“NADINE!!!!!!!!!!!!”Terdengar teriakan yang memekakkan telinga. Nadine langsung menutup telinganya. Dia tahu pemilik suara tersebut adalah ibunya. Dia hanya terdiam. Sambil menata bukunya di dalam tas. Baju seragam abu-abunya melekat dalam tubuhnya. Tak lupa rambut panjangnya yang lurus dia kepang menjadi dua. Sebenarnya dia malas pergi ke sekolah bukan karena pelajaran tapi teman-temannya yang sering membuly dirinya belum lagi para hantu yang bergentayangan sepanjang jalan. Nadine memang mempunyai Indra keenam tetapi kelebihannya ini membuatnya tidak nyaman.
Nadine menyisir rambutnya dan bercermin di kaca. Rambutnya yang panjang yang dia kepang dua memang terlihat cantik. Sebenarnya Nadine ingin memotong rambutnya agar lebih pendek tetapi ibunya tidak memperbolehkannya. Karena biar tambah cantik jika rambut panjang. Dibelakang“NADINE!”Teriakan ibunya tambah keras. Nadine cuek saja yang terpenting dia memasukkan buku pelajaran ke dalam tas ranselnya.BRAK!Pintu langsung dibuka paksa. Seorang wanita berumur kepala tiga sedang berdiri diambang pintu dengan kedua matanya melotot. Nadine langsung takut. Ibunya datang dan menghampiri Nadine.“Kalau punya telinga orang tua panggil itu jawab Jangan diam saja. Kamu kira ibumu ini apa Heh!”Weni menjewer telinga Nadine dengan keras.“Aduh ibu sakit!”Nadine merintih kesakitan.“Biar. Biar kamu kapok.”Weni masih menjewer Nadine.“Buk sakit!Nadine mohon. Sakit ibuk!!!”Kata Nadine tidak kuat dengan jeweran ibunya. Weni langsung melepaskan jeweran dan Nadine segera mengusap telinganya yang sakit.”Buk, kenapa harus pakai kekerasan? Nadine tahu kalau Nadine anak ibuk, tetapi aku mohon kalau panggil jangan seperti memanggil layaknya pembantu, bu.”“Ah, cerewet kamu ini. Ibu yang mengandung dan membesarkan kamu jadi harus menuruti ibu. Paham kamu!” Kata Weni marah-marah.“Iya aku tahu tetapi kalau nurut ibu juga harus lihat-lihat. Nadine ini anak ibu kenapa memperlakukan Nadine keras seperti ini?dari mulai aku kecil sampai dewasa tapi aku tetap menuruti dan menyayangimu, Bu.” Nadine mulai menangis, dia sebenarnya dia kuat atas perlakuan dari ibunya.“Dasar anak tidak tahu diuntung.”Plak!Tamparan keras mendarat ke pipinya. Sakit. Itulah yang Nadine rasakan saat ini. Hatinya sakit ibunya memperlakukan secara kasar padahal itu adalah hal yang sepele“Buk sakit. Tamparan dan jeweran ibu sakit. Sebenarnya salah Nadine ini apa Bu?” Nadine memedang pipinya yang sakit.“Semua karena masa lalu. Sudah sekarang bantu ibu jualan di warung. Banyak pelanggan yang datang.”“Tapi Nadine sekolah, bu. Tidak mungkin aku bantu ibu. Jamnya tidak akan sampa, bu. Nadine sudah dua kali bolos Bu karena bantu ibu jualan di warung dan jika tiga kali maka beasiswaku akan hangus. Apa ibu mau nanti bayar sekolahnya Nadine?”“Ibu tidak peduli yang penting kamu bantu ibu bantu jualan di warung. Kalau bayar uang sekolah minta saja ke ayahmu. Cepat ibu tunggu kamu di warung sampai kamu tidak bantu ibu tidak akan memberikan uang jajan buat kamu. Titik cepat sekarang ke warung bantu ibu melayani pembeli! Sudah banyak pembeli yang datang kalau ramai Khan enak kita dapat banyak uang.”Weni langsung pergi sambil menutup pintu kamar dengan keras.Nadine membantu ibunya jualan di warung. Sebagian pembeli adalah laki-laki. Satu persatu Nadine menuangkan lauk sesuai dengan pesanan.“Kalau meladeni pembeli jangan lama-lama nanti keburu kabur menunggu makanan yang kamu siapkan. Cepat!Jangan lelet jadi anak.” Bisik Weni“Iya, buk.” Nadine memberikan piring kepada seseorang lelaki yang menurutnya sangat aneh. Dia memesan sate tetapi tidak dia makan. Lelaki itu hanya makan nasi putih saja dan ternyata apa yang dia lihat sebagai seorang indigo terlihat. Lelaki itu memakai susuk dan lelaki yang di dekatnya diikuti perempuan berbaju putih dengan wajah yang rusak sebelah kiri. Hantu perempuan itu memeluk lelaki dadi belakang. Nadine terlihat cuek agar hantu itu tidak mengetahui dirinya jika bisa melihat hantu.Prang!Piring yang dipegang Nadine pecah. Semua orang yang ada di warteg langsung tertuju kepada Nadine. Nadine hanya tersenyum tipis. Weni yang melihat kelakuan Nadine langsung menggandeng paksa ke dalam rumah.