Suasana kamar aneh ini membuat Nadine merasa penasaran. Ruangan tampak depan sangat angker tetapi di dalam kamar ruangan sangat bersih seperti ada yang menghuni. Kamar yang didominasi dengan laki-laki. Nadine mulai curiga. Hawa dingin merasuk tubuh serta buku kuduk merinding. Nadine memegang tengkuknya. Jantungnya berdegup kencang. Tidak biasanya dia di ruangan angker sampai berdetup kencang seperti ini. Semilir angin menghembuskan dengan kencangnya padahal kamar tertutup rapat. Tiba-tiba datang angin kencang sekali semua barang di kamar berantakan. Nadine hanya bisa memegang besi ranjang. Angin kencang berlangsung selama lima belas menit dan langsung berhenti seketika. Anehnya barang-barang yang tadinya berantakan kembali tertata rapi. Ada apa diruangan kamar ini?
Nadine ingin keluar dari kamar tersebut tetapi pintu dikunci rapat. Tamatlah Nadine, dia terjebak dengan hantu usil yang ada di kamar sialan ini.“Hai hantu kampret jangan sembunyi. Kalau mau menampakkan diri segera tampaklah dirimu jangan mentang-mentang wajahmu menyedihkan kamu bisa seenaknya saja. Tunjukkan dirimu!” Nadine sangat kesal dengan hantu sialan ini. Semilir angin menghembuskan lagi anginnya dengan kencang.Nadine siap-siap untuk menghadapi hantu. Bulu kuduknya mulai merinding. Nadine segera balik badan untuk menuju pintu dan tubuhnya terpental karena menghantam tubuh seseorang.Seorang lelaki seumurannya dengan memakai baju seragam. Hantu ini lumayan tampan. Dengan wajahnya yang tirus, kedua matanya yang sipit, kelopak mata yang sayang wajahnya terlihat pucat tetapi tidak menutupi paras gantengnya. Seratus persen mirip lelaki Korea. Nadine terperanga masih ada hantu ganteng seperti itu. Nadine mengucek matanya berkali-kali untuk memastikan apa yang dilihatnya benar. Hantu itu diam memandang jendela yang tertutup. Nadine segera bangkit dan langsung mencoba membuka pintu. Nihil pintu tidak mau dibuka.“Jangan pergi!” Kata hantu itu pertama kali. Nadine mencoba cuek, dia tidak ingin memperlihatkan bahwa dirinya bisa melihat hantu. Nadine masih mencoba mendobrak pintu kamar tetapi tidak bisa. ”Aku bilang jangan pergi!”“AH!!!” Nadine berteriak karena hantu Korea itu nongol di sampingnya. Nadine cuek tidak menggubris hantu yang ada disampingnya.“Percuma kamu mendobrak pintu kamar ini tidak akan bisa terbuka. Terbuka nanti jika sudah malam.” Hantu itu menjelaskan kepada Nadine. Nadine menghentikan untuk dobrak pintu.”Aku tahu kamu bisa melihatku, nona.” Hantu Korea itu terus berseliweran di dekat Nadine. Nadine mencoba masih cuek karena dia tidak ingin berurusan lagi dengan para hantu.”Kenapa diam? Aku tahu kamu bisa melihatku.”Nadine menuju jendela kamar mencoba membukanya tapi tidak bisa. Hantu itu masih mengikutinya. Dan tangannya yang lumayan kekar mencengkram lengannya dan mencoba menghadap ke hantu tersebut. Nadine tidak bisa berkutik. Hantu itu menatap wajahnya. Sedangkan dia hanya tertunduk. Baru kali ini ada hantu yang bisa menyentuhnya.“Iya aku bisa melihat hantu.”Jawab Nadine dengan sinis. Hantu Korea itu langsung riang gembira. Nadine hanya bisa mengernyitkan keningnya. Aneh sekali hantu ini.“Aku bersyukur bisa bertemu denganmu.”Hantu Korea itu masih riang gembira.“Kalau aku sebaliknya. Aku tidak mau bertemu dengan hantu sepertimu. Sekarang cepat bantu aku keluar dari sini.”“Aku bisa mengeluarkan mu dari sini. Asal kamu bisa membantuku.”Nadine langsung menatap tajam hantu Korea sialan ini. ”Bantu apa? Kita beda alam. Kamu dan aku berbeda. Bagaimana aku bisa membantumu. Aku tidak mau." Nadine melipat tangannya dengan wajah menggerutu.“Ayolah, nona. Bantu aku. Kalau tidak arwahku tidak tenang. Aku bisa menghantui mu setiap waktu jika kamu tidak membantuku.” Mohon hantu Korea itu.“Aku bilang tidak bisa.”Nadine mendobrak pintu tetapi masih saja tidak bisa, dia berlari ke arah jendela membuka tetapi tetap saja nihil.“Pintu ini terkunci dengan tidak biasa nona. Hanya aku yang bisa membuka pintu ini tapi malam hari baru bisa aku buka karena aku adalah hantu jadi kekuatan yang aku miliki hanya bisa digunakan saat malam hari.”“Aku tidak percaya dengan hantu sepertimu. Kamu hanya ingin mengecohku bukan. Aku mohon cepat buka pintunya. Karena aku pulang malam pasti orang tuaku akan bingung mencari ku dan apalagi ibuku dia akan memarahiku habis-habisan.” Nadine sedikit merengek.