"Danisa," Panggil Daren, pria berusia 34 tahun yang tidak lain adalah bosnya. "Iya, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" jawabnya. "Menikah dengan saya. Dan lahirkan anak untuk saya." Sebuah kalimat yang membuat Danisa mematung di tempat. Tak ada angin dan hujan, tiba-tiba atasannya yang tidak pernah terlihat dekat dengan wanita memintanya untuk menikah dan melahirkan anak. Daren, pria yang tidak mau dekat dengan wanita manapun. Tiba-tiba meminta dirinya untuk menikah dan punya anak dari bosnya sendiri. Memang Danisa suka uang, tapi tidak dengan menjual diri sama pria kaya yang harus mengorbankan mahkota berharganya. Lebih baik Danisa mencari sampingan pekerjaan lain dari pada harus melahirkan anak untuk bosnya.
Lihat lebih banyakBAB 1
"Saya tidak mau tahu. Pokoknya kamu harus segera bayar sewa tempat tinggal ini sekarang juga!" Tegas seorang wanita bermata sipit.Usianya yang lebih tua beberapa tahun dari Danisa, namun nasib yang jauh berbeda darinya. Jika Danisa menjadi orang yang berlagak sok kaya. Maka, wanita di hadapannya itu adalah seorang juragan apartemen yang memiliki hampir 20 unit di tempat Danisa tinggal.
Danisa mendadak cemas, karena bingung dengan keadaan yang terjadi. Kini, wanita di hadapannya datang kembali menaagih dan tidak ingin lagi memberikan dia waktu untuk bisa menunda sewa bayar yang dia tempati.
"Saya mohon! Kasih saya waktu, satu hari saja. Besok pagi saya akan bayar lunas." Lagi Danisa kembali memelas.Bukan ia tak punya uang, memang kehidupan glamor yang biasa dilakukanlah yang berhasil membuat diirnya terjebak dalam situasi rumitnya sekarang.
Ya, anggap saja Danisa yang salah dalam memilih pertemanan. Seharusnya yang ia lakukan berteman dengan orang yang sejajar. Tapi, demi gengsi karena Danisa yang menjadi seorang sekretaris bos besar dihadapkan pada relasi dan teman sosialita yang memaksa ia harus seimbang dengan mereka."Janji terus kau lakukan! Setiap tahun selalu saja mundur dari waktu sesuai kesepakatan. Kapan kau akan bayar tepat waktu!"Lagi, wanita di hadapannya itu meninggikan suaranya pada Danisa. Tatapan matanya sudah menunjukkan sikap tak bersahabat. Seolah bersiap menerkam mangsa di hadapannya.
Tapi, sebisa mungkin Danisa menekan emosi karena tak ingin terusir di apartemen yang sudah membuatnya nyaman selama empat tahun dirinya tinggali."Nyonya, meski saya menunda tetap melunasi kan? Jadi tidak ada alasan untuk Nyonya bisa mengusir saya kecuali saya tidak membayar. Apa kurang cukup bukti jika selama tinggal di sini saya selalu bayar. Meski telat ...."
Danisa merendahkan suaranya pada kalimat akhirnya.
Suasana tegang yang terjadi di depan pintu itu tiba-tiba haning beberapa saat. Wanita yang tak lain adalah pemilik apartemen di mana Danisa tinggal itu terlihat sedang berpikir. Hingga akhirnya wanita itu kembali membuka suara masih dengan melayangkan tatapan tajam pada Danisa.
