Duduk di kursi yang goyang sambil membaca novel romantika di dan tak lupa secangkir susu khusus ibu hamil dan camilan roti kacang dan Almond terhidang di meja. Menginjak usia kehamilan tiga puluh tujuh minggu membuat Risa sedikit was-was, tetapi dia senang karena dalam pemeriksaan USG anaknya kembar perempuan. Sudah lima tahun Risa menantikan buah hatinya ini.
Bibi Sri datang sambil membawa jus mangga. Risa selama hamil memang doyan makan dan ngemil.“Terima kasih, bibi Sri. Maafkan jika aku merepotkan bibi. Bibi tahu selama hamil kembar ini aku banyak sekali doyan makan dan ngemil sampai perutku semakin membesar.” Risa menguyah Almond dan menikmatinya.Bibi Sri hanya bisa tersenyum. ”Namanya juga ibu hamil nyonya. Rasa Ingin makan itu besar apalagi nyonya sedang hamil kembar jadi memang harus banyak makan.”“Benar juga, Bi. Pokoknya aku dan calon kedua bayiku ini sehat. Yang terpenting adalah asupan nutrisinya.”Risa mengelus-elus lembut perutnya. Bibi Sri yang melihat dari kejauhan sangat senang atas kehamilan majikannya.Risa berbagai upaya menjalankan prohamil terutama bayi tabung tetapi apa yang dilakukan semua tidak sesuai ekpetasi. Bayi tabung yang dilakukan Risa tidak berhasil.“Nyonya harus semangat. Saya pamit ke dapur dulu.”“Silahkan, bibi Sri.”Bibi Sri meninggalkan Risa yang masih menikmati segelas susu dan kacang Almond. Majalah tentang kehamilan sangat membuat dia bersemangat.Tok ... Tok ...Tok!Suara gedoran yang sangat keras membuyarkan lamunannya. Siapa yang menggedor pintu sampai sekeras itu. Risa langsung bangkit dari tempat duduknya dan tiba-tiba perutnya sangat sakit dan merasakan mules. Risa memegang sandaran tempat duduk sambil memegang perutnya yang sakit.“AH! BIBI SRI TOLONG!” Risa memegang perutnya yang sakit tiba-tiba darah segar keluar dari bawah. Risa merasa takut.”BIBI SRI TOLONG! BIBi SRI SAYA TIDAK KUAT!” teriak Risa masih merintih kkesakitanSuara gedoran pintu yang keras dan berkali-kali digedor tidak Risa hiraukan. Paling orang gila atau orang iseng yang sedang iseng. Berkali-kali digedor membuat Risa semakin kesal dengan orang tersebut. Bibi Sri langsung datang dengan tergopoh-gopoh.“Astagfirullah, nyonya. Anda mau melahirkan. Saya telefon tuan dulu iya nya,” Bibi Sri juga bingung dan hendak beranjak meninggalkan Risa. Tetapi Risa mencegahnya.“Jangan bi Sri. Nanti sudah di rumah sakit baru dikabari karena hari ini ada meeting. Aku takut jika dia khawatir dan menganggu meetingnya. Panggil pak Deden suruh antar aku ke rumah sakit Bi dan mohon untuk tas perlengkapan bayiku dan aku ada di kamar. Bibi bawa saja. Aku sudah tidak kuat!” Risa merintih kesakitan dan masih memegang perutnya. Darah sudah mengucur deras. Risa takut kalau terjadi dengan bayi kembarnya. Bibi Sri menghilang mencari pak Deden.Suara gedoran pintu tidak lagi terdengar. Risa lega. Beberapa menit suara gedoran itupun kembali. Risa sangat terganggu apalagi perutnya masih sakit. Bibi Sri membopong Risa.“Bi, itu siapa yang gedor pintu seperti itu?seperti tidak ada sopan santun.” Kata Risa sambil menahan sakitnya.“Saya kurang tahu nyonya. Orang seperti apa itu? Memang tidak punya sopan santun.” Bibi Sri juga ikutan kesal.Bibi Sri dan Risa melangkah keluar. Sampai di depan pintu. Risa langsung membuka pintu dengan kencang karena suara gedoran itu masih saja berlanjut. Risa melihat seorang wanita Seumuran dengan dirinya sedang menggendong bayi.“Maaf saya menganggu nyonya bisakah anda membantu saya?” Kata Weni, dia adalah mantan pembantu Risa.“Maafkan aku Weni aku sedang terburu-buru. Aku mau melahirkan jadi aku tidak bisa meladeni mu saat ini.” Risa masuk kedalam mobil dibantu dengan bibi Sri. Weni masih saja membututi Risa.