6. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku.
Mendapatkan Pekerjaan. Penulis : Lusia Sudarti Part 6 "Bang ...," aku tak mampu lagi mengucapkan apa pun lagi. 🥀🥀🥀🥀🥀🥀 Malam menggantikan siang yang begitu terik, rembulan menyembul menampakkan diri dengan malu-malu. Ia mengintip dari sela-sela awan putih yang berarak mengikuti arah angin membawanya. Aku termenung seorang diri, sedang Bang Hardi menemani Anaknya tidur di dalam kamar mereka. "Assalamualaikum." Aku terperanjat saat ada seseorang bertamu kegubukku. "Waalaikumsalam. Eh Juragan Agung, silahkan duduk!" ujarku sembari beranjak untuk mempersilahkan Juragan Agung duduk diatas bale-bale. "Terima kasih Num. Oh iya, Hardinya ada?" tanyanya sambil menatapku dengan tatapan liar, ia memindai tubuhku dengan tatapan kedua bola matanya. Aku pun menjadi bergidik karenanya. Segera aku menjauh dari bale-bale. "Ada Juragan, sedang menemani Anak-anak tidur di kamarnya. Kalau boleh tau, ada keperluan apa hingga Juragan datang kemari?" tanyaku penuh selidik. "Saya datang kemari untuk menawarkan pekerjaan buat Hardi suami kamu Num sebagai security di gudang padi milik saya yang ada di daerah sindang," ujar Juragan Agung sembari menghembuskan asap rokok yang mengepul hingga bergulung-gulung di udara. "Siapa yang datang Dek." Bang Hardi muncul dari dalam. "Oh Juragan Agung!" Bang Hardi menjabat tangan Juragan Agung lalu menjatuhkan bobotnya dibale-bale berhadapan dengan Juragan Agung. "Ada keperluan pentingkah sehingga Juragan menyempatkan diri ke gubuk kami," tanya Bang Hardi dengan sopan, sedangkan aku menyuguhkan air putih. "Silahkan diminum Juragan, hanya air putih," ujarku tanpa senyum. Entah mengapa hatiku merasa tak tenang dengan kehadiran Juragan Agung kegubukku. "Iya terima kasih Num." "Begini Di, saya ingin menawarkan pekerjaan kepadamu, yaitu menjadi security di gudang padi milik saya yang berada di desa Sindang. Kalau soal gaji dan mess jangan kamu fikirkan, ada mess dan makan sehari dua kali dan gaji kamu bersih sebesar 2,5 juta/perbulan. Gimana Di?" tanya Juragan Agung dengan wajah serius menatap wajah Suamiku. Aku hanya mendengarkan dari ruang tamu. Jujur saja hatiku sedikit bahagia mendengar percakapan mereka. "Duh, bagaimana ya Juragan! Bukan saya menolak pekerjaan ini, tetapi akan saya fikirkan terlebih dahulu dan saya akan meminta pendapat istri saya," jawab Bang Hardi kemudian. "Baiklah kalau begitu Di! Saya tunggu keputusan kamu besok ya? Jangan terlalu lama, karena kalau kamu menolak dan keberatan saya akan memberikan pekerjaan ini kepada Pardi, sesungguhnya dia yang menginginkan pekerjaan ini," sahut Juragan Agung. "Baik juragan, besok saya akan memberi keputusan besok!" sahut Bang Hardi sembari mengantarkan Juragan Agung keluar teras. Aku melangkah keluar dan duduk diatas bale setelah Juragan Agung menghilang dari pandangan. "Jadi gimana Bang?" tanyaku kepadanya setelah Bang Hardi menjatuhkan bobot disampingku. "Abang sih tertarik Dek, apa lagi gajinya lumayan. Namun bagaimana dengan Adek dan Anak kita jika Abang bekerja jauh!" ujarnya sembari mengusap pipiku perlahan. Aku meraih jemarinya lalu aku genggam erat. "Adek gak apa Bang, tetapi