“Maka dari itu nona kita saling membantu. Aku akan membantumu keluar dari sini dan kamu juga harus membantuku juga.”“Ah, aku benci berurusan dengan hantu. Aku ingin menjadi manusia normal. Aku bisa apa. Kamu salah minta bantuan denganku. Harusnya kamu minta bantuan kepada pak ustad bukan aku.”Nadine menolak mentah-mentah.“Hanya kamu yang bisa. Kamu sudah membuka pintu kamar ini dan membuka peti emas. Disinilah arwahku tertahan dan kamu yang membuka aku sangat bersyukur sekali. Aku hanya bisa berharap kamu bisa membantuku agar arwakhku bisa tenang. Salah satu caranya adalah membantuku menemukan siapa yang membunuhku.”“Aku tidak peduli wahai hantu. Yang jelas aku tidak ingin berurusan dengan hantu.” Nadine menjawab dengan nada sengit.Hantu Korea itupun langsung menghilang. Nadine langsung mencari disekitar kamar tidak ada batang hidungnya. Sepertinya dia sangat marah dengannya. Setelah dipikir-pikir jika dia tidak membantu hantu Korea sialan itu dia tidak bisa keluar dari kamar ini. Toh, dia berpura-pura membantunya dan setelah dia bisa keluar dari sini dia ingin menutup mata batinnya.“Hei hantu! kenapa kamu cepat cemberut sepeti cewek saja. Baiklah aku akan membantumu.” Nadine dengan sikap percaya dirinya, tetapi hantu Korea itu tidak muncul lagi. Nadine sedikit kecewa. Matanya mulai mengantuk. Nadine naik keranjang dan mulai tertidur.***Sudah pukul lima sore Nadine belum juga pulang. Weni melihat di sekeliling rumahnya belum ada Nadine pulang. Fikirannya was-was.“Anak sialan itu kemana lagi sih? Sudah sore belum juga pulang. Minta dijewer lagi. Sebal sekali dengan anaknya Risa itu.” Weni sebal dengan Nadine.“Sayang, Nadine belum pulang?” Dendi keluar dari rumah dan mengahmpiri Weni yang sedang berdiri di teras rumah.“Akibat kamu sering memanjakan anakmu itu. Sekarang dia mulai melunjak. Jam segini dia belum pulang. Coba hubungi sekolahan dia sudah pulang atau belum?” Weni marah-marah sendiri.“Aku akan kesana. Berharap Nadine masih disekolahan. Aku pergi dulu sayang.”Dendi mengambil kunci motor dan mulai melajukan sepeda motornya.“Jangan sampai keluarga Risa tahu tentang keberadaan Nadine. Aku jadi penasaran bagaimana dengan nasibnya saat ini setelah salah satu anaknya aku culik. Aku sangat puas sekali dengan semua ini. Pelampiasanku untuk balas dendam kepada keluarga Risa sudah terpenuhi. Aku berjanji akan membuat hidup Nadine menderita. Ini akibat dari semua yang dilakukan Risa. Jika saat itu Risa mau membantuku mengobati Nadine putri kandungku pasti putriku tidak akan meninggal.”Weni puas.Di perjalanan Dendi melihat sekitar jalan yang dilalui Nadine ke sekolah. Kemungkinan dia masih dalam perjalanan. Karena dia sedang naik sepeda.“Nak, kamu dimana? Ayah khawatir denganmu.” Dendi masih melihat kanan dan kiri masih tidak menemukan keberadaan Nadine. Sampai di depan sekolahan. Masih ada siswa yang belum pulang karena ikut ekstrakulikuler. Dendi merasa jika Nadine tidak pernah ikut ekstrakulikuler.“Permisi pak! Numpang tanya apakah ada anak yang namanya Nadine ayu masih ada disekolahan ini?”“Siapa..siapa namanya?tolong diulangi lagi!”Pak Samsudin meyakinkan kembali.“Nadine ayu, pak.”“Ehm... Nadine ayu ternyata anak bapak. Pak, saya minta tolong bukanya apa-apa. Mohon diingatkan anak bapak yang bernama Nadine jangan sering terlambat masa tiga hari berturut-turut dia sering terlambat. Sangat disayangkan nanti bea siswanya bisa dicabut.”Dendi langsung melongo dan tidak percaya dengan perkataan dari satpam tersebut. Perasaan Nadine tidak pernah telat dan dia selalu disiplin.“Saya tidak percaya dengan perkataan anda.” Dendi masih tidak percaya.“Kalau tidak percaya silahkan. Ayo kita cari anak bapak masih disekolah ini atau tidak.”Satpam Samsudin mengantar Dendi masuk area sekolah.Para siswa tinggal sedikit yang tersisa hanyalah anak ekstrakulikuler cheerlearders. Dendi sangat khawatir dengan Nadine. Tidak biasanya dia pulang telat. Biasanya dia telat tidak sampai sesore ini. Wajar Dendi sangat khawatir karena Nadine bagaikan semangat dalam hidupnya, dia sangat menyayangi anaknya tersebut.Jessica, Arin, Alenta, Zizi sudah selesai ekstrakulikuler cheerlearders. Mereka sedang bersenda gurau. Saat itu mata Jesisca menangkap sosok yang dia kenal. Pak Dendi ayah dari Nadine, dia sudah benci dengan keluarga Dendi.“Bukanya itu adalah pak Dendi ayahnya Nadine.”Jesisca memberitahu kepada temannya. Mereka langsung terhenti dari langkahnya dan melihat pak Dendi sedang bingung.