Aurel mengatur nafasnya, saat sudah sampai di sebuah gedung tinggi milik Zain. Ia mencoba untuk membuang rasa takut dan gugupnya saat bertemu dengan Zain nanti. "Semoga saja, Tuan Zain lupa sama aku!" gumamnya dan segera memaski gedung tinggi itu. "Kamu pasti orang yang di suruh buat nganterin barang milik Pak Zain," ucap resepsionis saat Aurel menyapanya. "Iya Kak," kawan Aurel dengan tersenyum. "Pergilah ke lantai 10, Tuan Zain sudah menunggumu!" Aurel mengangguk dan segera berjalan menuju lift, lalu memencet angka 10. "Ah, pasti ini ruangan nya!" gumam Aurel saat sudah sampai di lantai sepuluh. Ia melihat hanya ada Satun ruangan dengan pintu yang tertutup rapat. Aurel mengetuk pintu lalu segera masuk setelah mendapat persetujuan dari sang pemilik ruangan. "T-tuan, saya ingin mengantar ini Tuan," ucap Aurel gugup. "Kau sudah datang? ayo ikut aku!" ucap Zain dan segera berjalan menuju pintu. "Tunggu apa lagi, ayo cepat! aku sudah sangat terlambat!" kata Zain lagi karena Aur
"Jika tidak ada yang penting, lebih baik kau cepat pergi!" usir Zain. "Baiklah-baiklah, aku akan pergi!" Robin segera menegakkan tubuhnya dan merapikan jas yang ia kenakan. Lalu berbalik dan hendak pergi. Namun, langkahnya terehenti saat mengingat sesuatu. "Ah, aku hampir lupa! datanglah kerumah, mama mengundangmu untuk makan malam!" ucapnya. Setelah mengatakan hal itu, Robin segera pergi dari tempat itu. Sementara Zain, masih diam saja menatap punggung calon kakak iparnya itu. Ya, Robin adalah kakak Zalora, kekasih Zain yang sudah meninggal. Dulu mereka sangat dekat, bahkan lelaki itu sangat merestui hubungan keduanya. Namun, setelah kecelakaan itu terjadi dan menyebabkan Zalora adik kesayangan nya meninggal. Membuat Robin membenci dan menyalahkan Zain atas kematian Zalora. Entah apa yang direncanakan oleh lelaki itu? yang jelas, Zain merasa akan terjadi sesuatu hal yang akan membuatnya kesulitan. Ia yakin, undangan makan malam hanya alasan nya saja. Meskipun, hubungan nya de
"Zain, tunggu!" Zain yang tengah berjalan menuju mobilnya untuk segera berangkat ke kantornya, segera menghentikan langkahnya saat mamanya memanggil. "Ada apa Ma?" tanya Zain dengan bingung. "Nanti sore antarkan mama ke butik tante Niken, sekalian kita makan malam bersama!" "Tapi Ma,""Tidak ada tapi-tapian, Mama tunggu jam empat nanti!" ucapnya lagi yang takn bisa dibantah. "Baiklah," jawab Zain terpaksa. Bukan nya ia tak ingin mengantar Mamanya, tetapi ia tahu kalau sang Mama ingin menjodohkan nya dengan anak teman nya. Ini bukan pertama kalinya, mamanya menjodohkan dengan seorang wanita. Bahkan sudah berkali-kali, tetapi selalu saja ia tolak. Bahkan ada yang belum ia beri tanggapan, tetapi wanita itu sudah berpindah ke Robin. Ia juga sudah beberapa kali bilang ke mamanya, kalau dirinya tak ingin dijodohkan. Tetapi mamanya selalu saja memaksanya. Zakn mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang, suara musik menemani perjalanannya. Ia sesekali bersenandung kecil, mengikuti
Aurel menyodorkan kopi yang telah ia buat. Ia menatap kopi yang akan diseruput Zain. Ia berharap, kopi kali ini akan cocok di lidah atasanya itu. Jika tidak, maka dia akan menyuruh Zain untuk membuat sendiri. Ia sudah lelah harus mondar-mandir ke pantry hanya untuk membuat kopi lagi. Apalagi, jika dia harus bertemu dengan wanita menyebalkan tadi. Setelah menyeruput kopi, Zain meletakkan cangkit kopi dan menatap Aurel. "Kenapa Tuan? apa masih kurang pas? jika masih, lebih baik Tuan bikin sendiri atau suruh orang lain saja! saya tidak bisa!" ucap Aurel panjang lebar. Zain menaikkan sebelah alisnya, apa dia tidak salah dengar? Aurel menolak perintahnya dan bahkan menyuruhnya untuk membuat kopi sendiri. "Apa kau keberatan, aku menyuruhmu membuat kopi?""Saya sama sekali tidak keberatan Tuan! tetapi jika kopi buatan saya tidak cocok di lidah Anda, lebih baik Anda buat sendiri atau suruh orang lain saja!" kesal Aurel. "Dengar Aurel, membuat kopi juga salah satu tugasmu! ingat, kau ada
