Share

6.

Alvarendra menyusuri lorong rumah sakit sambil menggendong Aretha.

"Mas, turunkan aku! Kakiku cuma terkilir aku masih bisa jalan sendiri." Aretha mendongak menatap wajah Alvarendra berharap Alvarendra akan menurunkannya.

"Kamu boleh menatapku seperti itu terus jika ingin fotomu menjadi berita utama pagi ini." Alvarendra tersenyum ke arah Aretha, sedangkan Aretha dengan cepat memalingkan wajahnya.

Mereka masuk ke dalam ruangan dokter spesialis ortopedi.

"Dok, tolong periksa kaki istriku!" Dokter Fandi segera menoleh ke arah Alvarendra setelah mendengar ucapannya.

"Silahkan duduk dulu." Alvarendra menurunkan Aretha dari gendongannya menaruhnya di atas ranjang rumah sakit.

"Bagaimanapun caranya pastikan kaki istriku sembuh seperti sedia kala!"

"Kami akan mencoba yang terbaik untuk kesembuhan kaki istri bapak." Ujar dokter Fandi.

Dokter Fandi berjalan menghampiri Aretha kemudian memeriksa kakinya yang terkilir. Tidak jauh dari mereka Alvarendra berdiri menatap ke arah dokter Fandi yang sedang memeriksa kaki Aretha.

"Kakimu hanya terkilir tidak mengalami luka parah, untuk sementara waktu jangan terlalu banyak beraktivitas, istirahat yang cukup sampai kakinya sembuh!" Dokter Fandi menjelaskan kondisi kaki Aretha.

"Apa dokter bisa pastikan kaki istriku bisa sembuh seperti sedia kala?" Alvarendra menatap ke arah dokter Fandi menuntut jawaban darinya.

"Iya, untuk obatnya bisa ditebus di apotik!" Dokter Fandi menyerahkan selembar kertas tertulis beberapa obat untuk Aretha.

"Terima kasih Dok, kalau begitu kami permisi dulu." Alvarendra menerima selembar kertas yang diserahkan oleh dokter Fandi lalu membacakan sekilas.

Alvarendra mengangkat Aretha ke dalam gendongannya, membawanya keluar dari ruangan dokter spesialis ortopedi.

"Fano, kamu tebus obat Aretha di apotik!" Alvarendra menyerahkan selembar kertas tertulis beberapa obat untuk Aretha kepada Fano.

"Baik Pak." Fano berjalan menuju ke apotik, sedangkan Alvarendra masuk ke dalam mobil.

"Hari ini kamu istirahat saja yang cukup di apartemen sampai kakimu sembuh!" Alvarendra menoleh ke arah Aretha yang duduk di sampingnya.

"Iya Mas."

Alvarendra kembali menatap ke depan.

"Aku tahu Aretha bersedia menikah denganku karena uang, jadi aku tidak terlalu berharap dia akan setia kepadaku. Meskipun begitu tidak seharusnya dia berpelukan dengan pria sembarangan di luar sana." Monolog Alvarendra dalam hati teringat Aretha berpelukan dengan pria lain di restoran.

Beberapa saat kemudian Fano masuk ke dalam mobil.

"Pak ini obatnya." Fano menyerahkan plastik berisi beberapa obat kepada Alvarendra yang sedang duduk di dalam mobil.

"Terima kasih!" Alvarendra menerima obat yang diserahkan oleh Fano kepadanya.

"Pak, tadi saya melihat ada wartawan yang memotret bapak." Fano menyerahkan sebuah kamera kepada Alvarendra.

Alvarendra melihat foto yang ada di kamera tersebut, foto dirinya dari belakang yang sedang menggendong Aretha masuk ke dalam rumah sakit. Karena memotretnya agak jauh jadi foto Aretha tidak terlihat jelas.

"Apa perlu saya menghancurkan kameranya?"

"Nggak perlu, kembalikan lagi kepadanya serta katakan untuk berhati-hati dengan apa yang ditulis olehnya!"

"Baik Pak." Fano keluar dari mobil menghampiri wartawan yang telah memotret Alvarendra dan Aretha.

"Foto siapa Mas?" Karena merasa penasaran dengan foto yang sedang dibahas oleh Alvarendra dan Fano.

"Kepo." Aretha mencebikkan bibirnya sebal mendengar ucapan Alvarendra.

"Foto Mas dan kekasihnya?" Tanya Aretha asal menebak.

"Iya, nggak usah terlalu dipikirkan, lebih baik fokus pada kesembuhan kakimu!"

"Iya Mas."

Entah kenapa hati Aretha terasa nyeri, sehingga dia lebih memilih melihat keluar melalui kaca mobil.

"Sayang, kamu marah sama Mas?" Alvarendra bertanya kepada Aretha sambil mengusap rambutnya dengan lembut.

