Lima tahun berlalu kini Aretha tidak lagi sendirian ada seorang anak laki-laki yang bersama dengannya. Yaitu anak laki-laki yang lahir dari rahimnya, anak dirinya dengan Alvarendra yang diberi nama Rafa.Selama lima tahun terakhir ini Aretha memfokuskan diri mengurus putranya serta butik miliknya, sama sekali belum terbesit keinginan untuk menikah lagi.Siang itu Aretha menjemput Rafa di sekolahnya seperti biasa."Bu, Rafa mau balon." Rafa merengek sambil menunjuk ke arah beberapa balon dengan beragam bentuk dan warna.Aretha menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Rafa, ada penjual balon di seberang jalan."Tunggu sebentar!" Aretha menoleh ke kanan serta ke kiri sebelum menyeberang jalan. Rafa yang sudah tidak sabar ingin membeli balon berlari begitu tanpa menunggu ibunya."Rafa!" Teriak Aretha terkejut sekaligus panik melihat sebuah mobil hampir menabrak Rafa. Beruntung pengemudi mobil segera mengerem mobil dengan cepat sehingga Rafa bisa selamat.Aretha langsung berlari ke arah Rafa lal
"Aretha, ada yang ingin aku bicarakan berdua denganmu." "Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, hubungan kita sudah berakhir. Silahkan pergi dari sini!" Usir Aretha, dia tidak ingin bertemu dengan Alvarendra saat ini. Apalagi sampai dicap sebagai orang tiga karena menjalin hubungan dengan pria yang sudah beristri. "Semuanya hanya salah paham, karena itu aku ingin meluruskan kesalahpahaman yang terjadi di antara kita lima tahun yang lalu." Alvarendra akhirnya membuka mulutnya berusaha menjelaskan kesalahan pahaman yang terjadi lima tahun yang lalu. "Salah paham?" Aretha menatap ke arah Alvarendra meminta penjelasan darinya. Alvarendra menganggukkan kepala sebagai jawabannya. "Sebenarnya kesalahan pahaman seperti apa yang dimaksud oleh Mas Alvarendra?" Batin Aretha merasa penasaran. "Beri aku kesempatan untuk menjelaskannya." Alvarendra menatap penuh harap ke arah Aretha. Aretha tampak terdiam berusaha mempertimbangkan permintaan Alvarendra. "Baiklah." Ujar Aretha lirih set
Breaking news Alvarendra pria tampan dengan sejuta pesona yang memikat kaum hawa, selain tampan dia juga kaya raya selama ini menjabat sebagai CEO FR GROUP. Dikabarkan sedang dekat dengan seorang artis cantik yang sedang naik daun yaitu Alisa. Bahkan kabar terbarunya FR GROUP baru saja membeli salah satu unit apartemen di Grand Luminor untuk Alisa. Gosip tentang Alvarendra dengan Alisa selalu menjadi trending topik, bahkan tidak sedikit orang yang mendukung hubungan mereka. "Alvarendra dan Alisa sangat cocok, mereka benar-benar pasangan yang serasi." "Aku dukung mereka sampai ke pelaminan!" "Bagaimana dengan istrinya, apakah Alvarendra akan menceraikan?" "Aku hampir lupa kalau Alvarendra sudah menikah, padahal sudah dua tahun menikah tapi istrinya tidak pernah muncul ke publik." "Aku yakin Alvarendra menikah karena urusan bisnis tidak ada cinta sama sekali, sebentar lagi mereka pasti bercerai." "Menurutku juga begitu, wanita yang dicintai oleh Alvarendra hanyalah Alisa. B
