kesunyian."Jadi, Anda baru pindah rumah, Tuan?" tanya Ben di balas anggukan dan tawa kecil pemilik rumah besar yang sekarang ia pijaki.Ben mengerutkan alis. "Jika memang Anda sibuk dan banyak pekerjaan yang harus dilakukan, lalu kenapa Anda mengikuti permainan Halloween ini? Padahal Anda bisa menolaknya?"Jack terdiam. Kebisuannya itu membuat Ben semakin memincingkan alis curiga, pemuda yang bergelar wakil ketua OSIS itu lalu beralih menatap Kyler."Apa?" ketus Kyler yang risih dipandangi sedemikian rupa oleh Ben."Hei, Anak buahmu tidak memaksa penduduk sini untuk mengikuti permainan bodoh ini, kan?"Mendengar tuduhan itu, Kyler melotot tajam. Tidak terima dengan tudingan Ben yang tak berdasar."Enak saja, untuk apa aku melakukannya? Buang-buang waktu," jawab Kyler membuang muka cuek.Ketua Osis itu lalu berjalan menuju salah satu sudut ruangan, kemudian tangannya sibuk menarik selembar kain yang menutupi kursi sofa. Debu pun bertebaran kemana-mana saat Kyler menghempaskan objek yang menghalanginya.Dengan sigap Kyler pun menutup hidungnya dengan lengan baju sambil berkomentar jijik. "Kotor sekali."Pemuda yang dikenal sombong seantero sekolah itu lalu kembali berbalik menatap si Tuan rumah yang juga kebetulan sedang melihat kearahnya."Sebenarnya untuk apa Anda mengajak kami masuk ke rumah ini?" tanya Kyler.Jack terkekeh canggung."Ah, maafkan saya, tapi aturan dalam permainan Track or Treat ini, kalian harus melakukan perintah apapun yang disuruh oleh si Tuan Rumah untuk mendapatkan kotak misteri itu bukan?" tanyanya.Kyler dan Ben saling pandang, sedangkan Valen dari tadi sibuk melihat-lihat sekitar dan sesekali mengambil gambar dengan ponselnya. Sementara ketiga gadis lainnya hanya diam menjadi pendengar."Benar, Tuan. Lalu apa yang Anda inginkan dari kami sebagai penukaran?" tanya Ben."Hehehe ...." Kembali Jack terkekeh sebelum menjawab. "Tidak banyak anak muda, aku hanya ingin kalian membantuku saja.""Membantu apa?" tanya Valen yang akhirnya ikut masuk ke dalam pembicaraan setelah menyimpan ponselnya dalam saku kostum hantu yang ia kenakan."Apa membantu membersihkan rumah ini begitu?" sambung Valen menebak.Jack tersenyum tipis. "Ya, kurang lebih seperti itu."Jawaban Jack menuai berbagai ekspresi keenam tamunya. Mereka terkejut bukan main dengan pengakuan itu. Pasalnya sekelas pelajar seperti mereka yang rata-rata berasal dari kalangan kolongmerat disuruh menjadi pembantu."Jadi kita disuruh jadi babu begitu?" tanya Karin menaikkan suaranya jengkel. Iris berlensa kotak coklat itu menatap tajam Jack yang hanya mampu menggaruk tengkuknya gugup.Melihat sikap itu, Karin meraung tak terima. Gadis berkostum Bloody Marry itupun langsung menghardik tak sopan. "Enak saja. Kita bukan pembantumu, Pak Tua!""Hey, jangan kurang ajar. Sopan sedikit sama yang lebih tua," tegur Erna tak suka dengan sikap Karin. Irisnya melirik Jack yang terdiam menerima bentakan Karin.Erna berpikir bahwa mungkin saja Jack tersinggung dengan ucapan kasar Karin, meskipun sekarang ekspresi wajah Jack tetap datar, tetapi Erna tetap merasa kasihan."Apa?" Bukannya meminta maaf, Karin justru balik menyentak Erna. Sikapnya yang seolah menantang itu semakin menabuh genderang perang.Karin berdecih sinis sambil memandang remeh gadis berpakaian seksi yang berdiri di sebelah Aletta."Kalian berdua sih memang cocok jadi babu. Beres-beres yang kotor begitu pasti sudah biasa. Berbeda denganku