Kenapa?"
Pertanyaan Alvarendra menyadarkan Aretha dari keterkejutannya, dia kembali tersenyum ke arahnya. "Nggak apa-apa, kalau begitu aku ganti pakaian dulu." Pamit Aretha berjalan menuju ke kamarnya. Tidak butuh waktu lama Aretha sudah selesai mengganti pakaiannya, dia kembali menghampiri Alvarendra. Dengan memakai dress selutut berwarna krem semakin terpancar aura kecantikannya membuat Alvarendra terpana melihatnya. "Mas, ayo pergi sekarang!" "Sayang, kamu sangat cantik malam ini." Puji Alvarendra tanpa mengalihkan pandangannya dari Aretha. Aretha tersenyum tipis mendengarnya. Alvarendra segera mengulurkan salah satu tangannya meraih pinggang Aretha agar merapat dengannya. Sedangkan tangan yang lainnya meraih dagu Aretha agar menatap ke arahnya. "Sepertinya mas tidak bisa menahan diri." Alvarendra menatap penuh damba ke arah Aretha, perlahan mendekatkan wajahnya dengan wajahnya. Hingga akhirnya wajahnya berada tepat di depan wajah Aretha hanya berjarak beberapa sentimeter saja. Pandangannya tertuju pada bibir ranum Aretha, dengan gerakan cepat Alvarendra menyatukan bibirnya dengan bibir Aretha. Aretha tampak terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Alvarendra, namun lama-kelamaan dia berusaha mengimbangi permainan suaminya. Memejamkan matanya sambil mengalungkan kedua tangannya ke leher Alvarendra. "Mas, katakan kamu tidak akan pergi ke rumah ibu!" Batin Aretha penuh harap. "Sepertinya kita tidak perlu ke rumah ibu." Ujar Alvarendra setelah melepaskan tautan bibirnya. "Bagaimana dengan ibu, aku takut beliau berpikir bahwa aku menahan_mu agar tidak ke rumahnya?" Tanpa menjawab pertanyaan Aretha, Alvarendra kembali melanjutkan aktivitasnya. Dalam hati Aretha tersenyum kegirangan karena sepertinya mereka tidak jadi pergi ke rumah ibu. Namun di luar dugaan Aretha suara dering hp menarik perhatian mereka. "Mas, hp_mu bunyi sepertinya ada yang nelpon." Alvarendra langsung menghentikan aktivitasnya, dengan cepat meraih hp_nya. Ternyata ada panggilan masuk dari ibunya. Ibu: Alvarendra, kapan kamu ke sini ibu dan ayah sudah menunggumu? Alvarendra: Tiga puluh menit lagi aku sampai di rumah ibu. Ibu: Ok, ibu tunggu kamu dan Aretha ke sini. Aretha mengerucutkan bibirnya mendengar percakapan Alvarendra dengan ibunya di telepon. "Maaf, mas membuatmu kecewa. Kita lanjutkan setelah pulang dari rumah ibu." "Apa mas yakin setelah makan malam masih mempunyai energi untuk melanjutkannya lagi?" Alvarendra tersenyum tipis mendengar pertanyaan Aretha. "Apa kamu meragukan suamimu?" "Mana mungkin." Aretha menggelengkan kepalanya pelan. "Ayo kita pergi sekarang!" Alvarendra meraih tangan Aretha lalu menggenggamnya, mengajaknya keluar dari rumah lalu masuk ke dalam mobil. Di dalam mobil Aretha lebih banyak diam pikirannya menerawang jauh pada saat perpisahannya dengan Evan (mantan kekasih Aretha) tiga tahun yang lalu. Saat itu mereka berada di pinggir danau. "Aku akan melanjutkan kuliah ke luar negeri." "Akhirnya kakak membuat keputusan." Aretha menunduk tidak sanggup menyembunyikan kesedihannya karena akan berpisah dengan kekasihnya, buliran-buliran bening menetes begitu saja dari sudut matanya. "Berhati-hatilah selama berada di luar negeri!" Aretha berkata di sela-sela isak tangisnya. "Aretha!" Evan mengulurkan tangannya menghapus buliran-buliran bening yang membasahi kedua pipi Aretha. "Maaf, seharusnya aku bahagia kakak akan kuliah di