BAB 2
Danisa terdiam beberapa saat dengan apa yang diminta oleh sang atasan untuknya tiba-tiba.Tidak ada angin dan tak ada hujan. Tiba-tiba saja atasannya itu mengajak menikah dan minta anak darinya. Memangnya gampang orang punya anak, menikah langsung bisa jadi.“Bagaimana?” tanya Daren ketika tidak mendapati respon apa pun dari sekretarisnya itu.“Bapak tidak salah makan ‘kan? Atau Bapak sedang sakit?”“Saya serius.”Daren menatap serius pada Danisa yang tak percaya pada ajakan yang telah ia lakukan. Tak tahu Daren harus melakukan apa, maka ia berniat memberikan tawaran sekretarisnya itu untuk menikah dengannya.Danisa bisa melihat wajah serius dari sang atasan. Tapi baginya itu adalah tawaran yang tidak masuk akal. Danisa pun tak berniat untuk menerima tawaran dadakan yang menurutnya itu di luar logika.“Maaf tapi saya tidak bisa, Pak. Saya belum punya planning untuk menikah, lagi pula saya juga tidak ingin punya anak. Apa tidak sayang dengan tubuh saya yang akan menjadi gemuk dan tidak akan menarik lagi pastinya,” jawab Danisa jujur. Tak ada satupun yang iia tutupi dari apa yang Daren tawarkan untuknya.“Saya tawarkan pernikahan dengan kamu melahirkan anak untuk saya. Dan saya akan kasih uang dalam jumlah yang cukup besar. Bukankah itu bayaran yang setimpal.”Daren kembali buka suara. Ia sangat tahu jika sekretarisnya itu sangat suka dengan uang. Bahkan setiap kali Daren meminta pekerjaan tambahan, Danisa selalu mengukur dengan uang sebagai ganti atas apa yang telah ia lakukan.Danisa menghela nafas beratnya, ia menatap pada sang atasan yang masih bersikukuh meminta dirinya untuk menikah dan melahirkan anak.“Bapak kenapa nggak terima tawaran ibu bapak saja. Bukankah Ibu Riana sering jodohkan anda?”“Saya tidak mengenal mereka. Dan kamu tahu, saya tidak pernah ingin terikat pernikahan seumur hidup dengan mereka. Saya hanya ingin menikah dan wanita itu mau melahirkan. Jika sudah, maka dia bebas pergi ke mana pun dia mau. Dan uang jaminan sebagai gantinya,” ujar Daren kagi.Danisa tak habis pikir dengan jalan pikiran sang bos itu. Masih dengan kesabaran yang ia punya, meski jujur ia butuh uang, dan yakin jumlah yang akan Draen tawarkan sangat fantastik, tapi Danisa tetap tidak ingin semakin membuat keluarganya terutama ibunya akan kecewa padanya.“Tapi saya tidak bisa Pak. Saya belum ingin menikah, apa lagi punya anak. Saya harap bapak tidak memaksa saya. Karena saya tidak akan melakukan itu,” jawab Danisa lagi.Daren bergeming, tidak mengeluarkan sepatah kata pun atas penolakan yang Danisa lakukan atas dirinya.“Jika sudah tak ada yang Bapak butuhkan, saya permisi,” pamit Danisa.“Saya kasih waktu untuk kamu pikirkan lagi,” ujar Daren ketika Danisa mulai meninggalkan ruang kerjanya.Danisa menghentikan langkah, kembali berbalik demi bisa menatap sang atasan.“Saya tetap pada pendirian saya, Pak,” kukuhnya. Keputusan yang ia ambil tidak akan goyah, meski tawaran yang akan Daren berikan pasti besar baginya.Karena bagi Danisa, keperawanan yang ia punya akan ia berikan untuk calon suaminya nanti. Meski ia suka uang, tetap ia akan menjaga harga diri dan tidak akan membuat sang ibu kecewa di negaranya. Ia melenggang keluar dari ruang kerja sang atasan. Di depan ruangannya ia bertemu dengan Leo dan memukul dada pria yang tak tahu apa-apa dengan begitu kesal.“Kau kenapa? Datang-datang main pukul saja,” omel Leo dengan tingkah Danisa.