yang kaya raya ini. Dasar Sampah!""Apa kamu bilang? Coba ulangi sekali lagi!" geram Erna berjalan mendekati Karin.Akan tetapi, bukannya takut Karin justru ikut maju ke depan dengan pandangan remeh yang sama. "Kamu dan Aletta, kalian berdua sampah.""Sialan kamu! Kurang ajar."Dikuasai oleh api amarah, Erna pun menarik rambut tergerai Karin dan menjambaknya, membuat gadis bergaun hitam panjang itu meraung marah dan kesakitan.Karin terus meringis sambil memegangi rambutnya yang terasa perih. "Lepaskan, Jalang! Rambutku bisa rusak."Akan tetapi, teriaknya tidak digubris oleh Erna. Tidak terima dengen penyerangan itu, Karin balas menarik selendang pink dileher Erna membuat gadis Les Dames Balances itu tercekik.Keduanya terus bertengkar hebat, saling menyakiti satu sama lain, sehingga membuat keributan semakin memanas."Eh, sudah-sudah hentikan pertengkaran kalian."Aletta, salah satu gadis yang ada di sana berusaha memisahkan keduanya. Aletta mati-matian menarik tubuh Erna agar melepaskan cengkraman tangan sahabatnya dari rambut Karin.Akan tetapi, dibalik aksinya yang bersusah payah untuk menghentikan pertengkaran dua gadis itu, Ketiga pemuda yang ada di sana hanya menonton tanpa berniat ikut campur. Justru dalam hati mereka senang melihat pergulatan yang ada, lumayan buat hiburan.Dalam hati ketiga pemuda itu merasa seru melihat dua orang bergender wanita yang kini tengah berubah menjadi pegulat professional. Sampai tanpa sengaja siku tangan Erna yang di pegang oleh Aletta mengenai hidung gadis bergaun putih itu, Aletta pun terhempas, terdorong beberapa senti ke belakang.Sang sekretaris OSIS lantas memegangi hidungnya yang tampak perih. Lalu, terlihat darah segar merembes di sela jari-jari tangannya."Aletta, kamu tidak apa-apa? Apa kamu terluka? Hidung berdarah?" tanya Ben beruntun sambil memegang pundak Aletta, guna memeriksa hidungnya yang berdarah. Mimisan.Di sisi lain Kyler mengepalkan tangan kuat. Dia bergerak kalah cepat dari Wakil Ketua Osis yang kini mengeluarkan sapu tangan biru laut, mengusap membersihkan hidung Aletta yang ternoda darah."Aletta ... maafkan aku, aku tidak sengaja melukaimu. Apakah sakit?" sesal Erna berdiri di samping Aletta, raut wajahnya penuh penyesalan dan rasa bersalah karena telah membuat sahabat baiknya terluka."Ini semua agra-gara Jalang satu ini." Erna menunjuk wajah Karin dengan perasaan benci.Tidak terima disalahkan, Karin balas melotot tajam. "Kenapa menyalahkanku? Pada dasarnya kamu saja yang bruntal, Dasar Preman."Sadar situasi kembali memanas. Kyler berdiri di tengah-tengah kedua gadis tersebut. Sang Ketua OSIS menggunakan wibawanya sebagai pemimpin untuk menengahi situasi kacau ini."Sudah, cukup!" bentak Kyler menghentikan segala apa yang akan diucapkan oleh Erna dan Karin.Gadis Les Dames Balances yang pada dasarnya memendam rasa tidak suka pada Kyler pun hanya bisa berdecih, memilih untuk mengalah dan tidak memperpanjang keributan lagi.Sama halnya dengan Karin yang membuang muka. Hancur sudah reputasinya di depan Kyler. Semakin kacau saja imagenya di depan pria pirang yang ia sukai. Namun, setidaknya Karin cukup senang karena secara tak sengaja berhasil melukai Aletta, musuhnya.Aletta sendiri hanya bisa menghembuskan napas lega melihat pertengkaran kedua gadis di depannya berhenti. Dengan memegang sapu tangan pemberian Ben, Aletta maju berhadapan dengan Jack yang sendari awal terdiam menyaksikan