Mohon bijak dalam memilih bacaan Rate 21+++
3. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Kenapa Suamiku Kedua Kakinya Tak Berpijak. Penulis : Lusia Sudarti. Part 3 "Abang merasa tak berguna menjadi seorang Suami dan Bapak!" Bang Hardi meremas jemari tanganku. Aku menggenggamnya erat untuk memberikan sedikit kekuatan kepadanya Bang Hardi akhir-akhir ini selalu melamun, bahkan ia sering kali bangun tengah malam untuk melakukan sholat malam, dan setelahnya ia tak langsung istirahat, ia berzikir begitu lama dan panjang. "Dek, Abang ingin menghabiskan waktu Abang bersama kalian, ayo kita kedepan sambil membantu Fandi belajar," Bang Hardi menarik lembut tanganku. "Abang duluan, Adek mau mencuci piring sebentar," tolakku dengan halus, aku tersenyum manis untuknya. "Oh ya sudah. Abang tunggu di depan ya!" ujar Bang Hardi sembari mencium pipiku, setelah itu ia meninggalkan aku di dapur seorang diri. Aku tertegun menerima perlakuan Bang Hardi, aku menatap punggungnya yang berguncang saat melangkah. Tapi tunggu ... ada yang aneh dengannya, kenapa kedua kakinya seolah tak menapak lantai semen yang ia pijak ... aku mengucek kedua bola mataku. Kembali aku melihat kearah kedua kakinya, namun tetap sama seperti tadi. Bang Hardi telah menghilang di balik almari pakaian yang menjadi sekat antara dapur dan ruang tengah. 'Ah sudahlah mungkin hanya perasaanku saja, atau aku sedang berhalusinasi," gumamku. Aku sadar dari lamunanku dan gegas mencuci piring bekas makan lalu mengelap meja hingga bersih. Aku menyusul Suami dan Anak-anakku keruang tengah, sambil membawa secangkir kopi manis untuknya, aku mendengar mereka bercanda dengan kedua Anak kami. "Kok Emak gak diajak ketawa sih!" ujarku sembari menaruh segelas kopi di atas meja, lalu bergabung bersama mereka. "Ini Mak, Abang kan cerita kalo di sekolah Abang ada guru baru yang sangat cantik, dan Ibu guru itu sangat baik sama Abang," sahut Fandi bercerita dengan riang. "Terus Bapak minta di kenalin sama guru baru Abang Mak. Kata Bapak jangan bilang sama Emak," Fandi senyum-senyum menatap Bang Hardi yang juga mengulum senyum sambil menatapku. "Emmm gitu ya!" aku menggelitik pinggangnya, Bang Hardi tertawa terbahak-bahak menerima gelitikan dariku. "Ampun Dek, Abang cuma bercanda kok hehehe." Aku bersungut kepadanya. Kurnia dan Fandi terkekeh melihat kami berdua. Kemudian aku mengalihkan pembicaraan kearah Fandi. "Oh ya. Siapa namanya?" tanyaku sambil memasang wajah penasaran. "Eemm, namanya Ibu Rika," jawab Fandi. "Namanya cantik ya?" pujiku dengan tulus. "Nama Emak juga cantik seperti Emak," sahut Fandi, ia mengusap lembut pipiku yang membuatku menjadi terharu. "Iya, Emak adalah wanita tercantik yang pernah Bapak temui," ujar Bang Hardi yang membuatku menjadi salah tingkah. Wajahku pasti mirip udang goreng hehehe. "Bapak juga ganteng kok," aku mengamati wajah Bang Hardi yang nampak bersinar, semakin terlihat memesona. "Pastinya gitu lho," sahutnya memamerkan deretan giginya yang rapi dan putih. "Nia, sini Nak ....!" panggilku ketika melihat bungsuku nampak mengantuk. Ia pun beringsut mendekatiku. "Adek ngantuk Mak," katanya dengan pelan, kedua netranya pun sayu. "Anak Bapak udah ngantuk ya." Bang Hardi mengusap lembut pucuk kepala Kurnia, yang telah memejamkan mata. "Abang udah belajarnya?" tanyaku beralih menatap Fandi yang sedang memasukkan bukunya kedalam tas yang telah terdapat banyak jahitan disana-sini. "Iya Mak. Bapak tadi bantuin PR Abang." Aku mengangguk dan tersenyum kepadanya. "Mak, Pak. Abang juga udah ngantuk, hooaamm," ujar Fandi seraya menguap lebar dan kedua bola matanya berair, menandakan ia betul-betul mengantuk. "Ayo