Ruby tampak anggun dengan dress navy di bawah lutut. Rambutnya diurai dengan model curly, make up tipis menghiasi wajahnya. Keseluruhan penampilannya begitu cantik luar biasa. Sebelumnya dia tak pernah berpenampilan seperti ini. Tentu saja hal itu membuat Orion tampak terpesona. Senyum tipis penuh makna itu terlihat di bibirnya. Dua keluarga itu duduk berhadapan untuk membicarakan masalah pernikahan. Pada akhirnya, hubungan yang dianggap tidak akan bertahan lama itu ternyata akan berakhir di pelaminan. “Untuk mengikat keduanya, kami sudah menyiapkan cincin pertunangan untuk mereka. Maaf kalau sebelumnya kami tidak mengatakan apa pun terkait ini, tapi, akan lebih baik kalau mereka tunangan lebih dulu.” Pijar meletakkan kotak cincin di atas meja dengan keadaan terbuka. Dua cincin berkilauan itu terlihat. Satu cincin bertahtakan berlian itu tampak begitu mewah dan indah. Cincin itu diperuntukkan untuk Ruby dan satu cincin polos tentu saja untuk Orion. “Bu Pijar, bukankah ini terlalu
Pernikahan itu tidak mewah seperti yang diinginkan oleh Ruby sebelumnya. Namun, bisa dirasakan begitu khidmatnya acara akad nikah tersebut. Tamu yang datang benar-benar hanya teman dekat dari dua belah keluarga sehingga acara itu sungguh begitu nyaman.Sepanjang acara, Orion tidak melepaskan Ruby sama sekali. Entah itu dengan menggenggam tangannya, memeluk pinggangnya, atau hanya menempelkan bahunya dengan bahu Ruby. Lelaki itu seolah tidak ingin ditinggalkan oleh Ruby. Acara itu hanya berjalan dua jam, tetapi Orion merasa dia lelah luar biasa.“Pa, Ma, aku pamit.” Ruby berdiri di depan anggota keluarganya untuk pergi dari rumah dan tinggal berdua dengan Orion. Mereka bahkan tidak ingin seharipun menginap di rumah orang tua Ruby.“Kamu baik-baik, ya. Sekarang kamu sudah menjadi istri. Yang nurut sama suami. Kalau ada sesuatu yang dirundingkan dan jangan asal ambil keputusan sendiri,” pesan ibunya dengan mata berkaca-kaca.“Iya, Ma. Aku ngerti.” Ruby mengangguk dan tidak lagi banyak bic
“Argh, sial! Aku kesiangan!”Pijar, wanita yang tengah tergopoh-gopoh bersiap menuju kantor itu mengumpat. Dia kesiangan, di saat hari pertama kedatangan presdir baru di kantornya. Padahal, sebagai seorang sekretaris pribadi, dia seharusnya telah tiba lebih dulu untuk mempersiapkan segala hal untuk bosnya.“Semua ini gara-gara pria brengsek itu!” umpatnya lagi, merujuk pada mantan kekasihnya yang kemarin baru saja mengakhiri hubungan mereka.Setahun menjalin kasih, Pijar tak tahu jika orang tua mantannya tak pernah sekalipun memberikan restu. Kemudian, alih-alih berkata jujur dan mengajak untuk berjuang bersama, pria itu bersikap pecundang dengan memilih lari dengan wanita lain yang diinginkan orangtuanya.Sekarang, dia hanya berharap bos barunya bisa memaklumi dan memaafkan keterlambatannya kali ini.Jam telah menunjukkan pukul 9 pagi lebih sedikit. Dengan napas yang masih tersengal karena berlarian mengejar waktu, Pijar mengatur napas dan membenahi penampilannya sebelum akhirnya mem
“Selamat siang, Nona Aurora.” Pijar berdiri dengan sikap siap di hadapan wanita cantik bergestur angkuh yang sekarang berdiri di hadapannya. Perintah Elang yang aneh untuk hari ini adalah dia yang harus menjemput kekasih pria itu di bandara. “Saya Pijar, sekretaris pribadi Pak Elang. Saya datang menjemput Anda.”Tidak lupa, dia menyodorkan bunga lili yang dibawanya itu kepada Aurora dengan sopan. Alih-alih diterima, kekasih bosnya itu justru menatap sengit ke arah Pijar.“Aku menyukai bunga mawar. Kamu tidak tahu itu?”Pijar terkejut ketika mendengar ucapan Aurora. Dia yakin tidak salah dengar kalimat perintah yang diucapkan Elang sebelum dirinya berangkat ke bandara. Lelaki itu jelas-jelas mengatakan kalau dia harus membawa bunga lili untuk Aurora, bukan bunga mawar.Menekan kekesalannya, Pijar menyadari sesuatu. ‘Sial! Dia mengerjaiku!’ Elang sengaja melakukannya agar dia mendapatkan masalah. Namun, tentu saja dia tidak bisa menyalahkan Elang di hadapan kekasihnya. Untuk itu, Pijar
