Aku tahu, kami berdua bersatu bukan karena cinta, tapi berawal dari sebuah dendam yang dicampur dengan sebuah ambisi untuk melampiaskan amarah dan sakit hati.Namun, aku berani bersumpah demi almarhumah ibuku, aku, tidak pernah membunuh istriku, Yasmin. Akan tetapi, aku tak pernah memiliki daya untuk mengungkap itu semua karena nyawa anakku sendiri sedang terancam.Anak? Ya, Naya, putriku. Dia dijadikan alasan bagi dua orang laki-laki bejat, untuk menekanku agar tak membuka suara tentang pemerkosaan itu. Pemerkosaan yang terjadi karena aku tidak sanggup membayar hutang karena kalah berjudi, tabiat buruk yang tidak pernah mampu aku tinggalkan semenjak ibuku meninggal dunia karena sakit.Maksud hati bertaruh di meja judi untuk mendapatkan uang lebih, tapi nyatanya malah kalah dan berujung pada kematian ibuku. Begitu besar penyesalan yang aku rasakan, tapi tak membuatku berubah tapi malah terus menjalaninya.Dasar bodoh, begitulah penilaian orang banyak padaku setelah mendengar cerita te
"Hei, yang benar saja?" Aira tersentak, begitu melihat Kardi datang bersama seorang wanita. Kalau tak salah menerka, wanita itu tampak beberapa tahun lebih tua daripada dirinya."Ayolah, berdua lebih baik karena aku tidak ingin ada yang menganggur." Kardi duduk di tepi ranjang yang ada di gubuk. Menepuk pahanya agar Aira mendekat. "Dan kamu tak perlu khawatir karena hari ini adalah hari terakhir melayani aku, karena setelah ini wanita ini yang akan melayaniku. Dia masih baru dan segelan.""Gayamu, sudah sering kamu mengatakan itu, tapi tetap saja aku yang dicari. Aku tidak tahu lagi bagaimana caranya agar kamu melepaskan aku, Kardi." Meski malas, Aira tetap saja membuka seluruh pakaiannya dan duduk di pangkuan Kardi. "Cepatlah! Aku sedang tak enak badan, jadi tidak bisa berlama-lama seperti ini.""Tidak enak badan?" Kardi menyentuh dahi Aira dengan punggung tangannya. "Tidak panas. Kamu jangan coba-coba berbohong, atau tugasmu akan aku perpanjang.""Demam tak selalu panas," dengus Air
"Bu, makan dulu, ya!" Kendra duduk di samping Herni. Di tangannya ada sebuah mangkuk yang berisi bubur. Sejak tadi pagi Herni belum makan apapun, sehingga dokter mengharuskannya untuk makan sesuatu. Apa saja, asalkan bertekstur lunak.Dan Kendra memilih bubur ditambah segelas susu, untuk pengganjal perut sang ibu. Sungguh besar harapan Kendra, ibunya mau makan agar kondisinya bisa lebih baik lagi.Namun, semua harapan Kendra tak seperti yang pria itu harapkan. Herni justru mendorong bubur yang ada di tangannya, sehingga bubur berserakan di lantai, dengan mangkuk yang terbelah menjadi dua bagian.Kendra menarik napas. "Kenapa, Bu? Apakah Ibu tak ingin sembuh?""Ya, jangankan sembuh. Untuk hidup pun aku tidak mau," dengus Herni, menatap sinis kepada Kendra. Entah kenapa, ia sangat membenci Kendra yang kini terlihat lebih membela Naya dibandingkan dirinya."Bu,""Aku bukan ibumu. Melihat dari caramu memperlakukan aku, sudah jelas bagiku kamu lebih memihak kepada wanita itu. Jadi kepadany