“Benar sekali. Kasihan sekali orang tuanya mencari anaknya.”“Jangan begitu Jes, kasihan orang tuanya mencari keberadaan Nadine. Jes, apa kita bilang kalau Nadine terkurung di ruangan belakang sekolah yang angker itu.”Kata Zizi.“Jangan. Aku sudah merencanakan ini dari awal. Aku tidak mau gagal dalam rencanaku ini. Aku tidak peduli dia bagaimana disana. Kita akan membukanya besuk pagi.”Jesisca sangat puas apa yang dia lakukan. Ada suatu hal yang membuat dia membenci Nadine.“Baiklah gaes kita lanjutkan besuk. Biarkan Nadine bersama para hantu di ruangan itu. Sekarang waktunya kita pulang. Oh iya sebagai bentuk rasa bahagiaku. Hari ini aku akan traktir kalian belanja.”Kata Jesisca penuh antusias.“Okelah Bestie. Ini yang aku senang.” Zizi sangat senang sekali. Mereka berempat akhirnya pergi meninggalkan sekolah.“Itu sepeda anak bapak bukan?” Pak Samsudin menunjuk sepeda mini berwarna biru muda terparkir di parkiran sekolah. Hanya sepeda itu yang tersisa di sana.“Benar pak itu sepeda anak saya Nadine.”“Jadi anak bapak masih disini. Mungkin dia masih didalam kelas. Atau masih dalam hukuman tetapi setahu saya kalau anak yang masih dihukum gurunya bilang kesaya jadi saya nanti bisa pantau. Karena biasanya kalau mendapat hukuman pulangnya sore. Coba saja kita ke kelasnya dulu. Siapa tahu anak bapak disana.”“Baik.”Samsudin dan Dendi berjalan menyelusuri lorong sekolah. Setiap sudut mata mereka mencari-cari kemungkinan Nadine ada. Saat dilihat di kelas pun tidak ada siapa-siapa.“Kosong pak.”Kata Samsudin polos. Dendi hanya bisa menghela nafas panjang.”Sudah jangan terlalu dikhawatir, dia sudah besar belum juga malam pak. Nanti pulang. Tenang saja.”Samsudin menepuk pundak Dendi mencoba menenangkan.“Iya bagaimana pak. Namanya juga anak wajar jika orang tua khawatir karena jam segini belum juga pulang.”“Wajar sih pak. Saya juga punya anak pernah dia pulang malam saya biasa saja tidak terlalu khawatir.”“Itu bapak lain dengan saya. Anak saya adalah Harta berharga yang saya miliki. Saya sudah lama menginginkan anak. Jadi wajar saya benar-benar sangat khawatir.”Pak Samsudin hanya bisa menelan ludah. Tidak seharusnya dia bicara seperti itu kepada pak Dendi.“Daripada suasana makin galau mending kita ngopi pak. Hitung-hitung mencairkan suasana. Saya traktir pak sambil menunggu anak bapak.”“Baiklah.”Pukul 19.00Nadine sedikit membuka matanya perlahan – lahan.“AH!”Nadine menjerit kaget, dia melihat hantu Korea itu sedang menatapnya tidur dan langsung dia melempar guling ke arahnya. Hantu itu bisa memegang guling yang dilempar Nadine padahal hantu tidak bisa memegang benda apapun yang dipegang manusia.”Dasar hantu mesum, gila. Kamu ngapain aku disini?” Nadine masih melempar guling ke arah hantu tampan itu. Dan seketika hantu itu memegang Nadine.“Kami tahu apa yang kamu lakukan ini?”Hantu tampan itu memandang Nadine penuh tanda tanya dan harap.“Aku tertidur di sini. Maafkan aku tetapi tidak seharusnya kamu tidur bersamaku seperti tadi. Aku masih sekolah. Mustahil jika aku harus hamil dengan hantu.”Nadine merasakan ketakutan berhadapan dengan hantu tampan ini.“Aku tahu tetapi ada konsekuensinya.”Hantu tampan itu menatap tajam Nadine. Membuat Nadine gugup. Jantungnya berdetup dengan kencang. Ada apa ini?“Konsekuensi apa yang kamu maksud.”“Aku pernah berjanji kepada diriku. Jika ada laki-laki yang tidur di ranjangku dia akan menjadi temanku. Jika ada perempuan yang tidur di ranjangku maka dia akan menjadi istriku.”“Hah! Jangan gila kamu hantu. Mana mungkin itu bisa terjadi. Kenapa sih kamu harus berucap janji seperti itu. Kamu hantu aku manusia mana mungkin bisa bersatu. Ini benar-benar konyol. Tidak aku tidak mau menjadi istri hantu. Cepat keluarkan aku dari sini!”Nadine kesal dengan apa yang diucapkan hantu itu. Nadine langsung beranjak dari tempat tidur. Ini gila baginya.“Aku mohon jangan buat aku seperti ini. Aku ingin pulang.”Nadine mulai merengek.“Maafkan aku, nona. Aku tidak bisa mengeluarkanmu dari sini sebelum kamu membantuku untuk mencari siapa pembunuhku. Untuk masalah kamu menjadi istriku biar waktu yang menentukan.”“Baiklah aku akan membantumu tapi ingat aku tidak bisa menjadi istrimu. Maafkan aku.”Nadine mulai ketakutan. Baru kali ini ada hantu yang mengajaknya menikah. Ini sangat mustahil bagi Nadine.