luar negeri tapi ...." Aretha tidak sanggup melanjutkan ucapannya, air matanya mengucur deras membasahi kedua pipinya. Evan yang melihatnya segera memeluk Aretha. "Aretha, hanya tiga tahun. Kakak janji setelah selesai kuliah akan langsung kembali!" Mereka cukup lama berpelukan, pelukan terakhir sebelum Evan pergi ke luar negeri. Aretha melepaskan diri dari pelukan Evan lalu menghapus buliran-buliran bening yang membasahi kedua pipinya. "Pergilah! Ini adalah yang terbaik untuk Kakak." "Aretha, tunggu kakak kembali! Kakak janji setelah selesai kuliah akan menikahi_mu, kita akan hidup bahagia bersama." "Iya." Aretha tersenyum ke arah Evan yang dibalas dengan senyuman pula olehnya. Nyatanya harapan tidak sesuai dengan kenyataan. Aretha terpaksa menerima ajakan Alvarendra untuk menikah dengannya karena waktu itu sangat membutuhkan uang. "Apa yang sedang kamu pikirkan?" Alvarendra merasa heran melihat Aretha seperti sedang memikirkan sesuatu. Pertanyaan Alvarendra membuyarkan lamunan Aretha. Dia segera menoleh ke arahnya sambil berusaha tersenyum. "Jika aku bilang sedang memikirkan mas, apa mas akan percaya?" "Nggak." Mobil yang mereka naiki berhenti setelah sampai di depan rumah orang tuanya Alvarendra. Mereka segera turun dari mobil lalu masuk ke dalam rumah, berjalan menuju ruang makan ternyata kedua orang tua Alvarendra telah menunggunya di sana. "Selamat malam Ayah Ibu." Sapa Alvarendra dan Aretha kepada kedua orang tua Alvarendra. "Malam juga, akhirnya kalian datang. Silahkan duduk!" Alvarendra menjatuhkan bobot tub_uhnya di atas kursi begitu juga dengan Aretha. "Kalian sudah menikah selama dua tahun, kapan rencananya akan memberikan ibu cucu?" Setiap kali datang ke rumah ayah dan ibu, bu Salma (ibunya Alvarendra) selalu membahas tentang cucu. Hal itu pula yang membuat Aretha enggan untuk ke rumah mertuanya itu. "Ibu tenang saja kita akan berusaha lebih keras lagi agar bisa memberikan cucu untuk ibu. Iya 'kan Sayang?" Alvarendra menoleh ke arah Aretha meminta dukungan darinya "Iya." Jawab Aretha dengan senyum yang dipaksakan. "Selalu itu yang kalian ucapkan setiap kali ibu membahas tentang cucu. Atau jangan-jangan istrimu mandul?" DEG Aretha, Alvarendra serta Pak Arman (Ayahnya Alvarendra) tampak terkejut mendengar ucapan Bu Salma. Aretha merasa hatinya terasa nyeri seolah tercabik-cabik. Dia menunduk berusaha menahan buliran-buliran yang mengembun di pelupuk matanya agar tidak jatuh membasahi kedua pipinya. Alvarendra yang melihatnya segera meraih tangan Aretha lalu menggenggamnya. "Bu, Aretha nggak mandul. Belum hamil bukan berarti mandul." Alvarendra menyangkal tuduhan ibunya yang mengatakan bahwa Aretha mandul. "Kalau nggak mandul, kenapa belum juga hamil padahal kalian sudah menikah selama dua tahun?" "Sudah Bu, kita di sini untuk makan bukan berdebat." Pak Arman (Ayahnya Alvarendra) mengingatkan istrinya. Mereka akhirnya mulai menyantap makanannya, tidak ada pembicaraan di antara mereka. "Sayang, kamu kenapa?" Tanya Alvarendra khawatir melihat Aretha mual-mual. Aretha yang ditanya hanya diam, ada beberapa kata yang ingin diucapkan olehnya namun lidahnya terasa kelu. Tentu saja apa yang terjadi pada Aretha tidak luput dari pandangan Bu Salma. "Aretha, kamu hamil?""Ayah Ibu, aku pamit mau mengantarkan Aretha ke rumah sakit." Pamit Alvarendra menoleh ke arah ayah dan ibunya secara bergantian. "Iya cepat periksa menantu ibu! Mungkin