Hujan yang turun semenjak sore, tak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti hingga matahari mengintip dibalik peraduan. Menyisakan udara yang begitu dingin dan menusuk tulang, menuntun banyak orang untuk menarik selimut. Melanjutkan mimpi yang sempat tertunda karena suara ayam yang berkokok.Namun, tidak bagi seorang wanita yang tengah melayani seorang pria. Ia bermandikan peluh, dengan mata yang benar-benar telah mengantuk. Perih ingin menutup dan mengistirahatkan tubuhnya yang telah remuk redam. Melayani tiga orang pria, yang teganya malah meminta para temannya yang lain untuk bergabung.Di tengah hujan deras dan dinginnya malam, hingga pagi menjelang. Mulut Aira dibungkam dengan tangan dan terkadang benda tumpul. Seakan sebagai balasan atas semua yang ia lakukan selama ini. Mencari kenikmatan dengan modus menjual diri.Seakan ingin Aira menerima semua keinginannya, tak berhenti pria-pria kesepian menikmatinya. Saling mengundang teman satu sama lain dengan kata "mumpung gratis", tentu
"Aku berharap hari ini dokter itu mengizinkan kamu untuk pulang," keluh Rendi, duduk di kursi yang ada di samping Naya. Pria itu tampak sudah lelah pulang pergi ke kamar mandi, hanya untuk mengeluarkan isi perutnya.Cukup adil, disaat Naya harus membawa dua bayi sekaligus, Rendi justru harus selalu mengosongkan isi perutnya. Setiap pagi, dan tidak akan berhenti sebelum matahari berdiri di pucuk langit.Ingin rasanya Rendi meminta sesuatu yang ia yakini bisa meredam segala rasa tidak nyaman tersebut, tapi ia cukup tau diri Naya masih dalam keadaan tidak baik. Pasca ditinggal sang ayah untuk selama-lamanya. Maka dari itu, Rendi memilih untuk menahan dan menuruti saja keinginan perutnya untuk mengeluarkan segala penghuni yang ada disana. Meski harus membuat ia lemas tak bertenaga, itu semua tak masalah sama sekali selagi sang istri tidak terganggu karena keanehan yang ia rasakan.Naya menarik kedua sudut bibirnya. Mengangguk. "Aku juga berharap seperti itu agar bisa mengurusmu dengan bai
Menjalani pemeriksaan seperti biasa, dan mendapatkan penanganan seperti pasien biasa juga. Itulah yang didapat Naya dari Andrean. Sebagai penutup, ada sarapan dan obat yang pria itu tinggalkan.Serta, "kondisi Bu Naya mulai membaik. Tapi, belum bisa pulang. Mari tunggu hingga sore nanti, mudah-mudahan jauh lebih baik lagi," tutur Andrean. Setelah melakukan pemeriksaan secara keseluruhan.Tanpa banyak bertanya, ia keluar dari ruangan tersebut dan melanjutkan tugasnya.Dari gerak gerik pria itu, tidak ada yang aneh dari Andrean. Hanya saja yang masih menjadi tanda tanya besar, apa maksudnya menyatukan Naya dan Herni? Pikir Rendi dalam hati.Mengingat ucapan Andrean tadi malam, Rendi yakin pria itu sudah mengetahui banyak tentang kehidupannya dan Naya. Dan tidak menutup kemungkinan Andrean juga tau kalau Herni adalah istrinya yang pertama."Aku benar-benar terpukul karena kehilangan bayi, tapi sayangnya suamiku tidak pernah peduli itu. Aku malah dicerai dan berakhir menyedihkan seperti s
Hening, karena Herni tak kunjung mendapatkan kata lagi untuk menjatuhkan Naya. Apa yang wanita itu katakan, selalu saja dipatahkan Naya dengan serangan yang begitu tajam. Bukannya takut, Naya justru semakin berselera untuk melayani Herni berdebat."Aku tidak habis pikir dengan dokter itu," keluh Kendra seraya mendudukkan bokongnya di samping Herni. Pria itu tampak kesal, dengan seseorang yang baru saja ia temui."Kenapa lagi kamu?" ujar Herni malas. Dadanya masih panas karena kalah dari Naya, kini Kendra malah datang dan misuh-misuh tidak jelas. Tentu saja Herni semakin tak enak hati. Sedangkan Naya, hanya melihat dengan sudut matanya, tanpa melepaskan tatapan dari ponsel yang ia genggam."Kendra hanya menggeleng. Menghela napas panjang dan menatap sang ibu. "Aku mau buka toko. Apakah Ibu bisa ditinggal? Nanti siang aku datang untuk mengantarkan makan dan kembali pas sore. Tapi aku mohon jangan pernah membuat rusuh." Cecarnya."Eh?" Herni mengerjap. "Kamu mau pergi? Enak saja! Kalau k
