Melihat Aretha berjalan ke arahnya Alvarendra segera memutuskan sambungan teleponnya. "Mas, minum dulu!" Aretha meletakkan secangkir teh manis di hadapan Alvarendra kemudian mendaratkan bokongnya di atas kursi, duduk berhadapan dengan Alvarendra. "Terima kasih Sayang." Alvarendra menyunggingkan senyum tipis menoleh ke arah Aretha. Mereka mulai menikmati sarapannya masing-masing. "Mas!" Mendengar suara Aretha memanggilnya Alvarendra segera menoleh ke arahnya. "Iya Sayang, ada apa?" "Mas, kalau kita berangkat bersama takutnya ada wartawan yang melihatnya kemudian menyebarkan gosip yang tidak-tidak." Aretha berkata dengan hati-hati, berusaha menolak ajakan suaminya untuk berangkat bersama secara halus. "Memangnya kenapa?" "Bukankah selama ini Mas tidak ingin aku menimbulkan masalah yang bisa merusak reputasi Mas?" Bukannya menjawab pertanyaan dari Alvarendra, Aretha justru balik bertanya. "Kamu tenang saja tidak akan ada wartawan yang berani menyebarkan gosip yang tidak-tidak ten
"Lupakan saja." Alvarendra meralat ucapannya. "Aku pikir Pak Alvarendra akan berkata "hubungi pihak rumah sakit aku akan menanggung seluruh biaya pengobatan ibunya Aretha" ternyata aku terlalu jauh berpikirnya." Batin Fano. "Kamu boleh pergi." "Baik Pak." Fano berjalan keluar dari ruang CEO. "Aretha, kenapa kamu tidak pernah mengatakan kepada mas kalau ibumu menderita sakit jantung? Apa sampai saat ini kamu masih menganggap mas sebagai orang asing, Padahal kita sudah menikah selama dua tahun." Monolog Alvarendra dalam hati dengan tatapan lurus ke depan. *** "Begini jadinya kalau tidak membawa mobil sendiri." Gumam Aretha berdiri di pinggir jalan depan kampusnya. Dia merogoh tasnya mengambil benda pipih yang tersimpan di dalamnya. Belum sempat memesan taksi online, sebuah mobil berhenti di hadapannya. "Mobil siapa ini kenapa berhenti di sini?" Gumam Aretha heran. Perlahan kaca mobilnya dibuka terlihat Evan duduk di kursi pengemudi. "Apa hari ini sugar daddy-mu tidak datang men
"Jadi sekarang kamu sudah berani mengatur Mas, apa karena kekasihmu sudah kembali jadi kamu merasa hebat?" Alvarendra menatap tajam ke arah Aretha seolah sedang mengintimidasinya. "Tentu saja aku tidak berani." Aretha menggelengkan kepalanya pelan berusaha tersenyum ke arah Alvarendra. "Jangan pernah bertemu dengan kekasihmu itu tanpa seizin Mas!" Ujar Alvarendra tegas beranjak dari duduknya. "Haruskah Mas Alvarendra semarah itu, padahal aku tidak sengaja bertemu dengan Evan. Evan yang lebih dulu memelukku, aku berusaha melepaskannya namun dia justru semakin erat memelukku." Monolog Aretha dalam hati menatap kepergian Alvarendra yang semakin menjauh darinya. Aretha menghela nafas panjang beranjak dari duduknya. *** Alvarendra masuk ke dalam ruangannya, lalu mendaratkan bokongnya di atas kursi kerjanya. Terdengar suara pintu diketuk dari luar. "Tok ... tok ... tok!" "Masuk!" Pintu dibuka dari luar terlihat Fano masuk ke dalam ruangan tersebut. "Selamat pagi Pak, ini kopinya!"