"Nggak Mas." Aretha tersenyum menoleh ke arah Alvarendra berusaha tetap terlihat biasa saja.

"Aku bukan anak kecil yang suka ngambek." Ujarnya lagi.

"Iya Mas tahu." Alvarendra memperbaiki posisi duduknya kembali menatap ke depan.

Fano masuk kembali ke dalam mobil, perlahan mobil berjalan meninggalkan area rumah sakit. Hening tidak ada pembicaraan di antara mereka, semua sibuk dengan pikirannya masing-masing.

Mobil berhenti setelah sampai di depan Villa Grand Luxury. Alvarendra turun dari mobil lalu mengitarinya membuka pintu sebelah kiri. Dia mengulurkan tangannya membantu Aretha turun dari mobil.

Alvarendra memapah Aretha masuk ke dalam villa.

"Sayang, hari ini kamu minta izin saja, nggak usah pergi ke kampus!" Alvarendra membantu Aretha duduk di sofa.

"Tapi Mas ....."

"Aretha, apa kamu lupa dengan apa yang tadi diucapkan oleh dokter Fandi?"Alvarendra mencondongkan tub uhnya ke arah Aretha sehingga wajahnya tepat berada di depan wajah Aretha.

Aretha refleks memejamkan matanya sambil menggelengkan kepalanya pelan. Alvarendra menyunggingkan senyum tipis kembali menegakkan tub uhnya, tangannya bergerak mengusap rambut Aretha dengan lembut.

"Mas sudah minta Fani untuk datang ke sini jadi kalau kamu butuh sesuatu bisa minta tolong kepadanya." Mendengar ucapan Alvarendra, Aretha membuka matanya secara perlahan. Dia menunduk merasa malu.

"Sayang, apa yang kamu pikirkan? Apa kamu berpikir mas akan menci ummu?" Alvarendra tersenyum jahil ke arah Aretha.

"Mana ada." Tanpa disadari oleh Aretha semburat merah muncul di pipinya.

"Benarkah?" Dengan gerakan cepat Alvarendra mengecup bibir Aretha singkat.

Aretha tampak terkejut matanya membulat sempurna jantungnya berdegup kencang menyadari sesuatu yang kenyal menempel di bibirnya walaupun hanya sebentar. Senyum merekah di bibir Alvarendra melihat ekspresi wajah Aretha.

"Mas pergi ke kantor dulu. Kalau ada apa-apa langsung hubungi Mas." Alvarendra berjalan keluar dari apartemen.

"Aretha sadar Mas Alvarendra baik kepadamu karena saat ini status kalian masih suami istri, cepat atau lambat dia pasti akan menceraikanmu. Jadi jangan sampai berharap lebih darinya, apalagi sampai menaruh perasaan kepadanya." Batin Aretha menasehati dirinya sendiri.

Aretha membuka hpnya, dia menscrol beranda akun sosial medianya. Dia tampak terkejut melihat foto dirinya yang sedang digendong oleh Alvarendra menjadi trending topik. Serta dibubuhi dengan caption "CEO FR Group Alvarendra menggendong seorang wanita masuk ke dalam rumah sakit, ini merupakan pertama kalinya Alvarendra menggendong seorang wanita dengan cara bridal style". Beruntung foto tersebut diambil dari belakang dengan jarak agak jauh sehingga wajah Aretha tidak terlihat.

Dalam waktu singkat foto tersebut sudah mendapat beragam komentar.

"Posisi Alisa akhirnya tersingkir sebagai kekasih Alvarendra."

"Aku yakin wanita tersebut merupakan seseorang yang spesial bagi Alvarendra, dilihat dari bagaimana cara Alvarendra memperlakukannya."

"Aku jadi penasaran seperti apa rupa wajahnya?"

"Aku justru penasaran dengan tanggapan istri Alvarendra ketika melihat postingan ini?"

Itulah salah satu komentar dari netizen.

"Semoga tidak ada yang mencurigai bahwa wanita yang ada dalam postingan tersebut adalah aku." Batin Aretha berharap.

*

Keesokan harinya Aretha berangkat ke kampus walaupun kakinya masih terasa sedikit sakit, sehingga dia berjalan dengan hati-hati."

"Aretha, kakimu kenapa?" Tanya Shela melihat kaki Aretha masih tampak bengkak.

"Terkilir." Aretha mendaratkan bokongnya di atas kursi.

"Aretha, kemarin Alvarendra juga mengantarkan seorang wanita ke rumah sakit, katanya wanita tersebut kakinya terkilir sama sepertimu." Aretha tampak terkejut mendengar ucapan Shela.

"Semoga saja Shela tidak curiga kalau wanita tersebut adalah aku." Batin Aretha penuh harap.

"Atau wanita tersebut sebenarnya adalah kamu?" Shela menatap ke arah Aretha menuntut jawaban darinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status