“Bos kamu itu. Ngimpi apa tiba-tiba ajak aku nikah dan minta anak.”Leo yang mendengar jawaban Danisa terdiam, hingga akhirnya ia tertawa terbahak-bahak dengan kabar yang Danisa beri.“Pasti Nyonya Bos maksa lagi,” jawab Leo, yang kemudian terdiam dengan tatapan penuh tanya pada Danisa.“Lalu, apa kamu mau?” tanya Leo dengan tatapan menyelidik nya.“Tidak. Saya memang senang uang, tapi saya tidak akan ambil jalan pintas dengan sewakan rahim saya,” jawab Danisa dengan begitu yakinnya.Dia menyilangkan kedua tangan di depan dada, semakin menambah keyakinan yang terjadi pada dirinya.“Saya masih sayang dengan diri saya Pak,” ucapnya lagi, kemudian berlalu menuju ke ruang kerjanya.“Tapi biasanya Pak Darren akan kasih imbalan yang menarik. Apa kamu yakin akan sia-siakan kesempatan itu?” tanya Leo melongokkan kepala pada ruang kerja Danisa.“Saya tidak peduli. Saya akan uang lebih dari yang lain,” jawab Danisa penuh percaya diri.Leo bisa melihat keyakinan yang terjadi pada diri Danisa, ia pun tak bisa membujuk lagi meski ia sendiri yakin dengan imbalan yang akan Daren berikan pasti bernilai fantastis. Dan Danisa melewatkan begitu saja.Denisa yang kembali disibukkan dengan pekerjaan di depan layar PC-nya, dibuyarkan oleh suara ponselnya yang berbunyi. Danisa mengalihkan tatapannya dari layar PC ke ponsel yang tergeletak di atas meja tak jauh darinya. Melihat nama yang tertera, ia menyunggingkan sebuah senyum dengan harapan akan ada kabar baik yang akan didapatkan olehnya hari ini.Segera menempelkan benda pipih tersebut pada samping telinga. Danisa menjawab panggilan yang masuk dengan tak sabar.“Bagaimana?” tanya Danisa langsung ketika panggilan yang ia jawab itu terhubung dari si penelpon.“Aku ada kabar bagus untukmu.”“Apa? Jangan kelamaan, aku sedang sibuk ini.”“Kamu yang sela, aku juga belum selesai bicara,” balas seorang wanita yang ada di seberang panggilan yang Danisa angkat tersebut.Danisa terkekeh, atas protes yang dilakukan oleh temannya itu. “Oke, sorry,” jawabnya.“Seratus juta. Tapi kamu harus temani dia semalaman hingga pagi. Apa kamu bisa? Gila, ini tawaran yang menggiurkan, kamu bakal menyesal jika sampai menolaknya,” ucap teman Danisa mengingat tawaran yang begitu besar yang ditawarkan olehnya.Danisa tak langsung menjawab, ia sedang terkejut dengan nilai fantastis yang akan didapatkan olehnya nanti jika setuju.“Danis? Apa kau masih ada di sana?” tanya sang teman ketika panggilan tak kunjung mendapat jawaban dari Danisa.“Eh, aku masih ada. Aku mau, kamu atur saja. Share loc alamat, nama, foto, dan seperti biasa. Kirim nomor rekening untuknya,” jawab Danisa dengan begitu semangat.Dia tidak akan menyiakan kesempatan emas yang datang padanya malam ini. Meski yang diminta hingga pagi, ia kana tetap melakukan pekerjaan yang selalu menguntungkan untuknya itu. Soal urusan kerja, yang penting ia bisa mengatur dan akan ia pikirkan nanti.“Oke. Aku akan kirimkan fotonya padamu. Dan lokasi di mana kamu bisa menemuinya,” ujar si Penelpon yang kemudian menutup panggilan yang berlangsung.Tak lama panggilan itu tertutup, sebuah notif pesan pun terkirim dan Danisa langsung membuka pesan tersebut.Dilihatnya sebuah foto dan alamat yang harus ia kunjungi. Melihat wajah pria yang ada dalam pesan yang terkirim, Danisa pun menyunggingkan sebuah senyum.