"Cukup!" Rendi mengangkat satu tangannya. Dari tadi diperhatikan dan didengar, ia jengah juga karena Herni yang tidak pernah mau mengikuti keinginan Kendra.Padahal semua yang dikatakan Kendra benar adanya. Bukan hanya itu, Rendi tak cuma malas melihat tingkah Herni, ia juga kasihan melihat nasib Kendra yang kian hari kian mengenaskan. Meskipun tak memiliki hubungan darah, tetap saja Rendi pernah membesarkan Kendra, dekat layaknya ayah dan anak. Dan tentu saja seorang ayah tidak rela anaknya disakiti seperti sekarang."Ayah akan urus semua keperluan kamu ke Malaysia, Ken. Untuk ibumu, dia bisa menempati toko seperti yang kamu katakan. Tapi, Ayah tidak bisa mengawasi secara penuh karena kami tidak memiliki hubungan apapun." Menepuk pundak Kendra dan memberikan remasan disana. "Gapai segala mimpi yang kamu punya. Meski terlambat, rasanya itu lebih baik daripada tidak sama sekali."Kendra mengangguk. Matanya berkaca-kaca ketika Rendi menyebut dirinya sebagai 'ayah', hal yang sudah lama t
"Sayang, kamu yakin mau pulang saja?"Entah sudah berapa kali Rendi mengajukan pertanyaan seperti itu kepada Naya. Setelah mereka selesai makan di batas desa. Naya yang kekenyangan langsung meminta pulang, padahal Rendi masih khawatir dengan kondisinya dan calon buah hati mereka.Namun, setelah makan tadi kondisi Naya tampak semakin baik saja. Bahkan, sebelum pulang tadi Naya masih sempat membungkus beberapa gorengan dan peyek udang. Dengan lahap ia terus mengunyah, sedangkan Rendi hanya bisa meneguk ludah. Jika selama ini ia sangat menyukai peyek udang, kini ia tampak bergidik ketika melihat Naya mengigit dan mengunyah peyek tersebut. Entah apa yang salah? Rendi tidak mengerti karena tiba-tiba saja ia patah selera, tak ingin terlalu banyak makan.Naya yang duduk di samping Rendi menoleh.Naya mengangguk. Yakin dengan keinginannya untuk pulang. Namun, "mungkin kita mampir di makam ayah dan ibu dulu, Mas. Mau ngasih tau sebentar lagi mereka akan punya cucu. Kembar pula." Mengusap perut
Herni meremas kuat selimut yang ia kenakan. Melampiaskan rasa takut dan sedih yang telah bercampur menjadi satu, karena sejak kepergian Kendra tadi ia tidak bisa bicara dengan baik. Suaranya tidak bisa sekeras biasa, dan bibirnya terasa kaku. Tubuh bagian kanannya pun terasa kebas jika disentuh. Ia tak mengerti apa yang terjadi dengan dirinya. Hanya saja ia bisa pastikan, kini keadaannya tidak baik-baik saja.Sampai Andrean datang untuk memeriksa keadaan Herni, barulah semua pertanyaan yang sedari tadi bersarang di otaknya terjawab."Stroke ringan. Ibu tidak perlu khawatir. Dengan mengubah pola makan dan mengurangi beban pikiran, serta mengontrol emosi, bisa dipastikan stroke Ibu bisa berkurang secara perlahan. Memang tak bisa seperti sediakala, tapi setidaknya tidak terlalu mengganggu aktivitas." Sedikit penjelasan dari Andrean, setelah dokter lain datang untuk memeriksa.Karena Herni baru saja mengalami keguguran, maka Andrean belum bisa membiarkan Herni tanpa pengawasan darinya."I