“Dasar anak tidak tahu diuntung!!!tidak becus sama sekali. Aku menyesal membesarkan mu.” Weni langsung menjewer telinga Nadine dengan kuat.“Ibuk sakit!!!kenapa marah harus menjewer sih Bu?Nadine tidak sengaja memecahkan piring. Maafkan Nadine!”Nadine merintih kesakitan. Weni langsung melepas jewerannya kembali.“Berangkat sana! Satu minggu ini tidak ada uang jajan buatmu. Dasar anak tidak tahu diuntung!”Weni langsung keluar rumah. Nadine langsung duduk di kursi sambil menitikkan air matanya. Sedih rasanya ibunya memperlakukannya seperti itu. Mulai dari kecil ibunya selalu memarahi dia dengan menjewer. Tidak pernah sedikitpun ibunya memeluknya. Nadine marasa ibunya tidak pernah menyayanginya melebihi ayahnya yang selalu memperlakukan dia seorang putri. Meskipun demikian Nadine sangat menyayangi ibunya sekalipun ibunya jahat kepadanya.Bulu kuduk merinding. Nadine merasakan ada sosok di belakangnya. Nadine tahu siapa itu.“Mbak Kun jangan menggangguku dulu. Aku sedang sedih. Pergilah ke rumahmu depan sana. Aku tidak ingin diganggu.”Nadine berdiri dari tempat duduknya. Suara tertawa sosok perempuan berbaju putih dengan rambut panjang, wajah pucat, aroma bau melati tercium. Suara tertawanya yang memekakkan telinga. Membuat Nadine risih.“Jangan sedih Nadine. Nanti aku temani. Hahahaha” Sosok kuntilanak masih saja tertawa. Sambil menggoda Nadine. Nadine makin lama makin risih dengan kehadiran sosok hantu kuntilanak ini“Sudahlah mbak Kun. Jangan menggangguku. Lagipula kenapa pagi-pagi muncul sih. Mengganggu saja. Aku berangkat sekolah dulu. Pulanglah di pohon depan rumah.”Nadine langsung bergegas meninggalkan sosok kuntilanak tersebut. Tetapi kuntilanak masih mengikuti Nadine dari belakang.“SUDAHLAH JANGAN MENGGANGGUKU PULANG SANA!”Nadine berteriak keras. Kerisihannya dengan sosok kuntilanak tersebut dia luapkan. Semua yang ada di warteg melihat Nadine berbicara sendiri.“Wen, habis kamu marahi kenapa anakmu jadi bertingkah aneh dan gila, dia berteriak sendiri tanpa sebab. Hati-hati Wen, bisa-bisa anakmu kena mental down. Cantik-cantik sudah berlaku gila.”Celutuk salah satu pria di Warteg dan melanjutkan kembali makanannya. Weni melihat Nadine berbicara sendiri sambil marah-marah. Membuatnya sedikit kesal. Weni merasa dipermalukan karena kelakuan Nadine yang seperti orang gila.“Awas kamu Nadine. Kamu sudah membuat aku malu didepan orang banyak karena kelakuan gila mu itu. Anak Risa ini memang benar-benar tidak waras sama seperti orang tuanya. Lihat saja aku akan membuatmu menderita sekali.”Weni memandang Nadine dengan tatapan penuh kebencian.Nadine melihat jam tangannya sudah pukul setengah tujuh kurang sepuluh menit. Nadine tahu jika dia akan telat masuk sekolah. Dia terus mengayuh sepedanya. Perjalanan menuju sekolahnya lumayan jauh sekitar setengah jam. Perjalanan Nadine melihat banyak hantu berseliweran di jalanan. Yang paling menakutkan baginya adalah perempuan dengan perut buncit seperti sedang hamil dengan tubuh berlumuran darah dengan wajah yang rusak. Raut wajahnya sangat sedih. Hantu itu ada di dekat jembatan dan tiba-tiba menjelma menjadi wanita yang cantik. Pandangannya kosong. Kedua matanya tertuju dengan aliran sungai. Wanita hamil itu melompat ke sungai. Nadine yakin seperti itu dia meninggal. Mempunyai Indra keenam baginya memang sangat menakutkan, dia ingin sekali menutup mata batinnya dan menjadi perempuan normal pada umumnya. Nadine melanjutkan perjalanannya kembali.“BAPAK JANGAN DITUTUP GERBANGNYA!!!”Nadine langsung menghampiri satpam laki-laki yang mau menutup gerbang. Name tag nya tertera nama Samsudin.Samsudin melihat jam tangan menunjukkan pukul tujuh lebih lima belas menit, dia hanya bisa geleng-geleng kepala.“Hai kamu!!! Mau niat sekolah atau tidak? Jam berapa ini cah ayu?sudah tiga kali berturut-turut kamu telat cah ayu. Sudah pulang sana!”Samsudin mengusir Nadine.“Ayolah pak buka gerbangnya. Hari ini saya ada ulangan harian. Saya mohon!”Nadine meminta tolong kepada Samsudin.“Bukan urusan saya. Urusan saya adalah menertibkan orang-orang yang telat. Pulang sana.”Samsudin tetap mengusir Nadine.“Nadine.”Sapa seorang wanita berkaca mata yang tak lain adalah kepala sekolah yang bernama ibu Maimunah.Nadine hanya mengangguk. Sebenarnya dia malu karena keterlambatannya.