Cinta Hanya Sebatas Kontrak bab 14 Ariana tampak terkejut mendengar pengakuan Alvarendra. "Menikah, kamu pasti bohong kan?" Ariana menatap tidak percaya ke arah Alvarendra seolah meminta penjelasan darinya. "Aku sudah menikah dua tahun yang lalu." Jawab Alvarendra menegaskan. "Alvarendra, kenapa kamu tega melakukan semua ini kepadaku? Aku Kembali karena merindukanmu tapi ternyata kamu sudah menikah dengan wanita lain. Al, aku sangat mencintaimu, tapi kenapa kamu justru mengkhianati ketulusan cintaku?" Ariana menunduk dadanya terasa nyeri, buliran-buliran bening mengalir deras di kedua pipinya dibiarkan begitu saja. "Maaf aku sama sekali tidak bermaksud untuk mengkhianatimu, tapi kamu pergi dalam waktu yang begitu lama tanpa kabar." Melihat Ariana menangis Alvarendra merasa bersalah, sebenarnya dia juga tidak ingin menyakiti Ariana tapi semua sudah terjadi. Hening, mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing. Setelah beberapa saat kemudian terdengar suara Ariana memecahkan keheni
"Tadi aku sudah tidur tapi kebangun karena haus." Aretha terpaksa berbohong, tidak mungkin mengatakan dirinya tidak bisa tidur karena terus memikirkan Alvarendra yang check-in di hotel bersama wanita lain, yang membuatnya penasaran karena identitas wanita tersebut dirahasiakan. "Oh, mas mandi dulu." Alvarendra masuk ke dalam kamar mandi membersihkan tub uhnya yang terasa lengket setelah seharian beraktivitas. Beberapa saat kemudian Alvarendra telah selesai menyelesaikan aktivitas mandinya. Dia membuka pintu kamar mandi lalu berjalan menghampiri Aretha. "Mas, sana cepat pakai baju! Dingin nanti masuk angin." Aretha melotot tajam melihat Alvarendra sudah berada di samping ranjang dengan sehelai handuk yang melilit di pinggangnya. "Sayang, Mas menginginkanmu." Alvarendra berkata dengan suara lembut naik ke atas ranjang. Aretha tampak terkejut melihat Alvarendra sudah berada di atasnya. "Mas!" Aretha mengulurkan tangannya mendorong Alvarendra agar menjauh darinya. Hatinya masih teras
"Al!" Panggil Ariana melihat Alvarendra berdiri mematung. Suara Ariana menyadarkan Alvarendra dari keterkejutannya. "Iya ada apa?" "Sini duduk!" Ariana menepuk sofa di sampingnya, meminta Alvarendra untuk duduk. Alvarendra akhirnya mendaratkan bokongnya di sofa samping Ariana duduk. Ariana yang menyadari segera menyandarkan kepalanya pada bahu Alvarendra. "Ariana, kenapa kamu nggak mau diajak ke rumah sakit? Bagaimana kalau penyakit maag yang kamu derita sudah parah?" Tanya Alvarendra tampak khawatir. "Nggak perlu aku sudah minum obat, biasanya memang seperti ini kalau aku terlalu banyak pikiran nanti juga sembuh." Jawab Ariana santai. Tidak puas dengan jawaban Ariana, Alvarendra kembali bertanya. "Sebenarnya apa yang kamu pikirkan, kenapa bisa sampai membuatmu sakit seperti ini?" "Ucapanmu tadi malam." Alvarendra mengerutkan keningnya mendengar penuturan Ariana yang seolah-olah menyalahkan dirinya. "Ucapanku?" "Iya ucapanmu, yang mengatakan kalau kamu sudah menikah." Alvaren
