Laura terburu-buru karena jam menunjukkan pukul enam. Kali ini harus berangkat pagi karena jalanan yang lumayan macet jika pagi hari dan tidak lupa menata buku pelajarannya. Secepatnya dia masukkan sebelum waktu berjalan dengan cepat. Makeup. Astaga, belum juga makeup.“Aduh, pakai acara bangun telat lagi! Kenapa sih bibi Sri nggak mau bangunin? Heran deh Punya pembantu kaya gitu. Masa’ Laura harus jelek. Tidak lah. Laura harus tampil cantik disegala hal. Makanya Raymond jatuh cinta sama aku. Ups! Buat apa mikirin dia? Ingat Laura fokus ke London. Jangan mikir lelaki sebentar lagi kamu bakalan akan bertemu dengan Launa.”Celoteh Laura sambil selesai memakai lipstik dan tak lupa merapikan rambutnya yang curly.“Laura, kamu lama sekali! Cepetan nanti keburu telat!”Tiba-tiba mamanya masuk kekamar. ”Maaf tadi bibi Sri ngantar mama ke pasar. Jadi dia tidak sempat bangunin kamu.”Mama Risa memegang pundak Laura sambil menatap Luara di cermin.“Tapi itu sudah kewajiban dia bukan? Jadi seenakn
Raymond melajukan kendaraannya dengan sangat cepat. Manda berulah yang bermuka dua. Foto yang dia kirim membuatnya sangat marah. Raymond singgah di taman Amarilis menikmati pemandangan Amarilis yang menawan, dan juga bisa bersantai ataupun menikmati udaranya. Mengingat tak jauh dari taman bunga terhampar sawah hijau yang menyejukkan mata. menjadikan Taman Bunga Amarilis adalah pilihan yang tepat untuk melepas penat. Taman cantik Bunga Amarilis Seperti namanya, taman ini memang banyak ditumbuhi oleh tanaman amarilis. Dimana sebelumnya bunga ini dianggap sebagai gulma dan saat ini justru memiliki keindahan tersendiri. Menjadikan taman ini menarik untuk anda kunjungi saat singgah di kota Jogja. Raymond duduk sambil menyenderkan kepala. Lelaki itu mengecek ponselnya dan ada satu chat dari seseorang belum dia baca. Laura.✉️ Hello✉️ Hello juga cewe cerewet.Klik Raymond mengirim pesan ke Laura. Mungkin dia sekarang marah dengannya karena tidak membalas chat nya. Raymond bingung dan mengac
Mencari jati diri. Itulah yang ingin Nadine lakukan. Kehidupan baginya adalah misteri dan manusia bagaikan topeng baginya. Memiliki Indra keenam membuat Nadine dirundung derita. Setiap saat dia melihat hantu, setan, jin yang bergentanyangan. Seperti tadi, dia menemukan gadis berlumuran darah dirumah kosong tak jauh dari rumah Laura. Saat Nadine melamun. Gadis itu ternyata mengikutinya, dia melihat Edzard sedang sibuk dengan ponselnya. Gadis itu tak lagi berlumuran darah. Wajahnya putih tapi pucat. Rambutnya panjang terurai, dia menyuruh Nadine seolah ingin berinteraksi dengannya.“Edzard, aku ke taman depan itu iya.”Nadine terlihat gugup.“Ngapain? Nanti kamu kabur lagi. Aku sudah janji sama Laura agar menjagamu. Nadine sebentar saja. Kamu nggak mau bertemu dengan orang tuamu asli?”“Bukan begitu. Sudahlah aku cerita pasti kamu nggak percaya.”Nadine mulai terbuka dengan kelebihannya untuk menceritakan tentang dirinya yang bisa melihat hantu.“Apa sih, Nadine? Aku ingi tahu. Coba cerit
Perkataan ibu tadi pmembuat Nadine sangat sedih. Belum sembuh luka yang dia alami karena orang tua Laura kini semuanya telah terbongkar kenapa ibunya sangat membencinya. Nadine merasa sedih dengan semua ini. Nadine mengambil beberapa bajunya, dia menyimpulkan kalau bukan anak kandungnya. Ibu mana yang tega menyiksa anaknya. Nadine pergi entah kemana yang jelas dia ingin pergi sejenak dari kehidupan penuh topeng.“Mau kemana kamu?”Tanya Weni sambil mengiris bawang merah. ”Mau kabur ke orang yang ngaku menjadi orang tuamu. Bagus benar kamu mencari orang yang lebih kaya daripada ibumu sendiri. Kembalikan tasmu dan bantu ibu mengiris bawang merah buat bumbu.”Weni masih sibuk mengiris bawang merah.“Kalau aku tidak mau bagaimana?”Tanya Nadine dengan tegas. Weni langsung melempar pisaunya dan langsung mendekati Nadine sambil menjambak rambut Nadine dengan paksa. “Jangan pernah sedikitpun membantahku!”Weni marah. Nadine dengan sigap langsung melepaskan jambakan dari ibu Weni. ”Berani iya kam
