“Selamat siang, Nona Aurora.” Pijar berdiri dengan sikap siap di hadapan wanita cantik bergestur angkuh yang sekarang berdiri di hadapannya. Perintah Elang yang aneh untuk hari ini adalah dia yang harus menjemput kekasih pria itu di bandara. “Saya Pijar, sekretaris pribadi Pak Elang. Saya datang menjemput Anda.”
Tidak lupa, dia menyodorkan bunga lili yang dibawanya itu kepada Aurora dengan sopan. Alih-alih diterima, kekasih bosnya itu justru menatap sengit ke arah Pijar.
“Aku menyukai bunga mawar. Kamu tidak tahu itu?”
Pijar terkejut ketika mendengar ucapan Aurora. Dia yakin tidak salah dengar kalimat perintah yang diucapkan Elang sebelum dirinya berangkat ke bandara. Lelaki itu jelas-jelas mengatakan kalau dia harus membawa bunga lili untuk Aurora, bukan bunga mawar.
Menekan kekesalannya, Pijar menyadari sesuatu. ‘Sial! Dia mengerjaiku!’ Elang sengaja melakukannya agar dia mendapatkan masalah. Namun, tentu saja dia tidak bisa menyalahkan Elang di hadapan kekasihnya. Untuk itu, Pijar hanya bisa menyalahkan dirinya dan mencari alibi lain yang masuk akal.
“Maafkan saya, Nona. Tapi, saya sudah mendatangi beberapa toko bunga. Dan mereka kehabisan bunga mawar.”
“Aku tidak peduli.” Perempuan itu merebut bunga lili tersebut, lalu melemparkannya ke dalam tempat sampah yang berada tak jauh darinya. “Kamu sungguh tidak berguna!” tambahnya, sebelum dia dan manajernya meninggalkan Pijar.
Sesaat, Pijar terpaku. Dia tahu, Aurora merupakan sosok model papan atas yang meniti karier di luar negeri yang kabarnya kini menjadi teman dekat Elang. Hanya saja, dia begitu kesal. Bagaimana bisa lelaki angkuh itu mencari pasangan yang begitu mirip dirinya dalam segi keangkuhan?
Bahkan manajer perempuan itu tidak peduli dengan tindakan Aurora yang menyebalkan.
Sadar jika ada satu lagi pekerjaan yang harus dia lakukan, Pijar pun bergerak cepat. Dia memasuki sebuah coffee shop untuk mendapatkan dua Americano, untuk Aurora dan manajernya. Setelah itu, Pijar menyusul sang model yang tengah berdiri dengan wajah kesalnya.
“Kenapa kerjamu lambat sekali?” protes gadis itu ketika Pijar sudah berada di depannya. “Aku sudah menunggumu selama lima menit.” Jari-jari panjangnya itu melambai di depan Pijar untuk memberikan penegasan. “Kamu tidak tahu betapa berharganya lima menit itu buatku!”
“Maaf, Nona.” Pijar mengulurkan dua Americano ke arah Aurora dan berujar, “Bos bilang, Nona Aurora menyukai Americano. Saya–”
“Kamu ingin aku mati?” Ekspresi Aurora menggelap seketika. Tanpa berpikir dua kali, perempuan itu mengambil Americano dari tangan Pijar, kemudian melemparkan dua cup Americano itu ke dalam sampah. “Aku memiliki penyakit lambung yang akut!” Teriakan di depan wajah Pijar itu membuat Pijar mundur seketika. Terkejut luar biasa.
“T-tapi, saya–”
“Dan kamu bilang apa tadi? Elang yang menyuruhmu?” Aurora berdecih, kemudian menatap tajam Pijar dengan pandangan jijik. “Tunggu saja, kamu akan mendapatkan ganjarannya!”
**
“Sudah sepantasnya kamu memecat dia, Elang!”
Begitu sampai di ruang kerja Elang, Aurora–yang diikuti Pijar, segera mengadu kepada sang kekasih. Perempuan cantik itu murka ketika menatap Pijar. Sedangkan, reaksi yang ditunjukkan oleh Elang tampak begitu tenang.
Lelaki itu berdiri di samping Aurora dan mengelus pundak gadis itu, seraya menatap lurus pada Pijar yang tengah berdiri dengan kepala menunduk. “Apa yang terjadi?” tanyanya kepada Aurora. “Apa yang dia lakukan kepadamu?”
“Dia membawakanku bunga lili, bukan mawar!” ucap Aurora dengan bola mata memutar. “Dan kamu tahu yang lebih fatal lagi? Dia membawakanku Americano dan mengatakan kamu yang memintanya membawakan itu untukku. Bukankah dia ingin mengadu domba kita?”
Pijar mendengarkan dengan seksama. Namun kali ini dia menatap Elang dan Aurora dengan tatapan datar miliknya. Dia tahu sekarang jika lelaki itu ingin menunjukkan betapa bodoh Pijar di depan semua orang.