“Baiklah. Kalau boleh tahu siapa namamu?”Hantu tampan mengulurkan tangan mencoba memperkenalkan diri. Nadine was-was. Jujur dia takut sekali dengan hantu satu ini.“Aku Nadine kamu siapa?”Nadine menjabat tangan hantu tersebut.“Aku Ardiaz.” Spontan hantu Ardiaz meraih tubuh Nadine dan memeluknya. Nadine sontak saja kaget tapi dia hanya pasrah apa yang dilakukan Ardiaz kepadanya.”Jangan menolak pelukanku Nadine. Aku hanya memastikan semuanya.”Dalam batinnya kenapa hantu ini bisa menyentuhnya?“Memastikan apa?” Tanya Nadine dengan muka polosnya.“Suatu saat kamu akan mengetahuinya. Sekarang aku akan mengeluarkanmu dari sini.”Ardiaz melepaskan pelukan Nadine.Ardiaz membuka pintu kamar, dia tersenyum kepada Nadine. Nadine terperangah dengan sosok Ardiaz kalau manusia dia sangat sempurna. Tubuhnya yang tinggi Nadine Cuma sebahu darinya. Senyumannya yang manis sekali.Di masa lalu mungkin banyak yang kagum kepadanya. Ardiaz menggandeng tangan Nadine untuk membuka pintu utama dan ternyata pintu terbuka lebar. Langsung banyak hantu yang berdatangan di sekitar. “Takut kamu dengan hantu?”“Lumayan. Aku mau menutup mata batinku ini. Agar aku tidak bertemu dengan para hantu. Aku hanya ingin hidup normal.”Ardiaz mengehentikan langkahnya. Nadine juga ikut berhenti.“Dengan kata lain kamu tidak akan membantuku?”“Hem ....tidak bukan itu... ” Nadine gugup. Dia keceplosan mengatakan bahwa dia ingin menutup mata batinnya.“Aku sudah membantumu keluar dari sini jadi kamu harus membantuku. Apakah kamu akan lari? Arwahku butuh ketenangan kalau ada keajaiban aku ingin hidup lagi dan menetapti janjiku untuk menikahimu.”“Mr Ardiaz saya mohon tidak usah menepati janjimu untuk menikahiku. Aku masih berumur tujuh belas tahun. Sudah jangan bermimpi untuk menikahiku. Kita di alam yang berbeda. Kalau jujur aku jika ingin mengulang waktu. Tidak akan pernah aku masuk kedalam ruanganmu. Aku akan membantumu tapi semampuku. Aku bukan detektiv juga. Jangan ikuti aku lagi. Besuk pagi kita bertemu disini. Selamat malam.” Nadine segera meninggalkan hantu Ardiaz. Memang benar yang dikatakan gadis itu barusan jika dia dan Nadine tidak akan bersatu. Entah kenapa Ardiaz merasa nyaman dekat dengan gadis itu. Gadis itu seperti candu baginya.Nadine terus melangkah menyelusuri lorong sekolah. Malam hari banyak hantu menampakkan batang hidungnya. Nadine tidak menggubris. Ingin sekali dia menutup mata batin yang menyiksa ini, dia melihat ke belakang hantu Ardiaz tidak mengikutinya. Dia lega sekali. Saat menoleh lagi ke depan. Hantu Ardiaz ada di depannya seketika Nadine kaget hampir saja dia mencium hantu tampan tersebut.“Apalagi Mr Ardiaz? Sudah cukup membuntutiku. Aku lelah.” Rengek Nadine.“Aku sudah bilang kepadamu. Kamu harus bantu aku jika tidak aku akan menghantuimu. Ayolah Nadine.”Ardiaz bersikeras.“Bodoh amat.” Nadine segera berlari meninggalkan Ardiaz. Tepat di parkiran dia segera mengambil sepeda mininya dan mengayuhnya, tetapi saat mengayuh sepedahnya tersa berat. Nadine melihat ke belakang. Astaga hantu Ardiaz masih membuntutinya.”Astaga Mr Ardiaz. Pulang sana ke alammu. Jangan ganggu aku. Aku mau pulang.”Nadine sudah lelah meladeni Ardiaz.“Aku akan terus mengahntuimu sampai kamu mau membantuku.”Kali ini Ardiaz berkata tegas. Nadine akhirnya pasrah juga.“Baiklah.”Kata Nadine dengan nada lemas, dia mengayuh sepedanya kali ini enteng sekali. Ditengok lagi hantu Ardiaz tidak ada.”Dasar hantu sialan buat orang jantungan saja. Tiba-tiba nongol tidak jelas.”Gerutu Nadine.Nadine mengayuh sepeda menuju gerbang sekolah. Suasana malam hari terlihat sepi dan sunyi. Banyak penampakan hantu berkeliaran di sekitar area sekolah. Kedua matanya tertuju kepada sosok yang sedang minum kopi bersama bapak Samsudin.“Ayah!”Nadine berlari sambil menuntun sepeda mininya. Dendi menghentikan minum kopinya. Dilihatnya Nadine sudah didepan mata. Nadine langsung memeluk ayahnya.”Maafkan Nadine ayah sudah membuat ayah cemas. Maafkan Nadine.”“Kamu darimana saja. Setiap ruangan ayah cari tetapi tidak ada. Kamu dimana Nadine.”“Nadine terkunci di belakang sekolah yang terdapat ruangan. Konon katanya ruangan tersebut angker.”“Tunggu... Tunggu... Tunggu yang kamu maksud ruangan bercat merah yang dibelakang sekolahan. Yakin kamu terkunci didalam sana?ih takut! Ruangan itu angker. Makanya kepala sekolah tidak mengijinkan orang masuk kedalam sana. Konon katanya ada siswa yang bunuh diri disana. Kamu kok berani sih cah ayu disana. Nih saya merinding semua."