“Tolonglah aku nyonya. Hanya nyonya yang bisa membantu saya. Saya butuh uang.” Weni masih mengharapkan bantuan dari Risa. Risa hanya diam dia masih merintih kesakitan.“Pak Deden jalan! Saya sudah tidak kuat pak!” Risa semakin lama semakin sakit dan merasakan mules yang hebat.“Tetapi bagaimana dengan keadaan Weni nyonya?” Pak Deden melihat keadaan Weni merasa khawatir.“Jalan pak Deden. Jangan hiraukan dia. Aku ingin melahirkan. Aku tidak ingin ada apa-apa dengan kedua bayiku. Cepat!” Risa tidak tahan.“Nyonya saya mohon!saya butuh uang nyonya!saya tahu saya pernah salah dan berbuat fatal. Maafkan saya nyonya.” Weni masih menggedor kaca mobil, tetapi Risa tidak menghiraukannya.Pak Deden mulai menghidupakan mobil dan melaju. Weni masih mengharapkan belas kasih dari Risa tetapi mobil sudah melaju dengan cepat.Weni dengan nafas tersengal-sengal sambil menggendong bayinya yang bernama Nadine keadaannya mulai memburuk, dia hanya ingin berhutang uang kepada Risa karena Nadine sedang sakit panas tinggi. Bayi yang berusia tujuh hari ini harus butuh perawatan. Weni tidak punya uang. Suaminya Dendi juga belum gajian. Weni duduk tersungkur di jalan, dia bingung apa yang harus dia lakukan.Nadine adalah anak yang sedang dia nantikan selama dua tahun. Weni segera bergegas menuju rumah sakit. Apapun yang terjadi yang penting Nadine ditangani dahulu. Nadine sudah kejang-kejang.Rumah Sakit Umum Yogyakarta.Risa merintih kesakitan dia didorong di brangkar oleh perawat. Suara rintihan Risa menggema di lorong rumah sakit.“Bi Sri, tolong hubungi suami saya mas Farhan.” Kata Risa meminta bantuan ke bibi Sri.“Iya nyonya. Nyonya harus kuat. Semoga persalinan lancar iya nya. Ini penantian selama lima tahun. Jadi nyonya harus kuat.” Bibi Sri menyemangati Risa. Risa hanya mengangguk.Risa dibawa ke ruangan bersalin. Bibi Sri dan Pak Deden menunggu majikannya. Bibi Sri menghubungi tuan Farhan untuk datang ke rumah sakit.“Hallo.”“Hallo bibi Sri ada apa?”“Tuan Farhan saya mau memberitahukan bahwa nyonya mau melahirkan di rumah sakit umum. Nyonya minta tuan untuk segera kemari.”“Baiklah bibi saya akan Kesana. Ini meetingnya sudah selesai. Titip dulu istri saya bibi Sri.”“Baik tuan.”Bibi Sri mematikan telefonnya. Melihat ruangan masih tertutup. Bibi Sri tak henti berdoa agar Risa bisa melahirkan dengan lancar.Di sisi lain Weni datang di rumah sakit yang sama dimana Risa melahirkan. Weni datang ke UGD. Bayi Nadine kondisinya sudah benar-benar menghawatirkan.“Ibu bayi mohon tunggu diluar dulu,” Kata perawat perempuan. Pintu UGD langsung ditutup.Weni duduk di bangku ruang tunggu. Dia benar-benar cemas akan keadaan Nadine. Dia sangat kesal dengan Risa mantan majikannya. Seharusnya dia memberi uang untuk biaya perawatan Nadine.Apa dia tidak ada belas kasihan sama sekali? Uangnya banyak apa salahnya jika membantu sedikit. Jika ada apa-apa dengan Nadine, Weni tidak akan segan-segan memberi pelajaran kepada Risa. Setengah jam berlalu dokter keluar dari UGD.“Keluarga bayi Nadine.”Sapa dokter lelaki dengan memakai jas putihnya. Weni langsung menghampiri dokter.“Iya dokter. Saya ibunya. Bagaimana dengan keadaan bayi saya dokter?” Tanya Weni khawatir.“Maaf ibu. Kami dari tim medis sudah berusaha semaksimal mungkin untuk bayi ibu, tetapi Tuhan berkehendak lain. Maaf kami harus mengatakan bahwa bayi ibu meninggal dunia.”Weni langsung lemas dan langsung masuk UGD. Melihat bayi perempuannya terbujur kaku. Weni menangis.