“Tampan. Siapa takut.”Danisa merasa tertantang, ia kembali meletakkan ponselnya dengan hati yang semakin bersemangat karena Danisa mendapatkan pekerjaan sampingan yang bernilai fantastis yang baru didapatkan selama ini.Sesuai dengan janji yang Danisa miliki. Saat jam kerja berakhir, Danisa buru-buru berkemas, mengabaikan Daren yang baru saja keluar dari ruang kerjanya bersama dengan Leo yang mengekor di belakang sang atasan. “Pak, saya ada urusan yang penting. Semua pekerjaan saya sudah selesai. Jadi saya pulang dulu ya,” pamit Danisa menampilkan deretan gigi putihnya pada dua orang yang menjadi atasannya itu.Daren bergeming, sama sekali tidak menanggapi apa yang danisa lakukan. Hanya Leo yang membalas senyum rekan kerjanya yang terlihat sudah rapi dan akan meninggalkan ruangannya itu.“Hati-hati. Kamu nggak mau ikut ketemu Mr. Mark malam ini,” jawab Leoo pada Danisa.“Bapak saja. Saya ada yang lebih penting, lagi pula urusannya kan sama Pak Leo dan Pak Bos,” balas Danisa, melirik pada Daren yang masih fokus dengan benda pipih di tangannya.Danisa melambaikan tangan ketika tak mendapat tanggapan lagi dari Leo. Ia ingin bersiap dengan rencana seratus juta yang akan ia dapatkan dalam semalam. Tak sa
BAB 4Sebuah bogeman berhasil melumpuhkan dari sebuah paksaan seorang pria yang menolak untuk mendapatkan ciuman paksa dari lawan jenisnya. Merasa tak senang melihat pemaksaan yang terjadi, membuat diri seorang pria berjas hitam pekat yang digunakannya itu naik pitam. Suara wanita yang terus meronta, berteriak untuk dilepas membuat diri pria itu tidak bisa tinggal diam. Pria bajingan itu terus memaksa, mengabaikan keinginan wanitanya yang menolak untuk disentuh paksa yang malah semakin bertindak semakin beringas pada wanitanya. Teriakan dan tangisan yang terus meronta, membuat langkah seorang pria yang baru saja mengakhiri pertemuan dengan seorang klien yang mengadakan jamuan di tempat itu berhenti di sana.Di sebuah lorong night club, Daren Raynald Abraham memicing pada kejadian tak senonoh yang mengusik hati nuraninya. Bertambah ia yang kenal dengan pria yang tak lain adalah rival bisnis yang tak pernah akan keberhasilannya, semakin membuat hati nurani pria itu tertarik untuk m
BAB 5Danisa tak menyia-nyiakan kesempatan. Niat diri yang memang ingin mencari penerbangan malam ini menuju ke negaranya segera pun membuat langkahnya itu terburu karena ingin segera sampai ke unitnya. "Bahkan aku lupa meminta izin pada Pak Daren untuk cuti dadakan. Besok saja sama Pak Leo, yang ada aku kena marah sama Pak Daren." Danisa sadar, jika ia meminta izin langsung pada bosnya yang bertemu dengannya dalam keadaan tak bagus itu akan semakin memicu amarah. Berada dalam satu mobil dalam suasana mencekam saja sudah membuat diri Danisa begitu sesak. Apa lagi jika Daren tadi meluapkan kemarahan padanya. Danisa tak mampu membayangkannya. Setiba di kamarnya, Ia mengeluarkan ponsel untuk menghubungi kenalannya untuk mengurus penerbangan. Baik untuk dirinya ketika tugas kerja, maupun untuk Leo dan Daren jika ada pekerjaan ke luar negeri. "Apa ada penerbangan malam ini juga ke Indonesia?" Tanya Danisa langsung yang tidak ingin membuang waktunya. "Kamu telat, barusan berangkat sat