“Mau bagaimana lagi saya terkunci disitu. Bapak tadi bilang ada siswa yang bunuh diri didalam sana.”Nadine memastikan kembali.“Benar. Itu kata kepala sekolah.”Nadine langsung terdiam seribu bahasa, dia yakin kematian Mr Ardiaz ada hubungannya dengan kepala sekolah. Ah, banyak sekali pekerjaan yang harus dia selesaikan tetapi dalam benaknya dia akan menutup mata batinnyaTatapan matanya kosong. Tangannya dengan lihai mencurly rambutnya dengan catokan. Masih terbayang apa yang dialaminya. Setelah mencatok rambut Laura merapikan rambutnya dan sesekali melihat wajahnya masih terlihat cantik atau bukan. Saudara kembar? Itulah yang menjadi misteri sekarang, dia tidak ingin orang tuanya terus memikirkan Launa yang hilang. Baginya putri semata wayangnya adalah dirinya. Jika Launa ditemukan otomatis kasih sayang dari orang tuanya akan berkurang. Itu yang membuat Laura membenci saudara kembarnya. Laura membanting catokan yang dia letakkan di meja rias.“Aku benci, Launa dia tidak boleh ditemukan. Aku benci saudara kembarku. Mungkin dia sama wajahnya denganku tapi Laura tidak bisa disaingi oleh siapapun termasuk saudara kembarku, Launa. Aku benci dengan dia.” Laura bangkit dan mengambil sesuatu dari lemarinya lalu mengobrak-abrik isi lemari, tetapi belum ada yang dia temukan sama sekali.“Dimana aku meletakkannya iya?perasaan aku taruh disini. Hem ... di mana
Tubuh Nadine masih sakit semua akibat dipukul sapu oleh ibunya. Kemarin setelah pulang dari sekolah ibunya sangat marah dan langsung memukulnya. Ayah hanya bisa melerai tapi tidak seberapa. Ayah Dendi memang tidak begitu berani dengan istrinya. Beruntung hari ini libur sekolah jadi bisa leluasa istirahat dan beruntung kembali ibunya sedang pergi ke Solo menghadiri pesta pernikahan adik kandungnya.Air mata tak hentinya jatuh membasahi pipi. Nadine masih memikirkan perkataan kepala sekolah jika masih terlambat lagi beasiswanya akan dicabut. Otomatis Nadine tidak akan bisa melanjutkan sekolah. Padahal dia ingin sekali bisa kuliah tapi mau bagaimana lagi orang tuanya tidak akan sanggup untuk membayar uang kuliah.Dibukanya jendela kamar. Suasana pagi hari dengan hawa dingin yang sangat menusuk batin. Sekujur raga terbelenggu dalam dinginnya pagi. Pagi hari berhias kabut yang sangat tebal. Kabut yang sangat tebal mendekap seluruh jiwa. Berselimut mantel sangat tebal yang menghangatkan sek
Raymond duduk di tongkrongan gang sambil memainkan gitar kesayangannya. Alunan nada dimainkan dengan penuh hayat. Raymond masih memikirkan gadis SMA yang dia tolong kemarin. Wajahnya masih terngiang-ngiang di kepalanya. Cap playboy sudah dari dulu ada di Raymond. Memang dia pernah disakiti salah satu seorang cewek yang benar-benar dia cintai tetapi semuanya kandas karena dia selingkuh. Meskipun masih tergolong anak SMA Raymond memang tipe yang setia. Tapi kesetiaan itu kandas karena disakiti. Maka Playboy menjadi solusinya.“Akhir-akhir ini kamu bahagia sekali! Kenapa?” Tanya temannya yang asyik main game online.“Iya dong, karena aku lagi jatuh cinta, Son.”“Cieh,, masa’ seorang Raymond yang dicap playboy jatuh cinta. Aku tidak percaya. Dulu aku kenalkan sama Santi kamu juga mempermainkannya. Ah, Ray ... Ray aku tidak percaya kamu jatuh cinta beneran sama gadis itu.”Raymond menghentikan memetik gitarnya dan minum segelas kopi Capucinno yang ada di meja dan tak lupa sebatang rokok di
Pelukan Raymond yang lama membuat Laura sedikit tenang. Entah kenapa dia sebagaj bad boy membuatnya merasakan sesuatu. Di depan cafe mereka tidak canggung masih berpelukan. Padahal Laura masih berkenalan dengan Raymond barusan. Entah kenapa rasanya Laura sudah mengenal Raymond lama.“Maafkan aku.” Raymond melepas pelukan Laura.“Tidak apa-apa, Ray, oh iya … kamu tadi mau tanya namaku. Namaku Laura. Maafkan aku juga sedikit jutek dan cuek denganmu. Aku bukan tipe perempuan yang manis-manis saat pertama kali berkenalan.”“Iya aku mengerti. Nama yang beautiful. Baiklah aku akan mengantarmu pulang.”Raymond segera bergegas tetapi tangan Laura mencegahnya dan menggelengkan kepalanya. Isyarat jika Laura tidak mau pulang. Raymond hanya tersenyum tipis, dia mengibaskan rambutnya. Raymond terlihat maskulin. Astaga, Laura mulai kepincut dengan dia.“Hai, Raymond! Apakah kita tidak jadi makan di cafe?kamu sudah bayar!Apa tidak rugi tuh udah bayar makannya tidak dimakan. Pasti kebanyakan uang.”Sin
