SEPERTI FOTO BULAN MADU!
Rio berharap ini adalah awal hubungannya dengan adik iparnya itu membaik. Sedangkan Mulki sibuk mengamati perubahan mimik dan sikap apa nanti yang akan kakak Iparnya itu tunjukkan. Dia mencoba mnggodanya."Benarkah?" tanya Mulki antusias kali ini."Iya dong. Jika itu untuk adik iparku, apa yang tidak aku lakukan," goda Rio."Ah, sayang sekali aku tak mempunyai fotonya. Tapi namanya adalah Gendis," jawab Mulki."Gendhis?" sahut Rio."Ya, Gendhis Astari Wijaya. Apakah kau mengenalnya, Mas?" tanya Mulki. Rio langsung terdiam sepersekian detik, seperti merasa terhipnotis. Dia memandang Mulki dengan tatapan yang sangat susah diartikan. Apa sebenarnya yang di inginkan oleh adik iparnya ini. Apakah dia sedang menyindirnya, atau dia benar -benar sedang mengejeknya. Seingatnya Rio tidak pernah memberitahu siapa Gendis, sedangkan Sifa juga tak mungkin dengan details menceritakan aib keluarganya. Jelas sekali mulai dari nama nyaTENTANG ANAK LELAKI!"Mulki mungkin ini akan terasa sulit kau terima. Mungkin ini terdengar aneh juga, namun memang ini kenyataannya," ucap Rio."Apa maksudmu, Mas?" tanya Mulki."Aku dan Gendhis memiliki ikatan yang tak dimiliki oleh orang lain meskipun kami belum menikah," jelas Rio."Hah? Apa maksudmu, Mas? Jangan- jangan anak lelaki itu..." kata Mulki menggantung.Di pikiran Mulki sekarang langsung tertuju pada anak lelaki yang beberapa kali di temuinya. Dia menggelengkan kepalanya mencoba menepis semua dugaan buruk itu. Dia tak mau berpikir sejauh itu."Ya, benar. Kalau mungkin kau pernah melihat Gendhis berjalan dengan seorang anak lelaki maka dia adalah anakku," sambung Rio."Hahaha. Kau bercanda kan? Bajingan memang kau, Rio!" umpat Mulki.Mulki langsung mengusap wajahnya dengan kasar. Lelaki itu benar- benar tak pernah berpikir sejauh itu, bahkan tak menyangka jika mereka berdua sudah bertingkah sejauh ini. Memang Mulki sudah menduga h
KEDATANGAN BUDE ASIH!"Lalu kau anggap apa kedua keponakanku itu? Hah? Bangsat kau ya!" teriak Mulki."Mulki!" teriak Sifa yang buru-buru keluar karena mendengar suara bentakan adiknya.Mulki langsung tersadar dari emosinya yang sedari tadi menggebu- gebu. Dia langsung istigfar berkali- kali. Mengusap wajahnya dengan kasar dan menengok ke arah kakak kandungnya."Dek," panggil Sifa."Dalem, Mbak," sahutnya."Kau baik- baik saja? Di mana Mas Rio?" tanya Sifa sambil menengok ke arahnya.Sifa cukup lega melihat adik kandungnya baik- baik saja Sedangkan suaminya menunduk sambil memainkan HP nya. Dia snagat takut jika Rio dan Mulki berada bersama dalam waktu yang lama. Dia takut terjadi apa-apa dengan suami dan adiknya itu karena hubungan keduanya belum lah baik sepenuhnya. "Ada apa memangnya, Mbak?" tanya Mulki."Ah tidak. Mbak tadi sepertinya mendengar kamu mulai meninggikan suaramu. Mbak langsung takut kalian bertengkar," jawab Sifa."Meninggikan suara apa to, Mbak? Wong aku tidak nga
MENCARI CARA MENGUSIR MULKI!"Sudahlah tak usah terlalu kau pikirkan. Pakai menangis segala, aku sudah menduga kalau kau tak akan membuatkan selamatan untuk cucuku. Bagaimanapun juga dia itu juga termasuk cucu ku sekarang. Mbakyu ku sudah meninggal pasti tak akan ada yang perhatian dengannya," jawab Bude Asih sok tegar."Ibumu kan sok suci sekali dengan bapakmu itu! Wes ini tak buatkan begini saja, maaf ya kalau tak mewah. Nah kita makan sama-sama," ajak Bude Asih.Sifa memberikan kode ke Mulki lagi untuk tidak menyanggahnya. Untung saja Mulki paham. Memang terkadang diam dan mengalah dengan orang yang lebih tua agar tak terjadi masalah dan memperpanjangnya."Hey Mulki, kau kan keturunannya si Furqon. Anak kandungnya kan?" tanya Bude Asih."Iya lah Bude. Anak lelaki satu- satunya, Bude. Wong Kakak dan adikku perempuan," jawab Mulki."Nah bagus itu, kau kan keturunan asli dan anaknya, sekarang kau doakan dan kau ujubkan makanan kita ini lalu makan sama- sama. Pasti enak," perintah Bud