“Pak Samsudin buka pintu gerbangnya dan kamu Nadine parkir sepeda kamu dan nanti ke ruangan saya.”Jawab tegas ibu Maimunah.Di ruangan kepala sekolahNadine duduk berhadapan dengan kepala sekolah. Jari kepala sekolah tak henti hentinya memainkan di atas meja. Kacamata tebalnya dia mainkan. Sambil menggelengkan kedua kepalanya.“Nadine ayu. Kamu adalah perempuan berprestasi di sekolah ini. Banyak sekali penghargaan, juara yang kamu dapatkan, bahkan kamu masuk sekolah ini karena mendapat bea siswa. Sayang sekali dengan semua itu saya mendapatkan laporan kamu sering terlambat. Ini sudah kesekian tiga kali berturut-turut kamu terlambat. Sebenarnya apa alasanmu sampai bisa terlambat?bisa dijelaskan kepada saya.”Ibu Maimunah menatap tajam Nadine.“Saya...”Sebelum meneruskan perkataannya. Sesosok perempuan memakai baju seragam dengan wajah berlumuran darah berdiri di belakang ibu Maimunah. Perempuan itu ingin mencekik leher ibu Maimunah. Nadine melihat hal tersebut langsung kaget“Apa yang kamu lakukan?Pergi jangan menampakkan dirimu disini. PERGI!”Nadine mengusir hantu perempuan itu. Tetapi dia hanya tersenyum sinis. Kedua tangan hantu itu ingin mencekik leher ibu Maimunah. Nadine langsung berdiri.”PERGI!”Teriak Nadine. Hantu Perempuan itu langsung menghilang.“Nadine, apa yang kamu lakukan kepada ibu. Tidak sopan menyuruh saya pergi. Kamu fikir kamu ini siapa?tidak sopan berkata seperti itu kepada saya.”Ibu Maimunah beranjak dan mengambil sesuatu di dalam lemarinya.”Ini surat peringatan untukmu. Jika kamu melanggarnya lagi karena terlambat dengan terpaksa beasiswa yang kamu dapatkan harus hangus. Perkataan tadi saya maafkan jika kamu berlaku tidak sopan lagi saya akan menghukum mu. Cepat pergi ke ruangan mu!”Nadine mengambil amplop yang diberikan ibu kepala sekolah.“Maafkan saya Bu kepala sekolah jika saya berlaku tidak sopan. Maafkan saya. Saya janji tidak akan mengulanginya lagi. Maafkan saya ibu kepala sekolah telah mengecewakan anda. Maafkan saya.”Nadine tertunduk dan meminta maaf.Nadine melangkah pergi kelasnya. Kelas nomer 12 IPA 1 sudah didepan mata. Dia menghela nafas panjang. Terdengar ada suara guru menerangkan.Tok ... tok ... tok“Masuk.”Nadine membuka pintu perlahan. Semua mata tertuju kepadanya.“Aduh bintang kelas kita terlambat lagi. Ini yang diidamkan semua guru disini. Setiap hari terlambat. Bagiku ini tidak adil. Meskipun dia adalah bintang kelas disekolah ini setidaknya jika terlambat berkali-kali apa boleh diperkenalkan masuk. Benar tidak teman-teman.”Celoteh Jessika yang sangat membenci Nadine.“BENAR ITU INII TIDAK ADIL BAGI KITA. HUH!" Teriak sorakan satu kelas.“Kalian semuanya diam!!!!”Pak Sabar mencoba menenangkan suara gaduan satu kelas. Setelah semua tenang baru pak Sabar mendekati Nadine.”Telat lagi Nadine. Sudah tiga hari berturut-turut kamu terlambat kasihan teman kamu terganggu dengan keterlambatan. Maafkan bapak kamu harus keluar dari kelas tidak dapat mengikuti pelajaran matematika bapak dan tidak bisa ikut ulangan. Silahkan keluar!saya tidak suka murid yang tidak disiplin.”“Maafkan saya bapak. Ijinkan saya ikut ulangan bapak. Saya mohon.”Nadine memohon kepada pak Sabar.“Jangan dikasih kendor bapak Sabar. Ini tidak adil bagi kita. Terlambat iya terlambat tidak boleh ikut dalam kelas.”Jesiska nimbrung pembicaraan.“Maafkan bapak Nadine. Dengan terpaksa kamu tidak ikut dalam pelajaran bapak. Silahkan keluar!!!”Nadine dengan muka memelas harus menerima kenyataan pahit hari ini. Dia harus mempertanggung jawabkan apa yang dia lakukan. Nadine keluar dari dalam kelas. Di Satu sisi Jessica sangat senang dengan apa yang dia lihat barusan yang menimpa Nadine. Terbesit fikirannya untuk menggoda Nadine.Nadine duduk di depan taman. Tidak ada siswa pun yang lalu lalang di area sekolah. Semua fokus untuk belajar di dalam kelas. Hati Nadine sangat sedih. Dia melihat amplop berusia surat peringatan. Jika dia terlambat lagi beasiswa yang dia dapatkan akan hangus dan dia terpaksa pakai umum untuk membayar biaya sekolahnya. Ibu Weni pasti tidak akan mau membayar uang sekolahnya karena dia berpesan jika tidak akan membayar satu sepeserpun uang sekolah jika dia melanjutkan SMA. Ayah, Nadine sangat kasihan. Dia tidak tega meminta uang kepada ayahnya.