Share

Part 5. Auorora Vs Pijar

Elang melemparkan ponselnya ke hadapan Pijar. Sebuah portal berita online dengan judul ‘Seorang Model Cantik Ternyata Berkelakuan Buruk. Melemparkan Bunga dan Minuman ke Dalam Tempat Sampah’ terpampang di sana.

“Karena ulahmu waktu itu, Aurora harus mendapatkan masalah.” Elang berujar kesal. “Kesalahan yang kamu buat tempo hari menjadi besar karena nama Aurora yang sedang bersinar. Bagaimana kamu akan bertanggung jawab?”

Pijar mendongak menatap Elang. Tidak ada gelegak amarah yang terlihat dalam tatapannya.

“Maaf, tapi kenapa saya harus bertanggung jawab atas masalah orang lain?” tanyanya masih dengan suara yang tenang, sama sekali tidak terprovokasi. “Kalau Bapak lupa, semua itu bukan kesalahan yang sengaja saya buat.”

Berbanding terbalik dengan Pijar yang tenang, di hadapannya … Elang justru terlihat semakin kesal. Amarahnya merangkak ke puncak usai mendengar keberanian sang sekretaris dalam menjawabnya.

“Buatlah klarifikasi atas hal tersebut dan katakan kalau Aurora tidak bersalah.” Itu sebuah perintah yang sangat menyakitkan untuk Pijar. “Aurora akan berada di bawah agensi kita. Itu artinya, citra dia yang buruk akan mempengaruhi perusahaan. Dan itu karena kamu!”

“Saya menolak!” Pijar tegas berucap. “Kalau Bapak ingin membuat nama Aurora kembali baik, saya pikir Bapak bisa lakukan itu sendiri.”

Rahang lelaki itu mengetat erat. Kepalan tangan yang ia bulatkan di sisi tubuhnya mengisyaratkan lelaki itu tengah menahan diri agar Pijar tidak jadi samsak kemarahannya. 

Kesalahan masa lalu Pijar benar-benar membuat apa pun yang dilakukan wanita itu selalu salah di matanya. Apalagi, dengan penolakan dan sikap berani gadis itu sekarang … semakin menyulut api dendam seorang Elang. 

“Dengar, Pijar. Saya tahu kamu berani membantah karena Pak Gema ada di belakangmu. Tapi, kamu juga harus tahu, saya tidak akan pernah membiarkanmu tenang sedikitpun kalau kamu tidak bisa diajak bekerja sama!”

Pijar belum sempat membalas ucapan Elang ketika pintu kokoh ruangan besar tersebut terbuka, memunculkan Aurora yang kali ini diikuti oleh sang manajer. 

Wajah gadis itu pun begitu merah. Raut wajahnya yang masam jelas menunjukkan jika wanita itu tengah marah. Tanpa mengatakan apa pun, Aurora merangsek maju untuk meraup kerah kemeja Pijar dan menyudutkannya di meja kerja Elang.

“Gara-gara kamu, nama baikku tercoreng. Kamu sebaiknya segera klarifikasi, katakan berita itu tidak benar … atau aku tidak akan segan membawa nama Infinity dalam hal ini!” 

Sama seperti Elang, Aurora pun mengancam Pijar dengan membawa serta nama agensi mereka–Infinity.

Sayangnya, meski peringatan itu terlihat begitu keras … Pijar terlihat tidak terpengaruh. Ia justru melepaskan tangan Aurora dari kerah bajunya sambil menatap gadis itu tajam. Seringaiannya muncul seolah mengejek sang model.

“Tentu, tapi … apa aku boleh menambahkan hal lainnya?” pancing Pijar dengan wajah sinisnya. “Misalnya seperti betapa kasarnya dirimu dalam memperlakukan orang lain, kamu yang tidak mengerti etika … atau kamu yang adalah seorang pembohong ulung?” 

“Sialan! Kamu ingin membuat masalah denganku!” Tangan Aurora terangkat untuk menampar Pijar, tetapi tangan Pijar bisa mencegah tangan mulus itu mendarat di pipinya.

Pijar menahan tangan Aurora di udara sebelum dia melepaskannya dan memberikan sedikit dorongan. Beruntung, sang manajer sigap menahan tubuh sang kekasih sehingga sang model tidak jatuh ke belakang. 

“Apa yang kamu lakukan!” Sang manajer bersuara lantang. “Kalau sampai terjadi sesuatu dengan Aurora, kamu bahkan tidak akan bisa menanganinya!”