"Baik. Saya kasih waktu kau satu hari dari sekarang. Besok saya datang, dan kau harus bayar lunas. Waktu bayar kau sudah lewat satu bulan. Mau sampai kapan kau akan menunda,"Dengan wajah angkuh dan tatapan sombongnya, wanita pemilik apartemen Danisa itu melangkah pergi begitu saja, meninggalkan Danisa yang kembali bernafas lega.Danisa seolah mendapatkan kembali udara yang menghilang dari rongga tenggorokan hanya untuk sekedar bernafas. Setelah tidak melihat punggung wanita yang menagih dari lorong unitnya. Danisa melangkah untuk bersiap segera bekerja."Syukurlah. Khawatir banget nggak dibayar. Ini semua karena Merry yang memaksa aku beli tas branded. Andai saja minggu kemarin aku tidak tergiur sama tawarannya. Mungkin aku tidak akan dimaki-maki oleh si perawan tua itu."Danisa melangkah ke dalam unitnya. Karena harus segera bersiap untuk berangkat bekerja. Dia memandang diri di depan cermin yang ada pada lemari pakaiannya. Ia memastikan jika penampilan yang ia lakukan sudah sempurna dengan tas mahal yang baru dibelinya. Sungguh, ia tak sabar untuk segera datang ke kantor, memamerkan barang branded yang berhasil ia beli. “Sudah cantik. Saatnya bekerja,” ucapnya. Ia melenggang ke luar kamar. Seketika langkahnya terhenti ketika teringat jika ia membutuhkan banyak uang secepatnya.“Huh! sepertinya aku harus melakukan pekerjaan itu lagi. Sungguh menyebalkan,” ucapnya pada diri sendiri.Danisa mengulurkan tangan untuk mengambil sesuatu yang sudah ia masukkan ke dalam tasnya. Kemudian mengambil ponsel guna menghubungi seseorang yang berbeda unit lantai dari apartemen yang ia tinggali. Setelah menekan tombol panggilan, ia pun mulai membuka kalimatnya.“Carikan saya teman. Malam ini juga. Kalau bisa bayarannya yang besar,” pinta Danisa yang tidak ingin berbahasa basi.Setelah melakukan panggilannya ia pun melangkah cepat untuk segera tiba ke kantor tempatnya bekerja.
Tidak membutuhkan waktu lama bagi Danisa untuk segera tiba. Karena memang letak unit yang berada tidak jauh dari tempatnya bekerja.Danisa tiba dengan mendapat sambutan ramah dari rekan kerjanya di lobi perusahaan. Namun, suasana sudah berubah menjadi hening ketika ia sudah tiba di lantai di mana ruang Direktur berada.
“Hai! Kau baru tiba. Cepat siapkan jadwal Pak Daren. Dia sudah menunggumu di dalam.”Leo yang tak lain adalah asisten pribadi bos nya itu sudah tiba lebih dulu darinya. Danisa yang berpikir datang sudah awal itu dibuat berdiri mematung tidak percaya.“Pak Daren sudah datang? Kenapa sepagi ini dia sudah tiba? Padahal saya datang juga tidak telat-telat amat,” jawab Danisa memasang wajah bingungnya. Karena jarang Daren, bosnya itu datang sepagi ini. Jika ada rapat penting pun ia akan langsung menuju ke lokasi di mana rapat berada.“Biasa. Sedang menghindar dari desakan untuk menikah dari maminya,” ucap Leo setengah berbisik.Danisa yang memang sedikit banyak tahu kehidupan Draen dari Leo sebagai rekan kerjanya mengangguk mengerti.“Lagian apa susahnya sih menikah. Hidup mapan. Duit banyak. Punya istri kan enak, ada yang temani terus di atas ranjang,” jawab Danisa dengan gaya feminimnya.Namun ia mendapati pelototan dari sang rekan yang menganggap masalah bosnya itu sebagai candaan.“Jangan sampai Pak Daren dengar. Jika masih mau bekerja di sini,” tegas Leo mengingatkan tingkah Danisa yang mulai membicarakan kehidupan atasannya itu.“Ups! Saya lupa. Saya masuk dulu, mau ambil jadwal dan berkas yang kemarin diminta Pak Daren” pamit Danisa, berlalu masuk ke dalam ruang kerja yang tertutup setengah kaca tersebut. Ia menaruh tas kerjanya, kemudian mengambil jadwal dan berkas yang akan ia bawa pada sang atasan.Setelah memastikan semuanya siap. Danisa melangkah segera ke ruang kerja Daren. Sambutan pertama yang menyapa paginya, adalah suasana begitu dingin melebihi suasana yang biasa ia hadapi di hari-hari sebelumnya.“Selamat pagi, Pak.”Dengan sikap ramah yang tidak seolah terjadi apa-apa. Danisa yang begitu pandai bermain peran itu menyambut ramah atasannya yang hanya menatap datar ke arah Danisa sejak ia melangkah masuk ke dalam ruang kerjanya.Tidak ada jawaban atas sapaan yang Danisa beri. Benar apa yang Leo sampaikan, jika suasana hati bosnya itu sedang tidak baik-baik saja.Danisa yang terbiasa dengan sikap dingin sang atasan itu tetap melakukan pekerjaannya dengan baik. Ia menyampaikan jadwal Daren dengan pekerjaan yang harus Daren lakukan. Setelah menjelaskan apa yang telah selesai menjadi tugasnya.Danisa pun pamit untuk kembali ke ruang kerjanya. Lagi-lagi, Daren masih bergeming. Tapi Danisa tahu jika apa yang ia sampaikan sudah dicerna baik oleh sang atasan.