“Kamu bisa membalasnya.” Wajah Aurora yang tadinya penuh dengan tumpukan amarah itu kini tampak berbinar. “Aku juga ingin melihat bagaimana kamu bisa membalasnya.”
Senyum Aurora melebar. Wanita itu memeluk lengan Elang dengan mesra. “Kamu memang yang terbaik,” katanya dengan wajah puas, kemudian mendaratkan kecupan di pipi Elang.
Setelahnya, Aurora mendekat dan berdiri di depan Pijar. Wanita itu mengamati tampilan Pijar dari atas sampai bawah dan tersenyum mengejek.
“Itu yang pantas kamu dapatkan!” Bersamaan dengan itu, sebuah minuman kaleng berwarna hitam ditumpahkan ke tubuh Pijar.
Pijar merasakan tubuhnya membeku. Perasaan emosi yang dipendam seolah menyembul keluar. Dia menoleh ke arah Elang dengan menatap lelaki itu dingin. Elang tampak membisu menatap datar ke arah sekretaris pribadinya. Tidak ada pembelaan yang diberikan, atau justru dia tampak puas melihat pemandangan di depannya. Lelaki itu bahkan menunjukkan gestur angkuh dengan melipat kedua tangannya di depan dada, menikmati tontonan di depannya.
“Sudah puas, Nona?” Pijar berujar dengan lembut, berbanding dengan bibirnya yang menyeringai. “Kalau sudah, saya akan pergi untuk membersihkan pakaian saya.”
Gelegak kemarahan tampak nyata di mata Pijar. Tapi dia memiliki cara lain untuk membalasnya, suatu hari nanti.
“Siapa bilang kamu boleh pergi? Itu masih belum apa-apa.” Aurora ternyata belum puas membalasnya. Terlebih lagi, ketika melihat Pijar menanggapinya dengan dingin. “Berlutut, dan minta maaflah kepadaku.”
Pijar tidak bergerak. Dia menatap semakin tajam kepada Aurora alih-alih melakukan apa pun yang diinginkan perempuan itu. Berlutut katanya? Jangan harap!
“Kamu berani melototiku?!” Perempuan itu berteriak keras di depan Pijar.
“Permisi.”
Pijar berbalik tanpa merespon ucapan Aurora. Sayangnya, tangan Pijar dicekal oleh sang model sebelum wanita itu memberikan satu tamparan di pipi Pijar. Rasa panas yang menjalar itu terasa membuat kepala Pijar begitu pusing. Dia bahkan harus mengedipkan matanya berkali-kali untuk menghalau serbuan kegelapan di matanya.
“Aku sudah bilang. Berlutut dan meminta maaflah!” Aurora kembali berteriak tepat di depan wajah Pijar, membuat Pijar tidak bisa menahan lagi kesabarannya.
“Aku sudah menahannya sedari tadi, sialan!” gumam Pijar lirih, sebelum akhirnya membalas perempuan itu dengan menjambak rambut Aurora. Mencengkram erat rambut curly itu dengan sekuat tenaga.
“Aww! Apa yang kamu lakukan?!” Teriakan itu seketika memenuhi ruangan besar Elang. “Wanita gila! Argh, Elang….”
Elang yang tadinya hanya menonton itu pun segera mendekat untuk memisahkan Pijar dan Aurora. “Lepaskan Pijar, lepaskan!”
Laki-laki itu kemudian mendorong Pijar sampai gadis itu terhuyung ke belakang. Beruntung, Pijar bisa berpegangan pada sofa sehingga tidak terjerembab jatuh. Napasnya tersengal efek dari kemarahan yang menggelung hatinya.
“Apa yang kamu lakukan!” Elang memicing menatap Pijar usai menarik Aurora ke pelukannya. “Kamu benar-benar menunjukkan kelasmu yang bahkan lebih rendah dari pada hewan peliharaan!”
Mata Pijar memerah mendengar ucapan menyakitkan Elang. Namun, dia menahan mati-matian air matanya untuk tumpah di hadapan pria angkuh yang tengah menenangkan Aurora yang tengah menangis itu.
Pijar sadar, ucapan Elang tidak sepenuhnya salah. Dia dan Aurora memang gadis yang berbeda kelas. Namun, meskipun begitu, ucapan Elang benar-benar melukai harga dirinya begitu dalam.
Tidak ingin lebih lama memandangi bagaimana dua pasangan angkuh tersebut saling berpelukan, Pijar pun berdiri tegak dan menatap Elang dengan berani. “Kalau kamu ingin membalasku karena masa lalu, lakukanlah sendiri, Elang! Jangan menjadi pengecut!”
