Beranda / Horor / Setelah 17 Tahun / PENCULIKAN LAUNA

Share

PENCULIKAN LAUNA

Matahahari terbit di ufuk timur. Cuaca Yogyakarta sangat cerah secerah hati Risa saat ini karena melahirkan anak kembar. Risa menyusui kedua bayinya. Dilihat bayinya sangat cantik sekali putih dan bersih. Memang selama hamil Risa tak lupa membaca Alquran surat Maryam. Konon katanya jika membayar surat Maryam anak yang dilahirkan akan putih dan cantik. Risa mengelus pipi kedua bayinya.

“Anak mama cantik sekali!”Risa memandang kedua buah hati kembarnya itu.

Bibi Sri datang dengan membawa buah-buahan. Melihat majikannya bahagia Sri juga ikut merasakan kebahagiaan yang luar biasa.

“Masyallah kedua bayi nyonya sangat cantik sekali!kalau boleh tahu akan diberi nama siapa nya?”Bibi Sri melihat kedua bayi kembar Risa memang sangat cantik dan putih serta memiliki mata bulat yang indah.

“Saya akan memberikan kedua bayi kembar saya ini dengan nama Laura dan Launa, BI Sri. Untuk Laura artinya adalah mahkota dan Launa adalah dahan surga. Semoga kedua anakku ini kelak akan saling melengkapi satu sama lain.”Risa mencium kening satu persatu bayi kembarnya.

“Cantik sekali namanya nya. Oh iya tuan Farhan tadi buru-buru ke kantor karena ada meeting mendadak. Saya baru saja dihubungi nya karena tuan Farhan tidak mau mengganggu nyonya Risa.”Bibi Risa mengupas buah apel untuk Risa. Bibi Sri sudah menganggap Risa anaknya sendiri. Sebelum bekerja di rumah Risa. Bibi Sri adalah gelandangan yang pernah menolong Risa saat dijambret. Sri sangat berhutang budi kepada Risa karena telah memberikan tempat tinggal untuknya. Kedua anaknya dan suaminya meninggal saat kecelakaan bus.

“Terima kasih, Bu Informasinya. Bibi tahu lolipop?”

“Tidak tahu nya. Memang kenapa dengan lolipop nya?”

“Kedua bayiku ini bagaikan lolipop yang berwarna warni. Mungkin bibi Sri akan bertanya-tanya apakah arti sebuah lolipop untuk mengapresiasi kan sebuah ungkapan rasa cinta. Mungkin semua orang bertanya-tanya, apakan arti sebuah lolipop untuk mengapresiasi kan sebuah ungkapan rasa cinta. Lolipop merupakan benda yang sering dipakai untuk memberikan sesuatu kepada orang yang kita cintai sebagai pengganti dari sebuah bunga mawar, Mawar dan Lolipop merupakan benda yang memiliki makna yang sama yang sering diberikan kepada seseorang sekali lagi untuk mengungkapkan rasa cinta mereka, tetapi sebenarnya sebuah Lolipop lebih berkesan untuk menggambarkan sebuah perasaan, karena kesan yang akan lebih berbeda dari bunga mawar. Karena lolipop something yang sederhana dan bisa untuk mengungkapkan sebuah perasaan cinta.”

“Indah sekali maknanya nya. Lihatlah Launa dan Laura tersennyum. Memang bayi yang sangat lucu sekali. Ini nya saya kupaskan apel. Buah kesukaan nyonya Risa.”

“Terima kasih, bi Sri, tapi nanti saja bi selesai menyusui mereka berdua.”

Weni jongkok di depan makam bayinya Nadine. Tangannya memegang nisan Nadine, dia tidak menyangka akan kehilangan putri semata wayangnya. Hatinya terluka karena ini semua perbuatan Risa. Jika dia memberikan waktu sedikit baginya untuk meminjamkan uangnya maka dia tidak kehilangan Nadine. Air matanya jatuh membasahi pipinya. Hancur sudah harapannya untuk memiliki anak. Kata dokter Weni memang divonis sulit mempunyai anak karena ada miom tetapi karena kehendak Tuhan akhirnya Weni dikaruniai anak.