Kenapa?" Pertanyaan Alvarendra menyadarkan Aretha dari keterkejutannya, dia kembali tersenyum ke arahnya. "Nggak apa-apa, kalau begitu aku ganti pakaian dulu." Pamit Aretha berjalan menuju ke kamarnya. Tidak butuh waktu lama Aretha sudah selesai mengganti pakaiannya, dia kembali menghampiri Alvarendra. Dengan memakai dress selutut berwarna krem semakin terpancar aura kecantikannya membuat Alvarendra terpana melihatnya. "Mas, ayo pergi sekarang!" "Sayang, kamu sangat cantik malam ini." Puji Alvarendra tanpa mengalihkan pandangannya dari Aretha. Aretha tersenyum tipis mendengarnya. Alvarendra segera mengulurkan salah satu tangannya meraih pinggang Aretha agar merapat dengannya. Sedangkan tangan yang lainnya meraih dagu Aretha agar menatap ke arahnya. "Sepertinya mas tidak bisa menahan diri." Alvarendra menatap penuh damba ke arah Aretha, perlahan mendekatkan wajahnya dengan wajahnya. Hingga akhirnya wajahnya berada tepat di depan wajah Aretha hanya berjarak beberapa sentimeter saj
"Ayah Ibu, aku pamit mau mengantarkan Aretha ke rumah sakit." Pamit Alvarendra menoleh ke arah ayah dan ibunya secara bergantian. "Iya cepat periksa menantu ibu! Mungkin di dalam rahimnya sudah ada janin yang tumbuh." Bu Salma tersenyum bahagia, dia sangat yakin Aretha mual-mual karena sedang hamil. Aretha menghela nafas lega setelah berhasil keluar dari rumah mertuanya. Dia dan Alvarendra segera masuk ke dalam mobil. "Mas tahu kamu cuma berpura-pura." Alvarendra menoleh ke arah Aretha setelah mereka duduk di dalam mobil. "Aku hanya ingin membantu Mas, seharusnya Mas mengucapkan terima kasih kepadaku." "Mengucapkan terima kasih, apakah tidak terbalik?" "Maksud Mas?" Aretha menatap ke arah Alvarendra meminta penjelasan darinya. "Mas membantumu pulang lebih awal, bukankah seharusnya kamu yang mengucapkan terima kasih? Ditambah yang sebelumnya sepertinya malam ini kamu harus membayarnya?" Alvarendra tersenyum misterius ke arah Aretha. Aretha yang mendengarnya mencebikkan bibirnya
"Mempublikasikan hubungan pernikahanku dengan Aretha?" Gumam Alvarendra lirih nyaris tidak terdengar oleh Alan setelah beberapa saat kemudian. "Alvarendra, ada baiknya kamu secepatnya membuat keputusan sebelum menyesal pada akhirnya!" Alvarendra hanya diam mendengar ucapan Alan entah apa yang sedang dipikirkan olehnya. "Alvarendra ada sesuatu yang harus dipertahankan, namun ada pula yang harus dilepaskan." Alan kembali mengingatkan. Alvarendra menikahi Aretha dua tahun yang lalu untuk memenuhi keinginan Ayahnya, agar bisa menduduki jabatan CEO di FR GROUP. *** Setelah pulang dari kampus Aretha dan kedua temannya makan siang di restoran. "Aku ke toilet dulu sebentar." Pamit Aretha kepada kedua temannya sambil beranjak dari duduknya. "Aretha ususmu lurus ya? Baru selesai makan langsung ke toilet." Ujar Shela lalu tertawa. Risa yang mendengarnya juga ikut tertawa. "Tentu saja ususku lurus sehingga proses pencernaannya berjalan dengan lancar." Aretha ikut tertawa membalas candaan y
Alvarendra terkejut tatapannya berubah menjadi tajam kilatan amarah terpancar dari kedua matanya, melihat istrinya sedang berpelukan dengan pria lain. "Beraninya Aretha selingkuh di belakangku." Ujarnya dengan kedua tangannya mengepal kuat, dadanya naik turun menahan amarah. Dia mengurungkan niatnya menuju toilet, membalikkan badannya keluar dari restoran "Maaf Kak, kita tidak mungkin bisa bersama lagi aku sudah menikah." Evan tersentak kaget mendengar pengakuan Aretha, refleks melepaskan pelukannya sambil menggelengkan kepalanya pelan seolah tidak percaya. "Kak, aku pergi dulu." Pamit Aretha berjalan menjauh dari Evan. Evan hanya diam mematung menatap Aretha yang berjalan menjauh darinya, tanpa ada niat sedikit pun untuk menghentikannya. "Menikah?" Gumam Evan lirih mencoba mencerna ucapan Aretha yang mengatakan telah menikah. "Aretha, Kenapa kamu melakukan semua ini kepadaku?" Evan memegangi kepalanya dengan kedua telapak tangannya, menyandarkan punggungnya pada dinding di belaka