“Maafkan ibu sayang. Ibu tidak becus mengurusmu. Ibu terlambat membawamu ke rumah sakit. Maafkan ibu sayang. Kenapa kamu harus pergi meninggalkan ibu nak?” Weni memeluk bayi Nadine.Bayi yang tadi menangis sekarang tidak ada gerakan sama sekali. Weni sangat sedih kehilangan bayinya. Ini semua gara-gara Risa. Jika dia cepat memberikan uang untuk biaya bayinya maka nyawa Nadine masih tertolong.Weni keluar dari ruang UGD. Tubuhnya lemas, hatinya rapuh. Anak yang dinantikan selama dua tahun harus pergi. Weni duduk di bangku sambil menunggu bayi Nadine perawatan, dia benci dengan keluarga Risa. Sekelibat dia melihat Farhan. Weni langsung mengikuti Farhan dan dia melihat di depan ruang bersalin. Berarti Risa sedang melahirkan.“Enak sekali mereka. Mempunyai anak. Sedangkan aku harus kehilangan bayiku Nadine karena ulah Risa. Seharusnya Risa memberikan uang sedikit pasti Nadine bisa tertolong. Belum tadi aku kerumahnya. Lama sekali responnya. Lihat saja aku akan membalas dendamku kepada kalian. Kalian harus menanggung rasa kehilangan yang aku rasakan.”Weni menatap tajam Farhan. Ada rasa benci dan balas dendam kepada keluarga Risa dan Farhan.Dokter keluar dari kamar bersalin.“Selamat atas kelahiran putrinya. Mereka kembar sehat dan lengkap.”“Alhamdulilah.” Farhan langsung sujud syukur dengan perasaan bahagianya.“Jika ayah bayi bergama Islam silahkan untuk mengadzani bayinya terlebih dulu. Kalau begitu saya permisi dulu.” Dokter perempuan pergi meninggalkan mereka.“Kembar tuan. Pasti lucu sekali anak tuan. Saya tidak sabar ingin melihatnya.” Bibi Sri ikut bahagia.“Saya sangat menantikan bayi ini selama lima tahun akhirnya kesampaian juga. Anak kembar pula. Aku sangat bersyukur bibi Sri, saya ke dalam dulu mau mengadzani kedua bibidari kecilku yang cantik.”“Silahkan tuan.”Melihat mereka sangat bahagia. Weni iri. Tidak seharusnya mereka bahagia di atas penderitaan yang dialami Weni karena kehilangan bayi Nadine. Weni langsung kembali ke UGD untuk melihat bayi Nadine. Betapa sedihnya dia. Air mata tak henti-hentinya keluar dari kedua matanya.“Apa yang harus aku lakukan? Tidak mungkin aku harus bilang ke mas Dendi Kalau Nadine sudah meninggal. Bagaimana reaksinya? Pasti aku akan dimarahi habis-habisan dan bisa-bisa aku diceraikan. Tidak aku tidak bisa. Aku cinta dengan mas . Salah satu cara adalah menculik salah satu anak dari Risa. Mereka kan punya anak kembar. Sekalian balas dendam.”Telefon berdering. Dendi suaminya.“Hallo.”“Hallo sayang. Maafkan aku belum bisa transfer uang buatmu. Insyallah besuk sudah gajian. Aku akan berusaha untuk bekerja semaksimal mungkin untuk keluarga kita. Bagaimana dengan Nadine anak kita?”Weni hanya terdiam, dia bingung bagaimana bilang ke suaminya tentang kondisi Nadine yang sudah meninggal.“Hallo sayang apakah kamu mendengarkanku?”“Iya sayang aku dengar. Nadine baik-baik saja, dia sedang tidur. Aku tidak mau membangunkannya karena barusan saja dia tidur. Kasihan.” Weni mencari alasan agar tidak ketahuan oleh suaminya.“Oh baguslah kalau begitu. Sayang aku ingin sekali melihat wajah bayiku mulai kau lahiran aku belum lihat bayi kita, dia pasti cantik sekali sama seperti ibunya.”“Harus sekarang?”“Iya cuma lihat wajahnya saja. Lagipula tidak akan menganggu dia bangun sayang.”Weni tambah bingung harus bagaimana. Tidak mungkin dia melihatkan bayinya yang terbujur kaku.“Sudahlah sayang, besok saja. Baiklah jaga dirimu baik-baik aku mau ke dapur dulu”Weni mematikan teleponnya, dia menangis tersedu-sedu. Posisinya saat ini membuatnya bingung. Dendi suaminya memang belum tahu wajah anaknya karena dia belum punya ponsel yang mendukung video call. Wajar jika Dendi sangat ingin melihat bayinya. Semua sudah selesai akhirnya pemakaman bayinya. Weni akan pindah rumah selesai pemakaman bayinya. Jika dia tetap tinggal tetangga akan memberitahu kalau Nadine meninggal.Bibi Sri melintas di depan UGD. Weni melihatnya. Dia segera menemui bibi Sri.“Mbak Sri.” Sapa Weni.