pertarungan Erna Vs Karin."Maaf, Tuan. Kami akan membantu membereskan ruangan ini dengam imbalan kotak Misteri itu."Tanpa meminta persetujuan dari kelima temannya, Aletta menyetujui syarat yang diajukan oleh Jack tadi. Pria berjaket hitam itu hanya terdiam, tidak membalas apa pun."Tapi sebelum itu ... saya boleh tahu letak toiletnya. Saya ingin membersihkan diri!" pinta Aletta menunduk sopan. Entah kenapa ia tak berniat berlama-lama berbicara dengan Sang Tuan Rumah.Jujur saja Aletta merasa tak nyaman berada di dekat Jack. Aura yang dipancarkan pria itu membuat bulu kuduknya meremang, merinding seperti berada dalam situasi yang menakutkan. Namun, Aletta berusaha menepisnya."Di sana. Dekat dapur belok kanan ada pintu warna biru."Jack menunjuk kearah jam 2, Aletta mengikuti arah yang ditunjukan, kemudian mengangguk lalu berlalu pergi setelah mengucapkan terima kasih.Setelah kepergian Aletta menuju kamar kecil, suasana hening beberapa detik hingga Jack membuka suara, meminta izin pergi sebentar untuk mengambil kotak hadiah di kamarnya. Pria berjaket itu naik ke lantai dua meninggalkan kelima remaja lainnya kembali dalam keheningan mencengkam."Terus apa yang harus kita lakukan sekarang " tanya Karin membuka suara."Bersih-bersihlah. Memangnya mau apa lagi? Berdansa? Nanyi?" Erna berkomentar pedas mencibir pertanyaan polos Karin. Jujur saja, Amarahnya masih belum surut karena pertengkaran tadi."Kamu ....""Apa?"Bahu Karin ditahan oleh Kyler yang akan menghampiri Erna dan membali menghajar gadis seksi itu. Mau tidak mau Karin membatalkan niatnya. Dia tidak ingin terlihat jahat di depan Kyler.Erna mendengkus remeh melihat Karin yang luluh dan menurut pada Kyler. Dilihat dari sudut manapun juga terlihat jelas bahwa Karin menyukai Kyler."Sudahlah, aku akan menyusul Aletta saja."Erna berlalu menuju arah kepergian Aletta. Tindakannya itu menuai delikan tajam dari Karin yang berteriak memanggil namanya. Namun, gadis bergaun merah muda itu tetap melanjutkan langkahnya, tak menggubris suara penuh amarah Karin."Mau kemana? Mau lari dari tanggung jawab juga?" ejek Karin memprovokasi Erna."Bodo amat!" ketus Erna bersikap tak acuh seolah Karin tidak ada. Hal itu membuat Karin kembali tersulut emosi. Jika saja Kyler tidak pergi meninggalkannya."Kyler ... mau kemana? Aku ikut" teriak Karin manja. Berlari menyusul Kyler yang berlalu menjauh. Sama seperti Erna, Kyler pun tidak memedulikan teriakan Karin.Satu-persatu dari mereka pun mulai berpencar meninggalkan Valen dan Ben yang masih berdiam diri di tempat."Terus kita ngapain?" tanya Valen setelah semuanya pergi meninggalkan dirinya berdua saja dengan Wakil Ketua Osis.Ben manarik napas panjang. Mulai merasa lelah dengan semua yang terjadi padanya hari ini. Harusnya ia tidak menyetujui ide Kyler untuk membuat permainan konyol ini, atau dari awal harusnya ia tak mengikuti permaianan ini.Akan tetapi, menyesal sekarang pun tidak ada gunanya. Nasi sudah menjadi bubur, Ben hanya bisa berharap permainan ini cepat selesai dan tidak berbuntut panjang."Kita cari alat-alat kebersihan dan mulai merapikan ruangan ini," jawab Ben menuai helaan napas lelah dari Valen. Mau tidak mau akhirnya ia mengikuti Ben mencari perkakas kebersihan.Tanpa mereka sadari sesosok makhluk dengan baju hitam melihat dari kejuhan. Wajahnya yang tertutup topeng labu tampak menyeringai lebar seperti ekspresi yang ditunjukan topengnya."Babak pertama