TANTANGAN BUDE ASIH!
"Rasanya kau terlalu mengada-ngada di sini! Sadarlah! Anak itu adalah anak haram, bukan anaknya tapi perbuatan kalian yang menghasilkan anak itu ku sebut haram. Aku tidak menyalahkan anaknya, anak itu suci dan tak ada yang namanya anak haram! Perilaku kalian yang menyebabkan anak itu terlahir menjadi haram. Lalu sekarang kau datang ke sini seolah-olah menjadi korban? Dengan alasan mencarikan akta untuk anakmu? Ck! Hahaha, apakah kau tak pernah berpikir sebelum bertindak, Gendhis cantik? Apakah kau tak punyaku otak? Katanya kau pandai, tapi kenapa kau tak punya pikiran?" sindir Bude Asih. Gendhis langsung terdiam. Rio memegang tangan Gendhis, sungguh melihat wajah wanita itu sedih membuat Rio sakit hati juga."Baby," panggil Rio lagi."BEBA BEBI! BABI? Kamu memanggil begitu di depanku Rio? Lancang kau!" tegur Bude Asih."Hey ingat istrimu di rumah mertuamu masih basah jahitan secarnya. Kau amnesia memiliki anak perempuan juga? Aku tak mePAMIT! Gendis bergetar, bukan karena takut namun dia lebih pada tersentuh mendengar semua ucapan Bude Asih. Ucapan marah seorang Istri dan sayang seorang Ibu bercampur menjadi satu. Suhadi pun memasukkan semua perhiasan itu dalam dompet emas."Nduk, sudah tak usah di pikirkan semua ucapan Asih. Dia memang begitu, ambillah ini," perintah Suhadi. Gendhis hanya tersenyum kecut mendengar ucapan Suhadi. Saat lelaki itu memberikan dompet emas itu bersama semua perhiasannya Gendhis menolak. Dia mengambil cincin batu safir biru dan memakainya di jari manis. Nampak cantik sekali, Gendhis jatuh cinta saat pertama kali melihatnya."Aku mengambil cincin ini saja, Pak. Yang lain Bapak simpan saja," tolak Gendhis."Jangan begitu, Nduk. Ini wasiat almarhum Ibu nya, Rio. Ambillah, rejeki jangan di tolak, toh ini bukan untukmu tapi untuk anakmu, cucuku! Ambil lah semua karena ini pesan almarhum, tolong hargai, Nduk. Kalau memang kau tak ingin jual, simpan saja. Barangkali suatu saat kau butuh untuk
KALUT!"Bapak ini kan orang bodoh, tapi yang jelas Bapak suka dengan wanita yang bisa menghargai orang yang lebih tua. Tak usahlah memberi uang atau apapun, sopan santun, adab, dan unggah ungguh itu perlu. Lihatlah Gendis ke sini pun tidak dengan tangan kosong, dia membawa oleh-oleh untuk Bapak. Jangan memandang harganya tapi itu bentuk ketulusannya. Mungkin harga dan uang yang tak seberapa, bahkan Bapak bisa membelinya, namun rasanya berbeda saja jika diberi dari orang yang kita sayangi," kata Suhadi sambil meninggalkan Rio.Rio pun terdiam, dia membenarkan ucapan Bapaknya. Terkadang Sifa ini memang kelewat batas. Dia terlalu diam dan tak mau bergaul dengan mertuanya sendiri. Bahkan bisa dikatakan jarang sekali mengobrol dengan tak mau untuk salaman, berbeda dengan Gendis yang bisa membawa diri di lingkungan manapun.Rio mengusap wajahnya dengan kasar. Hari ini dia sudah berjanji kepada Sifa istrinya untuk ke sana karena susu anaknya dan beberapa keperluan Sifa dan Farhat di rumah
TAK MAU TINGGAL DENGAN MERTUA"Mas," panggil Sifa."Ah ya? Ada apa?" tanya Rio."Kenapa kau sedari tadi diam saja? Sepertinya kau banyak pikiran. Memang ada apa? Apa ada masalah?" sahut Sifa.Rio memandang wajah istrinya sebentar lalu kembali fokus menyetir dan menghela nafas panjang. Sekelebat bayangan muncul dan datang juga, dia berpikir bagaimana kalau mengatakan kepada Sifa sekarang? Bagaimana efek kedepannya? Tentulah akan semakin memperparah hubungannya dengan Farhat. Apalagi sekarang Farhat seperti tidak mencintainya lagi.Sebagai Bapak Rio sangat merasa sekali perbedaan sikap sayang, perhatian, dan cinta anaknya pada dirinya itu terasa menonjol sekali. Padahal dulu Farhat sangat dekat dengannya, dia sebenarnya merasakan perubahan itu. Tapi dia juga tak bisa berbuat apa- apa jika memang dia berencana untuk mengatakan semua jujur kepada Sifa perihal Gendis dan Kai, tentu hubungannya akan memburuk lagi. Tak hanya itu Rio juga sedang memikirkan p