Daren terdiam saat mendengar kalimat yang Danisa ucapkan kepadanya. Bahkan sama sekali tak menyangka jika wanita yang ia beri tawaran sebelumnya menolak keras itu tiba-tiba menerima. Daren berpikir, pasti Danisa akan mengambil kesempatan padanya. Sedikit banyak dia tahu rumor jika sekretarisnya itu memiliki sikap hiddon dan pasti akan butuh banyak uang untuk memenuhi gaya hidupnya. Di samping itu, Danisa berdebar-debar setelah mengatakan keputusannya untuk menerima tawaran dari sang atasan. Dia semakin gelisah saat menunggu jawaban dari sang atasan. Bahkan Daren yang hanya bereaksi datar atas tatapan lekat mengarah tepat padanya. Hal itu semakin membuat Danisa diam mematung, bingung harus memberikan sikap. "Apa kau serius dengan keputusan yang sudah kau ambil?" Tanya Daren dengan tatapan datar dan suara serius yang khas. Danisa menelan ludahnya, di saat biasa ia mampu bersikap banyak bicara. Tiba-tiba mendadak kaku karena merasa cemas. Tapi Danisa tetap harus melakukan ini karena
Danisa yang baru duduk di meja kerjanya itu dikejutkan oleh sebuah notifikasi yang masuk ke dalam ponselnya. Dia berpikir jika sang adik yang memberi kabar soal ibunya, atau dokter yang merawat ibunya di Indonesia. Danisa segera mengambil ponsel yang sebelumnya tergeletak di meja kerjanya dengan jantung yang berdebar. Jemari lentiknya menggeser layar benda pipih tersebut, debaran di dada bergemuruh seiring rasa khawatir akan sesuatu buruk yang terjadi di sana. Seketika matanya membulat, saat mendapati jumlah nominal yang kembali masuk pada notifikasi mobile banking-nya. Sungguh, Danisa tidak percaya. Jika atasannya itu benar-benar mentransfer sejumlah uang yang ia butuhkan. Seiring gemuruh debaran yang semakin bertalu, dengan rasa tak percaya yang terjadi. Senyumnya pun seketika merekah atas apa yang ia dapatkan. Danisa yang sudah mendapat apa yang ia mau itu pun segera mentransfer uang ke rekening adiknya. Setelah melakukan transaksi tersebut, Danisa bergegas melakukan panggilan
Danisa masih dipenuhi dengan rasa bahagia dalam hatinya. Saat mendapati pertanyaan dari Leo rekan kerjanya senyumnya terpancar dari kedua sudut bibirnya itu pun semakin merekah. Kedua matanya berbinar menunjukkan kebahagiaan yang semakin jelas tergambar pada wajah cantiknya. Tingkah yang Danisa tunjukkan itu membuat Leo terheran heran."Pak, kapan lagi mendapat tawaran yang besar tanpa harus bekerja keras? " Danisa berseru gembira, ketika harus mengingat jumlah uang yang akan Danisa dapatkan bosnya itu. Leo yang melihat sikap Danisa semakin menjadi itu menganga tak percaya. Bahkan yang ia tahu sebelumnya jika wanita di hadapannya itu menolak tegas ajakan tiba-tiba Daren yang meminta dirinya untuk menikah dan melahirkan anak. "Aku tidak mengerti dengan Jalan pikiranmu, Danisa? Bahkan kemarin kamu jelas-jelas menolak ajakan Pak Daren."Leo mencoba mengingatkan momen Danisa yang keluar dari ruang kerja atasannya itu dengan menggerutu kesal. Bahkan dia yang menjadi sasaran omelan Da
"Mampus kau. Danis!" Danisa hanya mampu membatin, saat harus bertemu dengan pria yang ada hubungannya dengan pekerjaan yang tidak ia lakukan dengan baik. Dia sangat yakin, jika kedatangan pria itu berhubungan dengan kejadian dirinya bersama tamu yang gagal ia layani. Waktu yang seharusnya digunakan untuk beristirahat saat pulang bekerja, ia harus menghadapi tamunya sekarang.Tatapan tajam yang Danisa dapatkan dari seorang pria yang sedang berdiri dengan kedua tangan masuk ke dalam saku celananya. Danisa membeku sejenak, tapi bagi seorang Danisa menghadapi hal seperti itu adalah hal yang biasa. Tidak akan membuat dirinya lemah hanya dengan ditatap selayaknya korban pelaku kejahatan yang telah tertangkap.Danisa yang semula terkejut dan pias itu beralih dengan wajah yang melukis senyum manis pada kedua sudut bibirnya. Dia melanjutkan langkah menuju ke tempat pria yang ia yakin sedang menunggu kehadirannya. "Hai! Kau menungguku? Apa kau sedang tidak sibuk, hingga kau menyempatkan