“Hai!”Terdengar sapaan seorang perempuan. Nadine melihat kearah sampingnya. Jesisca.”Aku mencari mu ternyata kamu disini. Sudah jangan menangis. Aku tahu kamu ingin sekali ikut ulangan matematika.”“Iya Jesisca tetapi pak Sabar tidak mengijinkanku masuk. Lagipula kamu dan teman-teman juga tidak ingin aku masuk.”“Sudahlah jangan diambil hati. Itu semua hanya gertakan saja. Kamu jangan terlalu diambil hati. Tadi pak Sabar menyuruhku untuk memanggilmu, dia tidak tega melihatmu. Kamu sudah berusaha untuk datang kesekolah ini dengan susah payah.”Jesisca memegang pundak Nadine dengan tatapan yang aneh dan tersenyum tipis.“Tidak mungkin. Pak Sabar jika pada pendiriannya tidak mungkin berubah pikiran, tetapi dia menyuruhku untuk mengajakmu di suatu tempat dulu.”“Maksudnya?”Nadine bingung dengan Jesisca.“Sudah ikut aku! Kamu mau ikut ulangan pak Sabar tidak. Kalau ikut tadi ada mandat dari beliau. Sudah ikut aku. Aku tidak percaya denganku. Aku sudah meluangkan waktu untuk mencarimu.”Jesisca menggeret tangan Nadine. Nadine hanya ikut dengan kemauan Jesisca. Jesisca mengantar Nadine ke tempat belakang sekolah.“Jes, kita kemana? Tumben pak Sabar menaruh sesuatu di belakang sekolah.”Jessica hanya diam dengan pandangan lurus ke depan sampai di ruangan yang masih tertutup rapat. Jesisca dan Nadine berhenti.“Bukanya ini ruangan yang tidak boleh disentuh oleh orang lain. Pak Sabar benar menyuruhku mengambil barang disini.”Nadine masih terlihat bingung.“Sudahlah Nadine kamu jangan banyak omong cepat masuk kedalam dan ambil tasnya pak Sabar didalam. Iya hitung-hitung uji nyali didalam tapi tenang saja aku menunggumu di luar jangan lama – lama nanti keburu ulangannya mulai.”“Aku tidak yakin.”Nadine sedikit takut.“Sudahlah Nadine. Cepat masuk dan ambil tas didalam. Kalau kamu lama-lama aku tinggal balik ke kelas lagi loh!”Nadine sedikit was-was tumben sekali pak Sabar menyuruhnya mengambil tas di ruangan yang konon angker dan tidak boleh disentuh oleh orang lain. Tapi mau bagaimana lagi demi mengikuti ulangan dia harus rela melakukan apa saja. Jesisca membuka pintu.Krek!Suara dorongan pintu sangat aneh. Seperti baru pertama kali dibuka. Nadine sedikit tidak percaya dengan Jesisca. Jesisca mengangguk seolah itu benar. Lembab, kotor, berdebu dan banyak sarang laba-laba.“Cepat masuk aku akan menunggumu di depan dan jangan lama-lama aku juga sedikit merinding disini.”Nadine langsung masuk kedalam ruangan tersebut dan tiba- tiba Jesisca mengunci pintu dari luar.“JES... JES BUKA PINTUNYA KENAPA KAMU KUNCI?” Teriak Nadine sambil menggedor berkali-kali ruangan. Jesisca tidak memperdulikan teriakan Nadine didalam ruangan. Dia luas sekali. Jesisca harus sampai mencuri kunci ruangan ke pak Samsudin karena dari dulu dia ingin sekali menggoda Nadine ke dalam ruangan angker ini. Bulu kuduk merinding langsung Jesisca pergi meninggalkan Nadine yang masih menggedor pintu ruangan.“Otak pintar tapi bodoh. Dasar Nadine bodoh. Mudah sekali dibohongi. Ih, takut! Mending aku pergi saja!”Jesisca langsung berlari meninggalkan ruangan tersebut.Nadine lelah menggedor pintu berkali-kali tetapi tidak ada sahutan dari Jesisca. Terlalu bodoh sekali dia mempercayai Jesisca. Dia memukul kepalanya berkali-kali tapi anehnya bagi Nadine. Diruangan ini tidak ada hantu berseliweran padahal ruangan ini terlihat angker. Banyak sekali bangku-bangku berserakan. Nadine mulai penasaran dengan ruangan ini. Banyak yang bilang ruangan ini berhantu.Matanya tertuju dengan ruangan yang satu. Nadine segera menghampiri. Ruangan itu tidak dikunci. Nadine langsung masuk kedalam hawanya beda yang diluar. Anehnya ruangan tersebut seperti kamar laki-laki. Banyak ornamen mobil terpajang bahkan ada ranjang yang bersih. Berarti kamar ini masih dihuni seseorang. Tidak mungkin jika kosong kamar ini masih baru.Ada sebuah peti emas yang membuat Nadine kagum, dia mencoba membuka peti itu tetapi susah dan Nadine tidak menyerah. Satu,dua,tiga kali dia lakukan akhirnya dia bisa membuka peti emas tersebut. Yang ada hanyalah baju seragam tahun 2000. Sudah hampir 20 tahun singgah disini. Seragam itu masih terlihat baru. Nadine mulai heran kamar siapa ini? Tiba-tiba bulu kuduknya merinding, dia yakin ada sosok yang akan datang.Suasana kamar aneh ini membuat Nadine