2. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku.
Kita Bisa Makan Enak Mak Sore Ini. Penulis : Lusia Sudarti. Aku merasakan ia berurai air mata. Aku sedikit mendongak untuk menatapnya. Benar saja, kedua netranya terlihat sembab. Dan masih ada jejak air yang menggenang. Part 2 Entah mengapa hari ini Bang Hardi seolah enggan jauh dariku dan Anak-anaknya. Senja menampakkan dirinya, menggantikan siang yang terik. Aku seperti biasa bekerja sebagai buruh cuci setrika di rumah tetangga yang tak jauh dari kediamanku. "Num, jangan lupa yang ini dicuci sampai putih lagi ya?" ujar Bude Ani sambil menyerahkan baju seragam SMA yang terlihat sangat dekil dan kotor. Aku mengamati seragam yang ada ditanganku. Aku bingung bagaimana caraku menghilangkan noda, yang sepertinya noda getah pohon pisang. "Juragan, tetapi ini sepertinya noda dari pohon atau daun pisang. Dan akan sangat sulit untuk dihilangkan. Kecuali dengan serbuk khusus atau cairan penghilang noda membandel," ujarku kepada Juragan Ani sambil meneliti seragam ditanganku. "Ah, masak sih Num!" ujar Juragan Ani lagi sambil memeriksa noda yang ada diseragam putih milik putrinya. "Iya Num kamu bener. Tapi kenapa seragam Ajeng sampai terkena getah pohon pisang!" ujar Juragan Ani sembari meletakkan seragam dalam ember yang berisi rendaman pakaian. Sedang beliau beranjak masuk kedalam rumah megahnya. Aku melanjutkan pekerjaanku hingga selesai. Juragan Ani meskipun kaya raya, namun beliau sama sekali tak pernah pelit. Satu hal yang aku suka bekerja pada Juragan Ani, jika pekerjaanku selesai beliau selalu membayar lebih. Bahkan sering kali beliau memberikan makanan ataupun sembako. Beda sekali sifatnya dengan Anak gadisnya yang masih SMA kelas tiga, yang namanya Ajeng. Ia suka seenaknya kalo bicara sama orang, bahkan yang lebih tua darinya. Karena hari ini tak terlalu banyak yang harus kucuci setrika makanya aku pulang cepat. "Num, ini gaji kamu! Dan ini ada sedikit lauk untuk Anak-anak kamu. Semoga Anak-anak kamu suka ya!" ujar beliau memberikan uang sebesar lima puluh ribu sebagai upahku. Aku terbelalak melihat selembar uang berwarna biru tersebut. "Ini kebanyakan Juragan, bukankah gaji saya hanya empat puluh ribu," ujarku sambil mengembalikannya kepada Juragan Ani. Namun Juragan Ani mendorong tanganku sembari berucap. "Itu tambahan buat kamu Num, saya tau kamu sangat membutuhkannya!" ujar Beliau dengan suara lembut. Aku menatap Beliau dengan terharu. "Terimakasih Juragan. Saya memang sangat membutuhkannya!" jawabku sendu. "Saya juga turut prihatin ya Num. Tapi percayalah, saya yakin suatu saat nanti kamu pasti hidup bahagia," ujarnya menasihati. Aku mengangguk. "Terimakasih banyak Juragan. Kalau begitu saya mohon pamit dahulu." "Iya Num, hati-hati di jalan ya!" Juragan Ani tersenyum. Aku membalas dengan anggukan lalu meninggalkan rumahnya. Dalam perjalanan aku tak berhenti mengucap syukur atas ni'mat yang Allah berikan pada hari ini. Aku melangkah dengan hati bahagia. Aku bisa menyisihkan sedikit uang yang aku dapat untuk beberapa hari. Aku membawa satu plastik berisi beras dan entah apa lagi. Aku berjalan melewati warung yang tak jauh dari gubukku. "Eh Hanum ... tumben banyak banget belanjaan kamu hari ini? Kamu sudah gajian ya ... bayar hutang kamu! Enak aja beli di warung lain, kalo ngutang kewarungku," hardik Bude Sinta