Share

5.

"Aretha............." Gumam Evan lirih mengusap wajahnya dengan kasar lalu menyugar rambutnya.

Dia tidak pernah menyangka hubungannya dengan Aretha akan berakhir seperti ini. Dadanya terasa sesak mengetahui Aretha sudah menikah dengan pria lain. Dengan langkah gontai Evan menghampiri teman-temannya.

"Evan, kamu kenapa?" Tanya Kevin (temannya Evan) merasa heran melihat wajah Evan tampak murung.

"Nggak apa-apa, aku pulang dulu." Pamit Evan kepada teman-temannya.

"Serius Bro? Padahal aku sudah memesan makanan untukmu." Kevin merasa kecewa dengan Evan.

"Buat kalian saja." ujar Evan lesu.

"Evan, sebenarnya ada apa kenapa tiba-tiba pulang padahal kamu belum makan?"

"Aku nggak enak badan." Jawab Evan singkat lalu pergi meninggalkan teman-temannya.

Aretha juga berpamitan kepada kedua temannya.

"Shela, Risa aku pulang dulu." Pamit Aretha dengan suara sedikit serak. Shela dan Risa yang sedang asik mengobrol seketika menoleh mendengar ucapan Aretha.

"Aretha, kamu kenapa?" Tanya Shela heran mendengar suara Aretha sedikit serat serta kedua matanya yang tampak berkaca-kaca.

"Aku nggak apa-apa."

"Aretha, kamu habis nangis? Kalau ada masalah cerita mungkin kami bisa membantumu!" Shela dan Risa merasa heran melihat mata Ayra tampak sembab.

"Mana ada, aku baik-baik saja. Aku pulang dulu." Aretha berusaha tersenyum ke arah kedua temannya kemudian berjalan keluar dari restoran.

"Padahal kita sudah menunggunya dari tadi, dia malah pergi begitu saja." Risa mendengus kesal.

Setelah berada di depan restoran terlihat seorang pria berjalan menghampiri Aretha. Pria tersebut tidak lain adalah Fano (asisten sekaligus sopir pribadi Alvarendra.

"Bu Aretha, Pak Alvarendra sudah menunggu di mobil." Aretha terkejut mendengar ucapan Fano.

"Mas Alvarendra ada di sini? Semoga saja dia tidak melihat ketika Kak Evan memelukku!" Batin Aretha penuh harap tidak ingin terjadi kesalahpahaman.

"Bu Aretha........." Terdengar suara Fano membuyarkan lamunan Aretha. Aretha tersentak kaget mendengar nada suara Fano yang lebih tinggi dibandingkan dengan sebelumnya.

"Iya Fan ada apa?" Aretha menoleh ke arah Fano.

"Bu, ayo ke mobil sekarang! Pak Alvarendra sudah menunggu ibu di sana."

"Iya ayo." Aretha mengikuti Fano yang berjalan menuju ke mobil Alvarendra.

Setelah sampai di samping mobil, Fano membuka pintu mobilnya mempersilahkan Aretha masuk ke dalamnya.

Aretha masuk ke dalam mobil mendaratkan bokongnya di samping Alvarendra duduk. Alvarendra yang menyadari Aretha sudah duduk di sampingnya segera menoleh ke arahnya.

Tidak jauh dari mobil Alvarendra, Evan berada. Dia melihat Aretha yang masuk ke dalam mobil Alvarendra.

"Apakah pemilik mobil itu merupakan suaminya Aretha, sepertinya suami Aretha merupakan orang kaya raya?" Batin Evan dadanya semakin terasa sesak. Dia menatap mobil Alvarendra yang perlahan berjalan menjauh darinya.

"Aretha, kenapa rasanya begitu sulit untuk melupakanmu? Padahal aku tahu kamu sudah menikah dengan pria lain yang lebih kaya raya dariku." Monolog Evan merasa heran dengan dirinya sendiri.

"Mas, kenapa menatapku seperti itu?" Aretha merasa heran melihat Alvarendra menatap tajam ke arahnya.

"Apa ada sesuatu yang ingin kamu katakan?" Alvarendra masih menatap tajam ke arah Aretha.

"Apa Alvarendra melihatku yang sedang dipeluk oleh Evan? Tapi sepertinya tidak mungkin karena Evan memeluknya saat berada di lorong menuju ke toilet." Batin Aretha.

"Aku hanya ingin mengatakan gosip tentang Mas selalu menjadi trending topik." Aretha berusaha tersenyum ke arah Alvarendra.

"Oh, apa kamu juga ingin gosip tentangmu menjadi trending topik?"

"Tentu saja tidak, bukankah Mas memintaku agar aku tidak membuat masalah?" Alvarendra kembali menatap ke depan.

Hening, tidak ada lagi percakapan di antara mereka. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing.