Lima puluh ribu warna biru itulah sekarang yang Nadine lihat di dompetnya. Tidak ada tabungan lagi. Pernah menabung di celengan. Uangnya diambil oleh ibu Weni. Sedih rasanya mengingat kejadian tersebut karena berbulan-bulan dia mengumpulkan uang untuk ditabung tapi dirampas olehnya.Rahasia sudah terbongkar atau tidak entahlah. Nadine belum tahu semua langsung dari mulut ibu Weni dia hanya menerka-mereka kalau ibu Weni dan ayah Dendi bukan orang tua kandung Nadine. Perlakuan yang dilakukan ibu Weni yang membuat dia paham semuanya.“Aku harus kemana? Uang lima puluh ribu cukupkah bertahan hidup?” Nadine masih melihat lembaran uang lima puluh ribuan.Sepotong tangan menyentuh bahunya. Siapa lagi orang yang disampingnya. Hawanya berbeda. Nadine yakin dia bukan manusia tetapi hantu. Sayup-sayup angin terdengar. Daun yang jatuh bertebaran. Suara angin terdengar jelas di kedua telinga Nadine. Perlahan dia melirik siapa yang ada disampingnya. Kedua mata tajam. Sorotannya sampai tembus ke kor
Laura duduk di depan taman sambil tubuhnya dia selonjorkan di tempat duduk yang memanjang pas dengan ukuran tubuhnya. Memandangi air kolam renang yang tenang membuat dia sedikit fresh. Hari ini sekolah libur. Sebenarnya ingin healing dulu dari segala rutinitas yang ada. Mama mendekatinya sambil membawa jus jambu kesukannya dan tak lupa hamburger tersaji di balik nampan. Mama Risa duduk di dekat Laura.“Terima kasih iya, Ma. Sudah buatkan aku jus jambu dan hamburger kesukaan Laura.”Laura mengambil jus jambu dan meminumnya. Tenggorokan rasanya lega bisa menikmati segelas jus jambu.“Laura, papamu setelah selesai mengantar Launa dia menjadi pendiam terus. Mama mencoba tanya kepadanya. Papa kamu hanya diam saja. Mama yakin ada hal yang disembunyikan dari papamu.”Laura hanya mendengarkan mamanya yang curhat. Launa lagi dan lagi. Kembarannya itu sangat keras kepala sekali. Laura diam saja sambil menyeruput jus jambunya.“Sudahlah, Ma jangan dibahas lagi tentang Launa. Kalau memang dia puny
Si kembar lurus bermata biru duduk dikursi sambil memikirkan ajakan dari Laura. Masih terbayang rasa tidak percayanya dengan apa yang dia alami. Semuanya serasa hampa dan tabu. Laura masih menunggu kembarannya itu.“Kamu tahu Launa ...”Laura memulai pembicaraan setelah Launa lama terdiam. Launa hanya bisa memandang Laura sekilas. Wajahnya memang sangat mirip dengannya. Dia belum fokus untuk menanggapi perkataan Laura.“Memang ada hal perlu apa yang ingin aku ketahui. Aku bukan siapa-siapa dari kalian. Laura aku bimbang dan bingung dengan semua ini. 0 aku tak sanggup untuk menapak lagi ke arah depan. Rasanya sangat susah.”Nadine terunduk.Laura memegang tangan Launa.”Ingat. kamu bukan Nadine tapi Launa. Buat dunia tahu kalau kamu tidak Selema yang dia bayangkan. Aku baru tahu tadi betapa lemahnya dirimu.”“Namaku, Nadine Laura.”“Hai keras sekali kamu ini. Kamu bukan Nadine. Nadine itu hanya membuatmu menjadi orang seperti budak. Kamu tahu orang yang Merawatmu itu bagaikan pisau tajam
Sepasang mata serius memandang benda kecil warna hitam di sebuah papan. Benda tersebut bejejer di sebuah kotak yang perpaduan warna hitam dan putih, dia fokus untuk memenangkan sebuah permainan. Kepulan asap masih menghiasi area. Hisapan demi hisapan dia lakukan. Dan...Skak!“Kamu kalah, Bray.”Raymond memenangkan pertandingan catur setelah sekian lama dia melakukan permainan ini. Hisapan terakhir. Raymond sudah menghabiskan dua putung rokok.“Sial, aku kalah. Kamu menang lagi. Aku salut denganmu, Ray. Ini aku kasih lima ratus ribu … cass! Kamu memang, tetapi lain kali aku akan mengalahkanmu lagi. Benar-Benar otak berlian.”Mas Bray memberikan pecahan seratus ribuan berwarna merah muda ke Raymond.“Masalah uang aku jagonya, Bray.”Raymond langsung memasukkan uang yang diberikan Bray ke dalam dompetnya. ”Ini aku gunakan untuk membayar suruhanku Bray.”“Suruhanmu? Mau ngapain kamu?”Mas Bray bingung sambil mengernyitkan keningnya.“Aku mau memberikan pelajaran kepada seseorang. Kamu mau ik