Akhirnya Nadine bisa sekah tanpa terlambat. Nadine senang sekali. Ibunya masih ada di Solo. Coba nanti jika ibunya sudah pulang. Pasti Nadine terlambat lagi, dia akan mengusahakan untuk meluluhkan hati ibunya. Nadine terus mengayuh sepedahnya tanpa beban. Gadis itu sebisa mungkin melanjutkan Bea siswanya. Nadine ingin kuliah di jalur beasiswa juga. Menjadi seorang bidan adalah impiannya. Di tengah perjalanan dia melihat hantu anak kecil sedang manangis di dekat jembatan. Ingin dia mendekati anak kecil berjenis perempuan itu tetapi dia tidak ingin memperlihatkan jika dia bisa melihat hantu. Nadine tetap kasihan.Di depan jembatan dia memberhentikan sepeda mininya.“Hai, anak kecil kenapa menangis?” Sapa Nadine. Anak perempuan itu menghentikan tangisannya dan melihat ke arah Nadine. Wajahnya pucat. Kulitnya mengelupas. Banyak luka lebam Nadine miris melihat kondisinya.“Kakak bisa lihat aku?”Anak kecil itu menghampiri Nadine dengan tatapannya yang tajam.“Iya, kenapa kamu dek?”Anak kec
Raymond masih meyakinkan dirinya gadis itu yang dia cari atau bukan karena wajahnya sangat mirip sekali. Raymond putar balik motor sportnya.“Kamu?”Raymond kaget karena Laura memakai sepeda mini. Terakhir kali Laura naik taksi online.Gadis itu cuek sambil mengayuh sepedanya dengan lemas sepertinya dia sakit. Memang terakhir kali Raymond bertemu Laura dia sedang sakit. Raymond berjalan pelan beriringan dengan gadis itu. Yang aneh penampilannya berubah. Laura rambutnya curly sedangkan dia lurus tapi diikat di belakang.“Kamu ini siapa sih? Dari tadi ngikutin aku terus. Aku tidak tahu kamu siapa?”Nadine berhenti dari mengayuh sepedanya dan menatap Raymond sinis.”Mas, mau merampok saya? Saya nggak punya apa-apa. Tolonglah! Jangan menambah fikiran saya.”Nadine masih mengayuh sepedanya.Raymond tetap berjalan mengikuti Nadine. Gadis ini benar sangat mirip dengan Laura.“Laura, please aku tahu kamu marah sama aku. Tapi nggak begini caranya. Kamu harus melupakan aku bahkan, tidak ingat siap
Nadine hari ini tidak masuk sekolah. Ayah sudah membawa surat izin Nadine. Untung hari ini ibunya belum pulang dari Solo. Kata ayah ibunya masih lama disana karena masih ada job catering disana. Tidak ada ibu memang lumayan tidak ada beban bagi Nadine tapi dia juga merindukan sosok ibunya. Berbaring di tempat tidur sambil merilekskan tubuh sangatlah nyaman. Ayah tidak henti-hentinya untuk mengecek kondisi Nadine.“Selamat pagi, putriku.”Sapa ayah sambil membawa nampan berisi susu vanilla dan roti.”Ini ayah bawain kamu makanan biar nanti cepat minum obat dan lekas sembuh.”Ayah meletakkan makanan di meja.“Ayah, ini terlalu berlebihan buat Nadine. Seperti sarapan orang Inggris saja. Nadine senangnya makanan nasi goreng, nasi pecel, gudeg atau soto. Maaf ayah kalau roti tidak kenyang.hehehe.”Nadine mulai menggoda ayahnya.“Iya sudah ayah ambil saja.”Ayah membawa lagi makanannya.“Eits ... Jangan ayah. Nggak papa, kok. Nadine cuma bercanda saja. Iya Nadine akan makan.”Cegah Nadine. Ayah
Taksi online terus melaju menyelusuri kota Yogyakarta. Disetiap perjalanan tangan Raymond tak hentinya menggenggam tangan Laura. Laura sedikit senang dan nyaman. Sesekali sopir taksi mengintip kemesaraan mereka di spion depan dan tersenyum. Laura bingung dengan perasaannya saat ini. Sampai segitunya Raymond mencarinya, dia melihat Raymond sesekali merintih kesakitan akibat dia jatuh. Laura tidak tega melihat Raymond.“Masih sakit? Apa harus kita mampir kerumah sakit dulu untuk menyembuhkan sakitmu, Ray? Aku kasihan melihatmu seperti itu.”Laura sedikit khawatir dengan kondisi Raymond.“Aku tidak apa-apa. Denganmu disini aku sudah merasa nyaman dan tak sakit lagi. Tidak biasanya kamu khawatir denganku? Aku tahu kamu sudah punya rasa cinta bukan sama aku?”Raymond menggoda Laura. Laura tersipu malu. Raymond berharap Laura bisa menerima cintanya.”Boleh pinjam ponselnya?”“Buat apa?” Laura bingung“Sudahlah. Aku ingin pinjam sebentar.”Raymond mendesak. Laura membuka tasnya dan mencari pons
