"Ada apa" Tanya Setta
Argebi menggeleng kuat pergi kedapur. Membuka kulkas sambil menggela nafas, merasakan sensasi dingin dari udara. Tangan menyentuh botol dan meneguk isinya. Tenggorokan nain turun hingga air menetes keluar beberapa tetas keleher.
"Sial"Umpat Setta dari ruang tengah mengalihkan perhatian Gebi.
Berjalan perlahan menatap kedepan dengan lurus. Pandangan jatuh pada perut milik Setta. Darah mengalir deras membasahi baju.
"Ada apa" Argebi memutar badan seratus delapan puluh derajat, terbilang cukup panik mengambil peralatan medis.
"Biarku obati"
Engghhh
Rintihan terdengar saat Gebi sedikit menekan perut Setta dengan telapak tangan. Mulai mengobati sesuai yang ia ketahui.
Setta memejamkan mata menikmati rasa sakit yang di terima.
"Aku harus pergi" mendongak menatap wajah Setta. "Sekarang?" dibalas anggukan.
"Tidak. Ini sudah larut, biarkan lukamu sedikit membaik"
"Tidak bisa" Sedikit terkejut, baru beberapa jam yang lalu ia berkata tidak akan pergi. Lalu sekarang memaksa untuk pergi secepatnya.
"Pergilah" Argebi mengemasi perlengkapan dan obat-obatan dan meletak ketempat semula. Setta tersenyum kecil, mengambil jas dan payung. Menutup pintu hingga bayangan lelaki itu hilang dari pandangan.
"Siapa kau sebenarnya? mengapa aku tidak bisa tahu akan masa depan bahkan masalalu mu walau sedikit saja" gumaman tertera jelas terbang diruangan tanpa audiens yang mendengarkan.
.
Lampu kerlap kerlip berputar kesana kemari. Dentuman musik menjadi saksi para manusia berjoget ria menuntaskan masalah dengan bersenang'senang.
Mabuk, minum alkohol menjadi salah satu cara menenangkan fikiran bagi Edwild. Dengan ditemani beberapa wanita berpakaian mini.
Bersolek serta berjoget menampakkan keahlian dalam menggoda. Edwild meremas botol minuman yang ada dalam genggaman. Beberapa botol kosong sudah terletak jelas diatas meja.
Artinya Edwild sedang masa mabuk berat. Berjalan sempoyongan sambil berkata tidak jelas.
Bughhh
Edwild tersungkur karena rombongan lelaki memukulnya secara tiba-tiba.
"Hei apa'apaan kau ini" Teriaknya dan mencoba berdiri walau tidak seimbang.
"Kau terlalu bodoh untuk menangkap wanita itu" Ujar salah satu lelaki dari rombongan.
"Wanita itu tidak bisa ditangkap, karena dia bukan manusia biasa" Edwild mengatakan dengan tawaan membuat lelaki dihadapan menahan gejolak marah
Bughhh
Berkali kali dipukul hingga menghancurkan perabotan club. Pecahan dan kekacauan lainnya. Orang-orang berteriak keras menjauh dari perkelahian. Bukan, tapi penindasan. Karena lawan tidak melakukan perlawanan karena dalam mode mabuk.
Darah mengalir dari beberapa bagian. Membuat Edwild seketika pingsan ditengah ruangan. Semua menatap iba tapi tidak ada yang berani membantu.
.
Sebuah gudang bernuansa kotor dan gelap terpampang jelas dipandangan. Mengapa dia bisa disini? lalu apa yang terjadi semalam? kenapa ia tidak bisa mengingatnya?
Argebi turun dari sebuah tempat tidur yang hanya terbuat dari kayu tanpa matras. Membuat punggung sedikit nyeri karena benda keras tempatnya beristirahat.
Semalam usai Setta pergi, yang dia ingat hanya menonton tv. Sambil menikmati semangkuk ramen. Tidak lama rombongan orang mendobrak pintu rumahnya dan membiusnya sampai akhirnya dia berada disini sekarang.
"Hei, keluarkan aku" Menggedor pintu yang terbuat dari besi dengan kuat. Ingin tau apa maksud dan tujuan dia dibawa kemari. Apa salahnya sehingga harus di bawa tidak terhormat seperti semalam.
Argebi memandang kesebelah kanannya. Ada jendela tetapi disilang oleh kayu. Sedikit mengintip keluar, mengernyitkan kening dia tidak kenal daerah ini. Penuh dengan tumbuhan hijau.