"Cukup!" Rendi mengangkat satu tangannya. Dari tadi diperhatikan dan didengar, ia jengah juga karena Herni yang tidak pernah mau mengikuti keinginan Kendra.Padahal semua yang dikatakan Kendra benar adanya. Bukan hanya itu, Rendi tak cuma malas melihat tingkah Herni, ia juga kasihan melihat nasib Kendra yang kian hari kian mengenaskan. Meskipun tak memiliki hubungan darah, tetap saja Rendi pernah membesarkan Kendra, dekat layaknya ayah dan anak. Dan tentu saja seorang ayah tidak rela anaknya disakiti seperti sekarang."Ayah akan urus semua keperluan kamu ke Malaysia, Ken. Untuk ibumu, dia bisa menempati toko seperti yang kamu katakan. Tapi, Ayah tidak bisa mengawasi secara penuh karena kami tidak memiliki hubungan apapun." Menepuk pundak Kendra dan memberikan remasan disana. "Gapai segala mimpi yang kamu punya. Meski terlambat, rasanya itu lebih baik daripada tidak sama sekali."Kendra mengangguk. Matanya berkaca-kaca ketika Rendi menyebut dirinya sebagai 'ayah', hal yang sudah lama t
Kakeknya Ratna mengangkat satu tangannya, meminta Ratna dan Doni untuk diam. Menyerahkan semuanya kepada dirinya sebagai bentuk bukti bahwasanya dia mampu dan sanggup menerima Doni sebagai suaminya Ratna dan mengakhiri segala penderitaan yang selama ini telah dirasakannya."Kami memiliki rumah yang tak jauh dari sini. Jika berkenan silahkan mampir untuk bersilaturahmi. Dan asal kamu tahu, cucuku ini tinggal di sini bukan karena rumah ini merupakan tempat satu-satunya yang bisa mereka tinggali. Namun Ratna memilih angkat kaki dari rumah karena aku tidak merestui hubungannya dengan Doni yang lumpuh.Karena besarnya cinta yang dimiliki Ratna dia rela membuangku dan meninggalkan rumah mewahnya hanya membawa beberapa barang serta kendaraan saja untuk mengangkut seluruh keluarganya. Aku tidak bisa berbuat apa-apa karena Ratna keras dengan keputusannya dan tidak bisa diganggu gugat sama sekali. Seharusnya sebagai orang yang memiliki tahta yang lebih tinggi daripada kalian akulah yang melaran
"Kesempatan kedua, apakah tadi kamu bertemu dengan kakek?" Doni menoleh ke arah Ratna yang kini duduk di sampingnya.Ratna menganggukan kepalanya. "Tepat di depan gang rumah kakek menghadang jalanku dan memohon agar memberitahu di mana kita tinggal. Aku rasa itu hanya bualan kakek semata, aku tidak yakin dia tidak mengetahui di mana kita. Jika kakek sudah sampai di sana itu artinya dia sudah mengetahui kalau di sinilah kita tinggal untuk sementara waktu.""Kenapa kamu tidak mau memberi kesempatan kepada kakek sedangkan dia melakukan ini semua demi kebaikan kamu? Wajar jika kakek ingin memberikan hal yang sempurna padamu dan memintaku menjauh semua semata-mata beliau lakukan pasti karena menyayangi kamu dan tidak ingin kamu susah di masa depan nanti.""Aku tahu itu tapi, rasanya aku belum bisa menerima hal tersebut karena aku tidak pernah menuntut kamu untuk menjaga laki-laki sempurna ketika mendampingiku. Kakek seharusnya mengetahui bahwasanya aku ini sangat mencintaimu jadi sangatlah