Suara tepukan tangan menggema di seluruh ruangan besar bergaya arsitektur Belanda. Raymond hari ini bekerja sangat bagus dan mendoakan tender yang besar. Farhan mulai bisa menerima Raymond seutuhnya. Banyak yang memberi selamat kepada Raymond. Pemuda itu sudah membuktikan jika dia bisa. “Selamat Raymond. Aku suka dengan pekerjaanmu.” Farhan senang dan menepuk beberapa kali pundak Raymond. “Terima kasih ayah. Ini juga berkat dukungan dari ayah juga.” Raymond membalas dengan antusias dan puas. Baginya mendapat restu dari ayah Laura sangatlah susah karena adanya perbedaan dan status menjadi penghalang saat Raymond dan Laura bersama. Namun, semuanya sudah usai. Kini kebahagiaan itu sudah ada di depan mata. “Yang jelas kamu harus membuktikan kepada ayah jika kamu bisa. Oke Raymond. Hari ini kamu bisa pulang cepat. Laura ulang tahun, dia menunggu surprise darimu.” Jelas Farhan dan meninggalkan ruang meeting. Perlahan semua orang keluar tinggal dirinya saja yang masih di ruangan. Raymon
Udara pagi kota Jogja sangat sejuk. Hari ini terlihat di jam tangan Laura masih pukul enam pagi. Sejak hujan tadi malam yang mengguyur deras membuat banyak sisa tetesan air hujan menempel di dedaunan. Embun pagi yang menyejukkan kalbu. Bintang tidak tidur di stoller mungkin dia masih menikmati udara di pagi hari. Laura mendorong stoller menuju taman dekat perumahan. Hari ini minggu jadi banyak yang menghabiskan di taman. Laura duduk di dekat air mancur dan melihat Bintang yang ada di depannya. Wajahnya mirip sekali dengan Raymond. “Bintang, kenapa papa kamu tidak menghubungi mama sama sekali? Apakah papa lupa sama kita?” Laura mengambil ponsel dari saku sweater-nya dan mencoba melihat layar ponsel. Raymond sama sekali tidak membalas dan menghubunginya sama sekali. Laura mendengus kesal. Tak sengaja kedua bola matanya menatap seseorang yang sedang berjalan dan mendekati air mancur. Lelaki itu pakai handset seolah sedang menikmati musik. Laura bangkit dan bergegas menghampiri sosok t
Risa membuka pintu dan mendapati Laura ada di depan pintu sambil menggendong Bintang di tambah Laura masih memakai gaun pengantin. Sejenak di menoleh ke kanan dan kiri tidak ada sosok Raymond menemaninya bahkan mobilnya pun tidak ada. Risa bingung apa yang sebenarnya terjadi kepada Laura. Laura memeluk mamanya dan menangis dengan tersedu-sedu. Apakah Raymond telah menyakiti hati Laura padahal ini adalah hari bahagia mereka yang di tunggu-tunggu. “Laura kenapa kamu ada di sini? Bukankah kamu sedang ada bersama dengan Raymond dan hari ini adalah hari bahagiamu?”Bukanya menjawab pernyataan mamanya, Laura justru menangis sejadi-jadinya membuat Bintang yang tadi tidur pulas langsung bangun. “Ah... Mama!” Laura menjerit. Risa jadi bingung dengan apa yang terjadi, dia menggandeng Laura masuk ke dalam dan menyuruh Laura duduk. “Ada apa? Cerita sama mama. Kamu ini belum ganti baju pengantin malah ke rumah ini lagi? Memang kenapa, Laura? Jangan buat mama bingung.” “Mama...!” Lagi-lagi Lau
Setiap perempuan ingin memiliki pernikahan impian setelah semua cita-cita terselesaikan. Lain halnya dengan Laura dan Raymond karena nafsu semata tanpa memikirkan dampaknya mereka harus menikah setelah Laura melahirkan Bintang itu pun dengan pengorbanan yang besar. Kali ini hanya pesta yang sederhana tidak di gedung mewah dengan konsep Princess. Sebenarnya orang tua Laura ingin pernikahan yang mewah tapi Laura menolaknya karena dia merasa malu dengan keadaannya sekarang. “Saya Terima nikah dan kawinnya Laura Lestari Darmawan binti Farhan Darmawan dengan mas kawin tersebut di bayar tunai!” Suara Lantang Raymond saat mengucapkan ijab kabul di depan penghulu. “Bagaimana, saksi? Sah?”“Sah!”“Sah!”Suara riuh dan tepukan menggema di area outdoor taman di sebuah hotel. Laura sekarang resmi menjadi istri Raymond. Tidak ada lagi yang bisa memisahkan mereka. Setelah menandatangani dokumen dan buku nikah mereka tak lupa mengabadikan lewat foto. Risa yang sedang menggendong Bintang tak luput
Hari ini Laura merasa bahagia sekali. Inilah kado yang diberikan Tuhan bahwa dia dan Raymond akan bersatu kembali. Bintang tidak lagi takut kehilangan ayahnya. Laura menggendong Bintang. Bayi yang dia lahirkan sangat tampan persis sekali dengan Raymond. Melihat Raymond tadi bahagia, Laura juga ikut bahagia. Risa masih sibuk dengan membaca majalah Femina seolah tidak menggubris Laura. Laura tahu jika ini adalah hal terberat sebagai orang tua harus menerima kenyataan jika anaknya hamil diuar nikah. “Ma, Laura berterima kasih karena Mama mau menerima Raymond menjadi menantu Mama. Laura...”“Tidak usah berterima kasih secara berlebihan.” Mama memotong pembicaraan sambil sibuk membaca majalah yang ada di tangannya. Sebenarnya dia hanya ingin melupakan kekecewaannya melalui bacaan. Hatinya sangat teriris melihat masa depan Laura, putri satu-satunya yang dia miliki saat ini. Seharusnya Laura yang menggantikan Launa. Namun, Risa mencoba menerima kenyataan yang ada. “Mama, melakukan ini demi