Begitu banyak bujuk rayu Naya kepada Rendi, agar ia mau datang ke Puskesmas. Menemui Herni dan mengajak wanita itu berbicara enam mata bersama Kendra.Naya terus membujuk dan memberikan pengertian agar Rendi tidak menuruti amarahnya, karena kondisi Herni yang sangat buruk. Setengah tubuhnya terserang stroke, maka tak mungkin bagi wanita itu menjalani hidup tanpa dampingan dari orang lain.Apalagi Naya mendengar Kendra akan pergi ke luar negeri. Meski memiliki hubungan yang tidak baik, bukan berarti Naya bisa membiarkan Herni hidup sendiri di tengah keterbatasan. Bagaimana pun, ada sisi baik Yasmin yang hidup di dalam hatinya. Dan Naya juga percaya, Rendi tidak akan tergoda apalagi kembali kepada Herni.Bukannya ingin percaya diri atau sejenisnya, tapi Naya tau cinta Rendi kini tertuju hanya untuk dirinya saja.Maka dari itu, Naya berusaha keras agar Rendi mau pergi dan menyelesaikan masalah antara Kendra dan Herni sebelum mereka pergi ke kota untuk baby moon. Sesuai keinginan Rendi te
"Mas, aku gak suka liburan di sini!" protes Naya begitu mereka sudah berada di kamar."Kenapa? Padahal tadi katanya suka.""Gak jadi suka. Di sini banyak cewek yang ganjen. Mereka cari perhatian terus sama, Mas!"Naya duduk di tepi ranjang. Wajahnya menunduk, dengan tangan yang sibuk memilin bajunya hingga kusut.Rendi mendekat dan duduk di samping istrinya. "Ngambek?" tanyanya sambil menyenggol tubuh istrinya pelan.Naya diam saja. Sebenarnya dia juga gak tau kenapa dia merasa kesal sekali dengan para wanita itu. Padahal kalau dipikir dengan logika, tidak ada sikap maupun tindakan para wanita itu yang di luar kewajaran. Dia saja yang terlalu baper dan sensitif. Naya sadar, tapi tidak bisa mengendalikan perasaannya dan semakin kesal karena itu."Kalau ngambek, bulan madunya di pending, nggak?" Rendi berbisik mesra di telinga Naya.Naya terkikik pelan. Merasa geli karena deru nafas Rendi di sekitar telinganya."Enggak, lah!" jawab Naya dengan lantang lalu mendadak menutup mulutnya yang
tidak tau sudah berapa lama Rendi duduk memperhatikan Naya yang tengah menekuk wajahnya. Tak suka dengan kejadian tadi, Naya terkesan menjauh dan tak ingin banyak bicara dulu.Ingin Rendi mendekat dan menenangkan, tapi urung dilakukan karena ia tau mood ibu hamil Itu tidak stabil. Tidak bisa dipaksakan sehingga ia membiarkan Naya tenang dengan sendirinya.Dan setelah menunggu cukup lama, akhirnya Naya menoleh kepada Rendi yang pura-pura tidak melihat dirinya. Detik berikutnya, Naya bangkit dan menghampiri Rendi. Duduk di samping pria itu dan memeluk. Menangis, melepaskan sakit hati atas omongan orang lain tentang mereka."Tidak perlu memikirkan omongan orang lain tentang kita. Karena kita tidak bisa memaksa orang untuk menilai seperti yang kita inginkan. Terserah mereka mau bilang apa, yang penting kita bahagia dan tidak mengusik apapun." Rendi mengecup pucuk kepala Naya. "Dan satu hal yang harus kamu ketahui, yang namanya hidup pasti ada saja masalah.Baik dari orang terdekat maupun
"Apa yang telah kamu lakukan kepada putriku Lisa?" sergah seorang wanita paruh baya, tepat di depan wajah Kendra. Wanita itu tampak tak sanggup lagi menahan amarah, sampai-sampai tak sadar suaranya bisa mengusik ketenangan pasien lain."Lisa?" tanya Kendra, sembari menyimpan ponselnya ke kantong celana. Sekilas ia melirik sang ibu yang masih terlelap akibat obat penenang."Iya, apa yang telah kau lakukan padanya? Sampai-sampai pihak kampus memulangkannya ke sini? Apa? Tak cukupkah kau membuang Aira yang tengah hamil?" cecarnya, sebelum Kendra sempat menyahuti apa yang wanita itu katakan."Kita bisa bicara di luar saja, Bu. Kalau disini, aku takut bisa mengganggu pasien lain." Mempersilahkan ibu dari Aira dan Lisa itu untuk keluar dari ruangan. Agar mereka bisa bicara empat mata tanpa mengganggu ketenangan orang lain.Wanita itu menggeleng. "Tidak. Kita bicara disini saja agar ibumu itu bangun dan dia bisa mendengar betapa bejatnya anak yang selama ini dia banggakan.""Bu, saya mohon,