Bapak temani bobo!" Bang Hardi menggenggam jemari Fandi lalu menuntunnya memasuki kamar mereka, sementara aku mengangkat Kurnia yang telah pulas dalam tidurnya. "Fandi udah bobo Bang?" tanyaku sambil merebahkan Kurnia di sisi Fandi dan kutaruh bantal guling diantara mereka. "Ssstttt ... Bang Hardi memberikan kode agar aku tak bicara, takut mengganggu Anak-anak tertidur. Aku dan Bang Hardi keluar dengan berjingkat, lalu menutup pintu dengan perlahan. Kami menuju ketempat semula, Bang Hardi menyesap kopinya yang telah menghangat. "Kita keteras yuk dek!" ajak Bang Hardi sambil menggamit lenganku. "Ayo Bang." Kami melangkah perlahan menuju teras yang terdapat bale-bale bambu tempat biasa kami bercengkrama. Bale-bale yang di bentuk seperti kursi, namun tetap bisa untuk rebahan atau sekedar bermalas-malasan. "Sini Dek," Bang Hardi menepuk sebelah tangannya untuk bersandar. Aku mengikuti permintaannya. Kami menatap langit yang nampak cerah, karena bertaburan bintang yang gemerlap. "Bang, Adek ingin menjadi bintang yang selalu bersinar, tak perduli meskipun tertutup awan dan sinarnya menghilang karena sinar rembulan yang meneranginya," ujarku sambil tersenyum. "Dek, Abang akan selalu mencintaimu dan Anak-anak. Meskipun Abang kelak tak akan lagi bersama kalian," ujar Bang Hardi lirih, aku memalingkan wajah dan menatapnya. Bang Hardi menatap langit yang begitu indah malam ini. Aku mengusap wajahnya yang semakin membuatku menggilainya. "Abang bicara apa sih. Abang semakin bicara ngelantur aja," seruku. Jemariku diraihnya, lalu diciumnya perlahan. Kemudian ia memelukku dengan sangat erat, hingga aku kesulitan untuk bernafas. "Bang, susah bernafas nih," aku berontak sambil sedikit cemberut. Bukannya dilepaskan, Bang Hardi menghujani wajahku dengan kecvpan bertubi-tubi. Semakin lama semakin memanas, aku merasakan jantungku berdetak sedikit lebih kencang, menerima semua sentuhan-sentuhan yang membuat seluruh urat nadiku bergetar. "Dek, kita masuk yuk," bisiknya ditelingaku, nafasnya memburu. 🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷 Kegiatan panas yang menuntut sebuah pelampiasan berlanjut di dalam kamar yang sangat sederhana. Rintihan demi rintihan yang berpadu dengan kenikmatan pernikahan dalam penyatuan berlangsungnya secara berulang-ulang. Bang Hardi seolah tak merasa lelah. Aku hampir kewalahan dibuatnya. Menjelang subuh Bang Hardi terkulai disisiku, keringat membanjiri tubuhnya juga tubuhku. "Terimakasih Sayang, Abang sangat mencintaimu lebih dari hidup Abang sendiri," ucapnya sambil mencium keningku lalu memelukku erat di bawah selimut. "Adek juga mencintai Abang. Hanya Abang dan Anak-anak yang Adek punya saat ini," aku membenamkan wajahku diceruk lehernya. "Ssstt, jangan nangis Sayang. Jangan membuat hati Abang menjadi sedih. Ayo istirahat karena hari hampir pagi," Bang Hardi membelai rambutku yang terurai hingga pinggang. Aku mencoba memejamkan mata yang tiba-tiba tak merasa mengantuk. Fikiranku berkelana, tak merasakan ketenangan sedikitpun. Aku merasakan Bang Hardi akan meninggalkan aku untuk selamanya. Gema adzan membuatku terbangun, perasaan aku belum terlelap. Tubuhku serasa remuk. Terbayang pergumulan dengan Bang Hardi semalam, ia begitu perkasa malam ini. Aku malu jika mengingatnya. Kubelai wajahnya yang nampak sekali jejak letihnya. Ia menggeliat lalu membuka kedua netranya. "Udah subuh Dek," tanyanya sambil mengulas senyum. "Iya Bang," jawabku. Aku memutar tubuh hendak meraih pakaian yang berserakan di lantai, namun tangan kekarnya menarikku dalam pelukannya. "Sekali lagi yuk Dek," bisiknya ditelingaku, aku meremang mendengarnya. "Udah subuh, ayo sholat yuk