Darr
Ledakan besar dengan api yang mulai bergejolak. Jeritan penumpang menggema meminta tolong.
Pesawat jatuh kedalam laut menghilangkan api yang berkobar.
Dar
Ledakan sekali lagi menyemburkan air dengan serpihan rangka yang bergelimpangan. Mayat berserakan dibawah air biru yang terdalam.
Senyum langka terbit dari arah langit. Menatap dengan puas apa yang telah dikerjakan. Pergi terbang membawa raga menjauh dari perairan.
*
Mata mengarah ke cermin besar yang ada dihadapan. Menatap wajah merah yang sudah mengeluarkan air mata berkali-kali.
Kehilangan seseorang memang menyakitkan. Tapi apakah pernah kau merasakan kehilangan hewan yang kau sayang?
Mati mengenaskan di depan mata kepala. Berdarah dan tercabik seperti di makan binatang buas.
Rasa sesak mendominasi. Itu yang dirasakan wanita berparas cantik ini.
Berjam-jam hanya menangisi hewan kesayangan yang mati dengan tragis.
hiks hiks
Argebi, wanita berkulit putih dengan sedikit luka bakar yang terlihat jelas di pipi kanannya.
Berjalan pergi kebelakang rumah untuk melihat makam marmut peliharaannya. Gundukan tanah kecil yang diberi buket bunga dan foto yang sudah di cuci.
Gila? tidak. Dia hanya terlalu sayang dengan hewan itu. Tidak rela jika kehilangan apalagi dengan cara yang mengenaskan.
Argebi melihat langit yang mulai tidak memancarkan cahaya matahari. Awan hitam mengepul siap untuk mengeluarkan gumpalan kecil air yang akan ditembakkan kebumi.
Kecil hingga besar. Sampai air terasa sakit jika menyentuh kulit. Angin bada melempar dedaunan yang masih terikat oleh pohon. Argebi masuk kedalam rumah memandang suasana dari jendela.
Asap hitam mengepul mengelilingi luar. Tampak seperti orang yang berterbangan tapi berbentuk uap.
Ctar
Petir menyambar, kilat menyilaukan. Gebi menutup tirai jendela berharap dunia akan bail-baik saja.
Naik ke kasur dengan sedikit suara gemercik kayu. Duduk disana seraya berkomat kamit menatap lurus dengan pandangan kosong.
Lagi. Gebi gila? tidak.
Dia tau apa yang akan terjadi. Semua ada didalam otaknya. Tapi tidak bisa dikatakan pada siapapun. Bukan tidak mau, tapi tidak akan ada yang percaya.
.
Argebi terbangun kala alaram yang dipasang bergetar memekakan telinga. Terduduk dengan spontan dan langsung berlari kearah jendela.
Membuka kaitan penutup dan menatap luar. Cuara mendung dan udara dingin karena hujan baru saja reda.
Argebi bergegas untuk mandi dan menyiapkan sarapan. Karena pagi ini dia akan kesekolah.
Bunyi denting sendok yang bertubrukan dengan piring bergema di kesunyian tempat tinggalnya.
Argebi gadis cantik yang tinggal sendiri. Tanpa keluarga dan orangtua, dia anak yang mandiri. Bukan merantau tapi keluarganya sudah lama pergi meninggalkan untuk selama lamanya.
Tragedi pesawat jatuh menewaskan seluruh keluarganya. Tapi dia selamat, itu yang masih di sesali nya sampai sekarang.
Jika ia tau hidupnya tidak akan baik-baik saja. Maka kala itu ia akan memilih untuk mati bersama mereka.
Argebi mengelap bibirnya yang tersisa makanan. Sudah selesai bersiap, lalu pergi keluar.
Berjalan ke halte dengan tenang. Wanita ini mempunyai sifat yang teramat tenang, cenderung tidak terburu-buru.
Argebi melihat beberapa orang yang berlalu lalang. Mungkin karena hari yang mendukung untuk bermalas malasan. Jadi tidak ada yang berada diluar.
Argebi memakai masker. Karena ia menutupi wajahnya yang lebam karena luka bakar. Hanya tidak nyaman ditatap oleh banyak orang, apalagi cuma karena cacat dibagian wajah.
Argebi malas mengurusi orang bertanya tentang wajahnya ini. Karena menurutnya itu hanya membuat memori lama terbuka kembali.
Bis berhenti. Argebi menaiki dan langsung mendapati tempat duduk. Karena posisi sedang sepi
"Apa kau ingin kue?" Seorang lelaki duduk disamping Argebi dan menawarinya makanan.
Argebi menatap sekilas dan menggeleng.
"Lalu, buah?" Tidak habis fikir lelaki itu tidak menyerah, terus menawarkan segala hal yang Argebi tidak inginkan.
"Tidak"Singkat Argebi mengayunkan tangan keudara untuk menolak
"Yakin?"
Gebi menatap lelaki di sampingnya. Seragam yang sama,itu artinya mereka satu sekolah. Tapi Gebi tidak tau. Tentu, karena Gebi hanyalah anak pendiam yang tidak banyak bicara apalagi dalam hal bergaul.