JANGAN SEKARANG, BUDE!"Sepertinya sopir Bude Asih tadi pergi deh bude. Dia pamit mau memompa ban," jelas Mulki. "Yowes kalau kau mau di sini tak maslah. Tapi kau diam saja, tak usah banyak berkomentar. Kalau kau banyak komentar kau tak usir," ancam Bude Asih."Iya Bude, iya. Galak sekali," keluh Mulki."Sifa," panggil Bude Asih yang kini suaranya tetiba melembut.Justru suara bude Asih yang seperti ini membuat Sifa deg- degan juga. Mending rasanya kalau Bude Asih galak saja, dari pada kalem begini. Malah menimbulkan sejuta tanya di benak Sifa."Ada apa Bude? Sepertinya bude menyimpan sesuatu rahasia," kata Asih."Iya, e. Aku merasa mendadak merinding semua sebadan badan," sahut Mulki bergidik ngeri.Bude Asih menghela napasnya panjang sekali sambil mengulur waktu. Dia mendadak bingung sekarang. Apakah harus mengatakan semuanya sekarang atau menyimpannya. Tapi nanti jika di pendam dan di tunda nanti -nanti, dia takut rumah tangga keponakannya tak bisa di selamatkan lagi. Jika tak
JANGAN SAMPAI BABY BLUESS!"Kau tahu maksudku?" tanya Bude Asih."Sepertinya Mulki paham, Bude. Maaf sebelumnya jika lancang ya, Bude. Apakah maksud Bude Asih mengatakan kepada Mbak Sifa jika Mas Rio memiliki anak dari wanita lain bernama Gendis?" tebak Mulki.Bude Asih terkejut sampai menganga, dia segera menutup mulutnya. Bude Asih terdiam sejenak, dia justru tak menyangka justru adik Sifa yang lebih tahu masalah ini. Mulki juga nampak sepertinya biasa saja tidak marah, emosi, ataupun sedih seperti reaksi yang dia bayangkan. Mungkin karena dia lelaki."Kau sudah tahu semua?" tanya Bude Asih cukup kaget. Mulki menganggukkan kepalanya."Sejak kapan kau tahu? Dari siapa kau mengetahui semuanya? Apakah Mbakyu mu tahu?" cerca Mulki."Aku mengetahui semua langsung dari Mas Rio, Bude. Baru saja Mas Rio tadi mengatakan padaku tentang Gendhis serta anaknya. Tapi memang aku ataupun Mas Rio belum mengatakan semua ini pada Mbak Sifa," jawab Mulki. Kini giliran Bude Asih yang manggut- manggut.
TERIMA KASIH BUDE ASIH!"Ada apa ini? Kenapa kok bisik -bisik?" tanya Sifa yang baru saja datang dari belakang sambil membawakan es jeruk."Hah? Anu... eh, itu Mbak," jawab Mulki tergagap."Anu apa?" tanya Sifa sambil datang menghampiri mereka."Heleh jangan malu- malu," kata Bude Asih memberi kode. Sayangnya Mulki tak sepandai Bude Asih untuk menangkap kode itu. Sifa menyajikan es jeruk itu pada Bude Asih sambil menatap adiknya yang salah tingkah sendiri. "Hey, kau kenapa?" tanya Sifa."Mosok adekmu menyuruhku mencarikan jodoh, Fa. Apa dia ini jomblo akut?" tanya Bude Asih langsung menggeplak paha Mulki."Hahaha, benarkah Bude? Memang Mulki sampai sekarang belum mempunyai kekasih Bude. Entahlah selera nya unik sekali, di taksir sama selebgram lo Bude ndak mau. Padahal sholehah anaknya, baik, mengerti agama. Masih kuliah juga," jelas Sifa."Halah bohong Bude, wong dia masih kecil Bude. Anak ingusan, jelas aku tak mau. Aku sampean carikan saja, Bude. Tolonng lah Bude Asih usahakan