Gubrak
Hentakan kayu bertabrakan dengan kayu jendela. Ingin membuka dan mencoba keluar. Tapi cukup keras untuk tenaga seorang wanita.
Teralih mengarah kepintu terbuka. Menampakkan dua lelaki berbadan besar.
"Ayo, ikut"
Argebi di paksa untuk berjalan. Mencoba berontak malah membuatnya lelah. Jadi ia putusnya mengikuti saja. Kalau mati itu juga kemauannya. Sepasrah itu?
Meneguk ludah yang terasa sulit. Alat-alat menis ada dimana-mana. Persis seperti ruang labor. Tidak lama Argebi melihat sebuah aquarium besar. Dan didalam nya ada manusia.
Argebi menoleh sekali lagi memastikan, manusia? didalam sana. Dikurung
Tapi saat dilihat dengan jelas Argebi tidak bisa menutupi keterkejutannya. Edwild, orang yang memintanya bantuan malah mati disini.Argebi memandang sekitar dengan tenang. Ada urusan apa Edwild dengan bedebah seperti ini. Pikirnya
Tidak lama seorang lelaki berjas putih layaknya seperti dokter menyapa Gebi dengan senyuman.
"Hai, baby"
Argebi menggeleng kuat saat tau siapa yang ada dihadapan. Apa dia seorang penelitian? lalu buat apa dia menjadi terlibat.
"Apa mau mu sialan!" desis Argebi yang ditahan karena memberontak.
"Aku hanya ingin menjadikan mu percobaanku yang terbaik"
Matanya mengarah ke tempat lain dan menatap netra abu milik Argebi."Bolehkan?"
"Lepas" Hentakan tidak membuahkan hasil untuk lari dari sini. Karena anak buahnya jauh dari kata lemah.
"Kau penasaran denganku? maka akan kuberi tau saat ini" duduk dikursi dengan santai dan melanjut perkataan
"Aku, Azkria sang pembawa bencana" Diakhiri tawaan yang menggema.
Dia adalah lelaki yang ada saat terjadi pesawat jatuh menyebabkan anggota keluarga Argebi mati. Duduk dengan panik berdoa kepada Tuhan meminta nyawa nya diselamatkan. Sebelum Ledakan terjadi Argrbi loncat dari jendela pesawat membuat semua orang panik tidak terhingga. Sampai akhirnya berenang sejauh mungkin tapi tetap terkena ledakan. Sebelum tidak sadarkan diri Argebi melihat keudara lelaki itu tersenyum dengan bangga. Dan pergi menaiki alat canggihnya yang terletak dipunggungnya.
Argebi yakini dia penyebab pesawat jatuh kala itu. Menyebabkan kematian ribuan orang. Hanya karena satu rasa kepuasan.
Jantung terkejut untuk beberapa kali. Disetrum oleh kursi listrik membuat Argebi ingin mati saat ini.Sebuah suntikan dicucuk keleher. Cairan bening langsung masuk kedalam tubuh.Hanya tinggal menunggu reaksi.Azkria tersenyum senang menatap percobaannya dari monitor. Argebi dimasukkan kedalam sebuah tabung berbentuk kaca. Sehingga bisa dilihat dengan jelas dari luar.Argebi tersadar. Rasanya badan terlalu lelah dan remuk. Membuka mata,yang belum ia sadari tidak memiliki warna abu. Melainkan berwarna Biru cerah. Argebi berubahAkan menurut pada tuannya. Melakukan segala perintah tanpa bisa memilih baik atau buruk."Hahahaha" tawa menggelegar dari Azkria diikuti anak buahnya. Tabung dibuka dengan remote sehingga Argebi langsung bisa keluar. Mendekati Azkria dan menunduk hormat."Kau luar biasa"Argebi akan tetap seperti manusia biasa.