“Danisa.”Panggilan dari sang bos menghentikan langkah Danisa yang baru berbalik dari tempatnya semula berdiri.“Iya, Pak,” jawab Danisa dengan sikap manisnya.“Menikah dengan saya. Dan lahirkan anak untuk saya.”Siang itu, mendadak suasana rumah sakit menjadi mencekam.Darren sudah keluar dari dalam ruang perawatan Rinaldi, ayahnya. Namun belum sempat Riana yang baru saja akan menghampiri putranya dan ingin bertanya tentang apa yang dilakukan Daren di dalam sana sudah dibuat terkejut dengan beberapa perawat yang saling berlari menuju ke ruang Reynaldi dengan tatapan mata yang terlihat panik.Bukan hanya Riana yang terkejut, Danisa pun ikut merasa panik dengan kejadian nyata yang saat ini dilihatnya.Lewat sorot matanya Ia pun bertanya pada Riana dengan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada Renaldi di dalam kamar perawatannya.Detak janur Riana berpacu kencang saat melihat para petugas medis berlarian yang tak lama diikuti oleh dokter pribadi Renaldi yang menangani langsung pria tua itu.“Apa yang terjadi?” Entah pada siapa Riana bertanya sebab Danisa dan Daren pun tidak mengerti dengan apa yang terjadi.Danisa mendekat ke arah Riana memeluk perempuan itu dengan maksud ingin menguatkan ji
Suasana ruang yang didominasi oleh warna putih itu begitu hening. Sambutan yang kini didapat oleh seorang pengusaha muda yang bernama Daren Raynaldi. Ya, dia sangat membenci nama Reynaldi yang begitu sangat dirinya benci. Daren begitu membenci nama itu. Sebab nama tersebut adalah nama dari pria yang memiliki aliran darah sama dalam tubuhnya. Nama yang begitu sangat dibencinya, sebab pria yang tak lain adalah ayahnya sendiri telah menorehkan luka yang begitu dalam untuk dirinya selama ini. Kini, dia dapat melihat penderitaan dari pria yang tak ingin ditemui olehnya itu. Pria yang sangat dibenci oleh Daren, kini tergeletak lemah tak berdaya. Bahkan, dirinya yakin untuk sekedar membuka mata pria itu tak akan mampu melakukannya. Daren masih berdiri di tempatnya, setelah dirinya usai menutup pintu ruang perawatan khusus yang hanya ada satu ranjang beserta pasien serta seluruh alat yang menempel dalam tubuh pria yang sudah sangat lemah tak berdaya. Ya, pria angkuh dan sombong itu sudah
Seperti yang Darren katakan kepada Danisa yang meminta untuk ditemani. Kini, keduanya sedang berada di dalam mobil menuju ke sebuah tempat yang Danisa sendiri pun belum mengetahui. Iya, Danisa belum bertanya pada sang suami sebab setelah darah mengajak dia harus disibukkan dengan mengurus kedua buah hatinya yang kemudian mengantar Ara dan Aiden menuju ke tempat sang nenek.Setiba di sana, kedua anak kembar itu pun langsung turun dari mobil. Sebab tak sabar untuk bermain bersama nenek dan tantenya.“Mom dan daddy nggak usah anterin arah ke dalam. Nanti biar Ara yang bilang sama nenek jika Mommy dan Deddy akan pergi.”Ara yang sudah tidak sabar itu meminta ayah dan sang ibu untuk segera berlalu dari kediaman sang nenek. Tetapi Danisa tak langsung mengiyakan, sebab dia pun ingin bertemu dengan sang Ibu dan meminta izin untuk menitip kedua buah hatinya di sini.“Mommy mau bertemu nenek dulu, Princess. Nanti setelah ketemu nenek baru Mommy dan Deddy akan berangkat.”Danisa tersenyum lembut