“Sayang maafkan ibu iya. Ibu tidak bisa menjagamu dengan baik. Maafkan ... ibu. Andai waktu itu ada waktu pasti kamu masih hidup, nak. Ibu sayang menyayangkan hal ini.”Weni tertunduk di batu nisan bayi Nadine.”Untung saja aku selesai jual rumah dan menempati rumah baruku. Cuma tinggal barang tidak begitu banyak aku pindahkan. Jadi aku akan melancarkan aksiku nanti malam.”Weni mengusap air matanya yang basah di pipi. Dia mengepalkan kedua tangannya. Rasa benci dan balas dendamnya terhadap keluarga Risa. Weni beranjak dan pulang ke rumah.

Rumah Weni...

Banyak tamu yang datang untuk melayat. Rasa simpati di perkampungannya sangat kental.

“Wen, kamu benar mau pindah? Cepat sekali baru saja kamu kehilangan bayimu.”Tanya Bu RT.

Weni hanya bisa senyum sinis.”Saya hanya ingin mencari suasana baru karena kalau saya disini lama-lama saya akan teringat dengan bayiku.”Weni menangis.

“Sabar iya, Wen. Semua pasti ada hikmanya.”Bu RT mencoba menenangkan Weni sambil mengelus pundaknya.

Setelah semua selesai Weni langsung pindah ke rumah barunya yang cukup lumayan besar dibandingkan rumah sebelumnya. Pembelinya adalah temannya sendiri. Weni menutup pintu rapat – rapat dan mengehempaskan tubuhnya di kursi kulit. Matanya lumayan bengkak karena banyak menangis. Kini saatnya dia bangkit. Weni melempar vas bunga plastik.

“Dasar ibu-ibu bermuka dua. Mereka bilang yang kuat, seharusnya kamu pinjam uang saya dan bla bla... Kalian fikir aku bodoh. Aku bahkan mengemis didepan kalian malah kalian acuh. Aku benci mereka. Aku benci semuanya. Saatnya malam ini aku akan membalas dendamku kepada Risa. Kamu tuntaskan kebahagiaanmu itu karena malam ini aku akan mengambil hal yang berharga dari dirimu. Lihatlah Risa kamu akan menanggung semua apa yang aku rasakan.”Weni melotot. Rasa dendam dan bencinya makin menjadi-jadi.

Bibi Sri menyiapkan wedang kopi untuk pak Deden. Hari ini Risa menyuruh bibi Sri pulang saja ke rumah karena harus mengurus rumah. Risa sudah bisa jalan-jalan karena bekas luka operasi sudah tidak begitu sakit. Bibi Sri mengaduk-aduk kopi sambil melamun. Deden melihat Sri seperti itu heran. Dilipatnya koran yang baru saja dia baca.

“Sri, kopiku nanti hambar loh kamu aduk terus!”Deden mencoba membuyarkan lamunannya. ”Yu Sri!”Deden memanggil lagi.

“Iya Den. Kenapa to kamu teriak-teriak seperti itu?majikan tidak ada, kamu seenaknya sendiri!” Sri kesal dengan sikap Deden sambil mengaduk kopinya lagi.

“Lah sampeyan iku dipanggil nggak jawab yu Sri. Hem..”Deden greget dengan Sri.

“Yang bener kamu manggil aku.”

“Sak karepmu, Sri. Lihatlah iku kopiku jadi nggak enak kebanyakan kamu aduk.” Deden melihat Sri yang masih mengaduk-aduk kopi.

“Loh!, maafkan aku Den.” Sri dari tadi terus mengaduk kopinya.

“Kamu ini mikirin apa to Yu Sri? Kopinya aku nggak mau minum. Kamu minum saja.”

“Ealah kamu ini loh sudah dibikinin kopi malah nggak mau minum.”Sri agak jengkel.

“Maaf Yu Sri. Kopimu sudah hambar rasanya sering kamu aduk terus. Mikirin apa kamu ini Yu Sri?”Deden kembali penasaran.