"Hai apa kabar saudara kembarku?" sapa Danis mendekati Doni. Dia tidak tahan tidak mencari tahu siapa sosok dua anak kecil yang kini berada di depan saudara kembarnya itu.Doni yang sedang sibuk memperhatikan kedua anaknya menoleh ke arah pintu masuk. bBetapa dia terkejut mendapati keberadaan Danis di sana. Dia tidak menemukan kata untuk membalas sapaan Danis karena benar-benar tidak menyangka Danis bisa menemukan keberadaannya hanya dalam kurun waktu satu malam saja.Danis semakin mendekat dan berkacak pinggang tepat di samping Doni."Aku tidak perlu bertanya siapa mereka karena dari wajah dan semua yang ada pada mereka sangatlah mirip dengan kita berdua. Aku curiga mereka merupakan anakku bukan anakmu karena …""Jangan coba-coba mengacaukan rumah tanggaku dan Ratna. Karena istriku berbeda dengan Ajeng. Dia tidak mudah melakukan hubungan dengan pria manapun, buktinya hingga detik ini, meskipun aku sudah lama menghilang dia masih sendiri . Mencari keberadaanku, tidak ada sedikitpun n
Ratna bersimpuh di hadapan Doni dan menatap kedua anaknya secara bergantian. "Terkadang bukan hanya kesempurnaan yang merupakan sebuah kebahagiaan melainkan kebersamaan. Apapun kekuranganmu asalkan kita selalu berkumpul bersama rasanya itu bukanlah sebuah masalah dan aku yakin keberadaan kami bisa mendorongmu untuk sembuh. Tidak ada penyakit di dunia ini yang tidak bisa disembuhkan aku yakin Tuhan bisa memberikan itu semua untukmu. Asalkan kita mau berusaha dan berdoa lebih kuat lagi," tuturnya menenangkan hati Doni yang sempat ingin mundur.Memiliki istri yang begitu cantik dan sempurna tentu saja menghadirkan rasa rendah diri di hati Doni, terlebih lagi kedua buah hatinya yang begitu cantik dan tampan, sangat menggemaskan.Doni hanya mengangguk pelan menerima semangat dari sang istri dia berharap Tuhan menjabah doa Ratna agar dia bisa bekerja seperti dulu menafkahi istri dan anak-anaknya."Kamu tahu Mas, diantara barang-barang ini masih ada barang-barangmu. Aku tidak pernah mengusik
Risa juga tidak mengenal siapa sosok Ajeng yang dipertanyakan Danis kepadanya. Sebagai orang yang belum pernah bertemu dengan Ajeng tentu saja Danis mempercayai segala perkataan Risa, dia juga tidak mungkin mengatakan bahwasanya Ajeng itu merupakan selingkuhan Yandi yang baru sehingga dia menyerah dan berhenti mencari keberadaan istri dari adiknya tersebut padahal dia sudah sangat merindukan sang buah hati.Meskipun kini Danis sudah menikah dengan asisten rumah tangganya sendiri dan sudah memiliki buah hati yang baru tetap saja dia masih membutuhkan Rafki. Dia masih merindukan sosok anak yang lebih dahulu dia miliki bersama Ajeng, meskipun Rafki terlahir karena hubungan di luar nikah tetap saja Rafki itu merupakan darah dagingnya sendiri."Jadi sekarang kamu ingin menuntut balasan atas semua yang Mama berikan kepadamu? Kamu menuntut kasih sayang begitu?" Ibunya Doni tertawa. "Kalau memang itu yang kamu inginkan tolong kembalikan segala fasilitas yang telah kamu nikmati selama ini, tol
"Kamu yakin dengan ini semua?" Doni menahan pergelangan tangan Ratna, mencegah istrinya itu untuk turun dari mobil. Meskipun Ratna sudah kokoh dengan pendiriannya, tapi tetap saja Doni merasa rendah diri. Takut sang kakek malah berpikir bahwasanya dia berusaha kembali mendekat dan meracuni pikiran Ratna agar bisa menampung hidupnya yang kini tak lagi sempurna.Ratna menarik kedua sudut bibirnya, menganggukan kepala. Hatinya telah mantap untuk melangkah, membawa Doni menuju masa depan yang lebih baik. Dia tidak peduli dengan siapapun nantinya. Entah itu sang kakek atau bahkan semua orang di dunia ini mencegah mereka untuk menjadi pasangan suami istri kembali..Ratna tidak peduli karena di matanya Doni merupakan satu-satunya tumpuan hidup untuk mendampinginya dalam membesarkan kedua buah hati mereka."Aku tidak akan pernah peduli lagi dengan mereka semua. Sama seperti mereka yang tidak peduli dengan perasaan kita. Jadi kamu tidak perlu khawatir, Mas. Semuanya akan baik-baik saja dan per