"Kalian akhirnya datang juga, silahkan duduk." Alan tersenyum ke arah Alvarendra dan Ariana secara bergantian. "Kak Ariana!" Alisa tersenyum beranjak dari duduknya menghampiri Ariana lalu mereka cipika cipiki. "Kak Ariana semakin terlihat cantik." Ariana tersenyum mendengar pujian yang diucapkan oleh Alisa. "Kamu bisa saja." Alvarendra dan Ariana mendaratkan bokongnya di atas kursi. "Aku lihat kalian benar-benar pasangan yang serasi, wanita yang tadi malam digosipkan dengan Kak Alvarendra pasti Kak Ariana." Seulas senyum tipis terbit di bibir Ariana mendengar ucapan Alisa. "Alisa selamat atas perilisan film terbarumu semoga sukses." "Terima kasih Kak, atas doanya." Alisa kembali tersenyum berusaha mengubur perasaannya kepada Alvarendra yang sempat tumbuh, setelah dia tahu Ariana merupakan kekasihnya Alvarendra. "Aretha!" Gumam Alan lirih tanpa sengaja melihat Aretha berada di dalam restoran yang sama. "Kak, ngeliatin apa?" Alisa mengikuti arah pandang Alan. "Kak, kalau suka
Breaking news Kekasih Alvarendra telah kembali, Ariana wanita yang diduga telah menghabiskan malam bersama dengan Alvarendra di hotel. Dalam waktu singkat berita tersebut langsung dibanjiri beragam komentar netizen. "Selain cantik Alisa juga pintar akting, tapi dia malah harus tersingkir karena kembalinya Ariana." "Menurutku Ariana tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Alisa." "Aku yakin secepatnya Alvarendra pasti akan menceraikan istrinya kemudian kembali dengan Ariana." "Aku menunggu Alvarendra menceraikan istrinya kemudian menikah dengan Ariana." "Apakah tidak ada yang bersimpati dengan istrinya Alvarendra, cinta pertama suaminya sudah kembali dia pasti sedih banget." "Kekasih Alvarendra telah kembali, tapi sampai detik ini istrinya masih tenang-tenang saja. Apakah selama ini Alvarendra sebenarnya belum menikah?" Berita kembalinya Ariana yang merupakan kekasih Alvarendra, langsung menjadi trending topik pagi ini. "Risa, ternyata wanita yang check-in di hotel bersama de
Evan yang melihatnya segera menahan tub uh Aretha sehingga tidak jatuh ke lantai, mengangkatnya ke dalam gendongannya. Dia membawa Aretha menuju ruang rawat."Aretha baru berusia 21 tahun tapi sudah harus kehilangan ayahnya, dan sekarang juga kehilangan ibunya." Batin dokter Wilson menatap iba ke arah Aretha yang sedang digendong oleh Evan.Terdengar bisik-bisik beberapa dokter dan perawat yang melihat Evan menggendong Aretha."Beruntung Aretha mempunyai suami yang tidak hanya tampan, tapi juga begitu perhatian.""Aku juga mau punya suami yang tampan serta perhatian."Evan seolah menulikan pendengarannya, dia tetap menggendong Aretha tidak peduli dengan beberapa orang yang sedang membicarakannya.Evan merebahkan Aretha di atas ranjang rumah sakit. Dia menatap iba wajah pucat Aretha yang terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Wanita yang pernah menjadi kekasihnya memberi warna dalam kehidupannya kini terlihat begitu rapuh. Ada perasaan bersalah karena pernah menuduh Aretha yang t
"Dari awal sampai akhir aku tidak pernah berpikir untuk mengakuisisi HR GROUP secara menyeluruh. Kontrol mutlak merupakan strategi FR GROUP terhadap HR GROUP kali ini. Yang kalian maupun dunia luar lihat hanyalah perangkap." Ujar Alvarendra tegas menatap ke arah Ariana dengan seringai menghiasi wajah tampannya.DEGAriana tampak terkejut mendengar penuturan Alvarendra. "Jadi semua hanyalah perangkap?" Tanyanya menatap ke arah Alvarendra meminta penjelasan darinya."Iya. Tapi yang paling tidak ingin aku lihat hari ini adalah kamu. Walaupun tidak bisa melanjutkan hubungan kita, setidaknya kamu masih bisa menempati sebuah posisi dalam hatiku?" Terang Alvarendra menjelaskan membuat Ariana semakin terkejut mendengarnya."Sampai detik ini tidak ada seorang pun yang peduli denganku sama sekali. Ayah yang memaksaku untuk pergi meninggalkanmu, kepulanganku kali ini juga karena dipaksa olehnya." Raung Ariana dengan air matanya mengucur deras membasahi kedua pipinya, berharap Alvarendra akan ber