merasa penasaran. Ruangan tampak depan sangat angker tetapi di dalam kamar ruangan sangat bersih seperti ada yang menghuni. Kamar yang didominasi dengan laki-laki. Nadine mulai curiga. Hawa dingin merasuk tubuh serta buku kuduk merinding. Nadine memegang tengkuknya. Jantungnya berdegup kencang. Tidak biasanya dia di ruangan angker sampai berdetup kencang seperti ini. Semilir angin menghembuskan dengan kencangnya padahal kamar tertutup rapat. Tiba-tiba datang angin kencang sekali semua barang di kamar berantakan. Nadine hanya bisa memegang besi ranjang. Angin kencang berlangsung selama lima belas menit dan langsung berhenti seketika. Anehnya barang-barang yang tadinya berantakan kembali tertata rapi. Ada apa diruangan kamar ini?Nadine ingin keluar dari kamar tersebut tetapi pintu dikunci rapat. Tamatlah Nadine, dia terjebak dengan hantu usil yang ada di kamar sialan ini.“Hai hantu kampret jangan sembunyi. Kalau mau menampakkan diri segera tampakl
Tatapan matanya kosong. Tangannya dengan lihai mencurly rambutnya dengan catokan. Masih terbayang apa yang dialaminya. Setelah mencatok rambut Laura merapikan rambutnya dan sesekali melihat wajahnya masih terlihat cantik atau bukan. Saudara kembar? Itulah yang menjadi misteri sekarang, dia tidak ingin orang tuanya terus memikirkan Launa yang hilang. Baginya putri semata wayangnya adalah dirinya. Jika Launa ditemukan otomatis kasih sayang dari orang tuanya akan berkurang. Itu yang membuat Laura membenci saudara kembarnya. Laura membanting catokan yang dia letakkan di meja rias.“Aku benci, Launa dia tidak boleh ditemukan. Aku benci saudara kembarku. Mungkin dia sama wajahnya denganku tapi Laura tidak bisa disaingi oleh siapapun termasuk saudara kembarku, Launa. Aku benci dengan dia.” Laura bangkit dan mengambil sesuatu dari lemarinya lalu mengobrak-abrik isi lemari, tetapi belum ada yang dia temukan sama sekali.“Dimana aku meletakkannya iya?perasaan aku taruh disini. Hem ... di mana
Tubuh Nadine masih sakit semua akibat dipukul sapu oleh ibunya. Kemarin setelah pulang dari sekolah ibunya sangat marah dan langsung memukulnya. Ayah hanya bisa melerai tapi tidak seberapa. Ayah Dendi memang tidak begitu berani dengan istrinya. Beruntung hari ini libur sekolah jadi bisa leluasa istirahat dan beruntung kembali ibunya sedang pergi ke Solo menghadiri pesta pernikahan adik kandungnya.Air mata tak hentinya jatuh membasahi pipi. Nadine masih memikirkan perkataan kepala sekolah jika masih terlambat lagi beasiswanya akan dicabut. Otomatis Nadine tidak akan bisa melanjutkan sekolah. Padahal dia ingin sekali bisa kuliah tapi mau bagaimana lagi orang tuanya tidak akan sanggup untuk membayar uang kuliah.Dibukanya jendela kamar. Suasana pagi hari dengan hawa dingin yang sangat menusuk batin. Sekujur raga terbelenggu dalam dinginnya pagi. Pagi hari berhias kabut yang sangat tebal. Kabut yang sangat tebal mendekap seluruh jiwa. Berselimut mantel sangat tebal yang menghangatkan sek
Raymond duduk di tongkrongan gang sambil memainkan gitar kesayangannya. Alunan nada dimainkan dengan penuh hayat. Raymond masih memikirkan gadis SMA yang dia tolong kemarin. Wajahnya masih terngiang-ngiang di kepalanya. Cap playboy sudah dari dulu ada di Raymond. Memang dia pernah disakiti salah satu seorang cewek yang benar-benar dia cintai tetapi semuanya kandas karena dia selingkuh. Meskipun masih tergolong anak SMA Raymond memang tipe yang setia. Tapi kesetiaan itu kandas karena disakiti. Maka Playboy menjadi solusinya.“Akhir-akhir ini kamu bahagia sekali! Kenapa?” Tanya temannya yang asyik main game online.“Iya dong, karena aku lagi jatuh cinta, Son.”“Cieh,, masa’ seorang Raymond yang dicap playboy jatuh cinta. Aku tidak percaya. Dulu aku kenalkan sama Santi kamu juga mempermainkannya. Ah, Ray ... Ray aku tidak percaya kamu jatuh cinta beneran sama gadis itu.”Raymond menghentikan memetik gitarnya dan minum segelas kopi Capucinno yang ada di meja dan tak lupa sebatang rokok di