Abang harus janji bisa menjaga diri dan apakah disana nanti Abang akan baik-baik saja. Juragan Agung itu terkenal sedikit kejam terhadap anak buahnya jika melakukan kesalahan, meski pun kesalahan kecil dan bukan kesengajaan," jawabku lirih sembari menatap dalam dikedua netranya. "Huuffft, memang benar apa yang Adek katakan. Kemarin Pardi pun mendapat murka dari Juragan, padahal Pardi hanya beristirahat sebentar karena kehausan, celakanya juragan Agung baru saja tiba disaat Pardi baru saja meninggalkan cangkulnya dan melangkah kesaung untuk mengambil air minum," ujar Bang Hardi seraya menghempaskan nafasnya. Aku menatap Bang Hardi dengan tatapan tak percaya, jika Juragan Agung bersikap demikian kepada Anak buahnya. "Astagfirullah. Kok tega ya Juragan Agung itu," ucapku. Suasana menjadi hening seketika, aku mau pun Bang Hardi larut dalam fikiran masing-masing. Sementara itu malam semakin larut dan udara yang semula sejuk kini menjadi begitu dingin hingga menembus tulang. "Bang, tumben ya suasananya kok sedikit mencekam?" tanyaku kepada Bang Hardi. "Iya nih Dek, kita masuk saja yuk!" ujar Bang Hardi kepadaku. Aku mengangguk, dan beranjak sambil membawa tempat air minum yang belum tersentuh sedikit pun. Bang Hardi menutup pintu dan menguncinya, aku menaruh air ke dapur dan kembali ke ruang depan menghampirinya. "Terus apa keputusan Abang?" tanyaku. "Akan Abang coba Dek! Jika nanti Abang merasa tak sanggup, Abang akan mengundurkan diri." Aku menimbang keputusan Bang Hardi sejenak, lalu aku pun menyetujui keputusannya. "Baiklah jika menurut Abang itu yang terbaik. Adek akan mendukung keputusan Abang. Namun pesan Adek, berhati-hatilah disaat bekerja!" aku menggenggam jemarinya. "InsyaAllah Dek. Akan Abang ingat pesan Adek. Jaga diri Adek dan Anak-anak ya, Abang titip mereka," jawabnya dengan suara lirih. Aku mengangguk. "Ayo kita istirahat karena hari telah larut!" Bang Hardi memapahku menuju pembaringan. Seperti malam-malam sesudahnya, Bang Hardi memberikan nafkah bathin, ia selalu bersemangat dan selalu tersenyum penuh rasa bahagia. ⚘⚘⚘⚘⚘⚘⚘ Hari perpisahan pun telah tiba. Bang Hardi telah rapi dan siap dengan segala keperluan untuk bekerja disana. Ia tampak gagah mengenakan kaos putih polos dan celana jeans yang ia miliki satu-satunya. Begitu pun dengan sepatu kets hitam yang membalut kakinya. "Pak, kok Bapak ganteng sekali, emang Bapak mau kemana?" tanya Fandi yang terheran-heran melihat penampilan Bapaknya yang telah rapi. Aku tersenyum pilu mendengarnya. "Bapak mau bekerja Bang! Abang jangan nakal ya, jaga Emak dan Adek. Bapak mau cari uang yang buaanyaak untuk kalian!" jawab Bang Hardi sambil mensejajarkan tubuh dengan Anaknya. "Iya Pak. Fandi akan ingat pesan Bapak," jawab Fandi, ia memeluk Bang Hardi sambil terisak. Hatiku pun menjadi semakin pilu. Selama menikah dan mempunyai buah hati, belum sekali pun kami terpisah. "Bapak, jangan pergi ...! jangan tinggalin Adek ... !" seru Kurnia seraya berlari dan memeluk Bang Hardi. Kurnia menangis dengan tangisan pilu yang terasa begitu menyayat kalbu. Aku terhenyak melihat adegan dihadapanku. Aku pun tak dapat memungkiri kesedihan yang aku rasakan saat