di dalam rahimnya sudah ada janin yang tumbuh." Bu Salma tersenyum bahagia, dia sangat yakin Aretha mual-mual karena sedang hamil. Aretha menghela nafas lega setelah berhasil keluar dari rumah mertuanya. Dia dan Alvarendra segera masuk ke dalam mobil. "Mas tahu kamu cuma berpura-pura." Alvarendra menoleh ke arah Aretha setelah mereka duduk di dalam mobil. "Aku hanya ingin membantu Mas, seharusnya Mas mengucapkan terima kasih kepadaku." "Mengucapkan terima kasih, apakah tidak terbalik?" "Maksud Mas?" Aretha menatap ke arah Alvarendra meminta penjelasan darinya. "Mas membantumu pulang lebih awal, bukankah seharusnya kamu yang mengucapkan terima kasih? Ditambah yang sebelumnya sepertinya malam ini kamu harus membayarnya?" Alvarendra tersenyum misterius ke arah Aretha. Aretha yang mendengarnya mencebikkan bibirnya
"Mempublikasikan hubungan pernikahanku dengan Aretha?" Gumam Alvarendra lirih nyaris tidak terdengar oleh Alan setelah beberapa saat kemudian. "Alvarendra, ada baiknya kamu secepatnya membuat keputusan sebelum menyesal pada akhirnya!" Alvarendra hanya diam mendengar ucapan Alan entah apa yang sedang dipikirkan olehnya. "Alvarendra ada sesuatu yang harus dipertahankan, namun ada pula yang harus dilepaskan." Alan kembali mengingatkan. Alvarendra menikahi Aretha dua tahun yang lalu untuk memenuhi keinginan Ayahnya, agar bisa menduduki jabatan CEO di FR GROUP. *** Setelah pulang dari kampus Aretha dan kedua temannya makan siang di restoran. "Aku ke toilet dulu sebentar." Pamit Aretha kepada kedua temannya sambil beranjak dari duduknya. "Aretha ususmu lurus ya? Baru selesai makan langsung ke toilet." Ujar Shela lalu tertawa. Risa yang mendengarnya juga ikut tertawa. "Tentu saja ususku lurus sehingga proses pencernaannya berjalan dengan lancar." Aretha ikut tertawa membalas candaan y
Alvarendra terkejut tatapannya berubah menjadi tajam kilatan amarah terpancar dari kedua matanya, melihat istrinya sedang berpelukan dengan pria lain. "Beraninya Aretha selingkuh di belakangku." Ujarnya dengan kedua tangannya mengepal kuat, dadanya naik turun menahan amarah. Dia mengurungkan niatnya menuju toilet, membalikkan badannya keluar dari restoran "Maaf Kak, kita tidak mungkin bisa bersama lagi aku sudah menikah." Evan tersentak kaget mendengar pengakuan Aretha, refleks melepaskan pelukannya sambil menggelengkan kepalanya pelan seolah tidak percaya. "Kak, aku pergi dulu." Pamit Aretha berjalan menjauh dari Evan. Evan hanya diam mematung menatap Aretha yang berjalan menjauh darinya, tanpa ada niat sedikit pun untuk menghentikannya. "Menikah?" Gumam Evan lirih mencoba mencerna ucapan Aretha yang mengatakan telah menikah. "Aretha, Kenapa kamu melakukan semua ini kepadaku?" Evan memegangi kepalanya dengan kedua telapak tangannya, menyandarkan punggungnya pada dinding di belaka
"Hah, Mas bilang apa?" "Apa kamu tidak mendengarnya? Sudahlah terserah kamu mau percaya atau tidak." Alvarendra kembali berdiri lalu berjalan menuju ke kamarnya, diikuti oleh Aretha di belakangnya. Malam hari Aretha terbangun dari tidurnya, dia merasa tenggorokan kering. "Haus." Gumam Aretha lirih yang masih dalam keadaan setengah sadar. Dia berusaha turun dari ranjang dengan hati-hati, namun karena kakinya masih terasa sakit akhirnya jatuh ke lantai. BUG "Awh!" Aretha mengadu kesakitan setelah terjatuh dari ranjang. Alvarendra terbangun dari tidurnya setelah mendengar suara Aretha jatuh sambil mengadu kesakitan. "Sayang, kamu tidur sambil berjalan, kenapa nggak menyalakan lampu?" Alvarendra merasa heran melihat Aretha sudah ada di lantai, padahal kamar masih dalam keadaan remang-remang hanya ada sedikit cahaya dari lampu tidur. Dia segera turun dari ranjang untuk menghampirinya. "Aku takut akan membangunkan Mas, aku cuma mau mengambil air minum. Kakiku sakit karena t