“Pokoknya mami nggak mau tahu. Nanti malam kau harus datang di acara makan malam yang sudah Mami buat,” tugas Riana yang tidak ingin mendapatkan bantahan dari putranya lagi.Darren, Putra semata wayangnya itu selalu menolak ajakan yang dilakukan olehnya untuk makan malam. Padahal dirinya memiliki rencana lain dan tentu sangat baik untuk anaknya itu.Tapi, Daren adalah pria yang pintar. Dengan mudahnya dia selalu mampu menolak karena tahu jika mamanya terus mengusahakan dirinya untuk berjodoh dengan wanita pilihan mamanya.“Ma, Daren sibuk. Mama makan malam saja sendiri,” tolak Daren masih dengan suara rendahnya. Dia tidak akan mampu berkata kasar pada wanita yang sangat disayanginya itu. Bahkan segala yang ia usahakan saat ini semata-mata hanya untuk kebahagiaan mamanya.“Sayang, sekali saja kau menurut sama mama. Apa susahnya?” Riana benar-benar dibuat pusing, karena anaknya itu selalu mampu menolak ajakannya dengan berbagai alasan. “Ma, bukan Daren tidak mau mama ajak makan malam.
Siang itu, mendadak suasana rumah sakit menjadi mencekam.Darren sudah keluar dari dalam ruang perawatan Rinaldi, ayahnya. Namun belum sempat Riana yang baru saja akan menghampiri putranya dan ingin bertanya tentang apa yang dilakukan Daren di dalam sana sudah dibuat terkejut dengan beberapa perawat yang saling berlari menuju ke ruang Reynaldi dengan tatapan mata yang terlihat panik.Bukan hanya Riana yang terkejut, Danisa pun ikut merasa panik dengan kejadian nyata yang saat ini dilihatnya.Lewat sorot matanya Ia pun bertanya pada Riana dengan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada Renaldi di dalam kamar perawatannya.Detak janur Riana berpacu kencang saat melihat para petugas medis berlarian yang tak lama diikuti oleh dokter pribadi Renaldi yang menangani langsung pria tua itu.“Apa yang terjadi?” Entah pada siapa Riana bertanya sebab Danisa dan Daren pun tidak mengerti dengan apa yang terjadi.Danisa mendekat ke arah Riana memeluk perempuan itu dengan maksud ingin menguatkan ji
Suasana ruang yang didominasi oleh warna putih itu begitu hening. Sambutan yang kini didapat oleh seorang pengusaha muda yang bernama Daren Raynaldi. Ya, dia sangat membenci nama Reynaldi yang begitu sangat dirinya benci. Daren begitu membenci nama itu. Sebab nama tersebut adalah nama dari pria yang memiliki aliran darah sama dalam tubuhnya. Nama yang begitu sangat dibencinya, sebab pria yang tak lain adalah ayahnya sendiri telah menorehkan luka yang begitu dalam untuk dirinya selama ini. Kini, dia dapat melihat penderitaan dari pria yang tak ingin ditemui olehnya itu. Pria yang sangat dibenci oleh Daren, kini tergeletak lemah tak berdaya. Bahkan, dirinya yakin untuk sekedar membuka mata pria itu tak akan mampu melakukannya. Daren masih berdiri di tempatnya, setelah dirinya usai menutup pintu ruang perawatan khusus yang hanya ada satu ranjang beserta pasien serta seluruh alat yang menempel dalam tubuh pria yang sudah sangat lemah tak berdaya. Ya, pria angkuh dan sombong itu sudah