"Hah, Mas bilang apa?" "Apa kamu tidak mendengarnya? Sudahlah terserah kamu mau percaya atau tidak." Alvarendra kembali berdiri lalu berjalan menuju ke kamarnya, diikuti oleh Aretha di belakangnya. Malam hari Aretha terbangun dari tidurnya, dia merasa tenggorokan kering. "Haus." Gumam Aretha lirih yang masih dalam keadaan setengah sadar. Dia berusaha turun dari ranjang dengan hati-hati, namun karena kakinya masih terasa sakit akhirnya jatuh ke lantai. BUG "Awh!" Aretha mengadu kesakitan setelah terjatuh dari ranjang. Alvarendra terbangun dari tidurnya setelah mendengar suara Aretha jatuh sambil mengadu kesakitan. "Sayang, kamu tidur sambil berjalan, kenapa nggak menyalakan lampu?" Alvarendra merasa heran melihat Aretha sudah ada di lantai, padahal kamar masih dalam keadaan remang-remang hanya ada sedikit cahaya dari lampu tidur. Dia segera turun dari ranjang untuk menghampirinya. "Aku takut akan membangunkan Mas, aku cuma mau mengambil air minum. Kakiku sakit karena t
"Aretha, ada yang ingin aku bicarakan berdua denganmu." "Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, hubungan kita sudah berakhir. Silahkan pergi dari sini!" Usir Aretha, dia tidak ingin bertemu dengan Alvarendra saat ini. Apalagi sampai dicap sebagai orang tiga karena menjalin hubungan dengan pria yang sudah beristri. "Semuanya hanya salah paham, karena itu aku ingin meluruskan kesalahpahaman yang terjadi di antara kita lima tahun yang lalu." Alvarendra akhirnya membuka mulutnya berusaha menjelaskan kesalahan pahaman yang terjadi lima tahun yang lalu. "Salah paham?" Aretha menatap ke arah Alvarendra meminta penjelasan darinya. Alvarendra menganggukkan kepala sebagai jawabannya. "Sebenarnya kesalahan pahaman seperti apa yang dimaksud oleh Mas Alvarendra?" Batin Aretha merasa penasaran. "Beri aku kesempatan untuk menjelaskannya." Alvarendra menatap penuh harap ke arah Aretha. Aretha tampak terdiam berusaha mempertimbangkan permintaan Alvarendra. "Baiklah." Ujar Aretha lirih set
Lima tahun berlalu kini Aretha tidak lagi sendirian ada seorang anak laki-laki yang bersama dengannya. Yaitu anak laki-laki yang lahir dari rahimnya, anak dirinya dengan Alvarendra yang diberi nama Rafa.Selama lima tahun terakhir ini Aretha memfokuskan diri mengurus putranya serta butik miliknya, sama sekali belum terbesit keinginan untuk menikah lagi.Siang itu Aretha menjemput Rafa di sekolahnya seperti biasa."Bu, Rafa mau balon." Rafa merengek sambil menunjuk ke arah beberapa balon dengan beragam bentuk dan warna.Aretha menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Rafa, ada penjual balon di seberang jalan."Tunggu sebentar!" Aretha menoleh ke kanan serta ke kiri sebelum menyeberang jalan. Rafa yang sudah tidak sabar ingin membeli balon berlari begitu tanpa menunggu ibunya."Rafa!" Teriak Aretha terkejut sekaligus panik melihat sebuah mobil hampir menabrak Rafa. Beruntung pengemudi mobil segera mengerem mobil dengan cepat sehingga Rafa bisa selamat.Aretha langsung berlari ke arah Rafa lal
