Raymond masih meyakinkan dirinya gadis itu yang dia cari atau bukan karena wajahnya sangat mirip sekali. Raymond putar balik motor sportnya.“Kamu?”Raymond kaget karena Laura memakai sepeda mini. Terakhir kali Laura naik taksi online.Gadis itu cuek sambil mengayuh sepedanya dengan lemas sepertinya dia sakit. Memang terakhir kali Raymond bertemu Laura dia sedang sakit. Raymond berjalan pelan beriringan dengan gadis itu. Yang aneh penampilannya berubah. Laura rambutnya curly sedangkan dia lurus tapi diikat di belakang.“Kamu ini siapa sih? Dari tadi ngikutin aku terus. Aku tidak tahu kamu siapa?”Nadine berhenti dari mengayuh sepedanya dan menatap Raymond sinis.”Mas, mau merampok saya? Saya nggak punya apa-apa. Tolonglah! Jangan menambah fikiran saya.”Nadine masih mengayuh sepedanya.Raymond tetap berjalan mengikuti Nadine. Gadis ini benar sangat mirip dengan Laura.“Laura, please aku tahu kamu marah sama aku. Tapi nggak begini caranya. Kamu harus melupakan aku bahkan, tidak ingat siap
Nadine hari ini tidak masuk sekolah. Ayah sudah membawa surat izin Nadine. Untung hari ini ibunya belum pulang dari Solo. Kata ayah ibunya masih lama disana karena masih ada job catering disana. Tidak ada ibu memang lumayan tidak ada beban bagi Nadine tapi dia juga merindukan sosok ibunya. Berbaring di tempat tidur sambil merilekskan tubuh sangatlah nyaman. Ayah tidak henti-hentinya untuk mengecek kondisi Nadine.“Selamat pagi, putriku.”Sapa ayah sambil membawa nampan berisi susu vanilla dan roti.”Ini ayah bawain kamu makanan biar nanti cepat minum obat dan lekas sembuh.”Ayah meletakkan makanan di meja.“Ayah, ini terlalu berlebihan buat Nadine. Seperti sarapan orang Inggris saja. Nadine senangnya makanan nasi goreng, nasi pecel, gudeg atau soto. Maaf ayah kalau roti tidak kenyang.hehehe.”Nadine mulai menggoda ayahnya.“Iya sudah ayah ambil saja.”Ayah membawa lagi makanannya.“Eits ... Jangan ayah. Nggak papa, kok. Nadine cuma bercanda saja. Iya Nadine akan makan.”Cegah Nadine. Ayah
Taksi online terus melaju menyelusuri kota Yogyakarta. Disetiap perjalanan tangan Raymond tak hentinya menggenggam tangan Laura. Laura sedikit senang dan nyaman. Sesekali sopir taksi mengintip kemesaraan mereka di spion depan dan tersenyum. Laura bingung dengan perasaannya saat ini. Sampai segitunya Raymond mencarinya, dia melihat Raymond sesekali merintih kesakitan akibat dia jatuh. Laura tidak tega melihat Raymond.“Masih sakit? Apa harus kita mampir kerumah sakit dulu untuk menyembuhkan sakitmu, Ray? Aku kasihan melihatmu seperti itu.”Laura sedikit khawatir dengan kondisi Raymond.“Aku tidak apa-apa. Denganmu disini aku sudah merasa nyaman dan tak sakit lagi. Tidak biasanya kamu khawatir denganku? Aku tahu kamu sudah punya rasa cinta bukan sama aku?”Raymond menggoda Laura. Laura tersipu malu. Raymond berharap Laura bisa menerima cintanya.”Boleh pinjam ponselnya?”“Buat apa?” Laura bingung“Sudahlah. Aku ingin pinjam sebentar.”Raymond mendesak. Laura membuka tasnya dan mencari pons
Nadine membereskan perlatan sekolahannya. Tinggal sedikit lagi dia lulus. Ingin sekali Nadine bisa kuliah tapi apalah daya dana tidak ada. Nadine berfikir ingin sekali kerja. Ah, bisa difikir nanti kalau sudah lulus. Malam hari ini cuaca lsi Jogja lumayan dingin. Nadine sampai memakai jaket. Badannya sudah lumayan enakan. Terkadang dia malu kenapa dia bisa membuat hal konyol untuk bunuh diri. Namun, masalah Jesisca tentang video dan fotonya yang setengah bugil. Ya Tuhan … Nadine sudah syok jika teringat tentang itu. Ada tangan yang memegang tangannya. Nadine melihat Ardiaz memandang dirinya.“Harus iya pegang tangan tanpa permisi dulu!”Nadine melihat Ardiaz masih memegang tangannya.“Jutek banget kamu.”Ardiaz melepaskan tangannya.“Bukan jutek, Mr Ardiaz. Kamu tiba-tiba nongol dan memegang tanganku. Jangan buat orang kaget. Memang ada apa lagi sih, malam-malam nongol?” Nadine cemberut.“Hem … Iya jelas nongol lah, Nadine. Hantu kalau malam sukanya nongol. Malam ini kamu repot tidak?”