***
Keesokan harinya, Pijar masuk ke kantor seperti biasa seolah tidak pernah terjadi apa pun. Semua pekerjaannya dilakukan dengan profesional tanpa berbicara sepatah kata pun.Hingga satu kesempatan … Elang kembali menyulut ketegangan.“Hari ini, datang dan minta maaflah kepada Aurora. Merendahlah di depannya.” Begitu katanya tanpa perasaan.Sesaat, Pijar kembali memutar ingatan, ketika Elang memerintahkannya menjemput Aurora.“Siapkan bunga lili dan Americano.” Pijar mengulang perintah yang diucapkan lelaki itu kala menyuruhnya menjemput Aurora tempo hari.“....”Di hadapannya, Elang terdiam. Lelaki itu tidak membantah kalimatnya, membuat Pijar pun semakin berani menatap bosnya dan membelot.“Anda yang salah mengatakan bunga yang disukai oleh kekasih Anda. Anda yang ingin mencelakainya dengan meminta saya memberikan Americano, sedangkan Aurora memiliki penyakit lambung akut.” Pijar menatap Elang yang sekarang rahangnya terlihat mengetat erat. Kendati demikian, dia tidak gentar dan kemba
“Kamu sudah benar-benar keterlaluan, Elang!”Pijar marah, sebab ketika dia berhasil keluar dari bar, dia tidak menemukan mobil Elang yang tadi membawa mereka ke sini.Lelaki itu benar-benar meninggalkannya di tempat yang belum pernah dia datangi, dan membiarkan Pijar terkurung bersama teman-temannya yang brengsek. Elang sungguh keterlaluan, sepertinya rasa iba sudah tidak ada lagi di dalam hatinya. Tertutup dengan kebencian yang memenuhi nalurinya. Pijar kemudian melihat jam di tangannya dan waktu masih pukul tujuh malam. Pijar pun berniat menuju suatu tempat di mana dia bisa mengakhiri semua masalah yang dihadapinya malam ini juga.Menggunakan taksi, Pijar menghabiskan satu jam perjalanan untuk sampai ke tempat yang dulu pernah dia datangi. Pijar memantapkan niat sebelum akhirnya melangkah pasti ke dalam rumah mewah tersebut.“Pijar?” Lelaki paruh baya yang menemuinya itu tampak terkejut. “Apa ada hal yang penting sampai kamu datang ke sini?” tanyanya dengan ekspresi penasaran.Pijar
Elang melemparkan ponselnya ke hadapan Pijar. Sebuah portal berita online dengan judul ‘Seorang Model Cantik Ternyata Berkelakuan Buruk. Melemparkan Bunga dan Minuman ke Dalam Tempat Sampah’ terpampang di sana. “Karena ulahmu waktu itu, Aurora harus mendapatkan masalah.” Elang berujar kesal. “Kesalahan yang kamu buat tempo hari menjadi besar karena nama Aurora yang sedang bersinar. Bagaimana kamu akan bertanggung jawab?” Pijar mendongak menatap Elang. Tidak ada gelegak amarah yang terlihat dalam tatapannya. “Maaf, tapi kenapa saya harus bertanggung jawab atas masalah orang lain?” tanyanya masih dengan suara yang tenang, sama sekali tidak terprovokasi. “Kalau Bapak lupa, semua itu bukan kesalahan yang sengaja saya buat.” Berbanding terbalik dengan Pijar yang tenang, di hadapannya … Elang justru terlihat semakin kesal. Amarahnya merangkak ke puncak usai mendengar keberanian sang sekretaris dalam menjawabnya. “Buatlah klarifikasi atas hal tersebut dan katakan kalau Aurora tidak bers
Pijar tidak mengerti kenapa sejak dia masuk ke dalam gedung kantornya, semua orang menatapnya sambil berbisik-bisik. Menatap Pijar dengan tatapan aneh dan jijik. Pijar yang belum memahami situasi itu hanya tampak tak acuh dan memilih pergi ke ruangannya. Lantai paling atas adalah ruangan-ruangan petinggi perusahaan dan salah satunya ruangan Elang berada. Beruntung, dia bertemu dengan sekretaris manajer yang tak lain adalah temannya. Perempuan itu menarik Pijar untuk bisa berbicara berdua. “Kamu udah tahu apa yang sedang trending di kantor ini?” tanya perempuan itu dengan serius. Menatap Pijar fokus. “Kamu terlibat cinta segitiga dengan Pak Elang dan Aurora?” Pertanyaan itu membuat Pijar membelalakkan matanya. “Nggak sama sekali.” Pijar berucap tegas. “Aku nggak punya hubungan apa pun dengan Pak Elang kecuali hanya hubungan kerja.” “Kamu harus lihat ini.” Vira memberikan ponselnya kepada Pijar. “Kamu terlibat skandal dengan Aurora. Dia yang mengatakan kalau kamu selalu mendekati