“Weni.” Sri kaget dengan kehadiran Weni. ”Kenapa kamu ada disini? Siapa yang sakit?” Sri sedikit khawatir.“Aku mbak Sri.” Weni berbohong.“Sakit apa Weni kamu?”“Cuma kecapekan saja. Mbak Sri kenapa ada disini? Siapa yang sakit? Weni memancing pembicaraan.“Alhamdulilah ada kabar bahagia kalau nyonya Risa sudah melahirkan. Kamu tahu Weni selama penantian lima tahun akhirnya sudah dikaruniai putri kembar pula. Kalau kamu bagaimana Wen?”“Eh, iya aku sudah punya anak mbak Sri. Sejak aku resign dari sana aku program kehamilan. Akhirnya aku diberi putri namanya Nadine.” Weni lagi-lagi berbohong.“Syukurlah Weni akhirnya penantian selama dua tahun kamu mempunyai anak. Dimana anakmu sekarang?”Duh, kenapa sih mbak Sri ini banyak tanya saja. Aku menyesal tadi menyapa orang ini. Batin Weni.“Anakku dirumah mbak Sri.”“Oh ... Salam iya untuk anakmu. Kamu tidak ke nyonya Risa untuk lihat bayinya.”“Tidak mbak Sri. Saya takut dia masih marah kepadaku karena masa lalu kemarin.”“Kemungkinan tidak Weni. Tunggu kamu tadi Khan gendong bayi cepat sekali kamu ke rumah. Bayimu tidak apa-apa ditinggal sendiri?” Sri penasaran.Weni lagi-lagi tidak bisa membalas ucapannya mbak Sri, dia takut makin lama dia ketahuan kalau bayinya sudah meninggal dan rencana untuk menculik bayi Risa gagal.“Mbak Sri saya kedalam dulu iya.” Weni langsung meninggalkan Sri yang masih bingung. Sri hanya bisa menggaruk-garuk kepalanya yang sama sekali tidak gatal, dia langsung pergi ke kantin.Matahahari terbit di ufuk timur. Cuaca Yogyakarta sangat cerah secerah hati Risa saat ini karena melahirkan anak kembar. Risa menyusui kedua bayinya. Dilihat bayinya sangat cantik sekali putih dan bersih. Memang selama hamil Risa tak lupa membaca Alquran surat Maryam. Konon katanya jika membayar surat Maryam anak yang dilahirkan akan putih dan cantik. Risa mengelus pipi kedua bayinya.“Anak mama cantik sekali!”Risa memandang kedua buah hati kembarnya itu.Bibi Sri datang dengan membawa buah-buahan. Melihat majikannya bahagia Sri juga ikut merasakan kebahagiaan yang luar biasa.“Masyallah kedua bayi nyonya sangat cantik sekali!kalau boleh tahu akan diberi nama siapa nya?”Bibi Sri melihat kedua bayi kembar Risa memang sangat cantik dan putih serta memiliki mata bulat yang indah.“Saya akan memberikan kedua bayi kembar saya ini dengan nama Laura dan Launa, BI Sri. Untuk Laura artinya adalah mahkota dan Launa adalah dahan surga. Semoga kedua anakku ini kelak akan saling melengkapi satu sa
Pagi hari dengan sisa setitik air hujan dan terdapat butiran embun membuat suasana menjadi dingin. Pantulan sinar matahari masih mengintip di balik pepohonan hijau. Seorang gadis dengan rambut yang panjang dan curly sedang bercermin. Tanganmya tak henti menyisir rambutnya yang panjang dan tak lupa dia memakai makeup natural. Dia terlihat membenarkan dasi sekolah dan merapikan seragam sekolahnya yang dengan rompi warna coklat. Senyumannya tampak indah memnatulkan wajahnya yang putih. Dia adalah Laura. Tas coklat kulit dari London dia cangklong ke pundaknya. Langsung dia berlari ke bawah menuju meja makan.“Good morning papa.” Laura mencium pipi papa Farhan.“Good morning mama.”Laura mencium pipi mama Risa. Duduk dan melihat di meja makan ada nasi goreng mozarella kesukaanya. Segera Laura mengambil piring dan mengambil nasi goreng mozarella dan menikmatinya dengan lahap. Risa dan Farhan hanya bisa tersenyum melihat tingkah Laura.“Lahap banget makannya sayang.”Farhan melihat Laura menik