menuju Neraka dimulai!"Seorang gadis bergaun putih panjang berjalan menelusuri ruangan besar dengan berbagai peralatan daput tertempel di dinding. Sesekali ia menyeka darah yang merembes dilari hidungnya yang terluka dengan menggunakan sapu tangan biru pemberian Ben. Ringisan kecil keluar dari belahan bibirnya yang terpoles lipstick merah, kala tangannya tak sengaja menekan terlalu kuat. Aletta sejujurnya cukup kesal dengan apa yang tadi terjadi di ruang depan, padahal ia berniat untuk memisahkan kedua gadis dari pertengkaran bodoh mereka, malah ia yang terluka tersikut oleh tangan Erna. Akan tetapi, marah sekarang pun tak ada gunanya, Aletta hanya harus segera membersihkan diri lalu menyelesaikan tugasnya untuk bersih-bersih.Sebenarnya tubuh Aletta sendiri mulai meronta kelelahan, di tambah kejadian sebelumnya bersama Kyler dan Erba yang berkeliling mencari kotak misteri telah cukup mengurus tenaga. Namun, tak satu pun yang mereka dapat. Aletta bukannya tidak ingin kotak hadiah itu, sejujurnya ide pe
Kembali ke Aletta yang memasuki ruangan demi ruangan untuk mencari teman-temannya yang kini telah berpencar entah ke mana.Setelah kejadian bersama sosok putih tadi, Aletta yakin bahwa ada yang tidak beres di rumah yang mereka singgahi ini, saat ia berjalan ke tempat semula di ruang depan, Aletta tak lagi mendapati satu pun temannya. Gadis bergaun putih itupun memutuskan untuk mencari mereka.Meski di bibir terus bergumam memanggil-manggil nama temannya. Namun, kenyataan hatinya tidak berada di sana, Aletta masih memikirkan kejadian bersama sosok putih tadi. Sungguh ia tidak mengerti dengan pesan yang disampaikan sosok bercahaya dalam cermin. Tentang apa itu? Apa ini tentang dirinya? Atau peringatan untuk mereka yang mengikuti permainan di malam festival ini. Sungguh, pikiran Aletta tidaklah merasa tenang. Ditambah lagi, ia pun tak dapat melihat wajahnya dengan jelas. Sosok itu hanya menyuruh Aletta untuk berkata jujur, padahal seingatnya selama ini ia selalu berkata jujur dan sebis
Sementara itu, di lain tempat ada dua pemuda dengan Slenderman dan Vampire, melangkah mencari peralatan kebersihan yang bisa mereka gunakan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan si pemilik rumah. Akan tetapi, lama mengelilingi rumah kuno itu, tak ada satu pun alat kebersihan yang mereka temukan, padahal mereka harus bergegas membersihkan rumah pria bernama Jack itu, agar dapat mengambil kotak hadiah sebagai imbalan."Ck ...." Valen berdecak memecah kesunyian di antara dirinya dan Ben. "Sendari tadi kita keliling mencari sapu dan kain pel, tetap tidak. Bahkan kemoceng saja tidak ketemu. Ini rumah atau gudang, sih?!"Valen menggerutu sambil menendang meja di depannya yang berdebu banyak. Kini dirinya dan Ben terjebak di ruangan yang memang mirip sebuah gudang dengan barang-barang yang hampir sebagian besar tertutup oleh kain hitam.Meski sudah biasa dengan keluhan Valen, tetap saja kuping Ben terasa pengang juga mendengar ocehan cemprengnya dari tadi. Ditambah sejak beberapa menit l
