Share

Sosok Perempuan yang Mengikutiku
Sosok Perempuan yang Mengikutiku
Penulis: Nenghally

BAB 1

Langit malam menyelimuti Jakarta dengan warna kelabu, seolah-olah ikut menahan napas atas kedatangan kami. Angin berdesir lembut, tetapi dingin yang merayap di tulang belakangku tak berasal dari udara. Rasanya, sesuatu di sini menyambut kami dengan cara yang salah.

Aku dan Eci, temanku, turun dari mobil sambil membawa tas besar. Ini adalah malam pertama kami tiba di rumah majikan di kawasan elite Jakarta. Jam menunjukkan pukul 12.15 tengah malam. Rumah yang akan menjadi tempat kami bekerja berdiri megah di hadapan, meskipun sedikit tampak terbengkalai dengan penerangan remang-remang di beberapa sudut.

“Rumahnya besar banget, ya?” Eci berusaha terdengar ceria, tetapi aku menangkap getaran kecil dalam suaranya.

Matanya menatap ke arah kolam kecil di tengah ruangan. Kolam itu terlihat kumuh, airnya hijau pekat dengan lumut seperti tak pernah dibersihkan.

“Renovasi belum selesai, katanya,” jawabku singkat.

Aku tidak ingin menghabiskan banyak waktu berbasa-basi. Ada sesuatu di rumah ini yang membuat hatiku tak nyaman sejak pertama kali melihatnya.

“Kita masuk aja yuk, cepet,” lanjutku sambil menarik lengan Eci, berharap perasaan tak enak ini akan hilang begitu kita berada di kamar.

Namun, perasaanku semakin buruk saat pintu depan terbuka dengan suara derit yang panjang, seolah tak ingin membiarkan kami masuk tanpa peringatan.

Di dalam, Mbak Mia, pembantu rumah tangga yang lebih dulu bekerja di sana, menyambut kami. Wajahnya terlihat letih, tetapi senyumnya tetap ramah.

“Kalian pasti capek, ya. Ayo, saya tunjukkan kamarnya. Sebentar lagi udah mau subuh, siap-siap ya, karena kalian langsung mulai kerja pagi-pagi.”

Aku terkejut. Setelah perjalanan panjang dari Indramayu, aku kira kami akan diberi waktu untuk istirahat dulu.

“Sudah biasa kalau di sini harus siap kapan saja,” kata Mbak Mia seakan tahu pikiranku. "Dan kalau bisa, jangan terlalu lama di luar. Terutama dekat kolam itu."

Aku menoleh ke arah kolam yang tadi sudah membuat bulu kudukku berdiri. “Kenapa, Mbak?” tanyaku, meskipun aku tidak yakin ingin tahu jawabannya.

Mbak Mia menggeleng pelan. “Nggak apa-apa. Cuma... nanti kalian juga akan tahu sendiri.”

Selesai berkata begitu, Bu Mia menunjukkan kamar kami dan berlalu ke dapur, meninggalkan kami dalam kebingungan. Aku dan Eci bertukar pandang, tapi tak ada yang berani berkata apa-apa lagi.

Hari-hari awal berjalan seperti biasa. Kami bergantian menjaga bayi majikan dan mengurus pekerjaan rumah. Sebenarnya, tidak banyak yang aneh di rumah ini, kecuali perasaan gelisah yang terus membayangiku. Namun, ketika aku mulai mengikuti jadwal untuk membantu di kantor produksi majikan, semuanya berubah.

Kantor itu berada di sebuah ruko lima lantai di kawasan bisnis. Tugas utama kami adalah bersih-bersih dan mengurus segala keperluan di kantor, terutama di lantai 4 tempat para karyawan bekerja. Tentu saja, aku juga bertanggung jawab menjaga bayi majikan selama kami di sana.

Suatu pagi, aku ditugaskan untuk membersihkan lantai 4 sampai 1 seperti biasa. Sebelumnya, lantai-lantai itu tampak biasa saja, meskipun suasananya selalu lebih sunyi daripada lantai 4. Tapi pagi itu, perasaan aneh mulai menyelimutiku sejak aku menuruni tangga.

“Coba kamu yang ke lantai 2, yah. Aku takut,” Eci berkata dengan wajah sedikit pucat.

Aku sempat ingin mengejeknya, tapi kemudian rasa dingin itu menyentuhku. Lantai 2 selalu gelap dan terasa lebih dingin daripada seharusnya. Dan entah kenapa, setiap aku menuruni tangga menuju lantai itu, perasaanku seperti ditarik oleh sesuatu yang tak terlihat.

“Nggak apa-apa, paling cuma perasaan kamu aja,” jawabku sambil mencoba tetap tenang.

Tapi, saat aku mencapai lantai 2, napasku terhenti. Pintu kamar mandi yang selalu kutemui tertutup, kali ini sedikit terbuka, seperti mengundangku untuk mendekat.

Suara derit kecil terdengar ketika angin seolah menyelinap masuk ke dalam ruangan. Aku mengabaikan suara itu, meskipun hatiku mulai berdebar kencang.

Aku membersihkan koridor, namun setiap kali melewati kamar mandi itu, aku merasa ada yang mengawasi. Mataku berkali-kali tertuju pada pintu yang sedikit terbuka. Rasa penasaran mulai menggantikan ketakutan. 

“Braaak!”

Aku mundur dengan cepat, jantungku berdegup keras di dada. Suara itu, seperti ada benda besar yang terjatuh di dalam kamar mandi. Aku menatap pintu yang kini terbuka lebih lebar, tapi tak ada apa-apa di dalam, hanya ruangan gelap yang basah dan berdebu.

“Siapa di sana?” tanyaku, meskipun dalam hati aku tahu, tidak mungkin ada jawaban.

Suara langkah kaki mendekat dari belakangku. Aku berbalik dengan cepat.

“Eci?” tanyaku dengan napas tersengal. Tapi itu bukan Eci. Tidak ada siapa-siapa.

Aku berdiri di tengah koridor, sendirian, ditemani oleh suara pintu yang perlahan tertutup kembali di belakangku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status