“NADINE!!!!!!!!!!!!”Terdengar teriakan yang memekakkan telinga. Nadine langsung menutup telinganya. Dia tahu pemilik suara tersebut adalah ibunya. Dia hanya terdiam. Sambil menata bukunya di dalam tas. Baju seragam abu-abunya melekat dalam tubuhnya. Tak lupa rambut panjangnya yang lurus dia kepang menjadi dua. Sebenarnya dia malas pergi ke sekolah bukan karena pelajaran tapi teman-temannya yang sering membuly dirinya belum lagi para hantu yang bergentayangan sepanjang jalan. Nadine memang mempunyai Indra keenam tetapi kelebihannya ini membuatnya tidak nyaman.Nadine menyisir rambutnya dan bercermin di kaca. Rambutnya yang panjang yang dia kepang dua memang terlihat cantik. Sebenarnya Nadine ingin memotong rambutnya agar lebih pendek tetapi ibunya tidak memperbolehkannya. Karena biar tambah cantik jika rambut panjang. Dibelakang“NADINE!”Teriakan ibunya tambah keras. Nadine cuek saja yang terpenting dia memasukkan buku pelajaran ke dalam tas ranselnya.BRAK!Pintu langsung dibuka paksa
Suasana kamar aneh ini membuat Nadine merasa penasaran. Ruangan tampak depan sangat angker tetapi di dalam kamar ruangan sangat bersih seperti ada yang menghuni. Kamar yang didominasi dengan laki-laki. Nadine mulai curiga. Hawa dingin merasuk tubuh serta buku kuduk merinding. Nadine memegang tengkuknya. Jantungnya berdegup kencang. Tidak biasanya dia di ruangan angker sampai berdetup kencang seperti ini. Semilir angin menghembuskan dengan kencangnya padahal kamar tertutup rapat. Tiba-tiba datang angin kencang sekali semua barang di kamar berantakan. Nadine hanya bisa memegang besi ranjang. Angin kencang berlangsung selama lima belas menit dan langsung berhenti seketika. Anehnya barang-barang yang tadinya berantakan kembali tertata rapi. Ada apa diruangan kamar ini?Nadine ingin keluar dari kamar tersebut tetapi pintu dikunci rapat. Tamatlah Nadine, dia terjebak dengan hantu usil yang ada di kamar sialan ini.“Hai hantu kampret jangan sembunyi. Kalau mau menampakkan diri segera tampakl
Tatapan matanya kosong. Tangannya dengan lihai mencurly rambutnya dengan catokan. Masih terbayang apa yang dialaminya. Setelah mencatok rambut Laura merapikan rambutnya dan sesekali melihat wajahnya masih terlihat cantik atau bukan. Saudara kembar? Itulah yang menjadi misteri sekarang, dia tidak ingin orang tuanya terus memikirkan Launa yang hilang. Baginya putri semata wayangnya adalah dirinya. Jika Launa ditemukan otomatis kasih sayang dari orang tuanya akan berkurang. Itu yang membuat Laura membenci saudara kembarnya. Laura membanting catokan yang dia letakkan di meja rias.“Aku benci, Launa dia tidak boleh ditemukan. Aku benci saudara kembarku. Mungkin dia sama wajahnya denganku tapi Laura tidak bisa disaingi oleh siapapun termasuk saudara kembarku, Launa. Aku benci dengan dia.” Laura bangkit dan mengambil sesuatu dari lemarinya lalu mengobrak-abrik isi lemari, tetapi belum ada yang dia temukan sama sekali.“Dimana aku meletakkannya iya?perasaan aku taruh disini. Hem ... di mana
Tubuh Nadine masih sakit semua akibat dipukul sapu oleh ibunya. Kemarin setelah pulang dari sekolah ibunya sangat marah dan langsung memukulnya. Ayah hanya bisa melerai tapi tidak seberapa. Ayah Dendi memang tidak begitu berani dengan istrinya. Beruntung hari ini libur sekolah jadi bisa leluasa istirahat dan beruntung kembali ibunya sedang pergi ke Solo menghadiri pesta pernikahan adik kandungnya.Air mata tak hentinya jatuh membasahi pipi. Nadine masih memikirkan perkataan kepala sekolah jika masih terlambat lagi beasiswanya akan dicabut. Otomatis Nadine tidak akan bisa melanjutkan sekolah. Padahal dia ingin sekali bisa kuliah tapi mau bagaimana lagi orang tuanya tidak akan sanggup untuk membayar uang kuliah.Dibukanya jendela kamar. Suasana pagi hari dengan hawa dingin yang sangat menusuk batin. Sekujur raga terbelenggu dalam dinginnya pagi. Pagi hari berhias kabut yang sangat tebal. Kabut yang sangat tebal mendekap seluruh jiwa. Berselimut mantel sangat tebal yang menghangatkan sek