Dengan gerakan cepat Alvarendra mengecup singkat bibir Aretha. Aretha tampak terkejut matanya membulat sempurna jantungnya berdegup kencang menyadari sesuatu yang kenyal menempel di bibirnya walaupun hanya sebentar. Senyum merekah di bibir Alvarendra melihat ekspresi wajah Aretha. "Mas pergi ke kantor dulu. Kalau ada apa-apa langsung hubungi mas!" Pamit Alvarendra berjalan keluar dari Villa Grand Luxury. "Aretha sadar, Mas Alvarendra baik kepadamu karena saat ini status kalian masih suami istri, cepat atau lambat dia pasti akan menceraikan_mu. Jadi jangan sampai berharap lebih darinya, apalagi sampai menaruh perasaan kepadanya." Batin Aretha mengingatkan dirinya sendiri. Aretha membuka hpnya, dia membuka beranda akun sosial medianya. Dia tampak terkejut melihat foto dirinya yang sedang digendong oleh Alvarendra menjadi trending topik. Serta dibubuhi dengan caption "CEO FR Group Alvarendra menggendong seorang wanita masuk ke dalam rumah sakit, ini merupakan pertama kalinya Alvarendr
Aretha: Hal penting, apakah tentang ibu? Dokter Wilson: Untuk lebih jelasnya, sebaiknya kamu datang langsung ke rumah sakit. Aretha: Iya dok nanti saya ke sana. Panggilan terputus. "Risa, aku pergi dulu." Pamit Aretha berjalan dengan cepat meninggalkan Risa. "Iya, apa yang sebenarnya terjadi dengan Aretha kenapa dia kelihatannya buru-buru sekali?" Gumam Risa lirih merasa heran melihat Aretha berjalan dengan terburu-buru. "Aku sudah mengenal Aretha sejak lama, tapi dia tidak pernah terbuka dengan masalah pribadinya. Yang aku tahu Aretha merupakan putri salah satu pengusaha, namun sekarang perusahaan ayahnya sudah bangkrut. Setelah itu aku tidak tahu kehidupan pribadinya seperti apa, yang aku lihat dari wajahnya dia berusaha tersenyum untuk menutupi luka. Aku juga baru tahu kalau dia sudah putus dari Evan dua tahun lalu, padahal mereka pernah dijuluki sebagai best couple." Monolog Risa dalam hati menatap Aretha yang berjalan semakin menjauh darinya. "Risa!" Terdengar suara Shela m
Dua miliar." Nominal tersebut terus menerus memenuhi otak Aretha. Aretha membuka tasnya mengambil benda pipih yang tersimpan di dalamnya. Dia mencoba menghubungi Alvarendra namun nomornya tidak aktif. Aretha tidak menyerah begitu saja, dia kembali menghubungi Alvarendra hingga berulang kali namun nomornya tetap saja tidak aktif. "Mungkin Mas Alvarendra masih sibuk, aku akan menghubunginya kembali nanti." Gumam Aretha menyimpan kembali hp-nya ke dalam tas. *** Malam ini Alvarendra bertemu dengan Mr. Aron di lounge salah satu hotel bintang lima yang ada di pusat kota. Alvarendra tidak datang sendirian ada Alisa di sampingnya. Pertemuan mereka untuk membahas film yang dibintangi oleh Alisa. Film tersebut tertunda penayangannya padahal dijadwalkan akan tayang 5 bulan yang lalu, namun sampai saat ini belum juga ditayangkan. "Selamat malam Mr. Aron." Sapa Alvarendra mendaratkan bokongnya di atas kursi duduk berhadapan dengan Mr. Aron, sedangkan Alisa duduk di sampingnya. "Malam juga."