Sementara itu, kembali pada Aletta yang berdiri di depan pintu bercat biru. Sendari tadi tangannya terus memutar gagang pintu, berusaha untuk membukanya.Akan tetapi, malang nian nasib gadis bergaun putih itu, niat hati ingin mencari Erna dan teman-temannya yang lain, ia malah harus terjebak di sebuah kamar dengan Kyler di dalammya.Semua berawal dari Aletta yang tak sengaja berpapasan dengan Kyler. Pria berpangkat Osis yang tadi memaksanya untuk memanggil nama asli itu menawarkan diri untuk membantunya mencari yang lain. Namun, ketika tengah berkeliling di sebuah kamar bernuansa biru laut, mereka dikagetkan dengan suara benda jatuh entah dari mana. Bunyinya yang nyaring membuat Aletta yang berdiri di dekat pintu, membanting kuat hingga pintu tertutup rapat dan mereka pun terjebak berdua di dalam sana, tanpa ada orang yang mendengar teriakannya. Sadar dengan kebodohan yang telah Aletta lakukan, ia tergesa berusaha meraih gagang pintu untuk membukanya. Gadis berambut hitam sebahu itu
Sudah Aldo duga sebelumnya, ada yang salah dengan rumah besar dekat hutan yang ia singgahi ini. Sungguh, padahal Aldo sudah berusaha semaksimal mungkin menjelaskan pada kedua teman setimnya tentang keanehan yang terjadi. Akan tetapi, mereka menolak dan justru mentertawainya. Mereka berdua tidak percaya dengan ucapan Aldo yang menuturkan jika tingkah si Pemilik Rumah terkesan aneh dan misterius. Namun, mereka justru menganggap bahwa Aldo terlalu paranoid. Sekarang terbukti sudah, pemilik rumah kuno ini bukan manusia. Dengan kostum putih yang compang-camping, Aldo berlari di lorong ruangan. Sekujur tubuhnya tergores luka akibat benda tajam, memar kemerahan pun terlukis mengerikan. Akan tetapi, hal itu tak menyurutkan niat Aldo untuk terus berlari mencari jalan keluar. Pemuda yang awalnya mengenakan kostum Pocong itu, bahkan tak lagi dapat merasakan nyeri. Kepalanya penuh dengan pikiran, bahwa ia harus keluar dari rumah hantu ini. Rasa sakit yang ia rasakan tak sebanding dengan situ
Aletta memilin rambut sebahunya yang tergerai bebas. Rambut yang biasanya terikat dua itu kini terjatuh menutupi punggungnya. Helaian hitam lebat yang kini tampak kusut, berantakan. Aletta tak ubanya sosok Kuntilanak sesungguhnya, jika saja wajahnya pucat seperti hantu asal Negaranya itu sudah dipastikan Aletta terlihat seperti hantu sesungguhnya. Bukan tanpa alasan Aletta merasa gugup seperti sekarang ini. Namun, semenjak dikagetkan dengan kedatangan Kyler yang menepuk bahunya, Aletta dibuat salah tingkah karena telah meninggalkan pemuda pirang itu di kamar seorang diri. Terlebih Aletta secara terang-terangan menolak Kyler sampai menamparnya, hingga membuat Aletta benar-benar malu. Namun, Aletta sangat bersyukur karena kejadian tadi, Kyler kembali bersikap seperti biasanya.Di sisi lain Kyler terdiam dengan sesekali melirik gadis bergaun putih di sampingnya. Sejak bertemu dengan gadis itu lagi setelah Aletta pergi ke kamar mandi, sikap gadis itu jadi aneh. Mereka lebih canggung d
Ben terus menggosok tangannya yang beberapa menit lalu berlumuran darah Valen. Kejadian di gudang tadi membuatnya takut bukan main. Ben membunuh Valen. Ben benar-benar tidak mengerti apa yang terjadi sekarang. Setelah membaca tulisan yang tertera di buku usang yang ia temukan di meja, pikirannya tiba-tiba berkabut. Kepalanya terasa pusing dengan suara-suara yang entah berasal dari mana. Hingga hal terakhir yang Ben ingat tubuhnya seperti melayang, bebas tak terkontrol, seperti ada orang yang mengambil alih kesadarannya. Tapi oleh siapa? Dan untuk apa ia disuruh melakukan perbuatan keji itu hingga mencelakai sahabat kecilnya sendiri? Sungguh, mengingat tentang darah yang berceceran di lantai tadi dan kondisi mengenaskan Valen membuat Ben ketakutan bukan main. Sekarang apa yang harus ia lakukan? Akankah Ben dijeblosken ke penjara karena membunuh Valen?Ben menggeleng kuat, mengenyahkan segala pikiran buruk yang bersarang di hatinya. Sungguh, tidak ada maksud Ben untuk mencelakai apal