“Kamu tahu kemarin Den, si Weni minta-minta uang dan waktu itu aku bertemu dia di rumah sakit di UGD aku rasa anaknya sedang sakit. Aku jadi kepikiran Weni.”

“Lah kenapa to masih mikirin si Weni tukang curi, dia itu loh memang tidak ada rasa malu. Sudah mencuri minta uang lagi untung saja Bu Risa tidak mempenjarakan dia. Aku sangat kesal sekali dengan tingkah lakunya itu.”

“Tapi kasihan juga to si Weni.”

“Sudahlah yu Sri, kenapa kamu jadi mikirin dia. Orang seperti dia tidak usah difikirin. Kamu tahu yu Sri anakku dengan anak Bu Risa lahirnya sama loh.”

“Anak yang mana to Den?”Sri lupa-lupa ingat.

“Ya Allah Sri anakku laki yang ganteng itu loh namanya Raymond cuma beda dua tahun saja.” Deden merasa senang.

“Namanya itu loh Den nggak kuat.”

“Hahaha anakku ganteng loh!”

“Iya yang ganteng. Sudah aku mau ke belakang dulu!” Sri langsung pergi meninggalkan Deden.

Saat menjemur pakaian. Sri masih kepikiran tentang Weni. Sebenarnya ada yang tidak beres dengannya. Mulai dari dia minta uang sampai bertemu di rumah sakit. Sepertinya anaknya sedang sakit.

“Kasihan si Weni keadaannya sangat memprihatinkan. Weni...Weni coba dulu kamu tidak mencuri uang nyonya Risa pasti kehidupanmu tidak seperti ini. Aku kasihan sekali denganmu.” Sri mengoceh sendiri sambil menjemur pakaian.

Sri mengingat kejadian satu tahun yang lalu Weni tertangkap basah mencuri uang Risa satu koper beruntung ketahuan pak Farhan. Risa memang keterlaluan. Keluarga pak Farhan sangat baik sampai tidak hati untuk membawanya ke polisi.

***

Suara tangisan bayi menggema di kamar. Risa masih dirawat di rumah sakit untuk pemulihan. Besuk kata dokter Risa bisa pulang. Risa segera menyusul kedua bayi kembarnya kanan dan kiri. Ternyata punya bayi kembar memang butuh tenaga. Suara ketokan pintu terdengar. Dan terlihat suaminya datang. Sepertinya dia baru saja pulang dari kantor. Senyumnya mengembang di wajahnya. Risa sangat bersemangat melihat suaminya datang.

“Selamat sore, istriku.”Farhan mencium kening Risa.

“Selamat sore juga suamiku.”Risa tersenyum.

“Mereka menyusui lahap sekali!”Farhan melihat Launa dan Laura lahap sekali.

“Iya sayang. Biarlah yang penting mereka sehat. Bagaimana dengan kerajaanmu tadi?apakah lancar?”

“Lancar sayang. Cuma tadi ada hambatan dari klien, tetapi semua sudah beres.”

“Syukurlah sayang. Malam ini kamu menginap disini iya! Bibi Sri aku suruh tidur di rumah saja. Kasihan dia bolak baik rumah sakit.”

“Iya sayang. Lagipula aku juga ingin menemanimu. Masa selama kamu lahiran kalau malam aku tidak menemanimu sayang.”

“Terima kasih suamiku. Kebahagiaanku memang sudah lengkap. Apalagi ada dua bidadari kembarku.”.Risa mencium kening bayi Launa dan Laura.

***

Weni sudah bersiap-siap untuk melancarkan aksinya malam ini, dia sangat senang sekali malam ini karena dia membalas dendamnya. Weni harus melancarkan aksinya. Aksinya ini memang berbahaya. Sebisa mungkin dia harus melakukannya, dia akan melakukan setelah pemakaman Nadine selesai dan sekalian menjual rumah dan mencari rumah baru. Tetangga barunya belum tahu tentang masa lalunya.

“Hari ini aku akan membalas dendamku kepadamu Risa. Anakmu akan aku ambil sebagai ganti Nadine yang sudah meninggal. Kamu harus membayar semua apa yang aku rasakan.”Weni mengepalkan kedua tangannya sebagai wujud rasa bencinya.