Bang," tolakku halus. "Sebentaaarrr aja Dek," ujarnya. Aku melihat pergerakan juniornya di bawah sana. Jantungku berdetak sangat kencang. Dengan satu gerakan Bang Hardi telah mengunci tubuhku yang kini telah berada dalam Kungkungannya. D3sahan demi d3sahan mengiringi aktivitas kami, hingga tubuh Bang Hardi kembali terkulai disisiku. Ia tersenyum puas sambil menatapku. "Adek hebat, mampu membuat Abang tak berdaya," bisiknya. Seketika hawa hangat mengaliri wajahku, aku memalingkan wajah dengan senyum yang aku tahan. "Ayo Bang mandi lalu sholat," ajakku. Kami berdua mandi bersama dan entah Bang Hardi mendapatkan kekuatan dari mana ia seolah tak merasakan lelah, di kamar mandi pun ia menginginkannya kembali. Setelah benar-benar merasa lelah kami pun mengakhiri semua lalu melakukan sholat berjamaah. Hari ini adalah hari libur. Anak-anak sengaja tak kubangunkan, biarlah mereka menikmati hari ini untuk bangun sedikit siang. Aku selesai menyiapkan sarapan ditemani Bang Hardi sambil menikmati secangkir kopi. "Sebentar Bang, mau bangunin Anak-anak dulu!" aku bangkit tanpa menunggu jawaban darinya. Dengan rambut yang masih terlilit handuk aku membangunkan Anak-anak untuk sarapan. "Abang kerja di mana hari ini?" tanyaku ketika kami menyantap nasi goreng buatanku. "Di sawah Juragan Darta, Dek," jawabnya sambil menikmati sepiring nasi goreng. "Oh iya Bang." "Mak, nasi gorengnya enak banget," seru Kurnia. Aku menatapnya dengan tersenyum. "Jelas dong, masakan Emak selalu juara," sahut Fandi. "Betul sekali. Seandainya kita punya modal, Emak pasti akan Bapak minta membuka warung nasi. Masakan Emak kalian, meskipun sederhana namun terasa nikmat," puji Bang Hardi membuatku tersipu malu. "Ah Abang bisa aja." "Ya udah Abang berangkat dulu ya!" pamit Bang Hardi, ia mengulurkan tangan untuk kucium seperti biasa, kemudian ia beralih kepada Anak-anaknya. "Assalamu'alaikum." "Waalaikum salam, hati-hati Bang," jawabku. Ia tersenyum dan menatapku sangat lama. Kemudian ia melangkah dengan langkah sedikit berat. Aku tertegun menatap punggungnya yang perlahan menjauh. 'Apa sebenarnya yang akan terjadi dengan Bang Hardi?" batinku berbisik. Seperti biasa aku bekerja sebagai buruh cuci dan setrika dari rumah kerumah. Hari ini aku kerumah juragan Darta untuk mencuci pakaian lalu menyetrika. "Assalamu'alaikum Bu," aku mengucapkan salam saat telah berada di teras kediaman Juragan Darta yang terbilang megah. "Waalaikum salam. Oh kamu Num," sapanya ramah sambil mempersilahkan aku masuk. Istri Juragan Darta berwajah ayu, meskipun usianya telah menua. "Iya Juragan." Aku memasuki ruang cuci dan setrika yang terletak di samping dapur. Dengan cekatan aku merendam pakaian kotor dalam mesin cuci. Sembari menunggu beberapa menit, aku membalik pakaian yang akan disetrika. "Num, hari ini Suami kamu yang bekerja. Pardi gak masuk karena harus mengantarkan istrinya mau melahirkan," ujar Juragan Sekar, istri dari Juragan Darta. "Iya Juragan, tadi pagi Bang Hardi bilang kalo hari ini bekerja di sawah Juragan. Tetapi bang Hardi tak bercerita apa pun tentang Istrinya Pardi!" sahutku sambil memutar mesin cuci. "Num, kamu itu sebetulnya berwajah cantik lho, sayangnya tak terawat," ujar juragan Sekar sembari menatapku dari ujung kaki hingga ujung rambut. "Ah enggak kok Juragan, wajah saya pas-pasan aja kok," ujarkan merendah. "Orang yang menilai Num," debatnya. Aku hanya tersenyum menanggapi ucapan Juragan Sekar. Aku masih tetap dengan pekerjaanku. "Num, jangan tersinggung ya. Kamu mau gak saya kasih baju-baju Andri waktu seusia Fandi Anak kamu, bukan apa-apa Num. Saya sayang kalo pakaian bekas Andi dibuang karena masih sangat