Mobil yang mereka naikin berhenti setelah sampai di halaman rumah yang cukup besar. Alvarendra dan Aretha keluar dari mobil. Alvarendra meraih pergelangan tangan Aretha menariknya agar mengikuti langkah kakinya yang lebar.

"Mas, pelan-pelan!" Ujar Aretha ketika kakinya terseok-seok mengikuti langkah lebar Alvarendra. Namun Alvarendra yang masih diselimuti oleh emosi terus menarik pergelangan tangan Aretha, seolah-olah menulikan pendengarannya.

"Awh..........." Aretha meringis kesakitan karena kakinya terkilir.

Mereka berjalan masuk ke dalam rumah, lalu Alvarendra merebahkan Aretha di di atas sofa kemudian mengu kungnya.

"Aretha, apa sekarang kamu sudah lupa dengan statusmu?" Alvarendra menatap tajam ke arah wanita yang berada di bawahnya.

"Statusku?" Aretha bertanya memastikan bahwa dirinya tidak salah dengar.

"Iya." Jawab Alvarendra singkat tanpa mengalihkan pandangannya dari wajah Aretha.

"Bukankah aku masih berstatus sebagai istrinya Mas?"

"Kamu masih ingat sebagai istri Mas, apa sekarang kamu juga sudah ingat kesalahanmu?" Alvarendra menatap ke arah Aretha menuntut jawaban darinya.

"Kesalahanku?"

"Kenapa Mas Alvarendra kelihatan sangat marah, sebenarnya kesalahan apa yang sudah aku lakukan?" Batin Aretha heran.

"Aretha..........." Alvarendra meninggikan nada bicaranya melihat Aretha hanya diam.

"Iya Mas."

"Bagaimana apa sekarang kamu sudah ingat kesalahan yang kamu lakukan?" Aretha hanya diam ada beberapa kata yang ingin diucapkan namun lidahnya terasa kelu, dia menunduk berusaha menghindari pandangan Alvarendra yang sedang menatap ke arahnya.

"Aretha, apa kamu tahu ada sesuatu yang bisa aku lakukan tapi kamu tidak bisa melakukannya?"

"Suka memerintah orang lain dengan seenaknya, karena memiliki kekuasaan dan harta." Aretha berujar dengan nada menyindir.

"Aku setia sejak kita menikah." Alvarendra berkata dengan suara lirih nyaris tidak terdengar oleh Aretha.

"Hah, Mas bilang apa?"

"Apa kamu tidak mendengarnya? Sudahlah terserah kamu mau percaya atau tidak." Alvarendra kembali berdiri lalu berjalan menuju ke kamarnya, diikuti oleh Aretha di belakangnya.

Malam hari Aretha terbangun dari tidurnya, dia merasa tenggorokan kering.

"Haus." Gumam Aretha lirih yang masih setengah sadar.

Dia berusaha turun dari ranjang dengan hati-hati karena kakinya masih terasa sakit.

BUGH

"Awh........!" Aretha mengadu kesakitan setelah terjatuh dari ranjang.

Alvarendra terbangun dari tidurnya setelah mendengar suara Aretha jatuh

"Sayang, kamu tidur sambil berjalan, kenapa nggak menyalakan lampu?" Alvarendra turun dari ranjang menghampiri Aretha membantunya duduk di tepi ranjang.

"Aku takut akan membangunkan Mas, aku cuma mau mengambil minum. Kakiku sakit karena terkilir ketika Mas menyeretku."

"Kenapa nggak bilang, kamu marah sama Mas?" Alvarendra menatap tajam ke arah Aretha. Aretha yang ditanya hanya menggelengkan kepalanya pelan.

Melihat Aretha menggelengkan kepalanya pelan, Alvarendra menghela nafas panjang kemudian berjalan menuju meja mengambil sebotol air minum yang ada di atasnya.

"Ini minum dulu! Katanya haus." Alvarendra menyodorkan sebotol air minum kepada Aretha.

"Terima kasih Mas." Aretha yang melihatnya segera meraih botol minum tersebut kemudian meneguk isinya.

"Lain kali kalau ada apa-apa bilang!" Tangan Alvarendra bergerak memijat-mijat kaki Aretha.

"Padahal kakiku yang terkilir, tapi kenapa Mas Alvarendra yang kelihatan marah?" Batin Aretha heran melihat suaminya marah.

Aretha mengamati suaminya yang sedang memijat-mijat kakinya.

"Bagaimana, apakah masih terasa sakit?"

"Sudah mendingan, aku ngantuk ayo tidur!" Alvarendra menghentikan gerakan tangannya yang sedang memijat-mijat kaki Aretha. Dia merebahkan tub uhnya di samping Aretha lalu memeluknya dengan erat.

Pagi hari Alvarendra terkejut melihat Kaki Aretha tampak bengkak.

"Ayo ke rumah sakit!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status