"Aku anak sekolah kita"
"ya"
"Aku ketua osis"
"mengada"
Gebi tau betul ketua osis di sekolahnya. Walau dia tidak bergaul setidaknya dia masih update dalam hal organisasi disekolah.
"Kalau tidak percaya,tanya saja dengan Mr.yante"
Argebi melototkan mata. Guru yang disebutkan olehnya sudah meninggal beberapa bulan yang lalu. Itu artinya lelaki ini jauh lebih kudet dari dirinya. (kurang update)
"Shutt, dia sudah tiada" Tegur Gebi tegas.
Dia tertawa dengan keras sampai membuat penumpang lainnya menatap kearah kami. Aku menundukkan kepala tanda meminta maaf
"Kau membuat malu"
"Tidak perduli"
Dia pergi mendahului, karena Bis sudah berhenti. Di sekolah SMAdra tapasty.
Argebi ikut turun. Saat ingin membayar, supir menggeleng keras dan menyuruhnya keluar cepat.
Dan pergi dengan kecepatan sedang. Argebi menatap uang ditangannya dan memasukkan kembali kesaku baju.
Menatap pagar sekolah. Ia heran, mengapa masih sepi. Padahal sudah lumayan siang.
Ruang pos satpam pun kosong. Tidak biasanya.
Lelaki tadi berdiri dilantai dua. Menatap Gebi dengan seksama.
Bruk
Argebi menutup mulut dengan tangan. Kaget dengan segala yang dilihatnya
Bunuh diri. Didepan wajahnya.
Darah bergelimpangan. Dengan keadaan mengenaskan.
Tiba-tiba datang banyak nya orang berbondong untuk melihat kejadian. Padahal tadi Gebi tidak melihat satupun orang disana. Lalu dari mana saja mereka. Argebi berlari memasuki sekolah. Ikut mengerubungi hal yang tampak sedang dipertontonkan. "Hahaha cupu" Lelaki yang jatuh dari ketinggian berdiri dengan tawaan. Membuat orang orang panik tidak terkira. Darah yang mengalir dikepala menetes melewati wajah. Tapi, mengapa tidak merasakan apa-apa? Gebi menahan nafas. Mundur beberapa langkah dan berlari menuju kelas. Yang ada diotaknya adalah, laki-laki itu sudah tiada. Lalu siapa dia? mengapa masuk dengan seenaknya ketubuh seseorang yang baru saja mati. Gebi menelusur kelas. KosongKarena semua sibuk menatap kearah mayat hidup. Aaaa Teriakan orang membuat Gebi tersentak dan menuju keluar. Lelaki itu? ingin lompat dari tingkat dua. Tempatnya berada saat ini. Itu artinya, hal yang dilihatnya tadi hanya ilusi. Da
Argebi menjauhkan diri dari penglihatan lelaki berseragam. Mencoba memikirkan hal yang sedari tadi mengganggu otaknya. Permintaan lelaki ini tidaklah mudah. Argebi tidak bisa gegabah hanya karena satu orang saja. Hidupnya sudah rumit lalu mengapa sekarang lelaki itu datang membawa masalah baru untuk hidupnya. "Bagaimana" Tepukan dibahu membuat Argebi menoleh kearah samping. "Aku tidak bisa" "Kalau gitu mengapa kau menyuruhku untuk tetap hidup dan mengapa kau katakan ingi membantu?" Lelaki itu emosi sehingga membanting makanan yang ada ditangan kanannya. "Semua begitu sulit" "Tidak. Jika kau rela" Lelaki itu meminta untuk dia bercinta dengan Argebi. Hanya demi membuat sang mantan kekasih menyesal. Lalu mengapa Argebi yang kena? siapa lelaki ini yang mampu membuat harga diri Argebi menghilang. "Pergi. Jika kau hanya ingin itu" Perkataan penuh penekanan terlontar membuat lelaki itu semakin meredam amarah. "
"Tolong" rintihan melemahkan perhatian. Memilukan pendengar, alam seakan membantu jika dirinya mati mengenaskan.Hujan deras membuat suaranya teredam. Tidak ada yang mendengarkan itu bisa menyebabkan hal yang fatal. Seorang lelaki hampir sekarat dengan tusukan bagian perut. Merintih kesakitan dibawah kolong jembatan.Argebi berjalan dengan santai menuju rumah. Angin kencang menerbangkan payung bening miliknya. Tidak ingin basah dia berlari kearah kolong jembatan, setidaknya bisa berteduh untuk sementara."To-long"Rintihan terdengar memilukan. Tapi malah mengerikan untuk Gebi. Mengelus tengkuknya yang dingin karena cuaca dan suara.Menatap kearah lorong jembatan yang panjang. Arus Sungai deras akibat hujan. Gelap, penglihatan Argebi tidak bisa menembus kedalam sana.Mengeluarkan handphone miliknya dan menghidupkan mode senter. Mata Argebi membelalak melihat seorang lelaki memakai