Pelukan Raymond yang lama membuat Laura sedikit tenang. Entah kenapa dia sebagaj bad boy membuatnya merasakan sesuatu. Di depan cafe mereka tidak canggung masih berpelukan. Padahal Laura masih berkenalan dengan Raymond barusan. Entah kenapa rasanya Laura sudah mengenal Raymond lama.“Maafkan aku.” Raymond melepas pelukan Laura.“Tidak apa-apa, Ray, oh iya … kamu tadi mau tanya namaku. Namaku Laura. Maafkan aku juga sedikit jutek dan cuek denganmu. Aku bukan tipe perempuan yang manis-manis saat pertama kali berkenalan.”“Iya aku mengerti. Nama yang beautiful. Baiklah aku akan mengantarmu pulang.”Raymond segera bergegas tetapi tangan Laura mencegahnya dan menggelengkan kepalanya. Isyarat jika Laura tidak mau pulang. Raymond hanya tersenyum tipis, dia mengibaskan rambutnya. Raymond terlihat maskulin. Astaga, Laura mulai kepincut dengan dia.“Hai, Raymond! Apakah kita tidak jadi makan di cafe?kamu sudah bayar!Apa tidak rugi tuh udah bayar makannya tidak dimakan. Pasti kebanyakan uang.”Sin
Akhirnya Nadine bisa sekah tanpa terlambat. Nadine senang sekali. Ibunya masih ada di Solo. Coba nanti jika ibunya sudah pulang. Pasti Nadine terlambat lagi, dia akan mengusahakan untuk meluluhkan hati ibunya. Nadine terus mengayuh sepedahnya tanpa beban. Gadis itu sebisa mungkin melanjutkan Bea siswanya. Nadine ingin kuliah di jalur beasiswa juga. Menjadi seorang bidan adalah impiannya. Di tengah perjalanan dia melihat hantu anak kecil sedang manangis di dekat jembatan. Ingin dia mendekati anak kecil berjenis perempuan itu tetapi dia tidak ingin memperlihatkan jika dia bisa melihat hantu. Nadine tetap kasihan.Di depan jembatan dia memberhentikan sepeda mininya.“Hai, anak kecil kenapa menangis?” Sapa Nadine. Anak perempuan itu menghentikan tangisannya dan melihat ke arah Nadine. Wajahnya pucat. Kulitnya mengelupas. Banyak luka lebam Nadine miris melihat kondisinya.“Kakak bisa lihat aku?”Anak kecil itu menghampiri Nadine dengan tatapannya yang tajam.“Iya, kenapa kamu dek?”Anak kec
Raymond masih meyakinkan dirinya gadis itu yang dia cari atau bukan karena wajahnya sangat mirip sekali. Raymond putar balik motor sportnya.“Kamu?”Raymond kaget karena Laura memakai sepeda mini. Terakhir kali Laura naik taksi online.Gadis itu cuek sambil mengayuh sepedanya dengan lemas sepertinya dia sakit. Memang terakhir kali Raymond bertemu Laura dia sedang sakit. Raymond berjalan pelan beriringan dengan gadis itu. Yang aneh penampilannya berubah. Laura rambutnya curly sedangkan dia lurus tapi diikat di belakang.“Kamu ini siapa sih? Dari tadi ngikutin aku terus. Aku tidak tahu kamu siapa?”Nadine berhenti dari mengayuh sepedanya dan menatap Raymond sinis.”Mas, mau merampok saya? Saya nggak punya apa-apa. Tolonglah! Jangan menambah fikiran saya.”Nadine masih mengayuh sepedanya.Raymond tetap berjalan mengikuti Nadine. Gadis ini benar sangat mirip dengan Laura.“Laura, please aku tahu kamu marah sama aku. Tapi nggak begini caranya. Kamu harus melupakan aku bahkan, tidak ingat siap
Nadine hari ini tidak masuk sekolah. Ayah sudah membawa surat izin Nadine. Untung hari ini ibunya belum pulang dari Solo. Kata ayah ibunya masih lama disana karena masih ada job catering disana. Tidak ada ibu memang lumayan tidak ada beban bagi Nadine tapi dia juga merindukan sosok ibunya. Berbaring di tempat tidur sambil merilekskan tubuh sangatlah nyaman. Ayah tidak henti-hentinya untuk mengecek kondisi Nadine.“Selamat pagi, putriku.”Sapa ayah sambil membawa nampan berisi susu vanilla dan roti.”Ini ayah bawain kamu makanan biar nanti cepat minum obat dan lekas sembuh.”Ayah meletakkan makanan di meja.“Ayah, ini terlalu berlebihan buat Nadine. Seperti sarapan orang Inggris saja. Nadine senangnya makanan nasi goreng, nasi pecel, gudeg atau soto. Maaf ayah kalau roti tidak kenyang.hehehe.”Nadine mulai menggoda ayahnya.“Iya sudah ayah ambil saja.”Ayah membawa lagi makanannya.“Eits ... Jangan ayah. Nggak papa, kok. Nadine cuma bercanda saja. Iya Nadine akan makan.”Cegah Nadine. Ayah
Suara tepukan tangan menggema di seluruh ruangan besar bergaya arsitektur Belanda. Raymond hari ini bekerja sangat bagus dan mendoakan tender yang besar. Farhan mulai bisa menerima Raymond seutuhnya. Banyak yang memberi selamat kepada Raymond. Pemuda itu sudah membuktikan jika dia bisa. “Selamat Raymond. Aku suka dengan pekerjaanmu.” Farhan senang dan menepuk beberapa kali pundak Raymond. “Terima kasih ayah. Ini juga berkat dukungan dari ayah juga.” Raymond membalas dengan antusias dan puas. Baginya mendapat restu dari ayah Laura sangatlah susah karena adanya perbedaan dan status menjadi penghalang saat Raymond dan Laura bersama. Namun, semuanya sudah usai. Kini kebahagiaan itu sudah ada di depan mata. “Yang jelas kamu harus membuktikan kepada ayah jika kamu bisa. Oke Raymond. Hari ini kamu bisa pulang cepat. Laura ulang tahun, dia menunggu surprise darimu.” Jelas Farhan dan meninggalkan ruang meeting. Perlahan semua orang keluar tinggal dirinya saja yang masih di ruangan. Raymon