Egois. Begitulah penilaian Ratna terhadap keluarganya maupun keluarga Doni. Jadi untuk apa lagi mereka memiliki keluarga jika seperti itu kenyataannya. Sumpah demi apapun, Ratna tidak bisa memaafkan sang kakek..Ini kali kedua menorehkan luka di hatinya hanya karena Doni tidak bisa berjalan. Sang kakek mengatakan bahwasanya sampai detik ini belum memiliki informasi apapun tentang keberadaan Doni. Nyatanya sang kakek sudah meminta Doni untuk menjauhinya dan tidak mencoba untuk mencari keberadaannya lagi. Seperti inikah cara manusia berpikir? Sang kakek meminta Doni menjauh karena dia sudah lumpuh. Kedua orang tua Doni memintanya menjauh karena merasa dia hanyalah seorang gadis desa yang tidak memiliki apa-apa, sungguh kenyataan yang begitu miris tapi, begitulah adanya."Sekarang aku ingin bertanya kepadamu, Mas. Apa yang akan kamu lakukan dan apa yang harus aku lakukan untuk rumah tangga kita? Jika meminta berpisah maaf aku tidak bisa," tutur Ratna pada Doni yang tengah memeluk Alya. G
"Tidak, ini tadi Mami kelilipan nyamuk makanya seperti ini.""Ooo." bibir mungil Alya membulat sempurna, dia juga menganggukan kepalanya hingga rambutnya yang sedang berdiri, di kepang dua ikut bergerak.Ratna mengusap pipi Alya. "Kamu benar-benar anak yang manis dan perhatian," ucapnya memaksakan senyuman agar Alya tak khawatir padanya. "Kamu persis seperti ayahmu. Pria yang begitu baik dan lembut. Tuhan bolehkah aku menuntutMu sekarang, mempertemukan kami dengannya?" sambung Ratna dalam hati.Tujuan mereka datang ke lapangan bola tersebut untuk melihat wahana permainan tapi, nyatanya malah membuat kedua buah hatinya merasa iri melihat anak-anak yang lain didampingi kedua orang tuanya. Ingin rasanya Ratna berteriak menuntut keadilan untuk dirinya dan kedua buah hatinya agar mereka juga bisa merasakan kebahagiaan yang begitu sempurna."Mami mau itu!" seru Bima tanpa menunggu Ratna terlebih dahulu, dia langsung berlari menuju ke arah penjual mainan. Bocah laki-laki tersebut sangat tert
“Itu tuduhan!” Bantah Yandi, meskipun benar apa yang istrinya itu katakan tapi, dia tidak ingin mengakui secara jujur bahwasanya tuduhan yang diajukan Risa merupakan sebuah kenyataan.“Percuma kamu mengatakan patahan seperti itu tapi, di mataku kamu itu sudah menghianati pernikahan kita. Sakit, namun karena aku dulu juga menyakiti hati Ratna jadi aku anggap ini semua sebagai karma atas perbuatanku di masa lalu.”Risa melanjutkan langkahnya menuju kamar, jika perdebatan dengan Yandi diteruskan yang ada dia akan bersedih lagi gara-gara merasa bersalah kembali atas dosa yang dia lakukan di masa lalu.Jujur saja saat ini dia menyesal merebut Yandi dari Ratna. Andai saja hari itu dia mendengarkan hati kecilnya untuk berhenti dan tidak melanjutkan hubungan dengan suami orang, Risa yakin ini tidak akan pernha terjadi padanya.Dulu Risa tidak takut hal ini terjadi ,tapi sekarang dia sangat ingin memutar waktu dan tidak mau memulai hubungan apapun dengan Yandi.***Yandi hanya bisa menembus ke