Alvarendra berjalan dengan cepat keluar dari restoran lalu masuk ke dalam mobilnya. Dia mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi agar bisa secepatnya sampai di apartemen untuk menanyakan alasan Aretha menjual kalung berlian "the hope diamond"."Kalau Aretha butuh uang seharusnya bilang langsung kepadaku, bukan malah menjual kalung berlian "the hope diamond" miliknya." Sepanjang perjalanan Alvarendra terus menggerutu kesal.Setelah sampai di apartemennya Alvarendra langsung membuka pintunya sambil memanggil nama Aretha dengan keras."Aretha, Aretha, Aretha ....!"Alvarendra berjalan masuk ke dalam apartemennya, namun apartemennya terlihat sepi seperti tidak ada kehidupan di dalamnya."Kenapa sepi, apakah Aretha belum pulang?" Batin Alvarendra sambil mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Aretha di beberapa ruangan, namun sama sekali tidak menemukan keberadaan Aretha di dalamnya.Dia akhirnya berjalan menuju ke kamarnya lalu masuk ke dalamnya. Pandangannya tanpa sengaja melihat
"Mungkin seperti ini jauh lebih baik, Aku menikah dengan Alvarendra demi uang agar tetap bisa melanjutkan kuliah serta membiayai pengobatan ibu. Sekarang aku sudah lulus kuliah dan ibu juga sudah meninggal dunia. Saatnya aku belajar mandiri agar tidak bergantung terus dengan Alvarendra." Kata Aretha berusaha tetap berpikir positif dengan apa yang terjadi."Lebih baik kita fokus jalani kehidupan kita sendiri, tidak perlu peduli dengan Alvarendra." Sahut Tasya."Sya, aku hamil." Aretha akhirnya memberi tahu tentang kehamilannya kepada Tasya.Tasya terkejut mendengar apa yang diucapkan oleh Aretha. "Apa hamil, kamu serius?" Tanyanya memastikan."Iya, tapi aku sangat bersyukur karena aku tidak sendirian ada bayi di dalam perut ini yang akan menemaniku." Jawan Aretha tersenyum sambil mengusap perutnya yang masih rata."Aretha, menjadi single parent bukankah hal yang mudah." Ujar Tasya mengingatkan."Dua tahun ini hidupku juga tidak mudah tapi aku berhasil melaluinya. Aku yakin ibu memilih
"Aretha!" Panggil Evan membuat Aretha mengangkat pandangannya menatap ke arahnya."Iya Kak?""Kenapa nggak dimakan soto ayamnya?" Tanya Evan melihat soto ayam di mangkuk Aretha masih banyak."Ini dimakan, Kak." Jawab Aretha kembali memakan soto ayamnya."Sepertinya Aretha sudah jatuh cinta dengan Alvarendra?" Batin Evan menyadari perubahan ekspresi di wajah Aretha setelah melihat berita akuisisi HR Group.Setelah selesai makan Evan mengantarkan Aretha ke apartemen Grand Luminor."Terima kasih Kak." Aretha tersenyum ke arah Evan setelah turun dari mobil."Sama-sama."Evan menatap ke arah Aretha yang berjalan masuk ke dalam apartemen Grand Luminor."Meskipun kita tidak ditakdirkan untuk kembali bersama, aku berharap kamu bisa hidup bahagia." Gumam Evan lirih.Aretha membuka pintu apartemennya terlihat gelap dan sepi menandakan Alvarendra belum pulang."Sepertinya Mas Alvarendra belum pulang?" Batin Aretha berjalan masuk ke dalam apartemen lalu menyalakan lampunya.Dia masuk ke dalam kam
Evan yang melihatnya segera menahan tub uh Aretha sehingga tidak jatuh ke lantai, mengangkatnya ke dalam gendongannya. Dia membawa Aretha menuju ruang rawat."Aretha baru berusia 21 tahun tapi sudah harus kehilangan ayahnya, dan sekarang juga kehilangan ibunya." Batin dokter Wilson menatap iba ke arah Aretha yang sedang digendong oleh Evan.Terdengar bisik-bisik beberapa dokter dan perawat yang melihat Evan menggendong Aretha."Beruntung Aretha mempunyai suami yang tidak hanya tampan, tapi juga begitu perhatian.""Aku juga mau punya suami yang tampan serta perhatian."Evan seolah menulikan pendengarannya, dia tetap menggendong Aretha tidak peduli dengan beberapa orang yang sedang membicarakannya.Evan merebahkan Aretha di atas ranjang rumah sakit. Dia menatap iba wajah pucat Aretha yang terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Wanita yang pernah menjadi kekasihnya memberi warna dalam kehidupannya kini terlihat begitu rapuh. Ada perasaan bersalah karena pernah menuduh Aretha yang t