Udara pagi kota Jogja sangat sejuk. Hari ini terlihat di jam tangan Laura masih pukul enam pagi. Sejak hujan tadi malam yang mengguyur deras membuat banyak sisa tetesan air hujan menempel di dedaunan. Embun pagi yang menyejukkan kalbu. Bintang tidak tidur di stoller mungkin dia masih menikmati udara di pagi hari. Laura mendorong stoller menuju taman dekat perumahan. Hari ini minggu jadi banyak yang menghabiskan di taman. Laura duduk di dekat air mancur dan melihat Bintang yang ada di depannya. Wajahnya mirip sekali dengan Raymond. “Bintang, kenapa papa kamu tidak menghubungi mama sama sekali? Apakah papa lupa sama kita?” Laura mengambil ponsel dari saku sweater-nya dan mencoba melihat layar ponsel. Raymond sama sekali tidak membalas dan menghubunginya sama sekali. Laura mendengus kesal. Tak sengaja kedua bola matanya menatap seseorang yang sedang berjalan dan mendekati air mancur. Lelaki itu pakai handset seolah sedang menikmati musik. Laura bangkit dan bergegas menghampiri sosok t
Risa membuka pintu dan mendapati Laura ada di depan pintu sambil menggendong Bintang di tambah Laura masih memakai gaun pengantin. Sejenak di menoleh ke kanan dan kiri tidak ada sosok Raymond menemaninya bahkan mobilnya pun tidak ada. Risa bingung apa yang sebenarnya terjadi kepada Laura. Laura memeluk mamanya dan menangis dengan tersedu-sedu. Apakah Raymond telah menyakiti hati Laura padahal ini adalah hari bahagia mereka yang di tunggu-tunggu. “Laura kenapa kamu ada di sini? Bukankah kamu sedang ada bersama dengan Raymond dan hari ini adalah hari bahagiamu?”Bukanya menjawab pernyataan mamanya, Laura justru menangis sejadi-jadinya membuat Bintang yang tadi tidur pulas langsung bangun. “Ah... Mama!” Laura menjerit. Risa jadi bingung dengan apa yang terjadi, dia menggandeng Laura masuk ke dalam dan menyuruh Laura duduk. “Ada apa? Cerita sama mama. Kamu ini belum ganti baju pengantin malah ke rumah ini lagi? Memang kenapa, Laura? Jangan buat mama bingung.” “Mama...!” Lagi-lagi Lau
Setiap perempuan ingin memiliki pernikahan impian setelah semua cita-cita terselesaikan. Lain halnya dengan Laura dan Raymond karena nafsu semata tanpa memikirkan dampaknya mereka harus menikah setelah Laura melahirkan Bintang itu pun dengan pengorbanan yang besar. Kali ini hanya pesta yang sederhana tidak di gedung mewah dengan konsep Princess. Sebenarnya orang tua Laura ingin pernikahan yang mewah tapi Laura menolaknya karena dia merasa malu dengan keadaannya sekarang. “Saya Terima nikah dan kawinnya Laura Lestari Darmawan binti Farhan Darmawan dengan mas kawin tersebut di bayar tunai!” Suara Lantang Raymond saat mengucapkan ijab kabul di depan penghulu. “Bagaimana, saksi? Sah?”“Sah!”“Sah!”Suara riuh dan tepukan menggema di area outdoor taman di sebuah hotel. Laura sekarang resmi menjadi istri Raymond. Tidak ada lagi yang bisa memisahkan mereka. Setelah menandatangani dokumen dan buku nikah mereka tak lupa mengabadikan lewat foto. Risa yang sedang menggendong Bintang tak luput
Hari ini Laura merasa bahagia sekali. Inilah kado yang diberikan Tuhan bahwa dia dan Raymond akan bersatu kembali. Bintang tidak lagi takut kehilangan ayahnya. Laura menggendong Bintang. Bayi yang dia lahirkan sangat tampan persis sekali dengan Raymond. Melihat Raymond tadi bahagia, Laura juga ikut bahagia. Risa masih sibuk dengan membaca majalah Femina seolah tidak menggubris Laura. Laura tahu jika ini adalah hal terberat sebagai orang tua harus menerima kenyataan jika anaknya hamil diuar nikah. “Ma, Laura berterima kasih karena Mama mau menerima Raymond menjadi menantu Mama. Laura...”“Tidak usah berterima kasih secara berlebihan.” Mama memotong pembicaraan sambil sibuk membaca majalah yang ada di tangannya. Sebenarnya dia hanya ingin melupakan kekecewaannya melalui bacaan. Hatinya sangat teriris melihat masa depan Laura, putri satu-satunya yang dia miliki saat ini. Seharusnya Laura yang menggantikan Launa. Namun, Risa mencoba menerima kenyataan yang ada. “Mama, melakukan ini demi