Naya bergegas membalikkan badan begitu mendengar pintu kamar mandi terbuka. Menampakkan Rendi yang tertegun menatap padanya. Bagaimana tidak, Naya yang tadinya mengenakan dress lengan pendek selutut, kini mengenakan gaun tidur yang sangat tipis. Saking tipisnya dari tempatnya berdiri Rendi bisa melihat ada yang menonjol. Mengintip. Di balik gaun merah menyala tersebut.Rambut panjangnya yang tadinya dikuncir kuda, kini dibiarkan tergerai. Bibirnya yang pun kini diolesi lipstik merah menyala. Mata yang dihiasi bulu-bulu lentik itupun mengerjap. Seakan menyeru Rendi untuk bergegas mendekat."Aku lihat di balkon ada banyak makanan. Aku yakin itu semua kamu persiapkan untukku, Mas," tutur Naya seraya mendekat. Melangkah dengan anggun mendekati sang suami yang masih saja betah tertegun disana. Seakan tubuh Rendi terpaku. Sehingga tak sanggup bergerak apalagi lari dari jangkauan Naya."Mas," panggil Naya. Sembari melingkarkan tangannya di tengkuk Rendi. Ia memiringkan kepalanya. Tersenyum,
Kakeknya Ratna mengangkat satu tangannya, meminta Ratna dan Doni untuk diam. Menyerahkan semuanya kepada dirinya sebagai bentuk bukti bahwasanya dia mampu dan sanggup menerima Doni sebagai suaminya Ratna dan mengakhiri segala penderitaan yang selama ini telah dirasakannya."Kami memiliki rumah yang tak jauh dari sini. Jika berkenan silahkan mampir untuk bersilaturahmi. Dan asal kamu tahu, cucuku ini tinggal di sini bukan karena rumah ini merupakan tempat satu-satunya yang bisa mereka tinggali. Namun Ratna memilih angkat kaki dari rumah karena aku tidak merestui hubungannya dengan Doni yang lumpuh.Karena besarnya cinta yang dimiliki Ratna dia rela membuangku dan meninggalkan rumah mewahnya hanya membawa beberapa barang serta kendaraan saja untuk mengangkut seluruh keluarganya. Aku tidak bisa berbuat apa-apa karena Ratna keras dengan keputusannya dan tidak bisa diganggu gugat sama sekali. Seharusnya sebagai orang yang memiliki tahta yang lebih tinggi daripada kalian akulah yang melaran
"Kesempatan kedua, apakah tadi kamu bertemu dengan kakek?" Doni menoleh ke arah Ratna yang kini duduk di sampingnya.Ratna menganggukan kepalanya. "Tepat di depan gang rumah kakek menghadang jalanku dan memohon agar memberitahu di mana kita tinggal. Aku rasa itu hanya bualan kakek semata, aku tidak yakin dia tidak mengetahui di mana kita. Jika kakek sudah sampai di sana itu artinya dia sudah mengetahui kalau di sinilah kita tinggal untuk sementara waktu.""Kenapa kamu tidak mau memberi kesempatan kepada kakek sedangkan dia melakukan ini semua demi kebaikan kamu? Wajar jika kakek ingin memberikan hal yang sempurna padamu dan memintaku menjauh semua semata-mata beliau lakukan pasti karena menyayangi kamu dan tidak ingin kamu susah di masa depan nanti.""Aku tahu itu tapi, rasanya aku belum bisa menerima hal tersebut karena aku tidak pernah menuntut kamu untuk menjaga laki-laki sempurna ketika mendampingiku. Kakek seharusnya mengetahui bahwasanya aku ini sangat mencintaimu jadi sangatlah