Ponsel berdering. Suaminya Dendi pasti menelepon dan ingin tahu kabar tentang Nadine, dia tidak boleh tahu kalau anak kandungnya sudah meninggal. Weni mematikan ponselnya dan bersiap untuk ke rumah sakit. Dilihatnya jam menunjukkan pukul sebelas malam pasti Risa sudah tertidur. Topi hitam, masker hitam dan jaket hitam serta celana jeans pendek berbalut pada tubuhnya. Dia bergegas keluar dan mencari ojek. Dan ternyata ada.

“Bang, antar saya ke rumah sakit Permata Bunda.”

“Malam-malam begini mau ngapain jeng. Sudah malam mau ini nyali?” Tanya bapak ojek penasaran sambil memberikan helm kepada Weni.

“Saya mau menjenguk teman saya yang sakit.”Weni memakai helm dan membenarkan posisi helmnya.

“Uji nyali iya, jeng.”

“Uji nyali bagaimana. Sudahlah bang jangan banyak omong. Cepat antar saya ke rumah sakit. Keburu malam.”Weni menepuk pundak Abang ojek.

“Iya elah jeng ini memang sudah malam. Memang ini pagi?”

“Udah deh bang. Aduh! Dapat ojek cerewet sekali! Sudah antar aku cepat!”Weni semakin kesal dengan tingkah abang ojek ini. Dia naik di sepeda motor. Dan Abang ojek menyalakan motornya tapi tidak mau nyala juga berkali – kali dia hidupkan tetapi masih tidak mau nyala.

“Hehe jeng...”Abang ojek meringis

“Kenapa? Mogok?” Weni semakin bad mood dengan Abang ojek. ”Ini bagaimana motornya bisa nggak nyala! Aduh!” Weni turun dari sepeda motornya dengan perasaan sangat kesal sekali. Dia melihat jam tangannya masih pukul setengah dua belas malam. Jika dia tidak segera bergegas nanti rencananya akan gagal.

“Sebentar iya jeng.”Abang ojek mengontel sepeda motornya tetapi masih saja tidak bisa dan baru tujuh kali baru bisa.”Akhirnya bisa jeng.”Abang ojek senang sekali.

“Iya udah bang nanti ngebut tidak pakai lama.”

“Siap jeng.”

***

Risa melihat kedua bayinya tertidur pulas. Karena bayi Laura dan Launa sudah minum asi. Risa melihat suaminya Farhan tertidur pulas. Mungkin dia kelelahan.

“Akhirnya mereka tertidur juga. Mama juga mengantuk sayang. Kalian jangan rewel iya. Besuk kalian akan melihat kamar baru kalian. Mama tidak sabar untuk pulang. Good night anak mama.” Risa mencium kening Laura dan Launa. Dan langsung menuju ke ranjang dan manarik selimut. Kedua matanya memang sudah sangat mengantuk berat. Perlahan kedua matanya tertutup.

Setengah jam sudah perjalanan Weni menuju rumah sakit. Weni turun dari sepeda motor dan menamat-namati keadaan sekitar rumah sakit memang sepi karena jam malam.

“Jeng, yakin mau malam malam jenguk keluarganya?”.Tanya Abang ojek sambil meletakkan helm di depan.

“Bang, bisa nggak sampeyan iku diam. Heran aku. Memang rumah sakit ini berhantu. Khan ada orangnya. Berapa ongkosnya?” Weni kesal dan mengambil dompet dalam jaket hitamnya.

“Tiga puluh ribu jeng.”

“Ih mahal amat bang. Ini Jogja bukan Jakarta. Kasih harga itu yang sesuai jangan seenakmu sendiri.”

“Jeng, ini sesuai dengan kondisi. Kalau malam tambah mahal.”

“Ah ... Nggak nggak ini aku kasih dua puluh ribu.” Weni menyerahkan uang kepada Abang ojek secara paksa.

“Kurang to jeng. Sepuluh ribunya mana?”