“Apa benar, itu kesalahpahaman?” Yang lain menimpali. Ekspresi-ekspresi penasaran itu muncul di wajah mereka masing-masing. Mengharapkan jawaban dari mulut Pijar secara langsung. Berbeda dengan Aurora yang sudah mengeluarkan segenap jiwanya untuk berakting, Pijar tampak tidak terpengaruh dengan wajah dinginnya. Elang tidak menyangka kalau Aurora akan melakukan semua ini di depan perusahaannya. Jawaban itu belum diberikan oleh Pijar ketika pertanyaan lain muncul. “Saya dengar, Infinity akan menjadi ‘rumah’ baru untuk Aurora ketika nanti Aurora kembali ke Indonesia. Bagaimana tanggapan Bapak?” Microphone itu di dekatkan di bibir Elang agar lelaki itu bisa segera menjawab. “Seharusnya kalau teman-teman media ingin wawancara, harus membuat janji terlebih dulu kepada kami.” Pijar akhirnya bersuara dan pasang badan. Elang, Aurora, dan manajer Aurora serta para wartawan yang berkerumun itu menatap langsung kepada Pijar dengan ekspresi terkejut. “Kami punya jadwal meeting dan kami harus
Gosip yang beredar di kantor terkait Pijar yang selalu menggoda Elang itu semakin santer terdengar setelah Pijar menolak memberikan keterangan terkait sifat Aurora kepada wartawan. Mereka percaya kalau itu dilakukan oleh Pijar atas dasar kecemburuan. Dengan begitu, citra baik Pijar seolah memudar setiap harinya. Hal ini membuat Pijar seolah terdesak oleh hal yang tidak seharusnya. Jika dia mengungkapkan kebenaran bagaimana sifat asli Aurora, itu hanya akan membuat nama baiknya semakin buruk di kantor. Jika dia menutup masalah itu rapat-rapat, Aurora akan merasa berada di atas angin. Pijar seperti tengah makan buah simalakama. “Dulu waktu sama Pak Gema, dia kelihatan banget baiknya. Nggak ada yang ingin didapetin. Sekarang ganti sama Pak Elang ya berubah lah. Secara, Pak Elang itu ganteng banget.” Langkah kaki Pijar terhenti ketika mendengar obrolan karyawan Infinity. Lorong yang sepi memudahkan Pijar mendengar obrolan tersebut tanpa perlu susah payah. “Kalau dibandingkan Auror
“Apa yang kamu lakukan di sini?” Pijar tidak menyangka kalau pagi ini akan mendapatkan tamu tak diundang yang datang ke rumahnya. Pijar akan berangkat ke kantor ketika dia mendapati Aurora berdiri di depan pagar rumahnya dengan wajah penuh amarah. Pijar tidak meminta perempuan itu masuk dan menginjak halaman rumahnya, karena itu dia memilih keluar dan menemui Aurora di luar pagar. “Apa yang aku lakukan di sini?” Aurora bergumam dengan suara tajam. “Aku ingin memberikanmu ini!” Perempuan itu menampar Pijar tepat di pipinya dan memukul Pijar membabi buta tanpa ampun. “Lepaskan!” Pijar berusaha untuk melepaskan rambutnya dari tangan Aurora, tetapi perempuan itu sama sekali tidak mau melepaskan. Dia bahkan semakin erat meremas surai halur Pijar dengan tarikan. Pijar merasa, kepalanya akan ikut terlepas karena ulah perempuan itu. Di pagi seperti ini, tidak akan ada orang yang bisa menolong mereka. Meskipun perumahan Pijar bukanlah perumahan elit, tetapi warga di sana benar-benar menjag
Hanya dalam satu hari, Infinity dibuat goyah oleh berita-berita tak sedap yang dikeluarkan oleh Aurora. Dia mengaku dianiaya oleh Pijar sampai dia terluka. Infinity adalah perusahaan besar, seharusnya bisa mendidik karyawannya agar tidak melakukan kekerasan kepada calon model mereka. “Aku benar-benar tidak tahu kenapa dia melakukan ini. Aku hanya ingin berbicara baik-baik kepadanya, tapi dia justru bersikap kasar kepadaku.” Begitu kata Aurora sambil menangis tersedu. “Aku tahu, Elang lebih memilihku daripada dia dan dia sepertinya nggak terima. Dia memperlakukanku dengan sangat buruk karena cemburu. Dan tentang bunga yang aku buang, kami sudah berbicara secara baik-baik, tapi dia justru menyuruhku membuangnya.” Pijar mematikan ponselnya dengan tarikan napas panjang. Aurora benar-benar melibatkan Infinity dalam masalahnya dengan Pijar. Tentu ini sangat menjengkelkan. Pijar masih terpekur di tempat duduknya ketika telepon di depannya berbunyi. Elang memintanya masuk ke dalam ruanganny