ketika aku melintasi warungnya. Seketika aku berhenti lalu memutar tubuh. Hatiku sedikit terluka mendengar ucapannya. "Ya Allah Bude! Ini pemberian Juragan Ani!" ujarku sambil mengangkat kantong plastik ditanganku. "Alaaah, bohong kamu! Bilang aja gak mau bayar hutang!" sahutnya dengan tatapan sinis. Aku malu karena banyak pelanggan warungnya yang menatapku. Mereka berbisik-bisik sambil sesekali melirik kepadaku. Mungkin mereka tengah menggunjing aku. "Ayo bayar sekarang!" ia mendekatiku dengan menengadahkan tangannya. "Benar yang Hanum bilang. Hanum baru saja selesai bekerja di rumah saya!" Juragan Ani membalas ucapan Bude Sinta dengan nada tegas dan berwibawa. Aku memutar tubuh ketika mendengar suara Juragan Ani. Beliau menatapku dengan lembut. "Num, ini ketinggalan!" beliau memberikan plastik yang entah apa isinya. Dan Bude Sinta terdiam setelah mendengar langsung penjelasan dari Juragan Ani. "Alah, hidup miskin aja belagu!" umpatnya sambil berlalu dan melayani pelanggannya. "Sudah! Pulanglah Num, kasihan Anak-anak menunggu di rumah." "Terimakasih Juragan!" aku menundukkan kepalaku dan melangkah menuju kerumahku. Tak aku hiraukan cercaan mereka, setelah Juragan Ani putar balik kerumahnya. "Assalamu'alaikum!" aku mengucapkan salam dan masuk melalui pintu dapur. Di ruang tengah Fandi dan Kurnia sedang bermain. "Waalaikum salam, Emak bawa apa!" Songsong kedua Anakku ketika melihatku menaruh plastik dari Juragan Ani keatas meja makan. "Emak juga gak tau. Coba kalian periksa," titahku kepada mereka berdua. Mereka membuka plastik dan memeriksa isinya. "Waaahh Mak, ini ada kue Mak. Sama susu kotak Mak dua Mak ...!" seru Nia dengan girang dan bahagia, aku melihat ada beberapa potong kue dan susu juga makanan lainnya. "Ini ada ayam goreng empat iris sama sayur Mak, kita bisa makan enak Mak sore ini," ujar Fandi dengan raut wajah bahagia. "Alhamdulillah Nak, ini rezeqi buat kalian buat kita semua," sahutku sambil mengucap syukur dalam hati. "Bapak belum pulang ya?" tanyaku kepada mereka berdua. "Belum Mak." Aku segera menaruh beras dan yang lainnya ketempatnya. Lalu menyimpan lauk pauk dan kututup dengan tudung saji. "Mak, boleh Fandi minta kuenya ....," ujar Fandi sambil menatapku. "Nia juga ya Mak," sahut Kurnia. Aku meraih mereka dalam pelukan, aku terharu melihat mereka yang tak pernah mendapatkan yang mereka inginkan, meskipun hanya satu buah susu. "Itu buat kalian. Itu adalah rezeqi buat Anak-anak Soleh dan Soleha seperti kalian," ujarku sambil tersenyum menahan segala kepedihan. "Hooreee, Adek satu Abang satu nih!" Fandi dan Kurnia melonjak girang. Aku tersenyum kembali melihat mereka tersenyum. 'Ya Allah, terimakasih Engkau telah memberikan sedikit rezeqi untuk Anak-anakku, Amiin," lirih batinku. "Assalamu'alaikum.' Aku menoleh ke arah pintu. "Waalaikum salam. Abang baru pulang!" tanyaku sambil mencium punggung tangannya yang berlumuran tanah. "Bapak, Adek sama Abang diberi susu kotak!" teriak Kurnia dengan senyuman mengembang dari bibirnya. "Ohh, benarkah ...!" ujar Bang Hardi sambil berjongkok menyamai putri kecilnya. "Bapak mau!" ia menyodorkan pipet kearah bibir Bang Hardi. "Emm, enak ya susu kotak," ucapnya setelah menyesapnya sedikit. Aku tersenyum melihat keakraban Bang Hardi bersama Anak-anaknya. "Dapat rezeqi dari mana Dek?" tanyanya sambil melepas kaos yang basah