"Jangan becanda, Erna. Cepat buka pintunya sekarang! " hardik Kyler menaikkan suaranya, membentak gadis berselendang pink itu. Namun, sayangnya Erna tak bergeming sedikitpun. Wajahnya pucat pasi seperti mayat hdup. Bahkan tatapan matanya kosong. Melihat keterdiaman Erna, Kyler menggeram marah dengan reaksi yang diberikan gadis bergaun merah muda pudar itu, Kyler kemudian mendekat berniat untuk menghampiri Erna. Setelah itu, ia pun melakukan hal yang sama seperti yang Erna akukan. Namun, benar pintunya tak bisa dibuka, mereka terkunci di dalam."Kita ... kita ... akan ... mati!" lirih Erna terbata-bata, ia benar-benar ketakutan. Bahkan tubuhnya pun bergetar hebat. Ia benar-benar terguncang akan kenyataan pahit yang mengancam nyawa mereka kini. Jangan lupakan sorot mata kosong tanpa sinar kehidupan. Gigi putihnya saling beradu, ketakutan. Berbeda sekali dengan sifat Erna yang biasanya ceria dan pemberani. "T---tidak, jangan mengatakan hal seperti itu, Erna. Kita pasti selamat. Tenangl
"Kyler ... Kyler!" Kyler mengerjapkan kedua bola matanya. Cahaya terang yang tiba-tiba masuk rentinanya, membuat Kyler hanya mampu membuka tutup matanya, membiasakan diri dari sinar terang entah dari mana.Suara-suara bising orang-orang memanggil namanya, samar-samar mulai tertangkap indera pendengaran Kyler. Sebelah pipinya tampak memanas, perih seolah sudah ditampar beberapa kali."Kyler ... bangun, ooy. Mau tidur sampai kapan? Bukankah kamu ada rapat Osis. Ayolah bangun."Itu Suara Valen, pikir Kyler yang belum bisa membuka matanya. Syukurlah jika pemuda urakan itu sudah ditemukan. Akan tetapi, itu tidak lebih baik ketika Valen mengetahui kebenaran tentang Erna. Sungguh, dapat Kyler duga jika Valen akan sangat terpukul jika mengetahu Erna yang merupakan gadis gebetannya itu telah mati tertusuk Ben, sahabat mereka sendiri. Tidak mau larut dalam pikitan tak berujung, Kyler pun mengerahkan seluruh tenaganya untuk membuka kedua mata dengan sempurna agar dapat melihat dengan jelas.
Seorang pria paruh baya dengan hodie hitam yang menutup hampir sebagian besar wajahnya, berdiri dengan santai menatap tiga remaja yang bepenampilan berantakan dengan darah mengotori baju mereka. Jack tertawa pelan melihat raut terkejut di wajah ketiga manusia unyu di depannya, terutama ketika melihat wajah Kyler yang biasanya angkuh dan sombong, kini wajah itu kusut, tak ubahnya kaset rusak. "Kamu ... Pak tua, Sialan. Ke mana saja kamu selama ini? Jangan-jangan kamulah dalang dibalik pembunuh berantai ini?" tanya Kyler membuka suara, memecah keheningan di antara mereka dengan suaranya yang tak sopan, masih terkesan angkuh dan sombong. "Apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang kamu cari? " tanya Kyler lagi tidak puas dengan keterdiaman si Tuan Rumah. Nada suaranya kini merendah, tidak sekeras tadi."Kenapa anda mengurung kami di sini?" tanya Ben ikut bertanya. Meski perkataannya sopan. Namun, nada pemuda berjubah hitam itu sama menakutkannya dengan Kyler, Sang Ketua Osis yang memiliki