Risa membantu membereskan perlengkapan Laura. Hari ini dia bisa pulang tapi nyeri jahitan bekas persalinan masih terasa. Melahirkan baginya adalah hal yang sangat luar biasa. Sungguh pengalaman yang tidak bisa lupakan seumur hidup saat melahirkan Bintang di tambah Raymond yang setia menunggunya selama proses persalinan. Laura masih menunggu Raymond kembali tapi mungkin akan sia-sia karena lelaki yang di cintai sudah fokus kepada kuliahnya. “Mama dan Papa akan mengurus semua kepindahan kamu ke London sambil menunggu Raymond lulus dan membuktikan bahwa dia bisa menjadi orang sukses.” Risa menjelaskan sambil menutup koper miliknya. Dalam hati Risa setidaknya Raymond punya masa depan yang cerah. Masa depan Laura sudah hilang harapan. Anak satu-satunya yang bisa diharapkan sudah pupus. Laura sontak kaget dengan apa yang di katakan mamanya. Pindah ke London? Itu berarti dia harus berpisah lagi dengan Raymond. “Kenapa bisa begitu, Ma? Mama tidak bisa mengatur kehidupan ku lagi? Aku ingin
Kematian Jesisca banyak mengundang misteri bagi orang terutama polisi. Seorang Office Boy menemukan Jesisca meninggal gantung diri di toilet. Kematiannya membuat gempar rumah sakit jiwa. Raymond yang mendapat telefon dari rumah sakit langsung bergegas ke sana. Orang tua Jesisca sudah tidak menggagap dirinya kembali. Rasa malu sudah menyelimuti keluarga Jesisca. Polisi membawa kantong jenazah untuk di visum. Hati Raymod hancur saat kehilangan sepupunya. Ada tanda tanya dalam pikirannya, apa yang menyebabkan Jesisca bunuh diri? Apa karena dirinya di anggap gila. Cuit sekali nyali Jesisca. Tiga jam di kantor polisi dan di interogasi membuat Raymond lelah dan kepalanya sedikit pusing. Tadi di sana dia sempat bertemu dengan Ardian, Zizi dan Alenta. Mereka juga di interogasi. Sepertinya kematian Jesisca karena dia merasa tidak kuat menjalani hidup dan jalan ninjanya adalah mengakhiri hidupnya. Suasana Cafe dekat Malioboro cukup ramai. Ingin dia menyanyi dan meluapkan semuanya tapi mood-n
Suasana taman lumayan ramai dengan banyak orang lalu lalang di tengah, pinggir bahkan sudut taman sekalipun. Ada yang berteriak, senyum-senyum sendiri dalam khayalan di dalam pikiran seolah dunia milik dia sendiri. Perawat baju dinas putih tidak luput dari sasaran jika ada amukan dari salah satu pasien. Di mana lagi kalau bukan di rumah sakit jiwa. Jessica masih duduk termangu tanpa mempedulikan keadaan di sekitarnya. Yang dia ingin bisa bebas dari tempat yang membuatnya hampir frustrasi gara-gara hantu Aurel. Keluarganya menganggap dia gila bahkan di penjara dia juga di anggap gila. Jessica merasa hampir gila dengan hantu sialan tersebut apalagi jika malam hari Jessica selalu diteror hantu tersebut. Seandainya malam itu dia tidak bersama Launa pasti semua tidak akan terjadi seperti ini. Baginya ini adalah hal gila yang tidak bisa terlupakan. “Jesisca.” Panggilan dari dirinya membuyarkan lamunannya. Gadis itu menoleh ke arah samping takut jika hantu Aurel berubah menjadi sosok lain.
Raymond tidak henti-hentinya menatap Laura yang sedang menyuapi dirinya. Hari ini dia harus makan bubur halus dulu karena lambungnya belum siap menerima makanan kasar. Beberapa hari ini dia memang tidak teratur makan karena memikirkan bagaimana bisa menemukan Laura dan menikahinya di tambah dia akan segera melahirkan hasil buah cintanya. “Laura.” Raymond memegang pergelangan Laura. Laura meletakkan makanannya di nakas. Kedua mata Raymond memandangnya dengan sendu. “Maafkan aku atas apa yang aku lakukan dulu. Gara-gara aku kamu jadi tidak melanjutkan sekolah dan hanya mengenyam pendidikan home schooling sedangkan aku masih bisa melanjutkan kuliahku. Lelaki macam apa aku.” Raymond tertunduk malu. Melihat apa yang Raymond katakan Laura merasa tersentuh. Awalnya dia mengira Raymond akan menikahi perempuan lain ternyata dia adalah adiknya sendiri. Laura memandang perutnya sekilas. Anak ini butuh orang tua bukan menjadikan sebagai status adiknya. Ibu mana yang tidak sedih melihat kenyataa