FIRASAT ABAH"Ya wes biarkan saja. Memang dia itu sukanya begitu, makanlah juga. Itu rejeki kalian kok," ujar Umi Laila. "Betul Umi, Sifa setuju. Kan yang penting selama itu tidak mengganggu dan membuat tak nyaman turuti saja. Itu kan pesan Umi dulu," ucap Sifa."Seratus," sahut Umi Laila."Assalamualaikum," teriak lelaki di belakang mereka yang tak lain adalah Abah Furqon.Mereka menjawab secara serentak karena memang sore hari lah mereka semua bisa berkumpul. Abah Furqon memang sore hari seperti ini baru pulang dari mengajar di pondok depan rumah mereka. Abah Furqon duduk di kursi."Kau tadi bagi- bagi apa, Le? Ngasih opo?" tanya Abah Furqon."Ngasih selapanan sama sepasarannya Humairah," jawab Mulki."Lah? Emang iya, Mi? Sejak kapan Umi mu percaya hal demikian," sahut Abah Furqon."Bukan Umi, Bah," kata Umi Laila."Lah terus dari mana?" tanya Abah Furqon mengernyitkan keningnya heran."Dari Bude Asih, Bah. Adik nya Almarhum Ibu mertua," jawab Sifa."Oh pantas lah," jawab Abah Fur
IZINKAN MULKI KEMBALI KE TARIM, BAH!Mulki keluar, mendekati Abahnya yang memang sudah duduk di kursi taman depan. Mulki menghidangkan minuman dan jajanan itu di depan Abahnya. Lalu duduk di sampingnya, mereka terdiam sejenak dengan pemikiran masing- masing. Mulki meminum seteguk es susu kopi yang sangat melegakan itu."Le," panggil Abah Furqon."Ada apa sebenarnya? Apa yang kau ketahui tetapi Abah tak tahu?" tanya Abah Furqon.Mulki menghela nafasnya panjang. Bagaimanapun anak dan orang tua memilikiikatan batin, jauh sebelum Mulki mengetahui ini semua, Abah Furqon sudah pernah berkata pada Mulki bahwa dia mendapatkan firasat pada Sifa dan rumah tangganya. Bukan karena untuk mendahului kehendak Allah, namun melihat pola Rio mencintai Sifa yang Abah Furqon nilai belum bisa mencintai putrinya. Namun bagaimana lagi, Sifa sangat mencintai suaminya meskipun seringkali Abah Furqon menyuruh putrinya mencoba mempertimbangkan lagi saat mereka rujuk.Hal itu bukan berarti Abah Furqon sebagai
IZINKAN AKU POLIGAMI"Tidak Mas, Sifa hanya ingin me time sendiri. Sifa ingin memanjakan diri sekedar pergi ke salon memotong rambut dan melakukan spa Syariah. Apakah boleh, Mas?" tanya Sifa."Kau akan pergi dengan siapa?" selidik Rio."Perginya biar diantarkan oleh santri Abah yang wanita, Mas. Toh mobil Umi ada di rumah kok, Mas," kata Sifa."Kebetulan tadi Abah pergi menggunakan mobilnya sendiri dengan Mulki. jadi ada satu mobil yang menganggur di rumah. Bagaimana, Mas?" tanya Sifa."Baiklah jika seperti itu, Dek. Yang penting Humairah aman ya?" ucap Rio mencoba memastikan."Tenang saja, Mas. Kau tak usah takut, insya Allah anak kita aman. Humaira akan dijaga oleh Umi sehingga Sifa benar-benar nyaman dan aman serta tenang saat meninggalkannya," jawab Sifa."Baiklah kalau begitu, Dek. Kau butuh uang berapa? Akan Mas transfer saja ya," ujar Rio."Tak usah, Mas. Kebetulan jatah bulanan yang Mas berikan masih ada kok. Itu saja insya Allah sudah cukup," jawab Sifa agar tak membuat suami
IDE GILA SIFA!"Ya sudah kita akan langsung saja bertemu dengan Rio tanpa kau harus pulang dulu. Setelah semua jelas, baru kau nanti mengatakan semua kepada Mbakmu, agar Mbakmu tak salah paham dan kecewa. Sekarang Mbakmu sebenarnya ada di posisi dilema, Le," jelas Abah Furqon."Astagfirulloh. Kenapa lagi, Bah?" tanya Mulki."Dia ingin percaya kepadamu sebenarnya, Le. Tetapi apa yang dilihat dengan mata kepalanya itu justru bertentangan dengan semua kepercayaananya. Melihat kau dan Rio duduk bersama wanita itu, bahkan wanita itu duduk di hadapanmu. Wajar kan kalau Mbakyu mu kecewa," jawab Abah Furqon."Bah, tolong kali ini jangan Abah berpikir bahwa Mulki turut andil dan ikut campur terlalu dalam masalah keluarga Mbak Sifa, tolong jangan, Bah. Tolong jangan berpikir itu lagi, karena jika Abah masih berpikir seperti itu sampai selamanya Mbak Sifa nasibnya akan seperti ini, Mbak Sifa akan mencintai sendiri dan itu sakit, Bah," ujar Mulki dengan menghela nafasnya panjang."Biarlah, Bah. B
BISMILLAH LANGKAH AWAL!Dengan penuh takzim, Simbok mengantarakan pesanan Abah Furqon. Mereka pun menikmati nasi pecel itu dan tak membahas masalah ini lagi. Sejak dulu memang pantangan bagi Mulki dan Abahnya untuk berbicara ketika makan. Meskipun hal sepenting apapun setelah selesai makan dan menghirup kopinya, baru mereka berbicara lagi."Lalu harus bagaiman, Abah?" tanya Abah Furqon."Menurut Mulki sekarang kita harus memanggil Mas Rio lagi, Bah. Bagaimana lagi? Semua sudah kadung terlanjur terjadi. Mbak Sifa pun juga sudah tahu masalah ini, jadi jangan sampai hal ini makin membuat Mbak Sifa berpikir macam- macam, Bah. Kita harus menyelesaikan masalah ini hari ini juga, Bah. Kita tak bisa menundanya makin lama, Bah. Mulki tak ingin dan tak mau kehilangan kepercayaannya juga, kita harus segera menyelesaikan masalah ini, Bah. Sungguh," tegas Mulki."Selain itu ada satu hal lain yang menghantui pikian Mulki, Bah. Karena satu sisi pun kita harus memikirkan kondisi wanita itu dan anakn
TENTANG PERNIKAHAN SIRI"Dia tak ingin menikahi wanita itu, Bah. Namun dia juga tak ingin dianggap sebagai pecundang mengkhianati anak itu padahal Mas Rio juga mengakui bahwa dia adalah darah dagingnya hanya saja dia tak ingin namanya tercantum di akta. Tapi Bah...""Kenapa?" tanya Abah Furqon."Mas Rio ingin tetap menafkahinya. Bagaimana menurut Abah?" tanya balik Mulki.Abah Furqon menghela nafasnya panjang. Saat seperti ini lah sebenarnya dia sang anak bisa bertukar pikiran, saling mengupgrade ilmu agama masing- masing. Kali ini abah Furqon ingin mengangkat topik pernikahan siri dan perzinahan."Pertama Abah ingin menyoroti ucapanmu, Le. Tetang pernikahan yang dilakukan secara rahaasia atau lebih akrab disebut nikah siri adalah pernikahan yang tidak dicatat di kantor KUA. Nikah siri, dikatakan sah menurut agama tapi tidak sah menurut Negara karena seperti yang sudah dijelaskan tadi, tidak tercatat di KUA. Benar katamu, nikah siri memang memiliki banyak kekurangan. Namun di beberap
RENCANA DAN STRATEGI PARA LELAKI!"Bahkan sepertinya foto itu diambil kemarin siang saat kita bersama toh? Abah sedang mengisi kajian dan mata kuliah, sedangkan kau berpamitan berdiskusi tentang dakwah masa kini. Lalu kenapa kok tiba- tiba kau ada di cafe itu? Bagaimana ceritanya?" tanya Abah Furqon.Mulki menghela nafas panjang sekaali. Dia harus menceritakan sedetails mungkin sekarang pada Abahnya. Karena dia yakin hanya Abahnya yang bisa menyelesaikan masalah ini."Bah, sungguh ini sebenarnya tidak sengaja, itu bukan pertemuan yang di bentuk lantas sengaja, bukan seperti itu, Bah. Semua di luar kendali Mulki, saat itu memang Mulki ada berpamitan kepada Abah saat Abah mengisi ceramah. Mulki akan berpamitan dan akan berdiskusi bersama teman-teman dari beberapa universitas perwakilan salah satu organisasi agama yang memang sengaja membahas dakwah modern. Mereka meminta tolong Mulki sebagai pengisinya untuk kelas akhwat dan akhirnya Mulki pun setuju- setuju saja saat itu," jawab Mulki
DUDUK DI BAWAH POHON BERINGIN"Abah pergilah ke ke mushola dulu. Kita akan mendengarkan versi dari Mulki," perintah Umi Laila lagi."Iya, Umi. Assalamualaikum," pamit Abah Furqon."Kau lebih percaya adikmu kan sekarang?" tanya Umi Laila. Sifa pun menganggukkan kepalanya."Ya sudah kalau aku percaya dengan adikmu sekarang, kau tak usah berpikir macam-macam," kata Umi Laila."Kau jangan takut sekarang, Nduk. Pasrahkan semuanya pada Gusti Allah. Kau jangan berpikir hal-hal yang aneh. Itu akan mempengaruhi kualitas Asi mu sekarang itu, Nduk. Sudah tak perlu kau pikir lelaki yang seperti itu lagi. Benar dia suamimu kau harus baik kepadanya, berpikirlah seperti tak ada masalah yang sekarang itu dan harus diutamakan adalah anakmu. Nasib dan kualitas asimu harus bagus demi masa depan anakmu yang lebih baik. Biarlah, biar semua nanti akan di balas oleh gusti Allah saja. Kau tak perlu ikut campur, biar semua di catat olehnya," sambung Umi Laila."Karena kau tahu kan sebaik-baiknya sutradara itu
KECURIGAAN SIFASampai adzan subuh dan suara tahrim berkumandang dia masih belum bisa tidur. Dia masih penasaran dan bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi. Mengapa adiknya bisa bertingkah seperti ini, apa yang dirahasiakan adiknya dan sang suami. Mengapa mereka tega menyembunyikan kenyataan pahit seperti ini. Bahkan mereka diam-diam bertemu dengan Gendis di belakangnya tanpa ada pemberitahuan pada Sifa."Apa yang sebenarnya mereka sembunyikan?" gumam Sifa.Dia segera keluar dari kamar mencari Mulki. Tapi rupanya kalah cepat, karena Mulki sudah tak ada di sana. Entah sejak kapan adiknya itu sudah pergi ke mushola. Mungkin sejak subuh tadi, ingin rasanya Sifa menyusul ke depan lalu menanyakan semuanya langsung pada adiknya. Tapi tak mungkin karena di depan sangat ramai dan pondok putra milik keluarganya. Dia harus bisa menahan emosi dan menjaga marwahnya."Allah, kapan dia pergi," gumam Sifa.Dia benar- benar tak mendengar suara Mulki saat membuka kamarnya. Padahal biasanya dia
MENDADAK VIRAL DI SOSIAL MEDIA"Dia itu sangat pandai, aku menghalangimu menikah dengannya bukan karena aku masih mencintainya atau aku ingin menikahi dia suatu saat nanti, tidak. Justru sebaliknya, aku tak hanya ingin saja kau terjebak dalam permainan mu sendiri, dengarkan aku kali ini saja," sambung Rio."Benarkah? benarkah kau tak mencintainya lagi?" tanya Mulki dengan penekanan.Rio menghela nafasnya panjang. Munafik memang jika dia mengatakan bahwa dia tak mencintai wanita itu. Dia memang masih mencintai wanita itu namun dia kali ini bisa berpikir jernih, tak seperti dulu."Ya memang aku sedikit mencintainya. Namun tak segila dulu," kata Rio Jujur."Jika sudah seperti ini masalah tak akan menjadi gampang, Mulki. Justru masalah ini akan melebar. Bagaimana jika Sifa tahu?" tanya Rio.Mulki pun langsung juga menyadari bahwa ikut campur terlalu dalam masalah rumah tangga Rio dan Sifa. Dia menghela nafasnya panjang, orang tuanya memang terbiasa untuk tak malu meminta maaf tanpa geng
APAKAH KAU YAKIN TAK MENCINTAINYA?"TIDAK BISA!" tegas Mulki.Semua terdiam, Rio pun tak bisa berkutik dengan semua ucapan Mulki. Mulki pun hanya bisa mengusap wajahnya dengan kasar. Ternyata apa yang dikatakan oleh Rio memang tidak bohong. Gendis memvalidasi semuanya bahwa apa yang pernah di jelaskan pada Rio padanya memang benar. Karena sebelumnya Rio dan Gendis tidak pernah bertemu lagi. Mereka baru bertemu beberapa hari kebelakangan ini dan itu pun perkara Gendhis menuntut akta kelahiran."Kenapa tak mungkin?" tanya Gedhis lirih."Aku dengar kau kuliah hukum ya? Atau pasanganmu sekarang orang yang tahu hukum. Aku rasa dia juga sedikit banyak pasti telah menjelaskannya padamu kan? Kalau tidak aku akan jelaskan semua padamu. Seperti yang kau tahu sendiri, akta kelahiran itu tak mungkin didapatkan tanpa ada pernikahan sah. Biar bagaimanapun juga aku ini juga kuliah hukum walaupun kuliah secara online saja, tapi aku sedikit banyak tahu tentang permasalahan ini. Kau tak mungkin menunt