Aurel menatap tak percaya pada lelaki yang tengah tersenyum mesra kepadanya. Bahkan, ia juga mengedipkan sebelah matanya membuatnya semakin tak percaya dengan apa yang ia lihat. "Kau sudah memiliki kekasih?" tanya Rindu tak percaya. "Iya Ma, sudah satu minggu ini kami resmi pacaran! jadi, aku harap Mama tak berusaha untuk menjodohkan ku dengan wanita lain! karena aku sudah memiliki kekasih!""Jadi, Zain sudah memiliki kekasih?" tanya Siska teman Mamanya Zain. "Ah, maaf ya Sis!" mama berjalan menghampiri temannya, ia benar-benar merasa tak enak. Tapi, dia juga merasa bahagia, karena anaknya sudah memiliki kekasih. Bukankah, itu tandanya Zain sudah mulai membuka hatinya dan melupakan Zalora? ini kabar yang mengembirakan baginya. "Aku juga tidak tahu, jika Zain sudah memiliki kekasih! tante juga mau minta maaf sama kamu ya Nisa, tante benar-benar tidak tahu kalau Zain sudah memiliki kekasih." Ucap Rindu yang merasa tak enak pada dua ibu dan anak ini. "Sudahlah, mungkin mereka bukan
Aurel bisa bernafas lega, saat Zain sudah pergi dari rumahnya dan lelaki itu juga tidak berbicara yang tidak-tidak. Zain hanya meminta maaf karena sudah membuat Aurel pulang terlambat. Terdengar aneh memang, tapi hanya itu yang Zain ucapkan tadi. "Kakak kenapa melihatku seperti itu?" tanya Aurel yang melihat tatapan mata penuh selidik dari sang kakak. "Tidak, aku hanya penasaran! apa kalian tidak ada hubungan?" Aurel menggeleng cepat. "Yakin?" Aurel mengangguk cepat. Aries hanya mengangguk-anggukan kepalanya dan menatap Aurel dengan penuh selidik lagi. "Em, tadi katanya Kakak mau membicarakan sesuatu, apa itu?" tanya Aurel yang mencoba mengalihkan pembicaraan. "Ah, itu besok saja! kita kerumah paman dan bibi." jawab Aries yang ingat tujuan nya untuk menyuruh Aurel cepat pulang. Meski gagal, tidak masalah! toh masih ada besok! apalagi besok adalah hari libur, waktu yang pas untuk mengungkap sebuah kebenaran. "Baiklah kalau begitu! kalau begitu, aku mau istirahat, capek!" ucap A
Mendengar apa yang diucapkan oleh Aries, membuat wajah Sarah menjadi pucat, keringat mulai muncul di dahinya. Sarah menyeka keringat yang mulai menetes di dahinya, ia berusaha untuk tetap tenang. Dia harus bisa meyakinkan semua orang, kalau apa yang diucapkan Aries adalah sebuah kebohongan. "Apa maksudmu Aries? jangan bilang, kau ingin membela ibumu dan malah menuduhku!" ucapnya setelah berhasil menguasai dirinya. "Benar apa yang dikatakan Sarah, bagaimana mungkin? istriku sangat menyayangi nenekmu, mana mungkin dia tega melakukan hal sekejam itu!" Angga menepis semua perkataan Aries, meski dalam hatinya dia sedikit percaya, namun ia mencoba membuang kepercayaan itu. Aurel masih diam menyimak, ia yakin kakaknya tidak akan sembarangan menuduh, jika tidak ada buktinya. Aurel sangat yakin, kakaknya pasti memegang bukti yang kuat. "Sudah kuduga, kalian pasti menyangkalnya! awalnya aku juga tidak percaya, namun setelah melihat bukti-bukti ini, membuatku merasa sangat kecewa pada Anda!
Selama perjalanan, Aurel terus menatap pada sang Kakak. Ia tak menyangka, jika sang kakak selama ini memendam kesedihan. Aurel yakin, kakaknya selama ini pasti merasa sedih. Selain, dipisahkan dengan adiknya. Abi, selama ini juga hanya dianggap sebagai pengganti Aries, yang sudah lama meninggal. Selama ini pasti sangat tertekan dan tidak bisa menjadi dirinya sendiri. Dia harus dipaksa untuk menjadi orang lain. "Kenapa menatapku seperti itu?" tanya Abi setelah menghentikan mobilnya saat lampu bewarna merah. "Apa Kakak selama ini baik-baik saja?" tanya Aurel dengan raut sedih. "Kau itu bicara apa Dek? tentu saja Kakak baik-baik saja! memangnya Kakak kenapa?" ucap Aries sembari mengelus lembut surai hitam sang adik. Aurel menggenggam erat tangan besar Abi dan menciumnya. Ia menatap mata sang Kakak yang berwarna coklat keemasan, persis seperti milik ayahnya. "Aku tahu Kakak selama ini pasti tersiksa karena harus menjadi orang lain! maafkan aku, karena sempat berpikiran Kakak hidup