"Dari awal sampai akhir aku tidak pernah berpikir untuk mengakuisisi HR GROUP secara menyeluruh. Kontrol mutlak merupakan strategi FR GROUP terhadap HR GROUP kali ini. Yang kalian maupun dunia luar lihat hanyalah perangkap." Ujar Alvarendra tegas menatap ke arah Ariana dengan seringai menghiasi wajah tampannya.DEGAriana tampak terkejut mendengar penuturan Alvarendra. "Jadi semua hanyalah perangkap?" Tanyanya menatap ke arah Alvarendra meminta penjelasan darinya."Iya. Tapi yang paling tidak ingin aku lihat hari ini adalah kamu. Walaupun tidak bisa melanjutkan hubungan kita, setidaknya kamu masih bisa menempati sebuah posisi dalam hatiku?" Terang Alvarendra menjelaskan membuat Ariana semakin terkejut mendengarnya."Sampai detik ini tidak ada seorang pun yang peduli denganku sama sekali. Ayah yang memaksaku untuk pergi meninggalkanmu, kepulanganku kali ini juga karena dipaksa olehnya." Raung Ariana dengan air matanya mengucur deras membasahi kedua pipinya, berharap Alvarendra akan ber
Breaking newsFR GROUP berhasil mendapatkan lebih dari 50% saham HR GROUP. Secara resmi mengambil alih kepemilikan perusahaan tersebut dengan kepemilikan saham mutlak.Ariana memegangi pipinya yang terasa panas setelah ditampar oleh ayahnya."Anak nggak tahu diri, bukankah aku sudah mengatakannya sejak awal untuk memanfaatkan hubunganmu dengan Alvarendra. Tapi apa yang kamu lakukan, Hah?" Bentak Pak Harry dengan suara keras menatap tajam ke arah Ariana, dadanya naik turun amarah telah menguasai dirinya. Perlahan kembali mengangkat tangannya tinggi-tinggi."Tampar saja, lagipula aku sudah nggak peduli." Ujar Ariana ketus ketika melihat ayahnya hendak menamparnya lagi.Pak Harry menarik nafas dalam-dalam kemudian menghembuskannya secara perlahan berusaha mengendalikan emosi dalam dirinya."Ariana, asal kamu bisa mengatasinya maka HR GROUP akan ayah serahkan kepadamu." Pak Harry menurunkan tangannya membalikkan badannya berjalan menuju sofa lalu duduk di atas, memijat pelipis kepalanya y
Alvarendra meminta Fano untuk datang ke ruangannya."Iya Pak, ada apa?" Fano bertanya kepada Alvarendra setelah berada di dalam ruang CEO."Mari kita lihat sejauh mana perkembangan kondisi penyakit ibunya Aretha saat ini." Ujar Alvarendra menatap ke arah Fano."Bukankah waktu itu nggak peduli? Sekarang mau peduli nih." Monolong Fano tersenyum dalam hati."Kalau kekurangan dana buka rekening rumah sakit untuk biaya pengobatannya!""Baik Pak, kalau begitu nanti saya akan melihatnya dulu ke rumah sakit.""Untuk saat ini minta pihak rumah sakit agar tidak memberi tahu Aretha dulu!""Iya Pak, kalau begitu saya permisi." Pamit Fano keluar dari ruangan CEO."Kalau dilihat dari sikapnya sepertinya Pak Alvarendra tidak akan menceraikan Bu Aretha." Monolog Fano dalam hati keluar dari ruang CEO.Seperti permintaan Alvarendra, Fano pergi ke rumah sakit tempat ibunya Aretha dirawat."Selamat siang Pak." Sapa Fano kepada dokter Wilson setelah berada di dalam ruangannya."Siang juga, maaf anda siapa