Share

Bab 4

Tiba-tiba gerakan Mr Alex terhenti ketika mendengar suara ponselnya yang berdering.

"Astaga ...!" pekiknya, saat menyadari apa yang dia lakukan denganku. Laki-laki dewasa itu pun menarik tangannya dan, menjauh dariku.

"Kanaya, maaf ...."

Mr Alex mengusap wajahnya dengan kasar sembari menghembuskan napas berat. Dia tampak begitu menyesal dengan apa yang telah dia lakukan. Lebih tepatnya, dengan apa yang kami lakukan.

"Kanaya maaf ..." Permintaan maaf itu kembali terucap, dan justru membuatku merasa sungkan.

"Mr Alex, aku juga minta maaf. Aku juga tidak berniat melakukan semua ini pada Anda. Aku tidak sengaja tadi ...."

"Ya, aku tahu. Kita sama-sama khilaf," potong Mr Alex, ketika aku juga beralibi pada kata khilaf untuk menutup rasa maluku.

"Mr, sekali lagi maafkan aku. Aku harus pulang sekarang juga." Aku bangkit dari atas sofa, tak mau berlama-lama lagi di tempat ini yang justru semakin membuatku begitu salah tingkah.

Di saat itulah, ponsel Mr Alex kembali berdering. Lalu, dia bergegas mengangkat panggilan telepon tersebut yang aku yakini berasal dari istrinya.

Kini aku hanya tersenyum getir, sembari mengamati laki-laki itu yang sibuk berbicara dengan istri, dan anaknya. Raut wajah Mr Alex, tampak begitu bahagia. Di saat itu pula, aku pun menyadari jika aku memang bukan siapa-siapa bagi Mr Alex.

Kaki ini, aku melangkah pergi, keluar dari apartemen tersebut, tanpa berpamitan lagi pada Mr Alex. Toh, dia juga tidak peduli dengan keberadaanku. Jadi, apa untungnya aku berada di sana? Aku sadar, aku hanyalah sebatas pecundang tak berharga bagi Mr Alex.

"Maafkan aku, Mr Alex. Tidak seharusnya, aku mencoba menggodamu. Aku terlalu percaya diri dengan kecantikanku, sampai aku lupa jika rasa cinta itu tumbuh, bukan hanya berdasarkan melihat penampilan fisik semata."

***

Sejak kejadian malam itu, aku kian menjaga jarak dengan Mr Alex. Lebih tepatnya, tak hanya aku, tapi dia juga. Mr Alex pun sudah tidak memberikan jam pelajaran tambahan lagi untukku. Lagipula, nilai fisikaku pun tidak terlalu buruk. Aku kembali pada jati diriku yang sebenarnya yaitu menguasai pelajaran fisika.

Menjauhi orang yang kita cintai rasanya memang berat. Sejujurnya, tak semudah itu aku bisa melupakan Mr Alex. Terkadang, aku masih sering kali mencuri pandang padanya sekilas. Ya, hanya sekilas.

Tak terasa, hari demi hari berlalu begitu cepat. Aku akhirnya berhasil menyelesaikan studyku, dan malam ini adalah malam terakhir aku di sini.

Keesokkan harinya setelah pesta perpisahan ini berakhir, aku akan kembali ke rumah. Aku memutuskan untuk pulang, dan tidak melanjutkan study di Singapore.

Sejujurnya kedua orang tua angkatku, memintaku untuk melanjutkan kuliah di sini. Namun, aku menolak. Aku hanya ingin melupakan hal yang pernah terjadi antara aku, dan Mr Alex, cinta pertamaku.

"Nay turun yuk!" ajak Cecil, sembari menarik tanganku. Namun, aku menggelengkan kepala, memilih duduk bermalas-malasan di sofa. Entah mengapa pesta ini membuatku tidak bersemangat.

Mungkin, terasa begitu berat karena ini artinya aku harus berpisah dengan Mr Alex, tapi mau tak mau aku harus melakukan itu. Aku tak mau terbelenggu pada cinta yang hanya akan membuatku terluka.

"Nggak asik ah lu, Nay. Pada semangat gitu, lu sendiri yang lesu. Percuma aja pake gaun mahal sama dandan di salon selama berjam-jam kalo lu lemes gini!" Aku pun menghela napas. Lalu, mengikuti Cecil.

Memang benar apa yang dia katakan. Malam ini aku memang tampak kian cantik dengan sapuan make up bold, dan strapless dress warna hitam yang membungkus tubuh indahku. Belum lagi, tatanan half updo pada rambut coklatku, tentu saja, sukses membuat penampilanku terlihat begitu menawan.

Teriakkan disertai alunan musik pun menggema di seluruh penjuru ruangan. Kerlap-kerlip lampu, serta kertas metalik, dan balon udara juga kian menyemarakkan dekorasi prom night ini. Semua orang terlihat bahagia, kecuali aku.

"Gue ke toilet sebentar ya!" Aku pamit pada temen-temenku, dan mereka hanya mengangguk sekedarnya.

Ketika aku baru saja memasuki toilet, toilet tersebut tampak begitu ramai. Aku pun memutuskan untuk pergi ke toilet yang ada di lantai tiga. Meskipun aku harus menaiki anak tangga, itu tak masalah.

Bagiku, hal tersebut jauh lebih baik dibandingkan aku harus mengantre bersama dengan teman-teman seangkatanku yang seringkali bersikap reseh padaku.

Mungkin saja mereka tidak terlalu menyukaiku, karena aku sering mendapat perhatian lebih dari murid laki-laki yang ada di sini.

Akhirnya aku pun sampai di lantai tiga, lantai tempat ruangan para guru yang mengajar di sekolah ini. Bergegas aku menuju ke toilet yang ada di ruangan ini.

Akan tetapi, ketika aku baru saja masuk, tiba-tiba ada yang menarik tanganku secara paksa. Lalu, menghempaskan tubuh ini ke salah satu bilik yang ada di toilet wanita tersebut, dan sialnya toilet di lantai atas memang sepi, tak ada satu orang pun di sini selain aku, dan orang itu.

Aku yang tak menyangka akan mendapat serangan mendadak pun tak kuasa melawan, dan hanya bisa pasrah sembari mengamati sosok yang saat ini berdiri sambil mengunci bilik toilet ini. Namun, aku tak dapat mengenali sosoknya, karena dia memakai masker.

Sebenarnya tanganku memberontak, tapi dia kian erat mencekal tangan ini. Aku pun berteriak, tapi dengan gerakan cepat, dia mendekat dan membungkam mulutku.

"Jangan teriak, Kanaya!" bisiknya, mengudara tepat di samping telingaku. Dia kemudian melepaskan masker yang menutup wajahnya, dan betapa terkejutnya aku ketika mengetahui jika laki-laki itu ternyata adalah Mr Alex.

"Mr Alex ...?" Dia pun mengangguk, lalu mendekat ke arahku, dan menatapku dengan tatapan datar, yang sulit kuterka.

"A-Anda mau apa?"

"Aku mau bicara sama kamu Kanaya. Aku tunggu kamu di ruanganku ya."

"Bicara apa? Maaf tapi ...."

"Tidak ada kata tapi, Kanaya. Aku pergi dulu, jangan membuatku menunggu terlalu lama."

Setelah mengucapkan itu, Mr Alex keluar dari bilik toilet ini. Meninggalkanku yang kini dilanda kebingungan.

"Aku harus bagaimana?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status