Seperti yang Darren katakan kepada Danisa yang meminta untuk ditemani. Kini, keduanya sedang berada di dalam mobil menuju ke sebuah tempat yang Danisa sendiri pun belum mengetahui. Iya, Danisa belum bertanya pada sang suami sebab setelah darah mengajak dia harus disibukkan dengan mengurus kedua buah hatinya yang kemudian mengantar Ara dan Aiden menuju ke tempat sang nenek.Setiba di sana, kedua anak kembar itu pun langsung turun dari mobil. Sebab tak sabar untuk bermain bersama nenek dan tantenya.“Mom dan daddy nggak usah anterin arah ke dalam. Nanti biar Ara yang bilang sama nenek jika Mommy dan Deddy akan pergi.”Ara yang sudah tidak sabar itu meminta ayah dan sang ibu untuk segera berlalu dari kediaman sang nenek. Tetapi Danisa tak langsung mengiyakan, sebab dia pun ingin bertemu dengan sang Ibu dan meminta izin untuk menitip kedua buah hatinya di sini.“Mommy mau bertemu nenek dulu, Princess. Nanti setelah ketemu nenek baru Mommy dan Deddy akan berangkat.”Danisa tersenyum lembut
“Apa kamu sibuk hari ini?” tanya Daren tiba-tiba saat subuh dan keduanya sedang berada di atas ranjang saling berpelukan satu sama lain. Danisa yang berada dalam dekapan hangat suaminya itu mendongak. Menatap penuh tanya pada sang suami akan maksud yang hendak Daren katakan kepadanya itu. “Kenapa?” tanya Danisa, balik bertanya ingin memastikan jika Daren ingin mengajaknya pergi ke suatu tempat. Daren membalas tatapan sang istri. Memberikan usapan lembut ke lengan Danisa setelah aktivitas panas malamnya telah berlangsung. Keduanya tak langsung tidur setelah melakukan ibadah subuhnya. Saling mendekatkan diri, dan Danisa tak ingin banyak tanya atau berbicara kecuali jika itu urusan kedua buah hatinya. “Temani aku,’ ucap Daren singkat, tak langsung memberitahukan tujuannya ke mana akan pergi mengajak wanitanya. “Aku akan temani, jika kamu butuh aku. Tak perlu bertanya,” jawab Danisa, merekahkan senyum manisnya dan kembali mengeratkan dekapan hangat yang Daren berikan untuknya. Daren
“Jangan bicara begitu sama mama,” kata Danisa minta agar Daren mampu meredam emosi pada sang mama.DADanisa tak ingin melihat hubungan ibu dan anak itu menjadi renggang. Sebab, dia tahu seberapa besar rasa sayang dan pengorbanan Riana yang begitu besar dalam membesarkan Daren dulu. Daren tak menjawab, pria itu masih diam merasakan sentuhan lembut dari Danisa yang memeluk dirinya dari belakang tubuh tegapnya itu. “Mama akan sedih, jika kamu berkata kasar padanya. Bukankah selama ini kau selalu memperjuangkan kebahagiaan mama,” lanjut Danisa mengingatkan pada suaminya. Perjuangan yang Daren lakukan untuk mamanya begitu besar. Hingga dia mampu melawan ego menikah demi bisa memberikan cucu yang selalu dituntut oleh mamanya dulu. Daren menarik nafasnya dalam-dalam. Kemudian membuangnya secara kasar sebelum akhirnya membuka suara menjawab setiap kalimat yang terucap dari wanitanya itu. “Kau tak mengerti,” jawab Daren singkat. “Aku tahu, Daren,” bela Danisa untuk dirinya sendiri, yang
Riana menghentikan langkah kakinya saat Daren menyebut kata ‘tua bangka’. Riana berpikir, mengapa Daren bisa mengetahui rahasia yang masih dijaga olehnya dengan begitu baik. Dia pun berpaling, menatap Daren yang sedang berusaha menahan amarah. Riana tahu, jika Daren tidak akan meluapkan amarahnya di hadapan anak-anaknya. Riana sudah menyiapkan segala sesuatu untuk segala kemungkinan yang akan terjadi jika Daren akan marah kepada dirinya. “Kau tak boleh bicara seperti itu Daren,” tegur Riana dengan nada rendahnya sebab tak ingin menunjukkan perdebatan yang akan berlanjut kemarahan putranya tersebut. Daren diam, tak langsung menjawab apa yang dikatakan oleh ibunya itu kepadanya. “Sejak kapan Mama berhubungan lagi dengannya?” tanya Daren dengan suara dinginnya. “Dan untuk apa mama menemui tua bangka itu lagi. Itu sebabnya mama tak mau kembali lagi ke Singapura dan memilih menetap di sini.” Daren masih tak menunjukkan sikap ramahnya. Danisa yang semula bersiap menghidangkan sarapan d