Pijar sudah tidak peduli lagi pada Aurora yang semestinya adalah aset besar perusahaan. 

“Ajari modelmu itu untuk bersikap baik. Popularitasnya tidak akan berguna jika sifat buruknya lebih besar dari bakatnya!”

“Sialan! Apa katamu?!” Aurora tidak terima mendapatkan perkataan buruk dari Pijar. Lagi-lagi, perempuan itu ingin melawan Pijar, tetapi tubuhnya masih ditahan oleh sang manajer.

Aurora memutar tubuhnya menghadap Elang dan berteriak ke arah lelaki itu. “Elang! Aku benar-benar muak dengan perempuan ini. Kalau masalah di berita itu merembet, aku benar-benar akan melibatkan perusahaanmu.”

Berbeda dengan Aurora yang sudah dipenuhi dengan amarah, Pijar masih terlihat tidak terpengaruh sama sekali. Aurora bukanlah apa-apa baginya. Ucapan perempuan itu hanyalah sampah basi yang tidak bermakna bagi Pijar.

Bahkan, dia tidak peduli jika sampai kasus ini membuatnya dipecat. Untuk Pijar, mencari pekerjaan baru yang bisa menghargainya akan lebih mudah dibanding membuat dua orang di hadapannya ini bisa melihatnya dengan mata terbuka.

“Kalau tidak ada yang ingin kalian katakan lagi, saya permisi keluar. Masih ada banyak pekerjaan penting yang perlu saya bereskan.”

Pijar menegakkan tubuhnya sebelum berjalan pergi, tetapi suara Elang menghentikannya. “Berhenti!” katanya dengan dingin. Lelaki itu memutari meja kerjanya dan berdiri di samping Aurora. “Lakukan klarifikasi dan saya akan membayarmu untuk pekerjaan itu!”

Mendengar hal itu, Pijar mendengus pelan. Lagi-lagi mereka berbicara tentang uang, seolah dia begitu murahan karena bisa dibujuk dengan nominal tertentu.

Pijar lantas berbalik untuk menatap satu per satu orang yang ada di sana. Keberaniannya sudah tidak tertandingi.

“Saya bersedia melakukannya,” ucapnya membuat Aurora tampak sumringah, “tapi Aurora harus meminta maaf kepada saya tentang semua hal yang pernah dilakukan. Kesalahan di bandara, tamparan, dan makian yang sudah dilontarkan untuk saya. Atau kalau perlu, dia harus berlutut. Jika itu tidak dilakukan, maka jangan harap saya akan melakukan klarifikasi.”

“Apa kamu bilang? Hei … siapa kamu sampai-sampai kamu memintaku untuk berlutut!” Aurora merah padam ketika berteriak marah. Perempuan itu bahkan tidak pernah direndahkan oleh siapa pun seumur hidupnya, tetapi Pijar melakukannya sekarang. “Sampai mati pun aku tidak akan melakukannya!” jeritnya sampai urat-urat di wajahnya menyembul keluar.

Pijar mengedikkan bahunya tak acuh. Dia menjawab, “Kalau begitu, saya juga tidak akan memberikan klarifikasi atas apa pun.”

Setelah mengatakan itu, Pijar tidak lagi menunggu jawaban dari siapa pun. Tidak ada jawaban pula yang keluar dari mereka, sebab yang terdengar setelahnya hanyalah umpatan untuk Pijar. 

Namun lagi-lagi, Pijar tidak peduli. Dia justru merasa lega, sebab kekesalan Aurora yang sempat gagal dia balas … telah berbalas. 

Siapa pun orang yang sudah memberitakan masalah ini di portal online, Pijar berterima kasih atas itu. Tanpa mengotori tangannya, dia sudah bisa membuat Aurora kalang kabut tak keruan memikirkan pamornya.

Setelah kembali ke meja kerjanya, Pijar bahkan segera mengecek kebenaran berita itu sendiri. Bukan hanya narasi, ternyata ada foto-foto yang menjelaskan kronologi perbuatan Aurora kala itu, semua terpampang di sana. Pantas saja Aurora seperti kebakaran jenggot.

Pintu ruangan Elang terbuka, Aurora keluar diikuti oleh sang manajer. Dengan wajah marah, dia menunjuk Pijar, “Kamu akan mendapatkan ganjarannya. Tunggu saja apa yang bisa aku lakukan untuk membalasmu.”

Pijar menyeringai. “Dengan senang hati saya akan menunggunya.”

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status