Breaking newsFR GROUP berhasil mendapatkan lebih dari 50% saham HR GROUP. Secara resmi mengambil alih kepemilikan perusahaan tersebut dengan kepemilikan saham mutlak.Ariana memegangi pipinya yang terasa panas setelah ditampar oleh ayahnya."Anak nggak tahu diri, bukankah aku sudah mengatakannya sejak awal untuk memanfaatkan hubunganmu dengan Alvarendra. Tapi apa yang kamu lakukan, Hah?" Bentak Pak Harry dengan suara keras menatap tajam ke arah Ariana, dadanya naik turun amarah telah menguasai dirinya. Perlahan kembali mengangkat tangannya tinggi-tinggi."Tampar saja, lagipula aku sudah nggak peduli." Ujar Ariana ketus ketika melihat ayahnya hendak menamparnya lagi.Pak Harry menarik nafas dalam-dalam kemudian menghembuskannya secara perlahan berusaha mengendalikan emosi dalam dirinya."Ariana, asal kamu bisa mengatasinya maka HR GROUP akan ayah serahkan kepadamu." Pak Harry menurunkan tangannya membalikkan badannya berjalan menuju sofa lalu duduk di atas, memijat pelipis kepalanya y
Alvarendra meminta Fano untuk datang ke ruangannya."Iya Pak, ada apa?" Fano bertanya kepada Alvarendra setelah berada di dalam ruang CEO."Mari kita lihat sejauh mana perkembangan kondisi penyakit ibunya Aretha saat ini." Ujar Alvarendra menatap ke arah Fano."Bukankah waktu itu nggak peduli? Sekarang mau peduli nih." Monolong Fano tersenyum dalam hati."Kalau kekurangan dana buka rekening rumah sakit untuk biaya pengobatannya!""Baik Pak, kalau begitu nanti saya akan melihatnya dulu ke rumah sakit.""Untuk saat ini minta pihak rumah sakit agar tidak memberi tahu Aretha dulu!""Iya Pak, kalau begitu saya permisi." Pamit Fano keluar dari ruangan CEO."Kalau dilihat dari sikapnya sepertinya Pak Alvarendra tidak akan menceraikan Bu Aretha." Monolog Fano dalam hati keluar dari ruang CEO.Seperti permintaan Alvarendra, Fano pergi ke rumah sakit tempat ibunya Aretha dirawat."Selamat siang Pak." Sapa Fano kepada dokter Wilson setelah berada di dalam ruangannya."Siang juga, maaf anda siapa
Mobil yang dinaikki oleh Aretha melaju dengan kencang menuju apartemen Grand Luminor."Jadi Aretha sekarang tinggal di sini." Gumam Evan lirih melihat Aretha masuk ke dalam apartemen Grand Luminor."Bukankah sebelumnya dia tinggal di Villa Grand Luxury, jadi sekarang sudah pindah ke sini?" Monolog Evan dalam hati.Aretha masuk ke dalam apartemennya lalu melepaskan jaket yang dipakai olehnya. Mendengar suara pintu dibuka Aretha segera menoleh ke arah pintu, terlihat Alvarendra berjalan masuk ke dalam apartemen."Kenapa Mas pulang?" Tanya Ariana heran.Alvarendra mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan yang diucapkan oleh Aretha."Kenapa, aku nggak boleh pulang ke sini? Kamu habis nangis?" Alvarendra memicingkan matanya melihat wajah Aretha yang tampak sembab.Menyadari Alvarendra sedang menatap ke arahnya, Aretha segera memalingkan wajahnya ke arah lain.Tanpa sengaja Alvarendra melihat jaket yang tergeletak di atas sofa."Jaket siapa ini?" Tanya Alvarendra dengan suara keras menata