“Nggak.”Weni langsung meninggalkan Abang ojek yang bengong. Sebenarnya jika Abang ojek ini tidak cerewet maka Weni menggunakan jasanya kembali.

“Oalah nasib-nasib.”Abang ojek menggerutu dan melanjutkan sepeda motornya.

Weni berjalan menuju kedalam rumah sakit. Lorong lorong terlihat sepi. Ini akan menambah lancar aksinya untuk menculik bayi Risa. Weni ingat jika kamar Risa di lantai tiga kamar Anggrek. Kemarin saat Nadine masih di UGD Weni menyempatkan bertanya kepada customer dimana kamar Risa. Sepanjang jalan di lorong rumah sakit Weni melihat situasi. Kamar anggrek 3A sudah didepan mata. Weni membuka pintu perlahan.

“Hah ada pak Farhan lagi.”Batin Weni, dia takut jika ketahuan Farhan tapi dilihatnya Farhan dan Risa tertidur dengan nyenyak. Langkahnya dia ayun dengan hati hati. Kedua matanya menangkap box bayi berisi dua bayi kembar perempuan. Weni menghampirinya.

“Ya Tuhan cantik sekali kedua bayi ini.” Batin Weni, dia langsung mengambil salah satu bayi dan menggendongnya. Dia berusaha agar bayi yang dia gendong tidak menangis. Weni melangkah dengan mengendap-endap dan membuka pintu. Akhirnya dia bisa lolos mengambil bayi Risa.

Jam 04.00

Risa perlahan membuka matanya. Kedua matanya sedikit mengantuk tetapi waktunya untuk menyusui bayi Laura dan Launa. Perlahan dia beranjak dari tempat tidurnya dan menghampiri box bayi. Tetapi betapa terkejutnya dia bayi Launa tidak ada di box

“PAPA ...PAPA ...PAPA...!" Risa menjerit. Farhan perlahan membuka matanya dan mengahmpiri istrinya.

“Ada apa ma? Kenapa kamu berteriak seperti itu?”

“Pa anak kita Launa tidak ada.”.Risa sangat khawatir sambil menangis.

“Yang benar, ma!”Farhan memastikan di box bayi ternyata benar bayi Launa tidak ada di tempat. Farhan langsung memencet bel untuk memanggil perawat.

“Selamat pagi bisa dibantu ibu Risa.”Perawat perempuan datang.

“Suster, anak saya hilang.”Risa menangis sesegukan.

“Bagaimana bisa ibu?kejadiannya kapan?”

“Saya tidak tahu sus. Tapi malam tadi bayi saya masih ada. Apakah ada cctv suster?”

“Mohon maaf bapak cctv kita sedang rusak.”

“Lalu bagaimana suster? Rumah sakit macam apa ini CCTV sedang rusak. Bagaimana dengan nasib anak saya yang diculik.”Farhan emosi.

“Salah satu jalan adalah kita lapor ke polisi.”

“Launa anakku.” Risa langsung pingsan. Farhan langsung membopongnya ke ranjang. Dia juga sangat sedih apa yang sedang dia rasakan. Launa hilang. Bayi kembar yang dia idam-idamkan telah hilang diculik.

Weni langsung masuk kerumah setelah menculik bayi Launa. Dia sangat senang sekali. Sesekali dia bernyanyi riang. Akhirnya dendamnya sudah terwujud. Bayi Risa sudah dalam gendongannya.

“Akhirnya aku bisa tidur nyenyak. Risa kamu akan merasakan apa yang aku rasakan tentang kehilangan. Kita bagi dua anak. Kamu dengan bayimu satu aku dengan bayi ini. Mas Dendi tidak akan memarahiku atas meninggalnya Nadine. Kau sangat cantik sekali sayang.”Weni melihat bayi Risa yang putih,bersih dan cantik. Dia akan memberikan ASInya ke bayi itu.”Tapi aku akan berjanji jika dia sudah besar aku akan memperlakukan dia sebagai pembantu dan aku akan membuat dia menderita. Itu janjiku. Aku akan memberikan nama bayi ini Nadine.”Weni mencium kening bayi yang dia gendong. Perjalanan kedua bayi ini dimulai saat ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status