Pagi di kediaman rumah Daren terasa begitu berbeda seperti hari-hari biasanya. Danisa pagi-pagi sudah bangun dari tidurnya membantu pelayan yang bekerja di rumah mewah Daren itu untuk menyiapkan sarapan keluarga kecilnya.Beberapa kali pelayan meminta agar Danisa beristirahat. Tentu saja mereka tahu jika pengantin baru harus memiliki banyak waktu luang dan kebersamaan terlebih rumah tangga mereka yang terpisah lumayan lama.Akan tetapi, larangan yang dilakukan oleh pelayan untuk Danisa itu diabaikan oleh Danisa. Dia ingin sekali menyiapkan sarapan untuk kedua buah hatinya dan juga suaminya, maka dari itulah dia menyempatkan untuk pergi ke dapur dan membuatkan sarapan khusus untuk keluarga kecilnya.“Saya khawatir jika tuan dari nanti bangun akan menegur kami, Bu,” tutur wanita yang usianya jauh lebih tua dari pelayan lain yang bertugas menjadi ketua pelayan di rumah mewah itu.Indonesia menoleh, dia tersenyum hangat kepada wanita paruh baya yang begitu ramah sejak kedatangannya di rum
“Mama pergi dulu ya, kalian lanjutkan dulu sarapannya.” Riana mengakhiri sarapan paginya, di saat anggota keluarganya yang lain pun baru saja akan memulai.Kemudian dia beralih menatap kepada Ara yang sedang menggigit roti di tangannya.“Princess, Oma. Nanti kamu berangkatnya sama Mommy saja ya. Oma minta maaf, sebab tadi sudah janji akan antar Ara ke sekolah pagi ini seperti kemarin,” lanjut Riana berkata kepada Ara sebab dirinya tak bisa mengantarkan sang cucu sebelumnya. Sejak Daren tidak ada di rumah dan tak bisa mengantarkan kedua buah hatinya untuk bersekolah. Sejak saat itulah Riana yang selalu antar jemput bersama suster Ara dan juga sopir yang memang ditugaskan untuk mengantar jemput kedua buah hati Daren dan Danisa tersebut.“Ara nggak mau sekolah. Ara Mau di rumah saja bersama Mommy. Ara rindu sekali dengan Mommy. Hari ini, maka Ara akan menghabiskan waktu bersama Mommy. Dan Ara tak akan membiarkan Daddy mengganggu waktu kami.”Anak perempuan itu seperti sedang balas den
“Mommy!”Suara melengking yang Ara lakukan itu berhasil menusuk indera pendengaran Danisa dan Daren yang baru saja melangkah masuk ke dalam rumah setelah dua hari mereka memutuskan untuk menginap sebab tidak ingin mendapat gangguan dari kedua buah hatinya. Ara berlari, menuju ke arah kedatangan sang Mommy dan Daddy-nya. Anak perempuan itu begitu tak sabar untuk berjumpa dengan sang ibu. Bahkan, saat mobil yang Daren kendarai baru saja berhenti di area halaman rumah dan pelayan yang menyampaikan jika Daren dan Danisa telah kembali itu membuat anak perempuan yang baru saja akan menuju ke meja makan itu tak menunggu lama. Dia langsung berlari menuju ke luar rumah untuk menemui sang Mommy yang sudah sangat dia rindukan beberapa hari ini.Tanpa menunggu, Ara segera memeluk Danisa penuh Kerinduan. Sedangkan Daren hanya menggeleng dengan tingkah yang dilakukan oleh putrinya itu. “Mommy rindu sekali dengan putri mommy yang cantik ini,” kata Danisa memeluk hangat Ara dipekannya. Ara yang m