“Apa kamu sibuk hari ini?” tanya Daren tiba-tiba saat subuh dan keduanya sedang berada di atas ranjang saling berpelukan satu sama lain. Danisa yang berada dalam dekapan hangat suaminya itu mendongak. Menatap penuh tanya pada sang suami akan maksud yang hendak Daren katakan kepadanya itu. “Kenapa?” tanya Danisa, balik bertanya ingin memastikan jika Daren ingin mengajaknya pergi ke suatu tempat. Daren membalas tatapan sang istri. Memberikan usapan lembut ke lengan Danisa setelah aktivitas panas malamnya telah berlangsung. Keduanya tak langsung tidur setelah melakukan ibadah subuhnya. Saling mendekatkan diri, dan Danisa tak ingin banyak tanya atau berbicara kecuali jika itu urusan kedua buah hatinya. “Temani aku,’ ucap Daren singkat, tak langsung memberitahukan tujuannya ke mana akan pergi mengajak wanitanya. “Aku akan temani, jika kamu butuh aku. Tak perlu bertanya,” jawab Danisa, merekahkan senyum manisnya dan kembali mengeratkan dekapan hangat yang Daren berikan untuknya. Daren
“Jangan bicara begitu sama mama,” kata Danisa minta agar Daren mampu meredam emosi pada sang mama.DADanisa tak ingin melihat hubungan ibu dan anak itu menjadi renggang. Sebab, dia tahu seberapa besar rasa sayang dan pengorbanan Riana yang begitu besar dalam membesarkan Daren dulu. Daren tak menjawab, pria itu masih diam merasakan sentuhan lembut dari Danisa yang memeluk dirinya dari belakang tubuh tegapnya itu. “Mama akan sedih, jika kamu berkata kasar padanya. Bukankah selama ini kau selalu memperjuangkan kebahagiaan mama,” lanjut Danisa mengingatkan pada suaminya. Perjuangan yang Daren lakukan untuk mamanya begitu besar. Hingga dia mampu melawan ego menikah demi bisa memberikan cucu yang selalu dituntut oleh mamanya dulu. Daren menarik nafasnya dalam-dalam. Kemudian membuangnya secara kasar sebelum akhirnya membuka suara menjawab setiap kalimat yang terucap dari wanitanya itu. “Kau tak mengerti,” jawab Daren singkat. “Aku tahu, Daren,” bela Danisa untuk dirinya sendiri, yang
Riana menghentikan langkah kakinya saat Daren menyebut kata ‘tua bangka’. Riana berpikir, mengapa Daren bisa mengetahui rahasia yang masih dijaga olehnya dengan begitu baik. Dia pun berpaling, menatap Daren yang sedang berusaha menahan amarah. Riana tahu, jika Daren tidak akan meluapkan amarahnya di hadapan anak-anaknya. Riana sudah menyiapkan segala sesuatu untuk segala kemungkinan yang akan terjadi jika Daren akan marah kepada dirinya. “Kau tak boleh bicara seperti itu Daren,” tegur Riana dengan nada rendahnya sebab tak ingin menunjukkan perdebatan yang akan berlanjut kemarahan putranya tersebut. Daren diam, tak langsung menjawab apa yang dikatakan oleh ibunya itu kepadanya. “Sejak kapan Mama berhubungan lagi dengannya?” tanya Daren dengan suara dinginnya. “Dan untuk apa mama menemui tua bangka itu lagi. Itu sebabnya mama tak mau kembali lagi ke Singapura dan memilih menetap di sini.” Daren masih tak menunjukkan sikap ramahnya. Danisa yang semula bersiap menghidangkan sarapan d
