Mendengar apa yang diucapkan oleh Aries, membuat wajah Sarah menjadi pucat, keringat mulai muncul di dahinya. Sarah menyeka keringat yang mulai menetes di dahinya, ia berusaha untuk tetap tenang. Dia harus bisa meyakinkan semua orang, kalau apa yang diucapkan Aries adalah sebuah kebohongan. "Apa maksudmu Aries? jangan bilang, kau ingin membela ibumu dan malah menuduhku!" ucapnya setelah berhasil menguasai dirinya. "Benar apa yang dikatakan Sarah, bagaimana mungkin? istriku sangat menyayangi nenekmu, mana mungkin dia tega melakukan hal sekejam itu!" Angga menepis semua perkataan Aries, meski dalam hatinya dia sedikit percaya, namun ia mencoba membuang kepercayaan itu. Aurel masih diam menyimak, ia yakin kakaknya tidak akan sembarangan menuduh, jika tidak ada buktinya. Aurel sangat yakin, kakaknya pasti memegang bukti yang kuat. "Sudah kuduga, kalian pasti menyangkalnya! awalnya aku juga tidak percaya, namun setelah melihat bukti-bukti ini, membuatku merasa sangat kecewa pada Anda!
Selama perjalanan, Aurel terus menatap pada sang Kakak. Ia tak menyangka, jika sang kakak selama ini memendam kesedihan. Aurel yakin, kakaknya selama ini pasti merasa sedih. Selain, dipisahkan dengan adiknya. Abi, selama ini juga hanya dianggap sebagai pengganti Aries, yang sudah lama meninggal. Selama ini pasti sangat tertekan dan tidak bisa menjadi dirinya sendiri. Dia harus dipaksa untuk menjadi orang lain. "Kenapa menatapku seperti itu?" tanya Abi setelah menghentikan mobilnya saat lampu bewarna merah. "Apa Kakak selama ini baik-baik saja?" tanya Aurel dengan raut sedih. "Kau itu bicara apa Dek? tentu saja Kakak baik-baik saja! memangnya Kakak kenapa?" ucap Aries sembari mengelus lembut surai hitam sang adik. Aurel menggenggam erat tangan besar Abi dan menciumnya. Ia menatap mata sang Kakak yang berwarna coklat keemasan, persis seperti milik ayahnya. "Aku tahu Kakak selama ini pasti tersiksa karena harus menjadi orang lain! maafkan aku, karena sempat berpikiran Kakak hidup
Pagi-pagi sekali, Aurel dikejutkan dengan kedatangan paman dan bibinya. Dua orang yang sedang tak ingin ditemuinya. Bukan nya ia membenci kedua orang itu, hanya saja, untuk sekrang ini ia belum siap untuk bertemu."Paman, Bibi, kalian datang? mari silahkan masuk!" ucap Aurel sopan. Walau bagaimanapun, mereka adalah tamu dan dia harus bersikap sopan. Setelah mereka masuk, Aurel langsung pergi ke dapur untuk membuatkan minum untuk kedua tamunya. "Siapa yang datang Dek?" tanya Abi yang tengah menyiapkan sarapan. Ya, setelah kejadian kemarin, Mereka sudah memutuskan untuk memanggil nama Abi, nama yang sebenarnya dari kakak Aurel itu. Lupakan masalah nama, kita kembali ke cerita😊Kening Abi berkerut, ia merasa aneh dengan kedatangan kedua orang itu. Ia berpikir, mereka sudah tidak akan menemui nya atau Aurel lagi, setelah kejadian kemarin. "Untuk apa mereka datang kesini? bukankah, semuanya sudah selesai?" tanya Abi dan Aurel hanya mengangkat bahunya sebagai tanda tidak tahu. "Lebi
Pagi ini Aurel berangkat ke kantor dengan senyum mengembang. Karena, hari ini ia merasa sangat bahagia. Paman dan Bibinya menerimanya. Bahkan, mereka juga meminta untuk dia dan Abi tinggal bersama. Meski dalam hatinya sangat ingin, tetapi dia dengan halus menolaknya. Bukan tanpa sebab ia menolak, dia hanya tidak ingin merepotkan mereka berdua. Lagi pula, dia hanya ingin hidup mandiri. Untuk Abi, dia menyetujui Aurel yang ingin hidup mandiri. Mereka bisa datang seminggu sekali saat mereka libur. Meski sedikit kecewa karena penolakan keduanya, Angga dan Sarah tidak bisa memaksa mereka berdua. Toh, mereka sudah berjanji akan datang seminggu sekali kerumah mereka. Itu lebih dari cukup bagi mereka. Mereka sangat berterima kasih kepada keduanya sudah memberi kesempatan untuk memperbaiki semuanya. "Kenapa kau terlihat bahagia sekali? apa karena, akhirnya kau bertemu denganku, sampai kau sebahagia ini?" tegur Zain pada Aurel. "Dasar bos narsis!" gerutu Aurel dengan bibir mengerucut. "