Aretha, kamu sepertinya tidak senang mas pulang?" Alvarendra bertanya dengan nada kecewa. Pertanyaan Alvarendra membuyarkan lamunan Aretha. "Bukan begitu maksudnya Mas, tentu saja aku merasa senang Mas pulang ke sini." Aretha berusaha tersenyum ke Alvarendra, seolah tidak terjadi apa-apa sebelumnya. Seulas senyum tipis terbit di bibir Alvarendra mendengar ucapan Aretha. "Benarkah?" Alvarendra mendaratkan bokongnya di tepi ranjang, tangannya terulur meraih dagu Aretha agar menatap ke arahnya membuat pandangan mereka saling bertemu. Aretha yang ditanya hanya diam sambil menganggukkan kepalanya. Seulas senyum tipis terbit di bibir Alvarendra lalu mendekatkan wajahnya dengan wajah Aretha hanya berjarak beberapa sentimeter saja. Menyadari wajah Alvarendra semakin mendekat dengannya, Aretha merasa jantungnya berdegup kencang refleks memejamkan matanya. Alvarendra menyatukan bibir mereka, tangan Aretha dikalungkan ke lehernya. "Mas!" Panggil Aretha kepada Alvarendra setelah tautan bibir
Evan yang melihatnya segera menahan tub uh Aretha sehingga tidak jatuh ke lantai, mengangkatnya ke dalam gendongannya. Dia membawa Aretha menuju ruang rawat."Aretha baru berusia 21 tahun tapi sudah harus kehilangan ayahnya, dan sekarang juga kehilangan ibunya." Batin dokter Wilson menatap iba ke arah Aretha yang sedang digendong oleh Evan.Terdengar bisik-bisik beberapa dokter dan perawat yang melihat Evan menggendong Aretha."Beruntung Aretha mempunyai suami yang tidak hanya tampan, tapi juga begitu perhatian.""Aku juga mau punya suami yang tampan serta perhatian."Evan seolah menulikan pendengarannya, dia tetap menggendong Aretha tidak peduli dengan beberapa orang yang sedang membicarakannya.Evan merebahkan Aretha di atas ranjang rumah sakit. Dia menatap iba wajah pucat Aretha yang terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Wanita yang pernah menjadi kekasihnya memberi warna dalam kehidupannya kini terlihat begitu rapuh. Ada perasaan bersalah karena pernah menuduh Aretha yang t
"Dari awal sampai akhir aku tidak pernah berpikir untuk mengakuisisi HR GROUP secara menyeluruh. Kontrol mutlak merupakan strategi FR GROUP terhadap HR GROUP kali ini. Yang kalian maupun dunia luar lihat hanyalah perangkap." Ujar Alvarendra tegas menatap ke arah Ariana dengan seringai menghiasi wajah tampannya.DEGAriana tampak terkejut mendengar penuturan Alvarendra. "Jadi semua hanyalah perangkap?" Tanyanya menatap ke arah Alvarendra meminta penjelasan darinya."Iya. Tapi yang paling tidak ingin aku lihat hari ini adalah kamu. Walaupun tidak bisa melanjutkan hubungan kita, setidaknya kamu masih bisa menempati sebuah posisi dalam hatiku?" Terang Alvarendra menjelaskan membuat Ariana semakin terkejut mendengarnya."Sampai detik ini tidak ada seorang pun yang peduli denganku sama sekali. Ayah yang memaksaku untuk pergi meninggalkanmu, kepulanganku kali ini juga karena dipaksa olehnya." Raung Ariana dengan air matanya mengucur deras membasahi kedua pipinya, berharap Alvarendra akan ber