Raymond duduk di tongkrongan gang sambil memainkan gitar kesayangannya. Alunan nada dimainkan dengan penuh hayat. Raymond masih memikirkan gadis SMA yang dia tolong kemarin. Wajahnya masih terngiang-ngiang di kepalanya. Cap playboy sudah dari dulu ada di Raymond. Memang dia pernah disakiti salah satu seorang cewek yang benar-benar dia cintai tetapi semuanya kandas karena dia selingkuh. Meskipun masih tergolong anak SMA Raymond memang tipe yang setia. Tapi kesetiaan itu kandas karena disakiti. Maka Playboy menjadi solusinya.“Akhir-akhir ini kamu bahagia sekali! Kenapa?” Tanya temannya yang asyik main game online.“Iya dong, karena aku lagi jatuh cinta, Son.”“Cieh,, masa’ seorang Raymond yang dicap playboy jatuh cinta. Aku tidak percaya. Dulu aku kenalkan sama Santi kamu juga mempermainkannya. Ah, Ray ... Ray aku tidak percaya kamu jatuh cinta beneran sama gadis itu.”Raymond menghentikan memetik gitarnya dan minum segelas kopi Capucinno yang ada di meja dan tak lupa sebatang rokok di
Pelukan Raymond yang lama membuat Laura sedikit tenang. Entah kenapa dia sebagaj bad boy membuatnya merasakan sesuatu. Di depan cafe mereka tidak canggung masih berpelukan. Padahal Laura masih berkenalan dengan Raymond barusan. Entah kenapa rasanya Laura sudah mengenal Raymond lama.“Maafkan aku.” Raymond melepas pelukan Laura.“Tidak apa-apa, Ray, oh iya … kamu tadi mau tanya namaku. Namaku Laura. Maafkan aku juga sedikit jutek dan cuek denganmu. Aku bukan tipe perempuan yang manis-manis saat pertama kali berkenalan.”“Iya aku mengerti. Nama yang beautiful. Baiklah aku akan mengantarmu pulang.”Raymond segera bergegas tetapi tangan Laura mencegahnya dan menggelengkan kepalanya. Isyarat jika Laura tidak mau pulang. Raymond hanya tersenyum tipis, dia mengibaskan rambutnya. Raymond terlihat maskulin. Astaga, Laura mulai kepincut dengan dia.“Hai, Raymond! Apakah kita tidak jadi makan di cafe?kamu sudah bayar!Apa tidak rugi tuh udah bayar makannya tidak dimakan. Pasti kebanyakan uang.”Sin
Suara tepukan tangan menggema di seluruh ruangan besar bergaya arsitektur Belanda. Raymond hari ini bekerja sangat bagus dan mendoakan tender yang besar. Farhan mulai bisa menerima Raymond seutuhnya. Banyak yang memberi selamat kepada Raymond. Pemuda itu sudah membuktikan jika dia bisa. “Selamat Raymond. Aku suka dengan pekerjaanmu.” Farhan senang dan menepuk beberapa kali pundak Raymond. “Terima kasih ayah. Ini juga berkat dukungan dari ayah juga.” Raymond membalas dengan antusias dan puas. Baginya mendapat restu dari ayah Laura sangatlah susah karena adanya perbedaan dan status menjadi penghalang saat Raymond dan Laura bersama. Namun, semuanya sudah usai. Kini kebahagiaan itu sudah ada di depan mata. “Yang jelas kamu harus membuktikan kepada ayah jika kamu bisa. Oke Raymond. Hari ini kamu bisa pulang cepat. Laura ulang tahun, dia menunggu surprise darimu.” Jelas Farhan dan meninggalkan ruang meeting. Perlahan semua orang keluar tinggal dirinya saja yang masih di ruangan. Raymon
Udara pagi kota Jogja sangat sejuk. Hari ini terlihat di jam tangan Laura masih pukul enam pagi. Sejak hujan tadi malam yang mengguyur deras membuat banyak sisa tetesan air hujan menempel di dedaunan. Embun pagi yang menyejukkan kalbu. Bintang tidak tidur di stoller mungkin dia masih menikmati udara di pagi hari. Laura mendorong stoller menuju taman dekat perumahan. Hari ini minggu jadi banyak yang menghabiskan di taman. Laura duduk di dekat air mancur dan melihat Bintang yang ada di depannya. Wajahnya mirip sekali dengan Raymond. “Bintang, kenapa papa kamu tidak menghubungi mama sama sekali? Apakah papa lupa sama kita?” Laura mengambil ponsel dari saku sweater-nya dan mencoba melihat layar ponsel. Raymond sama sekali tidak membalas dan menghubunginya sama sekali. Laura mendengus kesal. Tak sengaja kedua bola matanya menatap seseorang yang sedang berjalan dan mendekati air mancur. Lelaki itu pakai handset seolah sedang menikmati musik. Laura bangkit dan bergegas menghampiri sosok t