Aurel meringis saat mengolesi salep pada lukanya, bahkan tanpa ia sadari, air mata keluar dari kedua matanya. "Duh, kayak gini aja nangis! cengeng!" gerutunya sembari mengusap air matanya. "Bagaimana apa sudah selesai?" Aurel kaget saat mendengar suara pintu terbuka dan Zain yang bertanya. Ssshhhtttt.... Aurel meringis karena kain yang bergesekan kasar pada lukanya. Karena terkejut, Aurel segera menutup pahanya dengan kasar. "Ah, maaf! aku kira kau sudah selesai!" ucap Zain merasa bersalah. "Saya sudah selesai Tuan, maaf merepotkan!" jawab Aurel cepat dan segera berdiri. "Apa masih sakit?" tanya Zain penuh perhatian. Aurel menggeleng cepat dan membereskan kotak obat yang tadi ia pakai. "Sudah biarkan, lebih baik kita makan siang dulu!" Zain segera mengambil alih kotak obat itu dan menaruh makanan diatas meja. Ia mengajak Aurel untuk makan bersama. Aurel yang memang sudah merasa lapar, tak menolak ajakan atasanya ini. Mereka makan dengan tenang, tak ada yang bersuara, hingg
Bram melihat kearah Aurel yang baru saja datang , ia memasang senyum manisnya dan dibalas tak kalah manis oleh wanita itu. "Bram, sepertinya aku harus segera pulang!" ucap Aurel merasa tak enak. "Baiklah, tapi sebelum itu kau harus menghabiskan minuman mu! jikantidak, maka aku akan sangat marah!" Aurel berdecak, namun masih tetap meminum minuman nya. Bram yang melihat minuman Aurel sudah habis pun, tersenyum penuh arti. "Lihatlah, gelasnya sudsh kosong!" ucap Aurel sembari menuangkan gelas yang ia pegang sudah kosong. "Kalau begitu aku sudah boleh pulang kan?" tanya Aurel. "Ya, terima kasih karena sudah mau meluangkan waktumu!" ucap Bram. Aurel hanya mengangguk dan segera beranjak dari tempat duduknya. Saat berdiri, Aurel tiba-tiba memegangi kepalanya karena merasa sangat pusing. Aurel samar mendengar suara bariton memanggil namanya, lalu setelah itu ia merasa pandangan nya buram dan berwarna gelap, setelah itu ia tak mengingat apapun. Bram tersenyum penuh arti, kala Aurel be
Zain menarik pinggang Aurel dan membuat tidak ada jarak diantara mereka. Zain menatap lekat wajah Aurel yang terlihat sangat cantik. "Cantik," puji nya sembari menyentuh wajah Aurel dengan jari telunjuknya dengan sangat lembut. Ini pertama kalinya Zain memuji wanita lain selain Zalora. Selama ini, dimatanya hanya Zalora wanita paling cantik. Tetapi, dengan Aurel ia mengakui kecantikan wanita itu. Bahkan, setelah Zalora meninggal ia tidak pernah tertarik dengan wanita lain. Tetapi dengan Aurel, jujur ia tertarik. Jari telunjuk yang membelai wajah Aurel dengan lembut, kini berhenti tepat di bibir ranum Aurel. Tanpa banyak kata, Zain melumat lembut bibir yang sedari tadi menggodanya. Zain menggigit bibir bawah Aurel agar sedikit terbuka. Mendapat celah, Zain memasukkan lidahnya dan mengabsen setiap benda yang ada dalam mulut Aurel. Eenngghh... Terdengar lenguhan kecil, keluar dari mulut Aurel saat Zain menghisap kuat lidah Aurel. "Manis," ucap Zain saat dirinya sudah melepas pag
"Ya ini aku, kau kira siapa? jangan bilang, kau tidak mengingat kegiatan kita semalam! atau mau aku ingatkan?" Mendengar hal itu, mata Aurel seketika melebarkan matanya. Ia tak percaya jika Zain bisa berbicara seperti itu. Zain mencuri satu kecupan di pipi Aurel karena gemas, melihat Aurel dengan muka merahnya. Entahlah, rasanya ia ingin menciumi seluruh wajah Aurel dengan gemas. Tetapi, sekuat tenaga ia tahan. Ia tak ingin, membuat Aurel takut dengan nya. Dia harus membicarakan tentang kejadian semalam. Zain akan bertanggung jawab atas apa yang sudah diperbuatnya. "T-tuan, apa yang Anda.... ""Sudahlah, bersihkan dirimu! ayo kita bicarakan di luar! aku tak ingin kehilangan kendali, apalagi kau memarkan tubuhmu dihadapanku!" ucap Zain sembari melihat kebawah.Aurel mengikuti arah pandang Zain, betapa terkejutnya dirinya saat melihat kedua buah dadanya terekspos jelas. Aurel segera menarik selimut nya yang melorot, dan mencengkram erat selimut itu. Ia benar-benar merutuki kebodoha