Napas berderu saling bersahutan dengan degup jantung yang kian berdetak kencang. Keringat mulai membasahi, meluncur turun hingga dagunya. Rambut hitam panjang tergerai Indira kini mulai basah oleh keringat. Indira sesekali tampak mengangkat gaun putih panjangnya tinggi-tinggi.Gadis berkostum Kuntilanak itu tidak berani menengok belakang. Deru langkah kaki yang bersahutan sudah cukup sebagai tanda bahwa sosok bitam itu masih mengejarnya. Aletta mulai melambatkan laju larinya. Kaki jenjang putih Aletta mulai terasa pegal. Napasnya pun mulai tidak stabil. Namun, Aletta takut untuk berhenti bahkan hanya untuk menarik napas sejenak saja. Hal itu dikarenakan nyawanya kini bisa melayang kapan saja jika ia berhenti berlari. "Jangan lari, Aletta!"Kembali suara itu bergaung nyaring, semakin membuat nyali Aletta menciut. Suara serak khas pria dewasa yang menyuruhnya untuk berhenti berlari. Bahkan sesekali terdengar tawa mengerikan dari mulut sosok yang mengejarnya.Di kejauhan sana Aletta pu
Gaun putih panjangnya terseok-seok di lantai. Sesekali kain menjuntai itu menghambat langkah kakinya, sesekali ia tersandung meja dan kursi. Meski begitu, tak menyurutkan niat Aletta untuk terus berlari mencari seorang pemuda yang tadi meninggalkannya sendiri. Seorang pemuda yang kabur karena melihat mayat Karin di dalam kamar dengan bukti tulisan nama Kyler di cermin yang retak. Seolah-olah menegaskan, bahwa Kylerlah yang telah membunuh sosok Karin dan meninggalkan mayatnya di kamar seorang diri. Namun, Aletta yang telah selesai membaca buku di kamar itu, telah mengetahui apa yang menimpa mereka semua. Sejak awal mereka memang sudah terjebak dalam permainan Iblis yang mencoba mengambil jiwa mereka. Sendari awal memasuki rumah ini tidak jauh sebelum itu, sejak kegadungan di ruang Osis mengenai perbedaan pendapat antara Kyler dan Ben, semuanya sejak tersusun dengan rapi saat mereka menyetujui rencana Ketua Osis untuk mengadakan acara Halloween.Permainan Track Or Treat dengan hadiah
Jack meronta, berusaha melepaskan rantai besi yang ada di lehernya, tubuh kurus keringnya pun terseok-seok, terseret oleh dua bawahan Lucifer yang menyeretnya kasar menuju tempat Leviathan berada. Jangan lupakan keringat yang membasahi wajahnya. Lucifer berjalan di depan. Sungguh, sebenarnya ia sangat malas mengunjungi kerajaan dingin Envy. Namun, mau bagaimana lagi, jiwa manusia yang dikirimkan Gabriel padanya membuat Lucifer mau tidak mau harus membereskan semuanya dengan kedua tangannya sendiri. Sambil berdecak kesal, Lucifer kembali meneruskan perjalanan menuju kerajaan Leviathan sambil memikirkan kejadian sebelumnya. Jujur saja, melihat sosok bercahaya Gabriel tadi membuat Lucifer mengingat saat ia berada di kelompok para Angelus ribuan tahun lalu. Namun, sifat sombongnya yang membangkang keputusan Sang Pemilik Alam Semesta, membuat ia diusir ke Neraka. Bukan Lucifer menyesali kejadian itu, sungguh tidak ada sedikitipun rasa penyesalan didirinya. Toh, ia sekarang juga sudah
Flashback beberapa puluh tahun sebelumnya ..."Hahaha, aku untung banyak!" Jack berlari sambil memainkan kantong kain berisi kepingan emas di tangannya. Hari ini, pemuda berpakaian hitam lusuh itu berhasil menipu para bangsawan dalam permainannya di Kasino. Dia tertawa sumringah dengan keberuntungannya yang memiliki otak cerdas, hingga berhasil mengelabui banyak orang. "Jack ... apa yang kau lakukan di sini?"Pemuda yang dipanggil namanya itu, menoleh untuk mendapati seorang gadis bergaun coklat lusuh tampak tergopoh berlari mendekat. Jack memasukkan kantong berisi kepingan koin ke dalam bajunya ketika sang kakak telah berdiri di depannya, sibuk mengatur napas yang tersengal-sengal. "Kak Violeta, ada apa?" tanya Jack pada satu-satunya saudara yang ia miliki. Gadis berambut panjang sepunggung yang terikat rapi. Kulit putih bersih bak porselen dengan mata jernih kecoklatan. Wajahnya manis khas perempuan jaman kerajaan."Kemana saja kau?" hardik Violeta bertanya berang. "Kau tau, Tu