NAMANYA GENDHIS!Rio melajukan mobil sampai ke rumah. Mereka terlihat Farhat sedang berlarian di depan rumah bersama Mulki. Mereka pun segera turun. "Bantu Mbak, Dek. Bantu untuk menurunkan belanja," perintah Sifa. "Anak Sholeh, salim Abi dulu," perintahnya."Farhat," panggil Rio.Farhat hanya menghampiri Rio tanpa senyuman, tanpa pelukan, atau dengan ekspresi bahagia, wajah dan sikapnya datar saja. Dia menyalami Abinya lalu memilih membantu pamannya untuk menurunkan barang bawaan belanjaannya."Farhat, Abi tadi membelikanmu banyak makanan dengan kesukaanmu, Nak," kata Rio. Farhat hanya menganggukkaan kepala."Terima kasih, Bi," kata Farhat.Mereka pun bergotong-royong membawa semua belanjaan. Humaira terlihat anteng di dalam ayunannya. "Sudah kau beri susu, Dek?" tanya Sifa."Sudah tadi sudah minum susu, Mbak. Baru saja setelah memberi susu, sudah aku gendong juga, sudah aku sendawakan," terang Mulki."Wah kau sudah pantas ini
SEPERTI FOTO BULAN MADU! Rio berharap ini adalah awal hubungannya dengan adik iparnya itu membaik. Sedangkan Mulki sibuk mengamati perubahan mimik dan sikap apa nanti yang akan kakak Iparnya itu tunjukkan. Dia mencoba mnggodanya."Benarkah?" tanya Mulki antusias kali ini."Iya dong. Jika itu untuk adik iparku, apa yang tidak aku lakukan," goda Rio."Ah, sayang sekali aku tak mempunyai fotonya. Tapi namanya adalah Gendis," jawab Mulki."Gendhis?" sahut Rio."Ya, Gendhis Astari Wijaya. Apakah kau mengenalnya, Mas?" tanya Mulki. Rio langsung terdiam sepersekian detik, seperti merasa terhipnotis. Dia memandang Mulki dengan tatapan yang sangat susah diartikan. Apa sebenarnya yang di inginkan oleh adik iparnya ini. Apakah dia sedang menyindirnya, atau dia benar -benar sedang mengejeknya. Seingatnya Rio tidak pernah memberitahu siapa Gendis, sedangkan Sifa juga tak mungkin dengan details menceritakan aib keluarganya. Jelas sekali mulai dari nama nya
TENTANG ANAK LELAKI!"Mulki mungkin ini akan terasa sulit kau terima. Mungkin ini terdengar aneh juga, namun memang ini kenyataannya," ucap Rio."Apa maksudmu, Mas?" tanya Mulki."Aku dan Gendhis memiliki ikatan yang tak dimiliki oleh orang lain meskipun kami belum menikah," jelas Rio."Hah? Apa maksudmu, Mas? Jangan- jangan anak lelaki itu..." kata Mulki menggantung.Di pikiran Mulki sekarang langsung tertuju pada anak lelaki yang beberapa kali di temuinya. Dia menggelengkan kepalanya mencoba menepis semua dugaan buruk itu. Dia tak mau berpikir sejauh itu."Ya, benar. Kalau mungkin kau pernah melihat Gendhis berjalan dengan seorang anak lelaki maka dia adalah anakku," sambung Rio."Hahaha. Kau bercanda kan? Bajingan memang kau, Rio!" umpat Mulki.Mulki langsung mengusap wajahnya dengan kasar. Lelaki itu benar- benar tak pernah berpikir sejauh itu, bahkan tak menyangka jika mereka berdua sudah bertingkah sejauh ini. Memang Mulki sudah menduga h
KEDATANGAN BUDE ASIH!"Lalu kau anggap apa kedua keponakanku itu? Hah? Bangsat kau ya!" teriak Mulki."Mulki!" teriak Sifa yang buru-buru keluar karena mendengar suara bentakan adiknya.Mulki langsung tersadar dari emosinya yang sedari tadi menggebu- gebu. Dia langsung istigfar berkali- kali. Mengusap wajahnya dengan kasar dan menengok ke arah kakak kandungnya."Dek," panggil Sifa."Dalem, Mbak," sahutnya."Kau baik- baik saja? Di mana Mas Rio?" tanya Sifa sambil menengok ke arahnya.Sifa cukup lega melihat adik kandungnya baik- baik saja Sedangkan suaminya menunduk sambil memainkan HP nya. Dia snagat takut jika Rio dan Mulki berada bersama dalam waktu yang lama. Dia takut terjadi apa-apa dengan suami dan adiknya itu karena hubungan keduanya belum lah baik sepenuhnya. "Ada apa memangnya, Mbak?" tanya Mulki."Ah tidak. Mbak tadi sepertinya mendengar kamu mulai meninggikan suaramu. Mbak langsung takut kalian bertengkar," jawab Sifa."Meninggikan suara apa to, Mbak? Wong aku tidak nga
MENCARI CARA MENGUSIR MULKI!"Sudahlah tak usah terlalu kau pikirkan. Pakai menangis segala, aku sudah menduga kalau kau tak akan membuatkan selamatan untuk cucuku. Bagaimanapun juga dia itu juga termasuk cucu ku sekarang. Mbakyu ku sudah meninggal pasti tak akan ada yang perhatian dengannya," jawab Bude Asih sok tegar."Ibumu kan sok suci sekali dengan bapakmu itu! Wes ini tak buatkan begini saja, maaf ya kalau tak mewah. Nah kita makan sama-sama," ajak Bude Asih.Sifa memberikan kode ke Mulki lagi untuk tidak menyanggahnya. Untung saja Mulki paham. Memang terkadang diam dan mengalah dengan orang yang lebih tua agar tak terjadi masalah dan memperpanjangnya."Hey Mulki, kau kan keturunannya si Furqon. Anak kandungnya kan?" tanya Bude Asih."Iya lah Bude. Anak lelaki satu- satunya, Bude. Wong Kakak dan adikku perempuan," jawab Mulki."Nah bagus itu, kau kan keturunan asli dan anaknya, sekarang kau doakan dan kau ujubkan makanan kita ini lalu makan sama- sama. Pasti enak," perintah Bud