Risa membuka pintu dan mendapati Laura ada di depan pintu sambil menggendong Bintang di tambah Laura masih memakai gaun pengantin. Sejenak di menoleh ke kanan dan kiri tidak ada sosok Raymond menemaninya bahkan mobilnya pun tidak ada. Risa bingung apa yang sebenarnya terjadi kepada Laura. Laura memeluk mamanya dan menangis dengan tersedu-sedu. Apakah Raymond telah menyakiti hati Laura padahal ini adalah hari bahagia mereka yang di tunggu-tunggu. “Laura kenapa kamu ada di sini? Bukankah kamu sedang ada bersama dengan Raymond dan hari ini adalah hari bahagiamu?”Bukanya menjawab pernyataan mamanya, Laura justru menangis sejadi-jadinya membuat Bintang yang tadi tidur pulas langsung bangun. “Ah... Mama!” Laura menjerit. Risa jadi bingung dengan apa yang terjadi, dia menggandeng Laura masuk ke dalam dan menyuruh Laura duduk. “Ada apa? Cerita sama mama. Kamu ini belum ganti baju pengantin malah ke rumah ini lagi? Memang kenapa, Laura? Jangan buat mama bingung.” “Mama...!” Lagi-lagi Lau
Setiap perempuan ingin memiliki pernikahan impian setelah semua cita-cita terselesaikan. Lain halnya dengan Laura dan Raymond karena nafsu semata tanpa memikirkan dampaknya mereka harus menikah setelah Laura melahirkan Bintang itu pun dengan pengorbanan yang besar. Kali ini hanya pesta yang sederhana tidak di gedung mewah dengan konsep Princess. Sebenarnya orang tua Laura ingin pernikahan yang mewah tapi Laura menolaknya karena dia merasa malu dengan keadaannya sekarang. “Saya Terima nikah dan kawinnya Laura Lestari Darmawan binti Farhan Darmawan dengan mas kawin tersebut di bayar tunai!” Suara Lantang Raymond saat mengucapkan ijab kabul di depan penghulu. “Bagaimana, saksi? Sah?”“Sah!”“Sah!”Suara riuh dan tepukan menggema di area outdoor taman di sebuah hotel. Laura sekarang resmi menjadi istri Raymond. Tidak ada lagi yang bisa memisahkan mereka. Setelah menandatangani dokumen dan buku nikah mereka tak lupa mengabadikan lewat foto. Risa yang sedang menggendong Bintang tak luput
Hari ini Laura merasa bahagia sekali. Inilah kado yang diberikan Tuhan bahwa dia dan Raymond akan bersatu kembali. Bintang tidak lagi takut kehilangan ayahnya. Laura menggendong Bintang. Bayi yang dia lahirkan sangat tampan persis sekali dengan Raymond. Melihat Raymond tadi bahagia, Laura juga ikut bahagia. Risa masih sibuk dengan membaca majalah Femina seolah tidak menggubris Laura. Laura tahu jika ini adalah hal terberat sebagai orang tua harus menerima kenyataan jika anaknya hamil diuar nikah. “Ma, Laura berterima kasih karena Mama mau menerima Raymond menjadi menantu Mama. Laura...”“Tidak usah berterima kasih secara berlebihan.” Mama memotong pembicaraan sambil sibuk membaca majalah yang ada di tangannya. Sebenarnya dia hanya ingin melupakan kekecewaannya melalui bacaan. Hatinya sangat teriris melihat masa depan Laura, putri satu-satunya yang dia miliki saat ini. Seharusnya Laura yang menggantikan Launa. Namun, Risa mencoba menerima kenyataan yang ada. “Mama, melakukan ini demi