"Hai apa kabar saudara kembarku?" sapa Danis mendekati Doni. Dia tidak tahan tidak mencari tahu siapa sosok dua anak kecil yang kini berada di depan saudara kembarnya itu.Doni yang sedang sibuk memperhatikan kedua anaknya menoleh ke arah pintu masuk. bBetapa dia terkejut mendapati keberadaan Danis di sana. Dia tidak menemukan kata untuk membalas sapaan Danis karena benar-benar tidak menyangka Danis bisa menemukan keberadaannya hanya dalam kurun waktu satu malam saja.Danis semakin mendekat dan berkacak pinggang tepat di samping Doni."Aku tidak perlu bertanya siapa mereka karena dari wajah dan semua yang ada pada mereka sangatlah mirip dengan kita berdua. Aku curiga mereka merupakan anakku bukan anakmu karena …""Jangan coba-coba mengacaukan rumah tanggaku dan Ratna. Karena istriku berbeda dengan Ajeng. Dia tidak mudah melakukan hubungan dengan pria manapun, buktinya hingga detik ini, meskipun aku sudah lama menghilang dia masih sendiri . Mencari keberadaanku, tidak ada sedikitpun n
Ratna bersimpuh di hadapan Doni dan menatap kedua anaknya secara bergantian. "Terkadang bukan hanya kesempurnaan yang merupakan sebuah kebahagiaan melainkan kebersamaan. Apapun kekuranganmu asalkan kita selalu berkumpul bersama rasanya itu bukanlah sebuah masalah dan aku yakin keberadaan kami bisa mendorongmu untuk sembuh. Tidak ada penyakit di dunia ini yang tidak bisa disembuhkan aku yakin Tuhan bisa memberikan itu semua untukmu. Asalkan kita mau berusaha dan berdoa lebih kuat lagi," tuturnya menenangkan hati Doni yang sempat ingin mundur.Memiliki istri yang begitu cantik dan sempurna tentu saja menghadirkan rasa rendah diri di hati Doni, terlebih lagi kedua buah hatinya yang begitu cantik dan tampan, sangat menggemaskan.Doni hanya mengangguk pelan menerima semangat dari sang istri dia berharap Tuhan menjabah doa Ratna agar dia bisa bekerja seperti dulu menafkahi istri dan anak-anaknya."Kamu tahu Mas, diantara barang-barang ini masih ada barang-barangmu. Aku tidak pernah mengusik
Risa juga tidak mengenal siapa sosok Ajeng yang dipertanyakan Danis kepadanya. Sebagai orang yang belum pernah bertemu dengan Ajeng tentu saja Danis mempercayai segala perkataan Risa, dia juga tidak mungkin mengatakan bahwasanya Ajeng itu merupakan selingkuhan Yandi yang baru sehingga dia menyerah dan berhenti mencari keberadaan istri dari adiknya tersebut padahal dia sudah sangat merindukan sang buah hati.Meskipun kini Danis sudah menikah dengan asisten rumah tangganya sendiri dan sudah memiliki buah hati yang baru tetap saja dia masih membutuhkan Rafki. Dia masih merindukan sosok anak yang lebih dahulu dia miliki bersama Ajeng, meskipun Rafki terlahir karena hubungan di luar nikah tetap saja Rafki itu merupakan darah dagingnya sendiri."Jadi sekarang kamu ingin menuntut balasan atas semua yang Mama berikan kepadamu? Kamu menuntut kasih sayang begitu?" Ibunya Doni tertawa. "Kalau memang itu yang kamu inginkan tolong kembalikan segala fasilitas yang telah kamu nikmati selama ini, tol
"Kamu yakin dengan ini semua?" Doni menahan pergelangan tangan Ratna, mencegah istrinya itu untuk turun dari mobil. Meskipun Ratna sudah kokoh dengan pendiriannya, tapi tetap saja Doni merasa rendah diri. Takut sang kakek malah berpikir bahwasanya dia berusaha kembali mendekat dan meracuni pikiran Ratna agar bisa menampung hidupnya yang kini tak lagi sempurna.Ratna menarik kedua sudut bibirnya, menganggukan kepala. Hatinya telah mantap untuk melangkah, membawa Doni menuju masa depan yang lebih baik. Dia tidak peduli dengan siapapun nantinya. Entah itu sang kakek atau bahkan semua orang di dunia ini mencegah mereka untuk menjadi pasangan suami istri kembali..Ratna tidak peduli karena di matanya Doni merupakan satu-satunya tumpuan hidup untuk mendampinginya dalam membesarkan kedua buah hati mereka."Aku tidak akan pernah peduli lagi dengan mereka semua. Sama seperti mereka yang tidak peduli dengan perasaan kita. Jadi kamu tidak perlu khawatir, Mas. Semuanya akan baik-baik saja dan per