Pagi di kediaman rumah Daren terasa begitu berbeda seperti hari-hari biasanya. Danisa pagi-pagi sudah bangun dari tidurnya membantu pelayan yang bekerja di rumah mewah Daren itu untuk menyiapkan sarapan keluarga kecilnya.Beberapa kali pelayan meminta agar Danisa beristirahat. Tentu saja mereka tahu jika pengantin baru harus memiliki banyak waktu luang dan kebersamaan terlebih rumah tangga mereka yang terpisah lumayan lama.Akan tetapi, larangan yang dilakukan oleh pelayan untuk Danisa itu diabaikan oleh Danisa. Dia ingin sekali menyiapkan sarapan untuk kedua buah hatinya dan juga suaminya, maka dari itulah dia menyempatkan untuk pergi ke dapur dan membuatkan sarapan khusus untuk keluarga kecilnya.“Saya khawatir jika tuan dari nanti bangun akan menegur kami, Bu,” tutur wanita yang usianya jauh lebih tua dari pelayan lain yang bertugas menjadi ketua pelayan di rumah mewah itu.Indonesia menoleh, dia tersenyum hangat kepada wanita paruh baya yang begitu ramah sejak kedatangannya di rum
“Mama pergi dulu ya, kalian lanjutkan dulu sarapannya.” Riana mengakhiri sarapan paginya, di saat anggota keluarganya yang lain pun baru saja akan memulai.Kemudian dia beralih menatap kepada Ara yang sedang menggigit roti di tangannya.“Princess, Oma. Nanti kamu berangkatnya sama Mommy saja ya. Oma minta maaf, sebab tadi sudah janji akan antar Ara ke sekolah pagi ini seperti kemarin,” lanjut Riana berkata kepada Ara sebab dirinya tak bisa mengantarkan sang cucu sebelumnya. Sejak Daren tidak ada di rumah dan tak bisa mengantarkan kedua buah hatinya untuk bersekolah. Sejak saat itulah Riana yang selalu antar jemput bersama suster Ara dan juga sopir yang memang ditugaskan untuk mengantar jemput kedua buah hati Daren dan Danisa tersebut.“Ara nggak mau sekolah. Ara Mau di rumah saja bersama Mommy. Ara rindu sekali dengan Mommy. Hari ini, maka Ara akan menghabiskan waktu bersama Mommy. Dan Ara tak akan membiarkan Daddy mengganggu waktu kami.”Anak perempuan itu seperti sedang balas den
“Mommy!”Suara melengking yang Ara lakukan itu berhasil menusuk indera pendengaran Danisa dan Daren yang baru saja melangkah masuk ke dalam rumah setelah dua hari mereka memutuskan untuk menginap sebab tidak ingin mendapat gangguan dari kedua buah hatinya. Ara berlari, menuju ke arah kedatangan sang Mommy dan Daddy-nya. Anak perempuan itu begitu tak sabar untuk berjumpa dengan sang ibu. Bahkan, saat mobil yang Daren kendarai baru saja berhenti di area halaman rumah dan pelayan yang menyampaikan jika Daren dan Danisa telah kembali itu membuat anak perempuan yang baru saja akan menuju ke meja makan itu tak menunggu lama. Dia langsung berlari menuju ke luar rumah untuk menemui sang Mommy yang sudah sangat dia rindukan beberapa hari ini.Tanpa menunggu, Ara segera memeluk Danisa penuh Kerinduan. Sedangkan Daren hanya menggeleng dengan tingkah yang dilakukan oleh putrinya itu. “Mommy rindu sekali dengan putri mommy yang cantik ini,” kata Danisa memeluk hangat Ara dipekannya. Ara yang m
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen