TAK MAU TINGGAL DENGAN MERTUA
"Mas," panggil Sifa."Ah ya? Ada apa?" tanya Rio."Kenapa kau sedari tadi diam saja? Sepertinya kau banyak pikiran. Memang ada apa? Apa ada masalah?" sahut Sifa. Rio memandang wajah istrinya sebentar lalu kembali fokus menyetir dan menghela nafas panjang. Sekelebat bayangan muncul dan datang juga, dia berpikir bagaimana kalau mengatakan kepada Sifa sekarang? Bagaimana efek kedepannya? Tentulah akan semakin memperparah hubungannya dengan Farhat. Apalagi sekarang Farhat seperti tidak mencintainya lagi. Sebagai Bapak Rio sangat merasa sekali perbedaan sikap sayang, perhatian, dan cinta anaknya pada dirinya itu terasa menonjol sekali. Padahal dulu Farhat sangat dekat dengannya, dia sebenarnya merasakan perubahan itu. Tapi dia juga tak bisa berbuat apa- apa jika memang dia berencana untuk mengatakan semua jujur kepada Sifa perihal Gendis dan Kai, tentu hubungannya akan memburuk lagi. Tak hanya itu Rio juga sedang memikirkan pNAMANYA GENDHIS!Rio melajukan mobil sampai ke rumah. Mereka terlihat Farhat sedang berlarian di depan rumah bersama Mulki. Mereka pun segera turun. "Bantu Mbak, Dek. Bantu untuk menurunkan belanja," perintah Sifa. "Anak Sholeh, salim Abi dulu," perintahnya."Farhat," panggil Rio.Farhat hanya menghampiri Rio tanpa senyuman, tanpa pelukan, atau dengan ekspresi bahagia, wajah dan sikapnya datar saja. Dia menyalami Abinya lalu memilih membantu pamannya untuk menurunkan barang bawaan belanjaannya."Farhat, Abi tadi membelikanmu banyak makanan dengan kesukaanmu, Nak," kata Rio. Farhat hanya menganggukkaan kepala."Terima kasih, Bi," kata Farhat.Mereka pun bergotong-royong membawa semua belanjaan. Humaira terlihat anteng di dalam ayunannya. "Sudah kau beri susu, Dek?" tanya Sifa."Sudah tadi sudah minum susu, Mbak. Baru saja setelah memberi susu, sudah aku gendong juga, sudah aku sendawakan," terang Mulki."Wah kau sudah pantas ini
SEPERTI FOTO BULAN MADU! Rio berharap ini adalah awal hubungannya dengan adik iparnya itu membaik. Sedangkan Mulki sibuk mengamati perubahan mimik dan sikap apa nanti yang akan kakak Iparnya itu tunjukkan. Dia mencoba mnggodanya."Benarkah?" tanya Mulki antusias kali ini."Iya dong. Jika itu untuk adik iparku, apa yang tidak aku lakukan," goda Rio."Ah, sayang sekali aku tak mempunyai fotonya. Tapi namanya adalah Gendis," jawab Mulki."Gendhis?" sahut Rio."Ya, Gendhis Astari Wijaya. Apakah kau mengenalnya, Mas?" tanya Mulki. Rio langsung terdiam sepersekian detik, seperti merasa terhipnotis. Dia memandang Mulki dengan tatapan yang sangat susah diartikan. Apa sebenarnya yang di inginkan oleh adik iparnya ini. Apakah dia sedang menyindirnya, atau dia benar -benar sedang mengejeknya. Seingatnya Rio tidak pernah memberitahu siapa Gendis, sedangkan Sifa juga tak mungkin dengan details menceritakan aib keluarganya. Jelas sekali mulai dari nama nya
TENTANG ANAK LELAKI!"Mulki mungkin ini akan terasa sulit kau terima. Mungkin ini terdengar aneh juga, namun memang ini kenyataannya," ucap Rio."Apa maksudmu, Mas?" tanya Mulki."Aku dan Gendhis memiliki ikatan yang tak dimiliki oleh orang lain meskipun kami belum menikah," jelas Rio."Hah? Apa maksudmu, Mas? Jangan- jangan anak lelaki itu..." kata Mulki menggantung.Di pikiran Mulki sekarang langsung tertuju pada anak lelaki yang beberapa kali di temuinya. Dia menggelengkan kepalanya mencoba menepis semua dugaan buruk itu. Dia tak mau berpikir sejauh itu."Ya, benar. Kalau mungkin kau pernah melihat Gendhis berjalan dengan seorang anak lelaki maka dia adalah anakku," sambung Rio."Hahaha. Kau bercanda kan? Bajingan memang kau, Rio!" umpat Mulki.Mulki langsung mengusap wajahnya dengan kasar. Lelaki itu benar- benar tak pernah berpikir sejauh itu, bahkan tak menyangka jika mereka berdua sudah bertingkah sejauh ini. Memang Mulki sudah menduga h
KEDATANGAN BUDE ASIH!"Lalu kau anggap apa kedua keponakanku itu? Hah? Bangsat kau ya!" teriak Mulki."Mulki!" teriak Sifa yang buru-buru keluar karena mendengar suara bentakan adiknya.Mulki langsung tersadar dari emosinya yang sedari tadi menggebu- gebu. Dia langsung istigfar berkali- kali. Mengusap wajahnya dengan kasar dan menengok ke arah kakak kandungnya."Dek," panggil Sifa."Dalem, Mbak," sahutnya."Kau baik- baik saja? Di mana Mas Rio?" tanya Sifa sambil menengok ke arahnya.Sifa cukup lega melihat adik kandungnya baik- baik saja Sedangkan suaminya menunduk sambil memainkan HP nya. Dia snagat takut jika Rio dan Mulki berada bersama dalam waktu yang lama. Dia takut terjadi apa-apa dengan suami dan adiknya itu karena hubungan keduanya belum lah baik sepenuhnya. "Ada apa memangnya, Mbak?" tanya Mulki."Ah tidak. Mbak tadi sepertinya mendengar kamu mulai meninggikan suaramu. Mbak langsung takut kalian bertengkar," jawab Sifa."Meninggikan suara apa to, Mbak? Wong aku tidak nga
MENCARI CARA MENGUSIR MULKI!"Sudahlah tak usah terlalu kau pikirkan. Pakai menangis segala, aku sudah menduga kalau kau tak akan membuatkan selamatan untuk cucuku. Bagaimanapun juga dia itu juga termasuk cucu ku sekarang. Mbakyu ku sudah meninggal pasti tak akan ada yang perhatian dengannya," jawab Bude Asih sok tegar."Ibumu kan sok suci sekali dengan bapakmu itu! Wes ini tak buatkan begini saja, maaf ya kalau tak mewah. Nah kita makan sama-sama," ajak Bude Asih.Sifa memberikan kode ke Mulki lagi untuk tidak menyanggahnya. Untung saja Mulki paham. Memang terkadang diam dan mengalah dengan orang yang lebih tua agar tak terjadi masalah dan memperpanjangnya."Hey Mulki, kau kan keturunannya si Furqon. Anak kandungnya kan?" tanya Bude Asih."Iya lah Bude. Anak lelaki satu- satunya, Bude. Wong Kakak dan adikku perempuan," jawab Mulki."Nah bagus itu, kau kan keturunan asli dan anaknya, sekarang kau doakan dan kau ujubkan makanan kita ini lalu makan sama- sama. Pasti enak," perintah Bud
JANGAN SEKARANG, BUDE!"Sepertinya sopir Bude Asih tadi pergi deh bude. Dia pamit mau memompa ban," jelas Mulki. "Yowes kalau kau mau di sini tak maslah. Tapi kau diam saja, tak usah banyak berkomentar. Kalau kau banyak komentar kau tak usir," ancam Bude Asih."Iya Bude, iya. Galak sekali," keluh Mulki."Sifa," panggil Bude Asih yang kini suaranya tetiba melembut.Justru suara bude Asih yang seperti ini membuat Sifa deg- degan juga. Mending rasanya kalau Bude Asih galak saja, dari pada kalem begini. Malah menimbulkan sejuta tanya di benak Sifa."Ada apa Bude? Sepertinya bude menyimpan sesuatu rahasia," kata Asih."Iya, e. Aku merasa mendadak merinding semua sebadan badan," sahut Mulki bergidik ngeri.Bude Asih menghela napasnya panjang sekali sambil mengulur waktu. Dia mendadak bingung sekarang. Apakah harus mengatakan semuanya sekarang atau menyimpannya. Tapi nanti jika di pendam dan di tunda nanti -nanti, dia takut rumah tangga keponakannya tak bisa di selamatkan lagi. Jika tak
JANGAN SAMPAI BABY BLUESS!"Kau tahu maksudku?" tanya Bude Asih."Sepertinya Mulki paham, Bude. Maaf sebelumnya jika lancang ya, Bude. Apakah maksud Bude Asih mengatakan kepada Mbak Sifa jika Mas Rio memiliki anak dari wanita lain bernama Gendis?" tebak Mulki.Bude Asih terkejut sampai menganga, dia segera menutup mulutnya. Bude Asih terdiam sejenak, dia justru tak menyangka justru adik Sifa yang lebih tahu masalah ini. Mulki juga nampak sepertinya biasa saja tidak marah, emosi, ataupun sedih seperti reaksi yang dia bayangkan. Mungkin karena dia lelaki."Kau sudah tahu semua?" tanya Bude Asih cukup kaget. Mulki menganggukkan kepalanya."Sejak kapan kau tahu? Dari siapa kau mengetahui semuanya? Apakah Mbakyu mu tahu?" cerca Mulki."Aku mengetahui semua langsung dari Mas Rio, Bude. Baru saja Mas Rio tadi mengatakan padaku tentang Gendhis serta anaknya. Tapi memang aku ataupun Mas Rio belum mengatakan semua ini pada Mbak Sifa," jawab Mulki. Kini giliran Bude Asih yang manggut- manggut.
TERIMA KASIH BUDE ASIH!"Ada apa ini? Kenapa kok bisik -bisik?" tanya Sifa yang baru saja datang dari belakang sambil membawakan es jeruk."Hah? Anu... eh, itu Mbak," jawab Mulki tergagap."Anu apa?" tanya Sifa sambil datang menghampiri mereka."Heleh jangan malu- malu," kata Bude Asih memberi kode. Sayangnya Mulki tak sepandai Bude Asih untuk menangkap kode itu. Sifa menyajikan es jeruk itu pada Bude Asih sambil menatap adiknya yang salah tingkah sendiri. "Hey, kau kenapa?" tanya Sifa."Mosok adekmu menyuruhku mencarikan jodoh, Fa. Apa dia ini jomblo akut?" tanya Bude Asih langsung menggeplak paha Mulki."Hahaha, benarkah Bude? Memang Mulki sampai sekarang belum mempunyai kekasih Bude. Entahlah selera nya unik sekali, di taksir sama selebgram lo Bude ndak mau. Padahal sholehah anaknya, baik, mengerti agama. Masih kuliah juga," jelas Sifa."Halah bohong Bude, wong dia masih kecil Bude. Anak ingusan, jelas aku tak mau. Aku sampean carikan saja, Bude. Tolonng lah Bude Asih usahakan