Risa membantu membereskan perlengkapan Laura. Hari ini dia bisa pulang tapi nyeri jahitan bekas persalinan masih terasa. Melahirkan baginya adalah hal yang sangat luar biasa. Sungguh pengalaman yang tidak bisa lupakan seumur hidup saat melahirkan Bintang di tambah Raymond yang setia menunggunya selama proses persalinan. Laura masih menunggu Raymond kembali tapi mungkin akan sia-sia karena lelaki yang di cintai sudah fokus kepada kuliahnya. “Mama dan Papa akan mengurus semua kepindahan kamu ke London sambil menunggu Raymond lulus dan membuktikan bahwa dia bisa menjadi orang sukses.” Risa menjelaskan sambil menutup koper miliknya. Dalam hati Risa setidaknya Raymond punya masa depan yang cerah. Masa depan Laura sudah hilang harapan. Anak satu-satunya yang bisa diharapkan sudah pupus. Laura sontak kaget dengan apa yang di katakan mamanya. Pindah ke London? Itu berarti dia harus berpisah lagi dengan Raymond. “Kenapa bisa begitu, Ma? Mama tidak bisa mengatur kehidupan ku lagi? Aku ingin
Kematian Jesisca banyak mengundang misteri bagi orang terutama polisi. Seorang Office Boy menemukan Jesisca meninggal gantung diri di toilet. Kematiannya membuat gempar rumah sakit jiwa. Raymond yang mendapat telefon dari rumah sakit langsung bergegas ke sana. Orang tua Jesisca sudah tidak menggagap dirinya kembali. Rasa malu sudah menyelimuti keluarga Jesisca. Polisi membawa kantong jenazah untuk di visum. Hati Raymod hancur saat kehilangan sepupunya. Ada tanda tanya dalam pikirannya, apa yang menyebabkan Jesisca bunuh diri? Apa karena dirinya di anggap gila. Cuit sekali nyali Jesisca. Tiga jam di kantor polisi dan di interogasi membuat Raymond lelah dan kepalanya sedikit pusing. Tadi di sana dia sempat bertemu dengan Ardian, Zizi dan Alenta. Mereka juga di interogasi. Sepertinya kematian Jesisca karena dia merasa tidak kuat menjalani hidup dan jalan ninjanya adalah mengakhiri hidupnya. Suasana Cafe dekat Malioboro cukup ramai. Ingin dia menyanyi dan meluapkan semuanya tapi mood-n
Suasana taman lumayan ramai dengan banyak orang lalu lalang di tengah, pinggir bahkan sudut taman sekalipun. Ada yang berteriak, senyum-senyum sendiri dalam khayalan di dalam pikiran seolah dunia milik dia sendiri. Perawat baju dinas putih tidak luput dari sasaran jika ada amukan dari salah satu pasien. Di mana lagi kalau bukan di rumah sakit jiwa. Jessica masih duduk termangu tanpa mempedulikan keadaan di sekitarnya. Yang dia ingin bisa bebas dari tempat yang membuatnya hampir frustrasi gara-gara hantu Aurel. Keluarganya menganggap dia gila bahkan di penjara dia juga di anggap gila. Jessica merasa hampir gila dengan hantu sialan tersebut apalagi jika malam hari Jessica selalu diteror hantu tersebut. Seandainya malam itu dia tidak bersama Launa pasti semua tidak akan terjadi seperti ini. Baginya ini adalah hal gila yang tidak bisa terlupakan. “Jesisca.” Panggilan dari dirinya membuyarkan lamunannya. Gadis itu menoleh ke arah samping takut jika hantu Aurel berubah menjadi sosok lain.
Raymond tidak henti-hentinya menatap Laura yang sedang menyuapi dirinya. Hari ini dia harus makan bubur halus dulu karena lambungnya belum siap menerima makanan kasar. Beberapa hari ini dia memang tidak teratur makan karena memikirkan bagaimana bisa menemukan Laura dan menikahinya di tambah dia akan segera melahirkan hasil buah cintanya. “Laura.” Raymond memegang pergelangan Laura. Laura meletakkan makanannya di nakas. Kedua mata Raymond memandangnya dengan sendu. “Maafkan aku atas apa yang aku lakukan dulu. Gara-gara aku kamu jadi tidak melanjutkan sekolah dan hanya mengenyam pendidikan home schooling sedangkan aku masih bisa melanjutkan kuliahku. Lelaki macam apa aku.” Raymond tertunduk malu. Melihat apa yang Raymond katakan Laura merasa tersentuh. Awalnya dia mengira Raymond akan menikahi perempuan lain ternyata dia adalah adiknya sendiri. Laura memandang perutnya sekilas. Anak ini butuh orang tua bukan menjadikan sebagai status adiknya. Ibu mana yang tidak sedih melihat kenyataa