oleh keringat. "Dari Juragan Ani Bang. Bukan hanya itu, juragan Ani juga memberikan sembako dan uang," jawabku bahagia. "Alhamdulilah, rezeqi dari mana aja datangnya. Tinggal kita yang harus selalu pandai bersyukur!" tukas Bang Hardi sambil duduk dibale-bale yang berada didapur. Dimana biasanya kami menghabiskan waktu. Atau beristirahat setelah pulang bekerja. 🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷 Aku mengantarkan Fandi menuju kemasjid untuk belajar mengaji dengan berjalan kaki, karena memang tak terlalu jauh jaraknya dari kediamanku. Sementara Bang Hardi bermain bersama Kurnia dirumah. Matahari terlihat memerah diufuk barat, ia akan kembali keperaduannya. Gegas aku menyusuri jalan beraspal agar aku segera tiba di rumah. Kalo pulangnya, Fandi akan diantar oleh Guru mengajinya, karena searah dengan mereka. Mengaji pun tak terlalu lama, hanya sekitar satu jam setengah. Aku menyiapkan untuk makan malam sembari menanti adzan magrib. Fandi baru saja pulang dengan diantar guru mengajinya. Anak-anak bersantai sejenak dengan Bapaknya di ruang depan. Tepat sekali, aku selesai menyiapkan untuk makan malam, adzan magrib berkumandang. "Alhamdulilah, ayo kita sholat berjamaah!" titah Bang Hardi sembari bangkit untuk mengambil wudhu, aku dan Anak-anak mengekor dibelakangnya. Lalu kami melakukan sholat berjamaah di ruang sholat. Entah mengapa Bang Hardi sedikit lama dari biasanya melakukan dzikir. Setelah bersalaman dengan kedua Anaknya. Aku mencium punggung tangan Bang Hardi. Ia mencium keningku dengan lembut. Aku merasakan ia berurai air mata. Aku sedikit mendongak untuk menatapnya. Benar saja, kedua netranya terlihat sembab. Dan masih ada jejak air yang menggenang. "Yuk kita makan Dek!" ujar Bang Hardi. "Ayo Pak, Adek udah gak sabar mau makan ayam goreng dari juragan," sahut Kurnia, ia tersenyum dan menampakkan lesung pipinya. "Iya, Abang juga Dek," seru Fandi. Aku dan Bang Hardi hanya tersenyum melihat kebahagiaan mereka. Kami bergandengan tangan menuju dapur. "Mak, Adek mau ayam gorengnya," ujar Kurnia. "Abang juga Mak," sahut Fandi. Aku tersenyum mendengar ucapan antusias mereka. 'Ya Allah, terimakasih atas nikmat dan Rezeqi yang Engkau berikan untuk keluargaku, Amiin ...!" aku berdoa dalam hati. "Maafin Bapak ya Anak-anak, Bapak gak mampu memberikan makanan yang layak buat kalian," ujar Bang Hardi pilu, ia menunduk untuk menahan air mata agar tak jatuh. Suasana menjadi hening sesaat. "Ayo makan, jika kita bersyukur maka Allah senantiasa mendatangkan rezeqi entah dari mana saja datangnya," ujarku. "Iya Mak, begitu juga yang diucapkan oleh guru ngaji Abang," sahut Fandi dengan dengan suaranya yang khas penuh dengan nasi. Bang Hardi tersenyum mendengar ucapan Fandi. Ia mengusap pucuk kepala Anak-anaknya dengan penuh kasih sayang. Kami menyantap makan malam dengan suka cita. Anak-anak selepas makan mereka menuju ruang depan, yang tampak dari dapur. Kurnia menemani Abangnya belajar. Sedang aku dan Bang Hardi masih berada di meja makan. "Dek, gimana ya. Abang sudah berusaha untuk mencari pinjaman namun belum mendapatkannya. Juragan Hendra menolak untuk memberikan pinjaman kepada abang," ucapannya lirih, ia menghela nafas perlahan. Aku termenung mendengar ucapan Bang Hardi. 