Risa membantu membereskan perlengkapan Laura. Hari ini dia bisa pulang tapi nyeri jahitan bekas persalinan masih terasa. Melahirkan baginya adalah hal yang sangat luar biasa. Sungguh pengalaman yang tidak bisa lupakan seumur hidup saat melahirkan Bintang di tambah Raymond yang setia menunggunya selama proses persalinan. Laura masih menunggu Raymond kembali tapi mungkin akan sia-sia karena lelaki yang di cintai sudah fokus kepada kuliahnya. “Mama dan Papa akan mengurus semua kepindahan kamu ke London sambil menunggu Raymond lulus dan membuktikan bahwa dia bisa menjadi orang sukses.” Risa menjelaskan sambil menutup koper miliknya. Dalam hati Risa setidaknya Raymond punya masa depan yang cerah. Masa depan Laura sudah hilang harapan. Anak satu-satunya yang bisa diharapkan sudah pupus. Laura sontak kaget dengan apa yang di katakan mamanya. Pindah ke London? Itu berarti dia harus berpisah lagi dengan Raymond. “Kenapa bisa begitu, Ma? Mama tidak bisa mengatur kehidupan ku lagi? Aku ingin
Kematian Jesisca banyak mengundang misteri bagi orang terutama polisi. Seorang Office Boy menemukan Jesisca meninggal gantung diri di toilet. Kematiannya membuat gempar rumah sakit jiwa. Raymond yang mendapat telefon dari rumah sakit langsung bergegas ke sana. Orang tua Jesisca sudah tidak menggagap dirinya kembali. Rasa malu sudah menyelimuti keluarga Jesisca. Polisi membawa kantong jenazah untuk di visum. Hati Raymod hancur saat kehilangan sepupunya. Ada tanda tanya dalam pikirannya, apa yang menyebabkan Jesisca bunuh diri? Apa karena dirinya di anggap gila. Cuit sekali nyali Jesisca. Tiga jam di kantor polisi dan di interogasi membuat Raymond lelah dan kepalanya sedikit pusing. Tadi di sana dia sempat bertemu dengan Ardian, Zizi dan Alenta. Mereka juga di interogasi. Sepertinya kematian Jesisca karena dia merasa tidak kuat menjalani hidup dan jalan ninjanya adalah mengakhiri hidupnya. Suasana Cafe dekat Malioboro cukup ramai. Ingin dia menyanyi dan meluapkan semuanya tapi mood-n
Suasana taman lumayan ramai dengan banyak orang lalu lalang di tengah, pinggir bahkan sudut taman sekalipun. Ada yang berteriak, senyum-senyum sendiri dalam khayalan di dalam pikiran seolah dunia milik dia sendiri. Perawat baju dinas putih tidak luput dari sasaran jika ada amukan dari salah satu pasien. Di mana lagi kalau bukan di rumah sakit jiwa. Jessica masih duduk termangu tanpa mempedulikan keadaan di sekitarnya. Yang dia ingin bisa bebas dari tempat yang membuatnya hampir frustrasi gara-gara hantu Aurel. Keluarganya menganggap dia gila bahkan di penjara dia juga di anggap gila. Jessica merasa hampir gila dengan hantu sialan tersebut apalagi jika malam hari Jessica selalu diteror hantu tersebut. Seandainya malam itu dia tidak bersama Launa pasti semua tidak akan terjadi seperti ini. Baginya ini adalah hal gila yang tidak bisa terlupakan. “Jesisca.” Panggilan dari dirinya membuyarkan lamunannya. Gadis itu menoleh ke arah samping takut jika hantu Aurel berubah menjadi sosok lain.
Raymond tidak henti-hentinya menatap Laura yang sedang menyuapi dirinya. Hari ini dia harus makan bubur halus dulu karena lambungnya belum siap menerima makanan kasar. Beberapa hari ini dia memang tidak teratur makan karena memikirkan bagaimana bisa menemukan Laura dan menikahinya di tambah dia akan segera melahirkan hasil buah cintanya. “Laura.” Raymond memegang pergelangan Laura. Laura meletakkan makanannya di nakas. Kedua mata Raymond memandangnya dengan sendu. “Maafkan aku atas apa yang aku lakukan dulu. Gara-gara aku kamu jadi tidak melanjutkan sekolah dan hanya mengenyam pendidikan home schooling sedangkan aku masih bisa melanjutkan kuliahku. Lelaki macam apa aku.” Raymond tertunduk malu. Melihat apa yang Raymond katakan Laura merasa tersentuh. Awalnya dia mengira Raymond akan menikahi perempuan lain ternyata dia adalah adiknya sendiri. Laura memandang perutnya sekilas. Anak ini butuh orang tua bukan menjadikan sebagai status adiknya. Ibu mana yang tidak sedih melihat kenyataa