Laura terburu-buru karena jam menunjukkan pukul enam. Kali ini harus berangkat pagi karena jalanan yang lumayan macet jika pagi hari dan tidak lupa menata buku pelajarannya. Secepatnya dia masukkan sebelum waktu berjalan dengan cepat. Makeup. Astaga, belum juga makeup.“Aduh, pakai acara bangun telat lagi! Kenapa sih bibi Sri nggak mau bangunin? Heran deh Punya pembantu kaya gitu. Masa’ Laura harus jelek. Tidak lah. Laura harus tampil cantik disegala hal. Makanya Raymond jatuh cinta sama aku. Ups! Buat apa mikirin dia? Ingat Laura fokus ke London. Jangan mikir lelaki sebentar lagi kamu bakalan akan bertemu dengan Launa.”Celoteh Laura sambil selesai memakai lipstik dan tak lupa merapikan rambutnya yang curly.“Laura, kamu lama sekali! Cepetan nanti keburu telat!”Tiba-tiba mamanya masuk kekamar. ”Maaf tadi bibi Sri ngantar mama ke pasar. Jadi dia tidak sempat bangunin kamu.”Mama Risa memegang pundak Laura sambil menatap Luara di cermin.“Tapi itu sudah kewajiban dia bukan? Jadi seenakn
Raymond melajukan kendaraannya dengan sangat cepat. Manda berulah yang bermuka dua. Foto yang dia kirim membuatnya sangat marah. Raymond singgah di taman Amarilis menikmati pemandangan Amarilis yang menawan, dan juga bisa bersantai ataupun menikmati udaranya. Mengingat tak jauh dari taman bunga terhampar sawah hijau yang menyejukkan mata. menjadikan Taman Bunga Amarilis adalah pilihan yang tepat untuk melepas penat. Taman cantik Bunga Amarilis Seperti namanya, taman ini memang banyak ditumbuhi oleh tanaman amarilis. Dimana sebelumnya bunga ini dianggap sebagai gulma dan saat ini justru memiliki keindahan tersendiri. Menjadikan taman ini menarik untuk anda kunjungi saat singgah di kota Jogja. Raymond duduk sambil menyenderkan kepala. Lelaki itu mengecek ponselnya dan ada satu chat dari seseorang belum dia baca. Laura.✉️ Hello✉️ Hello juga cewe cerewet.Klik Raymond mengirim pesan ke Laura. Mungkin dia sekarang marah dengannya karena tidak membalas chat nya. Raymond bingung dan mengac
Mencari jati diri. Itulah yang ingin Nadine lakukan. Kehidupan baginya adalah misteri dan manusia bagaikan topeng baginya. Memiliki Indra keenam membuat Nadine dirundung derita. Setiap saat dia melihat hantu, setan, jin yang bergentanyangan. Seperti tadi, dia menemukan gadis berlumuran darah dirumah kosong tak jauh dari rumah Laura. Saat Nadine melamun. Gadis itu ternyata mengikutinya, dia melihat Edzard sedang sibuk dengan ponselnya. Gadis itu tak lagi berlumuran darah. Wajahnya putih tapi pucat. Rambutnya panjang terurai, dia menyuruh Nadine seolah ingin berinteraksi dengannya.“Edzard, aku ke taman depan itu iya.”Nadine terlihat gugup.“Ngapain? Nanti kamu kabur lagi. Aku sudah janji sama Laura agar menjagamu. Nadine sebentar saja. Kamu nggak mau bertemu dengan orang tuamu asli?”“Bukan begitu. Sudahlah aku cerita pasti kamu nggak percaya.”Nadine mulai terbuka dengan kelebihannya untuk menceritakan tentang dirinya yang bisa melihat hantu.“Apa sih, Nadine? Aku ingi tahu. Coba cerit
Perkataan ibu tadi pmembuat Nadine sangat sedih. Belum sembuh luka yang dia alami karena orang tua Laura kini semuanya telah terbongkar kenapa ibunya sangat membencinya. Nadine merasa sedih dengan semua ini. Nadine mengambil beberapa bajunya, dia menyimpulkan kalau bukan anak kandungnya. Ibu mana yang tega menyiksa anaknya. Nadine pergi entah kemana yang jelas dia ingin pergi sejenak dari kehidupan penuh topeng.“Mau kemana kamu?”Tanya Weni sambil mengiris bawang merah. ”Mau kabur ke orang yang ngaku menjadi orang tuamu. Bagus benar kamu mencari orang yang lebih kaya daripada ibumu sendiri. Kembalikan tasmu dan bantu ibu mengiris bawang merah buat bumbu.”Weni masih sibuk mengiris bawang merah.“Kalau aku tidak mau bagaimana?”Tanya Nadine dengan tegas. Weni langsung melempar pisaunya dan langsung mendekati Nadine sambil menjambak rambut Nadine dengan paksa. “Jangan pernah sedikitpun membantahku!”Weni marah. Nadine dengan sigap langsung melepaskan jambakan dari ibu Weni. ”Berani iya kam