'Kemana lagi aku harus mencari pinjaman." Sejenak aku termenung ...! "Besok akan kucoba meminjam kepada Juragan Ani Bang. Semoga beliau tak keberatan," ujarku. Bang Hardi menatapku sesaat, lalu ia tersenyum. "Abang merasa tak berguna menjadi seorang Suami dan Bapak!" Bang Hardi meremas jemari tanganku. Aku menggenggamnya erat untuk memberikan sedikit kekuatan kepadanya. (Bersambung)Mohon bijak dalam memilih bacaan Rate 21+++ 3. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Kenapa Suamiku Kedua Kakinya Tak Berpijak. Penulis : Lusia Sudarti. Part 3 "Abang merasa tak berguna menjadi seorang Suami dan Bapak!" Bang Hardi meremas jemari tanganku. Aku menggenggamnya erat untuk memberikan sedikit kekuatan kepadanya Bang Hardi akhir-akhir ini selalu melamun, bahkan ia sering kali bangun tengah malam untuk melakukan sholat malam, dan setelahnya ia tak langsung istirahat, ia berzikir begitu lama dan panjang. "Dek, Abang ingin menghabiskan waktu Abang bersama kalian, ayo kita kedepan sambil membantu Fandi belajar," Bang Hardi menarik lembut tanganku. "Abang duluan, Adek mau mencuci piring sebentar," tolakku dengan halus, aku tersenyum manis untuknya. "Oh ya sudah. Abang tunggu di depan ya!" ujar Bang Hardi sembari mencium pipiku, setelah itu ia meninggalkan aku di dapur seorang diri. Aku tertegun menerima perlakuan Bang Hardi, aku menatap punggungnya yang bergun
4. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku Mencoba Untuk Tegar Penulis : Lusia Sudarti Part 4 Dengan cekatan aku menyelesaikan pekerjaanku. Selepas dari sini aku harus kerumah Juragan Agung. Karena istri Juragan Agung yang terkenal judes. 🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀 "Num, ini baju untuk Fandi Anakmu, untuk Kurnia gak ada karena Anak saya cowok!" ujar Juragan Sekar sembari menaruh sekantong plastik yang lumayan besar. Beliau menyunggingkan senyum ramah yang menyejukkan hatiku. "Terima kasih Juragan. Anak saya pasti suka ...!" jawabku sambil meraih sepotong kaos putih yang berbahan tebal dan bagus. "Maaf ya Num, jangan berprasangka buruk kepada saya karena memberi barang bekas, bukan saya menghina keluargamu!" juragan Sekar melipat kedua tangannya. "Enggak apa Juragan," jawabku tersenyum. "Justru saya sangat berterima kasih, Fandi pasti suka sekali," imbuhku lagi. "Oh iya Num, ini ada sayuran segar dan sayur mateng, dari pada gak ada yang makan lebih baik buat kamu aja. Karena nant
5. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku Penulis : Lusia Sudarti Part 5 Aku segera menyelesaikan semua pekerjaanku, entah mengapa hati dan perasaanku akhir-akhir ini merasa tak tenang. Ingin aku segera pulang untuk menemui Bang Hardi suamiku. 🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹 "Itu Emak Pak ...!" teriakan Fandi menyambut kedatanganku, ia berlarian kearahku bersama Kurnia dan Bang Hardi menyusul di belakang mereka. Senyum ceria Anak-anakku menjadi pengobat lelah yang aku rasakan saat ini. Bang Fandi tersenyum mesra ketika menatapku. "Capek dek ...!" Bang Hardi menyodorkan air minum kepadaku. "Terimakasih Bang!" aku menerima gelas berisi air lalu aku sesap hingga tandas. "Hari ini terik sekali Bang." "Mak, ini baju untuk Fandi?" seru Fandi sembari mengeluarkan isi plastik yang tadi aku taruh sepulang dari rumah Juragan Sekar. "Iya Sayang, itu buat Fandi. Itu pemberian Juragan Sekar. Untuk Kurnia gak ada, nanti Emak ngumpulin uang untuk beli baju baru buat kalian ya?"
6. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Mendapatkan Pekerjaan. Penulis : Lusia Sudarti Part 6"Bang ...," aku tak mampu lagi mengucapkan apa pun lagi. 🥀🥀🥀🥀🥀🥀Malam menggantikan siang yang begitu terik, rembulan menyembul menampakkan diri dengan malu-malu. Ia mengintip dari sela-sela awan putih yang berarak mengikuti arah angin membawanya. Aku termenung seorang diri, sedang Bang Hardi menemani Anaknya tidur di dalam kamar mereka. "Assalamualaikum." Aku terperanjat saat ada seseorang bertamu kegubukku. "Waalaikumsalam. Eh Juragan Agung, silahkan duduk!" ujarku sembari beranjak untuk mempersilahkan Juragan Agung duduk diatas bale-bale. "Terima kasih Num. Oh iya, Hardinya ada?" tanyanya sambil menatapku dengan tatapan liar, ia memindai tubuhku dengan tatapan kedua bola matanya.Aku pun menjadi bergidik karenanya. Segera aku menjauh dari bale-bale. "Ada Juragan, sedang menemani Anak-anak tidur di kamarnya. Kalau boleh tau, ada keperluan apa hingga Juragan datang kemari?"
7. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Bang Hardi Pamit Untuk Bekerja. Penulis : Lusia SudartiPart 7Ia melambaikan tangannya, dikedua netranya nampak genangan air mata yang siap tumpah. "Bapaakk ... jangan pergiii, jangan tinggalin Adeekk ...!" Kurnia berteriak histeris sembari mengejar Bang Hardi, ia berlari sangat kencang setelah terlepas dari rengkuhanku. "Adeek, jangan dek. Bapak kerja Sayang!" Fandi berteriak seraya mengejar sang Adik, saat itu kesadaranku seolah menghilang. Aku berteriak saat telah menyadari kedua Anakku berlarian. "Adeeek ..!" teriakku dan segera menyusul kedua Anakku yang telah berdiri di tepi jalan raya sembari menangis menatap kepergian sang Bapak, yaitu Suamiku yang telah menjauh bersama mobil pick up yang menjemputnya. "Sayang ...!" aku pun mendekap mereka berdua dengan tangis yang tak dapat lagi aku bendung. "Mak, Bapak pergi meninggalkan kita Mak," isak Kurnia semakin membuat hatiku begitu pilu. Aku mengangguk dan mencoba tegar untuk memberi
8. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Lauk Nasi. Bertemu Mantan. Penulis : Lusia Sudarti Part 8 "Tunggu Num ..." Aku tak menghiraukan panggilannya.Karena aku tak ingin orang salah menilai yang kelak akan menimbulkan fitnah.Belum lagi aku harus segera bekerja. Aku setengah berlari untuk menghindari Indra, ia adalah teman semasa SMA dan ia adalah seseorang yang pernah hadir dalam hatiku. Kebaikannya tak pernah pudar meskipun aku dan dia telah mengakhiri hubungan diantara kami. "Eh Num kok jalan kamu kayak dikejar se*an gitu sih!" suara Siti sahabatku satu-satunya tiba-tiba muncul dihadapanku.Aku yang melangkah tergesa sangat terkejut di buatnya. "Astagfirullah Siti!" pekikku, aku sampai terlonjak karenanya. "Lho kok aku!" sungutnya sambil mengarahkan jari telunjuk kedadanya. "Habis kamu ngagetin aku," ujarku tak mau kalah. "Yee, kamunya yang gak fokus kali." "Oh maafkanlah aku. Sekarang aku mau melanjutkan perjalananku menuju ke kediaman Ani. Aku sudah terlambat." Aku menin
9. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Satu Minggu Berlalu, Namun Belum Ada Kabar Dari Bang Hardi. Penulis : Lusia Sudarti Part 9Beruntung tempat tinggal Juragan Darta tak terlalu jauh, hingga aku tak berlama-lama di bawah teriknya matahari. 🥀🥀🥀🥀🥀🥀"Assalamualaikum," aku berdiri di teras Juragan Darta sambil menunggu pemilik rumah membuka pintu, peluhku masih terus membanjiri wajah dan tubuhku. Ceklek! "Waalaikumsalam, kamu Num.""Iya Juragan!" jawabku sambil mengekori langkahnya. Aku langsung menuju ruang pakaian dan segera melakukan pekerjaanku hingga selesai.Tak membutuhkan waktu lama aku mengerjakan semua, hanya butuh 40 menit untuk menyelesaikannya. Entah mengapa, hatiku benar-benar tak tenang dan kepikiran Bang Hardi yang baru saja merantau untuk bekerja di luar kota kecil kami, tepatnya di pinggiran kota. Desa Kali Sari ....!Aku pun tak ingin membuang waktu lama."Num, kilat sekali kamu bekerja. Dan sepertinya kamu seperti sedang memikirkan sesuatu?" tanya j
10. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Penderitaanku. Penulis : Lusia Sudarti Part 10"Num, keluar ...." Brakk! Dubraakk! Braakk! Suara pintu digedor-gedor dan digebrak-gebrak dengan keras. Ceklek! "Heh Num ... bayar hutang kamu! Enak saja kamu gak mau bayar-bayar! Emang modalku dari daun!" hardik bude Sinta sembari berdiri dengan angkuh sembari mengipas wajahnya. "Duduk dulu bude, gak baik bicara sambil berdiri!" aku mengajak bude Sinta untuk duduk di bale bambu. "Halah, gak sudi aku duduk di bale bambu, pastinya kotor dan penuh kuman hiiyyy," bude Sinta mencemooh tempat tinggalku. Aku hanya mampu beristigfar dalam hati. "Eh Hanum, gak usah berbelit-belit kamu! Cepat bayar hutang mu! Enak saja gak mau bayar hutang!" cibirnya sambil menengadahkan tangan di depan wajahku. "Maaf bude saya belum punya uang sekarang. Bang Hardi pun belum ada kabarnya, sedangkan saya hanya bekerja disatu orang," jawabku lirih sembari menunduk. "Halah alasan aja kamu! Mana sini biar aku y
67. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Kulepas Dirimu Dengan Ikhlas Mas!Penulis : Lusia Sudarti Part 67Ia memelukku dengan erat dibawah selimut yang menutupi tubuh kami berdua yang polos tanpa selembar benang pun.Dengkuran halus keluar dari bibirnya yang kini telah terbang ke alam mimpi.🥀🥀🥀🥀🥀🥀Tak terasa usia pernikahanku dan Mas Indra telah berjalan satu bulan dan kini saatnya Mas Indra kembali melanjutkan tugasnya di Papua karena masa-masa cutinya telah habis. Malam ini kami bertolak kerumah Mama dan bermalam disana karena esok pagi kami akan mengantarkan keberangkatan Mas Indra ke Bandara Halim. "Ma, Pa ... Indra titip Anak dan Istri Indra selama Indra bertugas di Papua!" ujar beliau kepada Mama dan Papa. "Kamu tenang saja In, tentu kami akan menjaga Anak dan Istri kamu!" sahut Mama dan Papa membalas dengan anggukan. "Kamu tenang aja selama bertugas, tak perlu risau tentang mereka. Mama sama Papa pasti akan selalu menjaganya. Dan sekali-sekali kami akan bermalam
66. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Mas Tak Akan Melepas Adek Kembali. Penulis : Lusia Sudarti Part 66 Sungguh aku begitu beruntung mendapatkan-nya. Sepanjang malam kami menghabiskan waktu mereguk nikmatnya menjadi pengantin. Mas Indra betul-betul memu4skan h4sr4t kewanit44nku hingga hampir subuh kami terlelap dengan berpelukan, senyum pu4s terlihat dari raut wajah tampan-nya.🥀🥀🥀🥀🥀Satu minggu telah berlalu dan hari-hari penuh kebahagiaan kami jalani dalam mengarungi masa-masa indah pernikahan. Warungku kini telah beroperasi kembali.Pelanggan mulai berdatangan kembali.Mbak Murti kini merangkap sebagai ART rumah tanggaku, kami mempercayakan tugas-tugas kepadanya. Selain jujur Mbak Murti begitu telaten dan sabar dalam bekerja, itulah yang aku dan Mas Indra suka. Sementara kedua Anakku begitu bahagia mempunyai seorang Ayah. Indra tak menganggap mereka sebagai Anak sambung, baginya kebahagiaan kedua Anakku dan aku sendiri lebih dari segalanya. Ternyata Tuhan mempunya
65. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Indahnya Malam Pertama Pernikahanku Rate 21+++ Penulis : Lusia Sudarti Part 65Mas Indra sedang mengambil air wudhu untuk melakukan sholat yang terlewat. Ternyata Mas Indra begitu taat terhadap agama, aku benar-benar bersyukur atas semua ini.🥀🥀🥀🥀🥀Malam ini kami bermalam di rumah Mama, namun esok aku harus kembali kerumahku sendiri. Yah ... sudah menjadi kesepakatan, aku dan Mas Indra akan tinggal di kediamanku sendiri. "Dek ..." Aku dikagetkan oleh suara lembut Mas Indra sembari memelukku dari belakang dan sontak membuyarkan lamunanku.Mas Indra mengendus ceruk leher dan belakang telingaku. Hatiku berdebar, jantungku seolah berpacu lebih kencang dan tubuhku menggigil karena sentuhan-sentuhan dari Mas Indra.Aku tahu ... malam ini Mas Indra akan meminta hak-nya kepadaku, meskipun aku telah berusaha untuk tetap tenang, namun tetap saja aku merasa gugup dan canggung serta malu. "Dek ... bolehkah Mas memintanya malam ini? Mas tahu,
64. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Akhirnya Aku Resmi Menikah. Penulis ; Lusia Sudarti Part 64Aku melingkarkan lenganku keleher Mas Indra yang melangkah lebar membopong tubuhku kearah mobil.🥀🥀🥀🌹🥀🌹"Saya terima nikah dan kawin-nya Hanum Ambarwati binti Hendrawan dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan uang sebesar dua puluh lima juta dibayar 'Tunai ..." Mas Indra mengucapkan ijab qabul dengan lantang dan lancar sambil menjabat tangan Pak Iwan sebagai wali nikahku. "Bagai para saksi! Sah ...," tanya Pak Jefri penghulu yang menikahkan kami berdua. "Sah ..." Para saksi dan kerabat yang menghadiri proses akad nikahku menjawab serentak. "Alhamdulillah .." Pak Jefri mengucapkan hamdalah lalu beliau membacakan doa dengan khusyuk. "Bissmillahirrohmanirrohim, Allahumma inni as'aluka min khoirihaa wa khoirimaa jabaltahaa 'alaih. Wa a'udzubika min syarrihaa wa syarrimaa jabaltaha 'alaih. Artinya: Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepada-Mu kebaikan dirinya dan kebaik
63. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Detik-Detik Ijab Qabul. Penulis : Lusia Sudarti Part 63Seketika wajahku menghangat mendengar pertanyaan Ibu Mas Indra. Aku melirik sekilas kearah Mas Indra yang dengan santai menyantap makanan dengan wajah yang tampak biasa saja.🥀🥀🥀🥀🥀🥀Malam ini aku bermalam dirumah orang tua Mas Indra karena besok pagi-pagi sekali aku akan dirias oleh MUA!Suasana terasa begitu meriah karena saudara-saudara Mas Indra berkumpul. Pakde dan Bude juga Tante dan Oom Mas Indra berdatangan. Namun mereka tidak bermalam dirumah Ibu Mertua, hanya sebagian saja dan yang sebagian bermalam dirumah saudara Mas Indra yang lain. Kami berkumpul di ruang keluarga dan berkenalan dengan mereka, saling berbagi cerita, berbagi pengalaman hidup. "Tante Hanum ... Om Indra bilang Tante punya usaha rumah makan ya? Wah pasti rumah makan Tante ramai pembeli dan laris manis deh!" tanya keponakan Mas Indra yang bernama Rima. Aku tersenyum sambil mengangguk. "Bukan rumah mak
62. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Selalu Terjadi Masalah Tak Terduga. Penulis : Lusia Sudarti Part 62 Kedua netraku terasa basah mendengar alunan musik dan lagu yang mengalun lembut dari tape yang diputar oleh Indra. ***Aku membuang pandangan kesamping sambil menghela nafas perlahan.Mengapa disaat seperti ini aku harus teringat akan mendiang Suamiku yang begitu aku cintai, dan hingga saat ini aku belum bisa melupakan dia sepenuhnya. "Dek ... kenapa wajah Adek sedih begitu? Apa ada yang menyinggung hati Adek perkataan Mas tadi?" tanya Indra lirih sambil menoleh kearahku. Segera aku menghapus titik-titik bening yang merembes dari kelopak mataku. Agar Indra tak melihatnya.Sekuat tenaga aku menyembunyikan rasa sedih yang tiba-tiba merayap kedalam sanubariku yang paling dalam. Esok aku akan melepaskan masa-masa menjandaku. Aku menerima kehadiran Indra, sosok lelaki yang penuh tanggung jawab dan baik hati kepadaku dan kedua Anakku. Tak ada keraguan lagi dalam hatiku. "E
61. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Selalu Ada Masalah Yang Aku Temui. Penulis : Lusia Sudarti Part 61'Wanita itu memang tinggi, putih, tapi kalau soal cantik ... kayaknya lebih cantik aku deh," sungutku dalam hati. "Jelas-jelas aku lebih dari Cindy maupun janda itu, tetapi mengapa Mas Indra begitu membenci aku," jawabnya dengan wajah sendu. Sementara yang karyawan butik saling sikut melihat ketegangan yang terjadi karena ulah Kartika. "Mbak, tolong bantu saya melepaskan gaun ini!" seruku kepada pegawai yang tadi membantuku memakainya. "Baik Bu. Mari saya bantu!" jawabnya. "Eh tunggu dulu! Dek yang ini saja ya? Cantik banget dan Mas suka!" cegah Indra saat aku melangkah perlahan menuju ruang ganti, ia memegang tanganku kemudian mengangkat wajahku dengan jemari tangan-nya. Kartika terperangah melihat adegan dihadapan-nya, ia menautkan alisnya melihat Indra begitu mesra denganku. "Siapa dia Mas?" tanya Kartika dengan menunjukkan jari mengarah kepadaku.Indra kemudian m
60. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Fitting Baju Penulis : Lusia Sudarti Part 60"Iya Ibu dan Bapak ..." Setelah berpamitan kami pun pulang dengan diantar oleh Mas Indra.🥀🥀🥀🥀🥀"Mbak ... Anak-anak biar sama aku aja dirumah, dan akunya biar ada yang nemani dirumah," jelas Murti kepadaku saat aku sibuk menyusun baju-baju kedalam lemari sehabis disetrika. "Oh iya sudah Mbak kalau begitu, soalnya kasihan nanti kalau kelamaan menunggu!" jawabku. "Tapi ... oh iya Mbak, aku hampir lupa. Anak-anak dijemput oleh Ibunya Mas Indra Mbak!" jawabku sambil menatapnya. "Oh ya udah enggak apa-apa Mbak ..." "Mbak Hanum bersiap gih ... biar aku yang lanjutin menyusun pakaian," imbuh Murti menawarkan diri untuk membantuku. "Beneran Mbak Murti mau bantu menyusun pakaian?" tanyaku sambil menatapnya. "Iya, coba deh Mbak Hanum lihat udah jam berapa?" ucapnya sambil melihat kearah jam weker diatas nakas, aku mengikuti arah tatapan-nya. "Astagfirrullah ... udah jam delapan rupanya! Baikl
59. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Acara Makan Malam Yang Menegangkan. Penulis : Lusia Sudarti Part 59Kembali Mbak Murti mempersilahkan masuk kepada tamu yang disebut Pak Indra.Aku melangkah menuju keruang tamu untuk menemui Mas Indra.🥀🥀🥀🥀🥀 "Ayo cucu-cucu Oma ... makan yang banyak ya, biar cepat besar dan bertambah pinter!" titah Mama Mas Indra Kepada kedua Anakku. Aku tersenyum tipis mendengarnya. "Iya Oma terima kasih banyak! Tetapi Adek sudah kenyang," jawab Kurnia sambil menyunggingkan senyum dan menampilkan deretan gigi susunya yang putih cemerlang. "Fandi juga kenyang Oma," sambung Fandi. Aku dan kedua Anakku memang diminta untuk makan malam bersama kedua orang tua Mas Indra dan para kerabat mereka.Kami mengelilingi meja makan panjang yang cukup menampung 15 orang.Suasana terasa begitu hangat. Namun ada dua orang yang menatapku penuh dengan kebencian. Tatapan-nya begitu sinis dan tak bersahabat kepadaku dan kedua Anakku. 'Namun aku tak ambil pusing deng