Diberi senyuman hangat "Good morning" tanpa rasa bersalah."Aku hanya mencoba membuat makanan untukmu"Gebi menggelengkan kepala. Lalu acuh pergi meninggalkan lelaki tampan tapi gila. menurutnya"Sudah jadi" Dengan semangat Setta meletak sushi buatannya dengan resep yang sudah diganti dari pembuatan umum.Argebi memandang dingin kearah makanan. Tapi bukan berarti tidak ingin mencoba, karena makanan tidak boleh dibuang. Itu menyesatkanMenyuap satu sushi buatan Setta kemulut. Sambil memejamkan mata menikmati hidangan. Setta tersenyum berharap satu kata saja keluar dari mulut Gebi.Tapi, tidak kunjung didengar."Hm Hakkan, ini lumayan" penuturan Gebi meyorak kan hati Setta. Rasanya ingin membuat yang lebih banyak lagi."Apa kau sudah coba?" Setta menggeleng"Cobalah"Setta
"Ada apa" Tanya SettaArgebi menggeleng kuat pergi kedapur. Membuka kulkas sambil menggela nafas, merasakan sensasi dingin dari udara. Tangan menyentuh botol dan meneguk isinya. Tenggorokan nain turun hingga air menetes keluar beberapa tetas keleher."Sial"Umpat Setta dari ruang tengah mengalihkan perhatian Gebi.Berjalan perlahan menatap kedepan dengan lurus. Pandangan jatuh pada perut milik Setta. Darah mengalir deras membasahi baju."Ada apa" Argebi memutar badan seratus delapan puluh derajat, terbilang cukup panik mengambil peralatan medis."Biarku obati"EngghhhRintihan terdengar saat Gebi sedikit menekan perut Setta dengan telapak tangan. Mulai mengobati sesuai yang ia ketahui.Setta memejamkan mata menikmati rasa sakit yang di terima."Aku harus pergi" mendongak men
Jantung terkejut untuk beberapa kali. Disetrum oleh kursi listrik membuat Argebi ingin mati saat ini.Sebuah suntikan dicucuk keleher. Cairan bening langsung masuk kedalam tubuh.Hanya tinggal menunggu reaksi.Azkria tersenyum senang menatap percobaannya dari monitor. Argebi dimasukkan kedalam sebuah tabung berbentuk kaca. Sehingga bisa dilihat dengan jelas dari luar.Argebi tersadar. Rasanya badan terlalu lelah dan remuk. Membuka mata,yang belum ia sadari tidak memiliki warna abu. Melainkan berwarna Biru cerah. Argebi berubahAkan menurut pada tuannya. Melakukan segala perintah tanpa bisa memilih baik atau buruk."Hahahaha" tawa menggelegar dari Azkria diikuti anak buahnya. Tabung dibuka dengan remote sehingga Argebi langsung bisa keluar. Mendekati Azkria dan menunduk hormat."Kau luar biasa"Argebi akan tetap seperti manusia biasa.
"Setta" Setta mengangguk memberi secangkir teh hangat. "Minumla" Argebi ragu, meneguk ludah susah payah. " aku tidak meracuni wanita" sarkas Setta. "Pria?" Setta menghela nafas " Tidak juga" "Kau tadi ingin membunuhku" Byur Teh meyembur dari dalam mulut mengenai wajah Setta. Sang korban hanya menghela nafas sambil tersenyum kecil. "Tidak sopan" "Em, maaf" Argebi tidak enak hati "Tidak apa-apa" "Lalu dimana ini?" Argebi tidak kenal dengan tempat ini? menatap kejendela, hanya ada pohon-pohon yang sudah tidak memiliki daun. Mengering serta berjatuhan dibawah sana. "Kau ada dalam pengaruh ilmuan gila" "Ha?!" Tidak percaya akan penuturan Setta, Argebi ingin melepas tawa nya sekuat mungkin. "Dengarkan aku" Setta menyentak bahu Argebi, sontak membuat wanita itu terdiam memandang mata biru di depannya dengan tenang. "Aku percobaan mereka" "Itu makanya
Jendela ditendang sekali hentakan langsung hancur. Efek cairan yang disuntik membuat tenaga Argebi bertambah. Memapah Setta memanjat penghalang untuk turun.Sudah sampai diluar. Hanya ada tumbuhan hijau seperti kebun. Mereka berjalan tertatih melewati perkebunan layaknya labirin. Menghindar dari Azkria dan anak buah yang saat ini mengira Setta sudah mati ditangan Argebi.BrukSetta terhuyung kebelakang kala Argebi jatuh pingsan. Seketika panik, menepuk nepuk pipi wanita itu. Sedangkan tangan satunya lagi menahan perut yang mendenyut akibat darah mengalir semakin banyak."Ar, bangun"Iris mata bergerak tanda akan terbuka. Memperlihatkan bola berwarna abu cerah."Argebi" Panggil Setta"Setta" gumam Gebi"Bangun, kita segera pergi dari sini"Setta berupaya membantu Argebi untuk tegak. Pergi sejauh mungkin atau bersembunyi sebelum para orang gila itu menemui keberadaan mereka."Kenapa aku disini?""