ini. "Udah Sayang, Bapakkan mau kerja!" jawabku seraya meraih Kurnia yang tak ingin melepaskan pelukan dari Bapaknya. "Enggak Mak. Bapak enggak kerja Mak, Bapak disana akan dibunuh orang! Tolong Mak cegah Bapak Maaakk ...!" teriaknya semakin histeris. Namun ucapan Kurnia membuatku terkejut dan bingung. Dari mana Anak sekecil itu tau tentang dibunuh! Semua menjadi pertanyaan yang berkecamuk di dalam hatiku, sementara Bang Hardi pun tertegun mendengar kata-kata si bungsu. Tok! Tok! Tok! "Hardi, Hardi ... Juragan sudah menunggu," seru seseorang dari luar rumah. Aku pun menggendong Kurnia dan mengiringi langkah Bang Hardi menuju teras. "Oh bang Alek. Sebentar bang!" ujarnya saat melihat Bang Alek yang menjemputnya. Ia hanya mengangguk menanggapi ucapan Bang Hardi. "Dek, Abang pamit ya." Aku mengangguk dan mencium punggung tangannya dengan takzim. Kemudian ia mencium kedua pipi Kurnia yang masih menangis. "Bang, Bapak titip Emak dan Adek ya? Belajar yang pinter," ujar Bang Hardi kepada Fandi. "Iya Pak." Fandi mencium punggung tangan Bang Hardi. "Bang ... hati-hati ya." Bang Hardi mengangguk, ia menyunggingkan senyum manis kepada kami. Dengan langkah berat Bang Hardi meninggalkan kami. Tatapannya seolah mengungkapkan selamat tinggal kepada kami. Ia melambaikan tangannya, dikedua netranya nampak genangan air mata yang siap tumpah. (Bersambung) hai Bunda, jangan lupa mampir ke novel baruku ya?7. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Bang Hardi Pamit Untuk Bekerja. Penulis : Lusia SudartiPart 7Ia melambaikan tangannya, dikedua netranya nampak genangan air mata yang siap tumpah. "Bapaakk ... jangan pergiii, jangan tinggalin Adeekk ...!" Kurnia berteriak histeris sembari mengejar Bang Hardi, ia berlari sangat kencang setelah terlepas dari rengkuhanku. "Adeek, jangan dek. Bapak kerja Sayang!" Fandi berteriak seraya mengejar sang Adik, saat itu kesadaranku seolah menghilang. Aku berteriak saat telah menyadari kedua Anakku berlarian. "Adeeek ..!" teriakku dan segera menyusul kedua Anakku yang telah berdiri di tepi jalan raya sembari menangis menatap kepergian sang Bapak, yaitu Suamiku yang telah menjauh bersama mobil pick up yang menjemputnya. "Sayang ...!" aku pun mendekap mereka berdua dengan tangis yang tak dapat lagi aku bendung. "Mak, Bapak pergi meninggalkan kita Mak," isak Kurnia semakin membuat hatiku begitu pilu. Aku mengangguk dan mencoba tegar untuk memberi
8. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Lauk Nasi. Bertemu Mantan. Penulis : Lusia Sudarti Part 8 "Tunggu Num ..." Aku tak menghiraukan panggilannya.Karena aku tak ingin orang salah menilai yang kelak akan menimbulkan fitnah.Belum lagi aku harus segera bekerja. Aku setengah berlari untuk menghindari Indra, ia adalah teman semasa SMA dan ia adalah seseorang yang pernah hadir dalam hatiku. Kebaikannya tak pernah pudar meskipun aku dan dia telah mengakhiri hubungan diantara kami. "Eh Num kok jalan kamu kayak dikejar se*an gitu sih!" suara Siti sahabatku satu-satunya tiba-tiba muncul dihadapanku.Aku yang melangkah tergesa sangat terkejut di buatnya. "Astagfirullah Siti!" pekikku, aku sampai terlonjak karenanya. "Lho kok aku!" sungutnya sambil mengarahkan jari telunjuk kedadanya. "Habis kamu ngagetin aku," ujarku tak mau kalah. "Yee, kamunya yang gak fokus kali." "Oh maafkanlah aku. Sekarang aku mau melanjutkan perjalananku menuju ke kediaman Ani. Aku sudah terlambat." Aku menin
9. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Satu Minggu Berlalu, Namun Belum Ada Kabar Dari Bang Hardi. Penulis : Lusia Sudarti Part 9Beruntung tempat tinggal Juragan Darta tak terlalu jauh, hingga aku tak berlama-lama di bawah teriknya matahari. 🥀🥀🥀🥀🥀🥀"Assalamualaikum," aku berdiri di teras Juragan Darta sambil menunggu pemilik rumah membuka pintu, peluhku masih terus membanjiri wajah dan tubuhku. Ceklek! "Waalaikumsalam, kamu Num.""Iya Juragan!" jawabku sambil mengekori langkahnya. Aku langsung menuju ruang pakaian dan segera melakukan pekerjaanku hingga selesai.Tak membutuhkan waktu lama aku mengerjakan semua, hanya butuh 40 menit untuk menyelesaikannya. Entah mengapa, hatiku benar-benar tak tenang dan kepikiran Bang Hardi yang baru saja merantau untuk bekerja di luar kota kecil kami, tepatnya di pinggiran kota. Desa Kali Sari ....!Aku pun tak ingin membuang waktu lama."Num, kilat sekali kamu bekerja. Dan sepertinya kamu seperti sedang memikirkan sesuatu?" tanya j
10. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Penderitaanku. Penulis : Lusia Sudarti Part 10"Num, keluar ...." Brakk! Dubraakk! Braakk! Suara pintu digedor-gedor dan digebrak-gebrak dengan keras. Ceklek! "Heh Num ... bayar hutang kamu! Enak saja kamu gak mau bayar-bayar! Emang modalku dari daun!" hardik bude Sinta sembari berdiri dengan angkuh sembari mengipas wajahnya. "Duduk dulu bude, gak baik bicara sambil berdiri!" aku mengajak bude Sinta untuk duduk di bale bambu. "Halah, gak sudi aku duduk di bale bambu, pastinya kotor dan penuh kuman hiiyyy," bude Sinta mencemooh tempat tinggalku. Aku hanya mampu beristigfar dalam hati. "Eh Hanum, gak usah berbelit-belit kamu! Cepat bayar hutang mu! Enak saja gak mau bayar hutang!" cibirnya sambil menengadahkan tangan di depan wajahku. "Maaf bude saya belum punya uang sekarang. Bang Hardi pun belum ada kabarnya, sedangkan saya hanya bekerja disatu orang," jawabku lirih sembari menunduk. "Halah alasan aja kamu! Mana sini biar aku y
11. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Juragan Agung melecehkan Aku. Penulis : Lusia Sudarti Part 11 Aku hanya pasrah dengan semua yang telah ditakdirkan untukku. "Ampun Juragan, Jangan lakukan itu Juragan! Jangaaaan .... !" Dengan kasar dan tanpa perasaan Juragan Agung menggagahiku. Hidupku hancur berkeping-keping, duniaku runtuh seketika. Air mataku tak terbendung lagi. Aku kotor, aku hina ....!Manusia laknat itu tertawa puas melihatku tak berdaya. "Heh jal4n9 ... awas jika kamu berani mengadu! Aku pastikan hidupmu akan lebih menderita dari ini!" ancamnya sembari mengenakan celananya kembali, lalu melepaskan ikatan tanganku dan melenggang santai meninggalkan kamarku. "Bunuh saja aku b4j1ng4n ... ! Hidupku kini telah hancur. Tak ada lagi yang tersisa dalam hidupku ini ... !" tubuhku luruh kembali. Manusia iblis itu tak menggubris semua ucapanku. Brraaaakk! Ia berlalu sembari menutup pintu kamarku dengan keras. Aku terlonjak karena terkejut. 'Oh Tuhan, apakah salah d
12. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku.Bermimpi Di datangi Sesosok Mahluk Yang berubah Menjadi Sosok Bang Hardi. Penulis : Lusia Sudarti Part 12"Dek ... !" tubuhku di dekap dengan erat.Namun aku merasakan ada yang aneh dengan suamiku! 'Mengapa tubuhnya begitu dingin bagai sebongkah es!" aku mengurai pelukanku untuk menatap wajahnya. "Deekk ... tolong Abang Dek ... ," Tiba-tiba ... "Awww ... !" aku mundur satu langkah kebelakang. Bagaimana tidak! Wajah bang Hardi sangat menyeramkan. Kedua netranya melotot, usus terburai, tangan kanan hampir putus. Bibirnya ternganga seketika aroma busuk bercampur amis memenuhi rongga hidungku. Ketakutan merajai hatiku, namun aku berusaha menguatkan hatiku untuk tetap berdiri ditempatku semula. Aku merasakan bahwa sosok mahluk tersebut ingin menyampaikan sesuatu kepadaku."Tolong Abang Dek ... !" rintihnya pilu. Benar dugaanku, sosok mahluk yang berdiri dihadapanku itu mencoba berinteraksi denganku. "Apa yang terjadi Bang? Kenapa Abang sep
13. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku Mendapat Rejeki Tak Terduga. Penulis : Lusia Sudarti Part 13 Seketika aku berlari meninggalkan batang singkong yang telah aku cabut.Dengan nafas tersengal aku masuk kedapur dan menutup pintu sedikit kencang.Aku mengusap dadaku yang berdetak kencang, jantung seakan terlepas dari tempatnya. 'Selama ini aku tak pernah mendapat gangguan sedemikian rupa! Tetapi mengapa rumahku terasa horor!" batinku berucap.Aku menoleh kearah tungku, apinya masih menyala, dan air dalam kukusan telah mendidih. Segera aku memasukkan beras yang telah aku cuci kedalam panci kukusan.🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀 Semburat warna kuning keemasan menghiasi ufuk timur, cahaya matahari mengintip malu-malu menembus dedaunan. Aku telah selesai dengan aktivitasku. Memasak, menyapu lantai, mencuci pakaian kotor. Dengan lelehan air mata yang terus merembes dari celah-celah manik netraku, menemani semua aktivitas yang aku lakukan. Duka mendalam begitu aku rasakan.Aku diperkos4, belum
14. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku.Hari Paling Menyakitkan, Bang Hardi Pulang Tinggal Nama. Penulis : Lusia Sudarti Part 14Juragan Sekar menatapku. "Siapa yang bilang kalo kamu merepotkan saya Num! Saya ihklas kok, dan ini hanya makanan kecil!" sahutnya tegas.🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀Tok! Tok! Tok! "Assalamu'alaikum." Terdengar ketukan dan salam dari depan. Aku bertanya-tanya dalam hati, siapakah yang bertamu di gubukku? Selama ini jarang ada yang bertamu. Aku melangkah tergesa sembari menerka tamu yang berkunjung. Krieett! "Waalaikumsalam. Siapa!" tanyaku sambil membuka pintu. "Num ... ada yang ingin kami sampaikan! Tetapi kami harap kamu harus kuat ya?" Pak RT dan Bu RT telah berada di hadapanku dengan tatapan antara bingung dan iba kepadaku. "Ada apa Bu, Pak? Ayo silahkan duduk dahulu!" ucapku kepada mereka berdua dengan sopan. "Num ... yang sabar ya!" tiba-tiba Bu RT memelukku dan menangis. Aku yang tak menyangka bahwa Bu RT akan memelukku seketika terpaku karena