Egois. Begitulah penilaian Ratna terhadap keluarganya maupun keluarga Doni. Jadi untuk apa lagi mereka memiliki keluarga jika seperti itu kenyataannya. Sumpah demi apapun, Ratna tidak bisa memaafkan sang kakek..Ini kali kedua menorehkan luka di hatinya hanya karena Doni tidak bisa berjalan. Sang kakek mengatakan bahwasanya sampai detik ini belum memiliki informasi apapun tentang keberadaan Doni. Nyatanya sang kakek sudah meminta Doni untuk menjauhinya dan tidak mencoba untuk mencari keberadaannya lagi. Seperti inikah cara manusia berpikir? Sang kakek meminta Doni menjauh karena dia sudah lumpuh. Kedua orang tua Doni memintanya menjauh karena merasa dia hanyalah seorang gadis desa yang tidak memiliki apa-apa, sungguh kenyataan yang begitu miris tapi, begitulah adanya."Sekarang aku ingin bertanya kepadamu, Mas. Apa yang akan kamu lakukan dan apa yang harus aku lakukan untuk rumah tangga kita? Jika meminta berpisah maaf aku tidak bisa," tutur Ratna pada Doni yang tengah memeluk Alya. G
"Tidak, ini tadi Mami kelilipan nyamuk makanya seperti ini.""Ooo." bibir mungil Alya membulat sempurna, dia juga menganggukan kepalanya hingga rambutnya yang sedang berdiri, di kepang dua ikut bergerak.Ratna mengusap pipi Alya. "Kamu benar-benar anak yang manis dan perhatian," ucapnya memaksakan senyuman agar Alya tak khawatir padanya. "Kamu persis seperti ayahmu. Pria yang begitu baik dan lembut. Tuhan bolehkah aku menuntutMu sekarang, mempertemukan kami dengannya?" sambung Ratna dalam hati.Tujuan mereka datang ke lapangan bola tersebut untuk melihat wahana permainan tapi, nyatanya malah membuat kedua buah hatinya merasa iri melihat anak-anak yang lain didampingi kedua orang tuanya. Ingin rasanya Ratna berteriak menuntut keadilan untuk dirinya dan kedua buah hatinya agar mereka juga bisa merasakan kebahagiaan yang begitu sempurna."Mami mau itu!" seru Bima tanpa menunggu Ratna terlebih dahulu, dia langsung berlari menuju ke arah penjual mainan. Bocah laki-laki tersebut sangat tert
“Itu tuduhan!” Bantah Yandi, meskipun benar apa yang istrinya itu katakan tapi, dia tidak ingin mengakui secara jujur bahwasanya tuduhan yang diajukan Risa merupakan sebuah kenyataan.“Percuma kamu mengatakan patahan seperti itu tapi, di mataku kamu itu sudah menghianati pernikahan kita. Sakit, namun karena aku dulu juga menyakiti hati Ratna jadi aku anggap ini semua sebagai karma atas perbuatanku di masa lalu.”Risa melanjutkan langkahnya menuju kamar, jika perdebatan dengan Yandi diteruskan yang ada dia akan bersedih lagi gara-gara merasa bersalah kembali atas dosa yang dia lakukan di masa lalu.Jujur saja saat ini dia menyesal merebut Yandi dari Ratna. Andai saja hari itu dia mendengarkan hati kecilnya untuk berhenti dan tidak melanjutkan hubungan dengan suami orang, Risa yakin ini tidak akan pernha terjadi padanya.Dulu Risa tidak takut hal ini terjadi ,tapi sekarang dia sangat ingin memutar waktu dan tidak mau memulai hubungan apapun dengan Yandi.***Yandi hanya bisa menembus ke