"Jangan becanda, Erna. Cepat buka pintunya sekarang! " hardik Kyler menaikkan suaranya, membentak gadis berselendang pink itu. Namun, sayangnya Erna tak bergeming sedikitpun. Wajahnya pucat pasi seperti mayat hdup. Bahkan tatapan matanya kosong. Melihat keterdiaman Erna, Kyler menggeram marah dengan reaksi yang diberikan gadis bergaun merah muda pudar itu, Kyler kemudian mendekat berniat untuk menghampiri Erna. Setelah itu, ia pun melakukan hal yang sama seperti yang Erna akukan. Namun, benar pintunya tak bisa dibuka, mereka terkunci di dalam."Kita ... kita ... akan ... mati!" lirih Erna terbata-bata, ia benar-benar ketakutan. Bahkan tubuhnya pun bergetar hebat. Ia benar-benar terguncang akan kenyataan pahit yang mengancam nyawa mereka kini. Jangan lupakan sorot mata kosong tanpa sinar kehidupan. Gigi putihnya saling beradu, ketakutan. Berbeda sekali dengan sifat Erna yang biasanya ceria dan pemberani. "T---tidak, jangan mengatakan hal seperti itu, Erna. Kita pasti selamat. Tenangl
Ben terus menggosok tangannya yang beberapa menit lalu berlumuran darah Valen. Kejadian di gudang tadi membuatnya takut bukan main. Ben membunuh Valen. Ben benar-benar tidak mengerti apa yang terjadi sekarang. Setelah membaca tulisan yang tertera di buku usang yang ia temukan di meja, pikirannya tiba-tiba berkabut. Kepalanya terasa pusing dengan suara-suara yang entah berasal dari mana. Hingga hal terakhir yang Ben ingat tubuhnya seperti melayang, bebas tak terkontrol, seperti ada orang yang mengambil alih kesadarannya. Tapi oleh siapa? Dan untuk apa ia disuruh melakukan perbuatan keji itu hingga mencelakai sahabat kecilnya sendiri? Sungguh, mengingat tentang darah yang berceceran di lantai tadi dan kondisi mengenaskan Valen membuat Ben ketakutan bukan main. Sekarang apa yang harus ia lakukan? Akankah Ben dijeblosken ke penjara karena membunuh Valen?Ben menggeleng kuat, mengenyahkan segala pikiran buruk yang bersarang di hatinya. Sungguh, tidak ada maksud Ben untuk mencelakai apal
Aletta memilin rambut sebahunya yang tergerai bebas. Rambut yang biasanya terikat dua itu kini terjatuh menutupi punggungnya. Helaian hitam lebat yang kini tampak kusut, berantakan. Aletta tak ubanya sosok Kuntilanak sesungguhnya, jika saja wajahnya pucat seperti hantu asal Negaranya itu sudah dipastikan Aletta terlihat seperti hantu sesungguhnya. Bukan tanpa alasan Aletta merasa gugup seperti sekarang ini. Namun, semenjak dikagetkan dengan kedatangan Kyler yang menepuk bahunya, Aletta dibuat salah tingkah karena telah meninggalkan pemuda pirang itu di kamar seorang diri. Terlebih Aletta secara terang-terangan menolak Kyler sampai menamparnya, hingga membuat Aletta benar-benar malu. Namun, Aletta sangat bersyukur karena kejadian tadi, Kyler kembali bersikap seperti biasanya.Di sisi lain Kyler terdiam dengan sesekali melirik gadis bergaun putih di sampingnya. Sejak bertemu dengan gadis itu lagi setelah Aletta pergi ke kamar mandi, sikap gadis itu jadi aneh. Mereka lebih canggung d