Breaking newsFR GROUP berhasil mendapatkan lebih dari 50% saham HR GROUP. Secara resmi mengambil alih kepemilikan perusahaan tersebut dengan kepemilikan saham mutlak.Ariana memegangi pipinya yang terasa panas setelah ditampar oleh ayahnya."Anak nggak tahu diri, bukankah aku sudah mengatakannya sejak awal untuk memanfaatkan hubunganmu dengan Alvarendra. Tapi apa yang kamu lakukan, Hah?" Bentak Pak Harry dengan suara keras menatap tajam ke arah Ariana, dadanya naik turun amarah telah menguasai dirinya. Perlahan kembali mengangkat tangannya tinggi-tinggi."Tampar saja, lagipula aku sudah nggak peduli." Ujar Ariana ketus ketika melihat ayahnya hendak menamparnya lagi.Pak Harry menarik nafas dalam-dalam kemudian menghembuskannya secara perlahan berusaha mengendalikan emosi dalam dirinya."Ariana, asal kamu bisa mengatasinya maka HR GROUP akan ayah serahkan kepadamu." Pak Harry menurunkan tangannya membalikkan badannya berjalan menuju sofa lalu duduk di atas, memijat pelipis kepalanya y
Alvarendra meminta Fano untuk datang ke ruangannya."Iya Pak, ada apa?" Fano bertanya kepada Alvarendra setelah berada di dalam ruang CEO."Mari kita lihat sejauh mana perkembangan kondisi penyakit ibunya Aretha saat ini." Ujar Alvarendra menatap ke arah Fano."Bukankah waktu itu nggak peduli? Sekarang mau peduli nih." Monolong Fano tersenyum dalam hati."Kalau kekurangan dana buka rekening rumah sakit untuk biaya pengobatannya!""Baik Pak, kalau begitu nanti saya akan melihatnya dulu ke rumah sakit.""Untuk saat ini minta pihak rumah sakit agar tidak memberi tahu Aretha dulu!""Iya Pak, kalau begitu saya permisi." Pamit Fano keluar dari ruangan CEO."Kalau dilihat dari sikapnya sepertinya Pak Alvarendra tidak akan menceraikan Bu Aretha." Monolog Fano dalam hati keluar dari ruang CEO.Seperti permintaan Alvarendra, Fano pergi ke rumah sakit tempat ibunya Aretha dirawat."Selamat siang Pak." Sapa Fano kepada dokter Wilson setelah berada di dalam ruangannya."Siang juga, maaf anda siapa
Mobil yang dinaikki oleh Aretha melaju dengan kencang menuju apartemen Grand Luminor."Jadi Aretha sekarang tinggal di sini." Gumam Evan lirih melihat Aretha masuk ke dalam apartemen Grand Luminor."Bukankah sebelumnya dia tinggal di Villa Grand Luxury, jadi sekarang sudah pindah ke sini?" Monolog Evan dalam hati.Aretha masuk ke dalam apartemennya lalu melepaskan jaket yang dipakai olehnya. Mendengar suara pintu dibuka Aretha segera menoleh ke arah pintu, terlihat Alvarendra berjalan masuk ke dalam apartemen."Kenapa Mas pulang?" Tanya Ariana heran.Alvarendra mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan yang diucapkan oleh Aretha."Kenapa, aku nggak boleh pulang ke sini? Kamu habis nangis?" Alvarendra memicingkan matanya melihat wajah Aretha yang tampak sembab.Menyadari Alvarendra sedang menatap ke arahnya, Aretha segera memalingkan wajahnya ke arah lain.Tanpa sengaja Alvarendra melihat jaket yang tergeletak di atas sofa."Jaket siapa ini?" Tanya Alvarendra dengan suara keras menata
"Jadi maksudmu Alvarendra mengajakmu ke ruangan VIP, lalu di sana kalian bertemu dengan Ariana?" Tanya Tasya kepada Aretha setelah mendengar cerita yang diucapkan olehnya. "Iya." Jawab Aretha singkat setitik air matanya menetes di kedua pipinya. "Benar-benar pria nggak punya hati, kalau mau bertemu dengan kekasihnya seharusnya tidak mengajak istrinya." Tasya mengumpat merasa sangat kesal dengan Alvarendra, setelah mendengar cerita dari Aretha. "Aretha, nggak perlu dipikirkan pria seperti itu! Yang ada kamu akan semakin terluka." Ujar Tasya tidak tega melihat sahabatnya tampak sedih. "Iya benar pria seperti itu memang tidak usah dipikirkan." Sahut Aretha. Aretha berusaha menepis bayangan Alvarendra dan Ariana yang sejak tadi memenuhi otaknya. Namun tetap saja bayangan mereka masih memenuhi otaknya, seolah mengejeknya. "Biarkan dia mati!" Melihat Aretha tampak rapuh Ariana kembali mengumpat, Aretha yang mendengarnya juga ikut mengumpat. "Iya biarkan dia mati saja." Teriak Aretha b