Keesokan harinya, Pijar masuk ke kantor seperti biasa seolah tidak pernah terjadi apa pun. Semua pekerjaannya dilakukan dengan profesional tanpa berbicara sepatah kata pun.Hingga satu kesempatan … Elang kembali menyulut ketegangan.“Hari ini, datang dan minta maaflah kepada Aurora. Merendahlah di depannya.” Begitu katanya tanpa perasaan.Sesaat, Pijar kembali memutar ingatan, ketika Elang memerintahkannya menjemput Aurora.“Siapkan bunga lili dan Americano.” Pijar mengulang perintah yang diucapkan lelaki itu kala menyuruhnya menjemput Aurora tempo hari.“....”Di hadapannya, Elang terdiam. Lelaki itu tidak membantah kalimatnya, membuat Pijar pun semakin berani menatap bosnya dan membelot.“Anda yang salah mengatakan bunga yang disukai oleh kekasih Anda. Anda yang ingin mencelakainya dengan meminta saya memberikan Americano, sedangkan Aurora memiliki penyakit lambung akut.” Pijar menatap Elang yang sekarang rahangnya terlihat mengetat erat. Kendati demikian, dia tidak gentar dan kemba
“Kamu sudah benar-benar keterlaluan, Elang!”Pijar marah, sebab ketika dia berhasil keluar dari bar, dia tidak menemukan mobil Elang yang tadi membawa mereka ke sini.Lelaki itu benar-benar meninggalkannya di tempat yang belum pernah dia datangi, dan membiarkan Pijar terkurung bersama teman-temannya yang brengsek. Elang sungguh keterlaluan, sepertinya rasa iba sudah tidak ada lagi di dalam hatinya. Tertutup dengan kebencian yang memenuhi nalurinya. Pijar kemudian melihat jam di tangannya dan waktu masih pukul tujuh malam. Pijar pun berniat menuju suatu tempat di mana dia bisa mengakhiri semua masalah yang dihadapinya malam ini juga.Menggunakan taksi, Pijar menghabiskan satu jam perjalanan untuk sampai ke tempat yang dulu pernah dia datangi. Pijar memantapkan niat sebelum akhirnya melangkah pasti ke dalam rumah mewah tersebut.“Pijar?” Lelaki paruh baya yang menemuinya itu tampak terkejut. “Apa ada hal yang penting sampai kamu datang ke sini?” tanyanya dengan ekspresi penasaran.Pijar
Elang melemparkan ponselnya ke hadapan Pijar. Sebuah portal berita online dengan judul ‘Seorang Model Cantik Ternyata Berkelakuan Buruk. Melemparkan Bunga dan Minuman ke Dalam Tempat Sampah’ terpampang di sana. “Karena ulahmu waktu itu, Aurora harus mendapatkan masalah.” Elang berujar kesal. “Kesalahan yang kamu buat tempo hari menjadi besar karena nama Aurora yang sedang bersinar. Bagaimana kamu akan bertanggung jawab?” Pijar mendongak menatap Elang. Tidak ada gelegak amarah yang terlihat dalam tatapannya. “Maaf, tapi kenapa saya harus bertanggung jawab atas masalah orang lain?” tanyanya masih dengan suara yang tenang, sama sekali tidak terprovokasi. “Kalau Bapak lupa, semua itu bukan kesalahan yang sengaja saya buat.” Berbanding terbalik dengan Pijar yang tenang, di hadapannya … Elang justru terlihat semakin kesal. Amarahnya merangkak ke puncak usai mendengar keberanian sang sekretaris dalam menjawabnya. “Buatlah klarifikasi atas hal tersebut dan katakan kalau Aurora tidak bers
Pijar tidak mengerti kenapa sejak dia masuk ke dalam gedung kantornya, semua orang menatapnya sambil berbisik-bisik. Menatap Pijar dengan tatapan aneh dan jijik. Pijar yang belum memahami situasi itu hanya tampak tak acuh dan memilih pergi ke ruangannya. Lantai paling atas adalah ruangan-ruangan petinggi perusahaan dan salah satunya ruangan Elang berada. Beruntung, dia bertemu dengan sekretaris manajer yang tak lain adalah temannya. Perempuan itu menarik Pijar untuk bisa berbicara berdua. “Kamu udah tahu apa yang sedang trending di kantor ini?” tanya perempuan itu dengan serius. Menatap Pijar fokus. “Kamu terlibat cinta segitiga dengan Pak Elang dan Aurora?” Pertanyaan itu membuat Pijar membelalakkan matanya. “Nggak sama sekali.” Pijar berucap tegas. “Aku nggak punya hubungan apa pun dengan Pak Elang kecuali hanya hubungan kerja.” “Kamu harus lihat ini.” Vira memberikan ponselnya kepada Pijar. “Kamu terlibat skandal dengan Aurora. Dia yang mengatakan kalau kamu selalu mendekati