bagus," ujar beliau. Aku menatap Juragan Sekar dengan rasa bahagia, mau Juragan," jawabku spontan, aku merasa bahagia karena Fandi sudah gak punya pakaian layak. "Alhamdulilah. Nanti saya pilih dulu ya Num!" ujar Juragan Sekar sembari menuju keluar dari ruang setrika. Hatiku amat senang mendengarnya. Sudah lama sekali aku tak pernah mampu untuk membelikan pakaian baru untuk Anak-anakku. Dengan cekatan aku menyelesaikan pekerjaanku. Selepas dari sini aku harus kerumah Juragan Agung. Karena istri juragan Agung yang terkenal judes. (Bersambung) novel baruku bundsay🥰 jangan lupa dukungannya ya??4. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku Mencoba Untuk Tegar Penulis : Lusia Sudarti Part 4 Dengan cekatan aku menyelesaikan pekerjaanku. Selepas dari sini aku harus kerumah Juragan Agung. Karena istri Juragan Agung yang terkenal judes. 🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀 "Num, ini baju untuk Fandi Anakmu, untuk Kurnia gak ada karena Anak saya cowok!" ujar Juragan Sekar sembari menaruh sekantong plastik yang lumayan besar. Beliau menyunggingkan senyum ramah yang menyejukkan hatiku. "Terima kasih Juragan. Anak saya pasti suka ...!" jawabku sambil meraih sepotong kaos putih yang berbahan tebal dan bagus. "Maaf ya Num, jangan berprasangka buruk kepada saya karena memberi barang bekas, bukan saya menghina keluargamu!" juragan Sekar melipat kedua tangannya. "Enggak apa Juragan," jawabku tersenyum. "Justru saya sangat berterima kasih, Fandi pasti suka sekali," imbuhku lagi. "Oh iya Num, ini ada sayuran segar dan sayur mateng, dari pada gak ada yang makan lebih baik buat kamu aja. Karena nant
5. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku Penulis : Lusia Sudarti Part 5 Aku segera menyelesaikan semua pekerjaanku, entah mengapa hati dan perasaanku akhir-akhir ini merasa tak tenang. Ingin aku segera pulang untuk menemui Bang Hardi suamiku. 🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹 "Itu Emak Pak ...!" teriakan Fandi menyambut kedatanganku, ia berlarian kearahku bersama Kurnia dan Bang Hardi menyusul di belakang mereka. Senyum ceria Anak-anakku menjadi pengobat lelah yang aku rasakan saat ini. Bang Fandi tersenyum mesra ketika menatapku. "Capek dek ...!" Bang Hardi menyodorkan air minum kepadaku. "Terimakasih Bang!" aku menerima gelas berisi air lalu aku sesap hingga tandas. "Hari ini terik sekali Bang." "Mak, ini baju untuk Fandi?" seru Fandi sembari mengeluarkan isi plastik yang tadi aku taruh sepulang dari rumah Juragan Sekar. "Iya Sayang, itu buat Fandi. Itu pemberian Juragan Sekar. Untuk Kurnia gak ada, nanti Emak ngumpulin uang untuk beli baju baru buat kalian ya?"
6. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Mendapatkan Pekerjaan. Penulis : Lusia Sudarti Part 6"Bang ...," aku tak mampu lagi mengucapkan apa pun lagi. 🥀🥀🥀🥀🥀🥀Malam menggantikan siang yang begitu terik, rembulan menyembul menampakkan diri dengan malu-malu. Ia mengintip dari sela-sela awan putih yang berarak mengikuti arah angin membawanya. Aku termenung seorang diri, sedang Bang Hardi menemani Anaknya tidur di dalam kamar mereka. "Assalamualaikum." Aku terperanjat saat ada seseorang bertamu kegubukku. "Waalaikumsalam. Eh Juragan Agung, silahkan duduk!" ujarku sembari beranjak untuk mempersilahkan Juragan Agung duduk diatas bale-bale. "Terima kasih Num. Oh iya, Hardinya ada?" tanyanya sambil menatapku dengan tatapan liar, ia memindai tubuhku dengan tatapan kedua bola matanya.Aku pun menjadi bergidik karenanya. Segera aku menjauh dari bale-bale. "Ada Juragan, sedang menemani Anak-anak tidur di kamarnya. Kalau boleh tau, ada keperluan apa hingga Juragan datang kemari?"
7. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Bang Hardi Pamit Untuk Bekerja. Penulis : Lusia SudartiPart 7Ia melambaikan tangannya, dikedua netranya nampak genangan air mata yang siap tumpah. "Bapaakk ... jangan pergiii, jangan tinggalin Adeekk ...!" Kurnia berteriak histeris sembari mengejar Bang Hardi, ia berlari sangat kencang setelah terlepas dari rengkuhanku. "Adeek, jangan dek. Bapak kerja Sayang!" Fandi berteriak seraya mengejar sang Adik, saat itu kesadaranku seolah menghilang. Aku berteriak saat telah menyadari kedua Anakku berlarian. "Adeeek ..!" teriakku dan segera menyusul kedua Anakku yang telah berdiri di tepi jalan raya sembari menangis menatap kepergian sang Bapak, yaitu Suamiku yang telah menjauh bersama mobil pick up yang menjemputnya. "Sayang ...!" aku pun mendekap mereka berdua dengan tangis yang tak dapat lagi aku bendung. "Mak, Bapak pergi meninggalkan kita Mak," isak Kurnia semakin membuat hatiku begitu pilu. Aku mengangguk dan mencoba tegar untuk memberi
8. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Lauk Nasi. Bertemu Mantan. Penulis : Lusia Sudarti Part 8 "Tunggu Num ..." Aku tak menghiraukan panggilannya.Karena aku tak ingin orang salah menilai yang kelak akan menimbulkan fitnah.Belum lagi aku harus segera bekerja. Aku setengah berlari untuk menghindari Indra, ia adalah teman semasa SMA dan ia adalah seseorang yang pernah hadir dalam hatiku. Kebaikannya tak pernah pudar meskipun aku dan dia telah mengakhiri hubungan diantara kami. "Eh Num kok jalan kamu kayak dikejar se*an gitu sih!" suara Siti sahabatku satu-satunya tiba-tiba muncul dihadapanku.Aku yang melangkah tergesa sangat terkejut di buatnya. "Astagfirullah Siti!" pekikku, aku sampai terlonjak karenanya. "Lho kok aku!" sungutnya sambil mengarahkan jari telunjuk kedadanya. "Habis kamu ngagetin aku," ujarku tak mau kalah. "Yee, kamunya yang gak fokus kali." "Oh maafkanlah aku. Sekarang aku mau melanjutkan perjalananku menuju ke kediaman Ani. Aku sudah terlambat." Aku menin
9. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Satu Minggu Berlalu, Namun Belum Ada Kabar Dari Bang Hardi. Penulis : Lusia Sudarti Part 9Beruntung tempat tinggal Juragan Darta tak terlalu jauh, hingga aku tak berlama-lama di bawah teriknya matahari. 🥀🥀🥀🥀🥀🥀"Assalamualaikum," aku berdiri di teras Juragan Darta sambil menunggu pemilik rumah membuka pintu, peluhku masih terus membanjiri wajah dan tubuhku. Ceklek! "Waalaikumsalam, kamu Num.""Iya Juragan!" jawabku sambil mengekori langkahnya. Aku langsung menuju ruang pakaian dan segera melakukan pekerjaanku hingga selesai.Tak membutuhkan waktu lama aku mengerjakan semua, hanya butuh 40 menit untuk menyelesaikannya. Entah mengapa, hatiku benar-benar tak tenang dan kepikiran Bang Hardi yang baru saja merantau untuk bekerja di luar kota kecil kami, tepatnya di pinggiran kota. Desa Kali Sari ....!Aku pun tak ingin membuang waktu lama."Num, kilat sekali kamu bekerja. Dan sepertinya kamu seperti sedang memikirkan sesuatu?" tanya j
10. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Penderitaanku. Penulis : Lusia Sudarti Part 10"Num, keluar ...." Brakk! Dubraakk! Braakk! Suara pintu digedor-gedor dan digebrak-gebrak dengan keras. Ceklek! "Heh Num ... bayar hutang kamu! Enak saja kamu gak mau bayar-bayar! Emang modalku dari daun!" hardik bude Sinta sembari berdiri dengan angkuh sembari mengipas wajahnya. "Duduk dulu bude, gak baik bicara sambil berdiri!" aku mengajak bude Sinta untuk duduk di bale bambu. "Halah, gak sudi aku duduk di bale bambu, pastinya kotor dan penuh kuman hiiyyy," bude Sinta mencemooh tempat tinggalku. Aku hanya mampu beristigfar dalam hati. "Eh Hanum, gak usah berbelit-belit kamu! Cepat bayar hutang mu! Enak saja gak mau bayar hutang!" cibirnya sambil menengadahkan tangan di depan wajahku. "Maaf bude saya belum punya uang sekarang. Bang Hardi pun belum ada kabarnya, sedangkan saya hanya bekerja disatu orang," jawabku lirih sembari menunduk. "Halah alasan aja kamu! Mana sini biar aku y
11. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Juragan Agung melecehkan Aku. Penulis : Lusia Sudarti Part 11 Aku hanya pasrah dengan semua yang telah ditakdirkan untukku. "Ampun Juragan, Jangan lakukan itu Juragan! Jangaaaan .... !" Dengan kasar dan tanpa perasaan Juragan Agung menggagahiku. Hidupku hancur berkeping-keping, duniaku runtuh seketika. Air mataku tak terbendung lagi. Aku kotor, aku hina ....!Manusia laknat itu tertawa puas melihatku tak berdaya. "Heh jal4n9 ... awas jika kamu berani mengadu! Aku pastikan hidupmu akan lebih menderita dari ini!" ancamnya sembari mengenakan celananya kembali, lalu melepaskan ikatan tanganku dan melenggang santai meninggalkan kamarku. "Bunuh saja aku b4j1ng4n ... ! Hidupku kini telah hancur. Tak ada lagi yang tersisa dalam hidupku ini ... !" tubuhku luruh kembali. Manusia iblis itu tak menggubris semua ucapanku. Brraaaakk! Ia berlalu sembari menutup pintu kamarku dengan keras. Aku terlonjak karena terkejut. 'Oh Tuhan, apakah salah d
67. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Kulepas Dirimu Dengan Ikhlas Mas!Penulis : Lusia Sudarti Part 67Ia memelukku dengan erat dibawah selimut yang menutupi tubuh kami berdua yang polos tanpa selembar benang pun.Dengkuran halus keluar dari bibirnya yang kini telah terbang ke alam mimpi.🥀🥀🥀🥀🥀🥀Tak terasa usia pernikahanku dan Mas Indra telah berjalan satu bulan dan kini saatnya Mas Indra kembali melanjutkan tugasnya di Papua karena masa-masa cutinya telah habis. Malam ini kami bertolak kerumah Mama dan bermalam disana karena esok pagi kami akan mengantarkan keberangkatan Mas Indra ke Bandara Halim. "Ma, Pa ... Indra titip Anak dan Istri Indra selama Indra bertugas di Papua!" ujar beliau kepada Mama dan Papa. "Kamu tenang saja In, tentu kami akan menjaga Anak dan Istri kamu!" sahut Mama dan Papa membalas dengan anggukan. "Kamu tenang aja selama bertugas, tak perlu risau tentang mereka. Mama sama Papa pasti akan selalu menjaganya. Dan sekali-sekali kami akan bermalam
66. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Mas Tak Akan Melepas Adek Kembali. Penulis : Lusia Sudarti Part 66 Sungguh aku begitu beruntung mendapatkan-nya. Sepanjang malam kami menghabiskan waktu mereguk nikmatnya menjadi pengantin. Mas Indra betul-betul memu4skan h4sr4t kewanit44nku hingga hampir subuh kami terlelap dengan berpelukan, senyum pu4s terlihat dari raut wajah tampan-nya.🥀🥀🥀🥀🥀Satu minggu telah berlalu dan hari-hari penuh kebahagiaan kami jalani dalam mengarungi masa-masa indah pernikahan. Warungku kini telah beroperasi kembali.Pelanggan mulai berdatangan kembali.Mbak Murti kini merangkap sebagai ART rumah tanggaku, kami mempercayakan tugas-tugas kepadanya. Selain jujur Mbak Murti begitu telaten dan sabar dalam bekerja, itulah yang aku dan Mas Indra suka. Sementara kedua Anakku begitu bahagia mempunyai seorang Ayah. Indra tak menganggap mereka sebagai Anak sambung, baginya kebahagiaan kedua Anakku dan aku sendiri lebih dari segalanya. Ternyata Tuhan mempunya
65. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Indahnya Malam Pertama Pernikahanku Rate 21+++ Penulis : Lusia Sudarti Part 65Mas Indra sedang mengambil air wudhu untuk melakukan sholat yang terlewat. Ternyata Mas Indra begitu taat terhadap agama, aku benar-benar bersyukur atas semua ini.🥀🥀🥀🥀🥀Malam ini kami bermalam di rumah Mama, namun esok aku harus kembali kerumahku sendiri. Yah ... sudah menjadi kesepakatan, aku dan Mas Indra akan tinggal di kediamanku sendiri. "Dek ..." Aku dikagetkan oleh suara lembut Mas Indra sembari memelukku dari belakang dan sontak membuyarkan lamunanku.Mas Indra mengendus ceruk leher dan belakang telingaku. Hatiku berdebar, jantungku seolah berpacu lebih kencang dan tubuhku menggigil karena sentuhan-sentuhan dari Mas Indra.Aku tahu ... malam ini Mas Indra akan meminta hak-nya kepadaku, meskipun aku telah berusaha untuk tetap tenang, namun tetap saja aku merasa gugup dan canggung serta malu. "Dek ... bolehkah Mas memintanya malam ini? Mas tahu,
64. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Akhirnya Aku Resmi Menikah. Penulis ; Lusia Sudarti Part 64Aku melingkarkan lenganku keleher Mas Indra yang melangkah lebar membopong tubuhku kearah mobil.🥀🥀🥀🌹🥀🌹"Saya terima nikah dan kawin-nya Hanum Ambarwati binti Hendrawan dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan uang sebesar dua puluh lima juta dibayar 'Tunai ..." Mas Indra mengucapkan ijab qabul dengan lantang dan lancar sambil menjabat tangan Pak Iwan sebagai wali nikahku. "Bagai para saksi! Sah ...," tanya Pak Jefri penghulu yang menikahkan kami berdua. "Sah ..." Para saksi dan kerabat yang menghadiri proses akad nikahku menjawab serentak. "Alhamdulillah .." Pak Jefri mengucapkan hamdalah lalu beliau membacakan doa dengan khusyuk. "Bissmillahirrohmanirrohim, Allahumma inni as'aluka min khoirihaa wa khoirimaa jabaltahaa 'alaih. Wa a'udzubika min syarrihaa wa syarrimaa jabaltaha 'alaih. Artinya: Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepada-Mu kebaikan dirinya dan kebaik
63. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Detik-Detik Ijab Qabul. Penulis : Lusia Sudarti Part 63Seketika wajahku menghangat mendengar pertanyaan Ibu Mas Indra. Aku melirik sekilas kearah Mas Indra yang dengan santai menyantap makanan dengan wajah yang tampak biasa saja.🥀🥀🥀🥀🥀🥀Malam ini aku bermalam dirumah orang tua Mas Indra karena besok pagi-pagi sekali aku akan dirias oleh MUA!Suasana terasa begitu meriah karena saudara-saudara Mas Indra berkumpul. Pakde dan Bude juga Tante dan Oom Mas Indra berdatangan. Namun mereka tidak bermalam dirumah Ibu Mertua, hanya sebagian saja dan yang sebagian bermalam dirumah saudara Mas Indra yang lain. Kami berkumpul di ruang keluarga dan berkenalan dengan mereka, saling berbagi cerita, berbagi pengalaman hidup. "Tante Hanum ... Om Indra bilang Tante punya usaha rumah makan ya? Wah pasti rumah makan Tante ramai pembeli dan laris manis deh!" tanya keponakan Mas Indra yang bernama Rima. Aku tersenyum sambil mengangguk. "Bukan rumah mak
62. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Selalu Terjadi Masalah Tak Terduga. Penulis : Lusia Sudarti Part 62 Kedua netraku terasa basah mendengar alunan musik dan lagu yang mengalun lembut dari tape yang diputar oleh Indra. ***Aku membuang pandangan kesamping sambil menghela nafas perlahan.Mengapa disaat seperti ini aku harus teringat akan mendiang Suamiku yang begitu aku cintai, dan hingga saat ini aku belum bisa melupakan dia sepenuhnya. "Dek ... kenapa wajah Adek sedih begitu? Apa ada yang menyinggung hati Adek perkataan Mas tadi?" tanya Indra lirih sambil menoleh kearahku. Segera aku menghapus titik-titik bening yang merembes dari kelopak mataku. Agar Indra tak melihatnya.Sekuat tenaga aku menyembunyikan rasa sedih yang tiba-tiba merayap kedalam sanubariku yang paling dalam. Esok aku akan melepaskan masa-masa menjandaku. Aku menerima kehadiran Indra, sosok lelaki yang penuh tanggung jawab dan baik hati kepadaku dan kedua Anakku. Tak ada keraguan lagi dalam hatiku. "E
61. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Selalu Ada Masalah Yang Aku Temui. Penulis : Lusia Sudarti Part 61'Wanita itu memang tinggi, putih, tapi kalau soal cantik ... kayaknya lebih cantik aku deh," sungutku dalam hati. "Jelas-jelas aku lebih dari Cindy maupun janda itu, tetapi mengapa Mas Indra begitu membenci aku," jawabnya dengan wajah sendu. Sementara yang karyawan butik saling sikut melihat ketegangan yang terjadi karena ulah Kartika. "Mbak, tolong bantu saya melepaskan gaun ini!" seruku kepada pegawai yang tadi membantuku memakainya. "Baik Bu. Mari saya bantu!" jawabnya. "Eh tunggu dulu! Dek yang ini saja ya? Cantik banget dan Mas suka!" cegah Indra saat aku melangkah perlahan menuju ruang ganti, ia memegang tanganku kemudian mengangkat wajahku dengan jemari tangan-nya. Kartika terperangah melihat adegan dihadapan-nya, ia menautkan alisnya melihat Indra begitu mesra denganku. "Siapa dia Mas?" tanya Kartika dengan menunjukkan jari mengarah kepadaku.Indra kemudian m
60. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Fitting Baju Penulis : Lusia Sudarti Part 60"Iya Ibu dan Bapak ..." Setelah berpamitan kami pun pulang dengan diantar oleh Mas Indra.🥀🥀🥀🥀🥀"Mbak ... Anak-anak biar sama aku aja dirumah, dan akunya biar ada yang nemani dirumah," jelas Murti kepadaku saat aku sibuk menyusun baju-baju kedalam lemari sehabis disetrika. "Oh iya sudah Mbak kalau begitu, soalnya kasihan nanti kalau kelamaan menunggu!" jawabku. "Tapi ... oh iya Mbak, aku hampir lupa. Anak-anak dijemput oleh Ibunya Mas Indra Mbak!" jawabku sambil menatapnya. "Oh ya udah enggak apa-apa Mbak ..." "Mbak Hanum bersiap gih ... biar aku yang lanjutin menyusun pakaian," imbuh Murti menawarkan diri untuk membantuku. "Beneran Mbak Murti mau bantu menyusun pakaian?" tanyaku sambil menatapnya. "Iya, coba deh Mbak Hanum lihat udah jam berapa?" ucapnya sambil melihat kearah jam weker diatas nakas, aku mengikuti arah tatapan-nya. "Astagfirrullah ... udah jam delapan rupanya! Baikl
59. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Acara Makan Malam Yang Menegangkan. Penulis : Lusia Sudarti Part 59Kembali Mbak Murti mempersilahkan masuk kepada tamu yang disebut Pak Indra.Aku melangkah menuju keruang tamu untuk menemui Mas Indra.🥀🥀🥀🥀🥀 "Ayo cucu-cucu Oma ... makan yang banyak ya, biar cepat besar dan bertambah pinter!" titah Mama Mas Indra Kepada kedua Anakku. Aku tersenyum tipis mendengarnya. "Iya Oma terima kasih banyak! Tetapi Adek sudah kenyang," jawab Kurnia sambil menyunggingkan senyum dan menampilkan deretan gigi susunya yang putih cemerlang. "Fandi juga kenyang Oma," sambung Fandi. Aku dan kedua Anakku memang diminta untuk makan malam bersama kedua orang tua Mas Indra dan para kerabat mereka.Kami mengelilingi meja makan panjang yang cukup menampung 15 orang.Suasana terasa begitu hangat. Namun ada dua orang yang menatapku penuh dengan kebencian. Tatapan-nya begitu sinis dan tak bersahabat kepadaku dan kedua Anakku. 'Namun aku tak ambil pusing deng