"Nggak perlu dibahas lagi! Bukankah hubungan kita sudah berakhir?" Aretha membalikkan badannya berjalan keluar dari ruang rawat ibunya, meninggalkan Evan yang masih berada di sana.Melihat Aretha berjalan keluar dari ruang rawat ibunya, Evan segera menyusulnya."Aretha,tunggu!"Mendengar suara Evan memanggil namanya, Aretha segera menghentikan langkah kakinya. Dia membalikkan badannya terlihat Evan sedang berjalan dengan cepat menghampirinya."Ada apa lagi?" Tanya Aretha bertanya sedikit kesal."Maaf.""Maaf untuk apa?" Tanya Aretha menatap heran ke arah Evan"Maaf jika ucapanku menyinggung mu.""Lupakan saja."Aretha membalikkan badannya kembali melanjutkan langkah kakinya, meninggalkan Evan yang berdiri mematung menatap kepergiannya."Aretha, jika kamu bercerai dari Alvarendra apakah kita masih bisa bersama lagi seperti dulu?" Monolog Evan menatap ke arah Aretha yang semakin menjauh darinya.***Tasya meminta Aretha menemaninya datang ke pesta ulang tahun Revi, teman sekampusnya. Ul
"Tinggal di apartemen Grand Luminor lebih dekat dengan kampus, mall, supermarket dan sebagainya. Kalau di Villa Grand Luxury mau kemana-mana jauh." Terang Aretha menjelaskan.Pak Arman dan Bu Salma manggut-manggut mendengar penjelasan Aretha, sedangkan Alvarendra menghela nafas lega."Sepertinya ayah dan ibu percaya dengan ucapan Aretha." Batin Alvarendra menoleh ke arah Pak Arman dan Bu Salma."Kalian sedang tidak ada masalah, 'kan?" Tanya Pak Arman menatap ke arah Alvarendra dan Aretha secara bergantian."Kami baik-baik saja, ayah dan ibu nggak perlu khawatir. Iya 'kan Sayang?" Alvarendra menoleh ke arah Aretha meminta dukungan darinya."Iya." Aretha tersenyum ke arah Pak Arman dan Bu Salma."Alvarendra, Ayah dengar FR GROUP akan mengakuisisi HR Group apakah itu benar?" Tanya Pak Arman menatap ke arah Alvarendra, menuntut jawaban darinya."Iya benar Yah, saat ini FR GROUP sudah mendapatkan 75 % saham HR Group." Jawab Alvarendra tegas."Jadi FR GROUP akan mengakuisisi HR Group, tapi
"Setelah masalah akuisisi HR Group selesai aku akan membahas hubunganku dengan Aretha.""Kamu akan menceraikannya? Jangan terlalu sadis bagaimanapun juga dia sudah menemanimu selama dua tahun, bahkan harus kehilangan masa mudanya karena menikah denganmu." Ujar Alan mengingatkan, menatap ke arah Alvarendra menuntut jawaban darinya."...." Alvarendra hanya diam mengangguk ragu."Kamu yakin akan bercerai dengan Aretha?" Alan kembali bertanya kepada Alvarendra."Apa aku yakin, kenapa tiba-tiba merasa ragu?" Batin Alvarendra merasa heran dengan dirinya sendiri."Jangan pasang tampang terpaksa seperti itu, pikirkan dulu dengan baik! Aku pamit mau kembali ke rumah sakit." Alan beranjak dari duduknya."Ya." Alvarendra menoleh ke arah Alan yang berjalan keluar dari apartemennya.Alvarendra kembali masuk ke dalam kamar terlihat Aretha masih duduk di atas ranjang, sedangkan bubur ayamnya sama sekali belum disentuh olehnya. Dia berjalan menghampiri Aretha lalu duduk di sampingnya."Sayang, kenapa