"Jadi maksudmu Alvarendra mengajakmu ke ruangan VIP, lalu di sana kalian bertemu dengan Ariana?" Tanya Tasya kepada Aretha setelah mendengar cerita yang diucapkan olehnya. "Iya." Jawab Aretha singkat setitik air matanya menetes di kedua pipinya. "Benar-benar pria nggak punya hati, kalau mau bertemu dengan kekasihnya seharusnya tidak mengajak istrinya." Tasya mengumpat merasa sangat kesal dengan Alvarendra, setelah mendengar cerita dari Aretha. "Aretha, nggak perlu dipikirkan pria seperti itu! Yang ada kamu akan semakin terluka." Ujar Tasya tidak tega melihat sahabatnya tampak sedih. "Iya benar pria seperti itu memang tidak usah dipikirkan." Sahut Aretha. Aretha berusaha menepis bayangan Alvarendra dan Ariana yang sejak tadi memenuhi otaknya. Namun tetap saja bayangan mereka masih memenuhi otaknya, seolah mengejeknya. "Biarkan dia mati!" Melihat Aretha tampak rapuh Ariana kembali mengumpat, Aretha yang mendengarnya juga ikut mengumpat. "Iya biarkan dia mati saja." Teriak Aretha b
"Nggak perlu dibahas lagi! Bukankah hubungan kita sudah berakhir?" Aretha membalikkan badannya berjalan keluar dari ruang rawat ibunya, meninggalkan Evan yang masih berada di sana.Melihat Aretha berjalan keluar dari ruang rawat ibunya, Evan segera menyusulnya."Aretha,tunggu!"Mendengar suara Evan memanggil namanya, Aretha segera menghentikan langkah kakinya. Dia membalikkan badannya terlihat Evan sedang berjalan dengan cepat menghampirinya."Ada apa lagi?" Tanya Aretha bertanya sedikit kesal."Maaf.""Maaf untuk apa?" Tanya Aretha menatap heran ke arah Evan"Maaf jika ucapanku menyinggung mu.""Lupakan saja."Aretha membalikkan badannya kembali melanjutkan langkah kakinya, meninggalkan Evan yang berdiri mematung menatap kepergiannya."Aretha, jika kamu bercerai dari Alvarendra apakah kita masih bisa bersama lagi seperti dulu?" Monolog Evan menatap ke arah Aretha yang semakin menjauh darinya.***Tasya meminta Aretha menemaninya datang ke pesta ulang tahun Revi, teman sekampusnya. Ul
"Tinggal di apartemen Grand Luminor lebih dekat dengan kampus, mall, supermarket dan sebagainya. Kalau di Villa Grand Luxury mau kemana-mana jauh." Terang Aretha menjelaskan.Pak Arman dan Bu Salma manggut-manggut mendengar penjelasan Aretha, sedangkan Alvarendra menghela nafas lega."Sepertinya ayah dan ibu percaya dengan ucapan Aretha." Batin Alvarendra menoleh ke arah Pak Arman dan Bu Salma."Kalian sedang tidak ada masalah, 'kan?" Tanya Pak Arman menatap ke arah Alvarendra dan Aretha secara bergantian."Kami baik-baik saja, ayah dan ibu nggak perlu khawatir. Iya 'kan Sayang?" Alvarendra menoleh ke arah Aretha meminta dukungan darinya."Iya." Aretha tersenyum ke arah Pak Arman dan Bu Salma."Alvarendra, Ayah dengar FR GROUP akan mengakuisisi HR Group apakah itu benar?" Tanya Pak Arman menatap ke arah Alvarendra, menuntut jawaban darinya."Iya benar Yah, saat ini FR GROUP sudah mendapatkan 75 % saham HR Group." Jawab Alvarendra tegas."Jadi FR GROUP akan mengakuisisi HR Group, tapi
"Setelah masalah akuisisi HR Group selesai aku akan membahas hubunganku dengan Aretha.""Kamu akan menceraikannya? Jangan terlalu sadis bagaimanapun juga dia sudah menemanimu selama dua tahun, bahkan harus kehilangan masa mudanya karena menikah denganmu." Ujar Alan mengingatkan, menatap ke arah Alvarendra menuntut jawaban darinya."...." Alvarendra hanya diam mengangguk ragu."Kamu yakin akan bercerai dengan Aretha?" Alan kembali bertanya kepada Alvarendra."Apa aku yakin, kenapa tiba-tiba merasa ragu?" Batin Alvarendra merasa heran dengan dirinya sendiri."Jangan pasang tampang terpaksa seperti itu, pikirkan dulu dengan baik! Aku pamit mau kembali ke rumah sakit." Alan beranjak dari duduknya."Ya." Alvarendra menoleh ke arah Alan yang berjalan keluar dari apartemennya.Alvarendra kembali masuk ke dalam kamar terlihat Aretha masih duduk di atas ranjang, sedangkan bubur ayamnya sama sekali belum disentuh olehnya. Dia berjalan menghampiri Aretha lalu duduk di sampingnya."Sayang, kenapa