"Setta" Setta mengangguk memberi secangkir teh hangat. "Minumla" Argebi ragu, meneguk ludah susah payah. " aku tidak meracuni wanita" sarkas Setta. "Pria?" Setta menghela nafas " Tidak juga" "Kau tadi ingin membunuhku" Byur Teh meyembur dari dalam mulut mengenai wajah Setta. Sang korban hanya menghela nafas sambil tersenyum kecil. "Tidak sopan" "Em, maaf" Argebi tidak enak hati "Tidak apa-apa" "Lalu dimana ini?" Argebi tidak kenal dengan tempat ini? menatap kejendela, hanya ada pohon-pohon yang sudah tidak memiliki daun. Mengering serta berjatuhan dibawah sana. "Kau ada dalam pengaruh ilmuan gila" "Ha?!" Tidak percaya akan penuturan Setta, Argebi ingin melepas tawa nya sekuat mungkin. "Dengarkan aku" Setta menyentak bahu Argebi, sontak membuat wanita itu terdiam memandang mata biru di depannya dengan tenang. "Aku percobaan mereka" "Itu makanya
Jendela ditendang sekali hentakan langsung hancur. Efek cairan yang disuntik membuat tenaga Argebi bertambah. Memapah Setta memanjat penghalang untuk turun.Sudah sampai diluar. Hanya ada tumbuhan hijau seperti kebun. Mereka berjalan tertatih melewati perkebunan layaknya labirin. Menghindar dari Azkria dan anak buah yang saat ini mengira Setta sudah mati ditangan Argebi.BrukSetta terhuyung kebelakang kala Argebi jatuh pingsan. Seketika panik, menepuk nepuk pipi wanita itu. Sedangkan tangan satunya lagi menahan perut yang mendenyut akibat darah mengalir semakin banyak."Ar, bangun"Iris mata bergerak tanda akan terbuka. Memperlihatkan bola berwarna abu cerah."Argebi" Panggil Setta"Setta" gumam Gebi"Bangun, kita segera pergi dari sini"Setta berupaya membantu Argebi untuk tegak. Pergi sejauh mungkin atau bersembunyi sebelum para orang gila itu menemui keberadaan mereka."Kenapa aku disini?""
Seluruh stasiun tv mengumumkan jika akan ada hujan dan badai lagi malam ini. Dihimbau untuk warga tidak berkeliaran karena bisa membahayakan.Argebi mematikan televisi. Menghela nafas, cuaca tidak mendukung dirinya untuk menghentikan semua yang akan dilakukan Azkria.Semua seakan keberuntungan Azkria. Menghancurkan seluruh dunia dengan cara menyuntikan cairan-cairan buatan eksperimennya pada manusia. Itu menyebabkan mereka akan berubah ganas, saling menyakiti atau bahkan membunuh.Dunia sedang tidak baik-baik saja. Argebi merasa disini dia yang bersalah, karena dirinya dan Setta kabur. Otomatis kemarahan Azkria meningkat dan akan melakukan apapun yang menurutnya memuaskan.Mencoba memejamkan mata sekilas tapi mantul terbuka kembali. Rasa ngantuk tidak datang padanya hari ini, Setta beranjak dari kasur dan mendekati Argebi yang masih berada di sofa depan tv."Kau kenapa"Argebi menoleh sesaat dan terus berkutat pada fikirannya. "Kau tau setel
Menerima tawaran Setta untuk mengantar dirinya kesekolah mungkin adalah hal terburuk. Selama di Bis semua orang menatap Setta dengan pandangan memuja.Sedangkan lelaki itu terus menggenggam erat tangan Argebi. Tentu dia malu, di tambah ia lupa memakai masker. Sudah pasti semua orang membanding-bandingkan atau bahkan mengolok-olok dirinya."Tampan sekali""Tapi sayang ceweknya jelek""Mending sama aku""Haha, tidak cocok sekali"Sekumpulan anak muda mengata-ngatai nya dengan bisikan yang keras. Tentu terdengar telinga, ingin sekali menutup mulut orang-orang itu dengan kaus kaki saking geramnya."Hiraukan saja" Setta mengeratkan genggaman tangan. Seakan Argebi miliknya.Bis berhenti, Argebi mengeluarkan uang disaku. Sang supir ingin mengambil tapi saat menatap Setta ia menggeleng lalu menyuruh Argebi keluar dengan cepat.Memasukkan uang kesaku baju kembali. "Kira-kira supir Bis itu kenapa?" Tanya Gebi heran, karena b
Peringatan ulang tahun SMAdra tapasty akan diadakan kemping tiap tahunnya. Tidak jauh, hanya disekitar sekolah.Lebih tepatnya halaman sekolah yang lebar. Jika hujan maka mereka akan pindah kekelas masing-masing. Berbagai acara akan diselenggara demi memeriahkan.Argebi sudah berkemas. Membawa tas ransel sedang berisi tiga stel baju dan perlengkapan lainnya. Karena mereka akan menginap tiga hari dua malam.07:30 PM Argebi menyandang tas dan hendak bergegas menuju sekolah. "Ikut"Argebi muak sedari tadi lelaki dibelakangnya mendesak tidak jelas. Mana mungkin Argebi membawa pihak luar masuk kesekolah, yang terjadi adalah ia akan di skors."Kau disini saja""Ayolah, aku janji tidak akan mengacau"Tatapan tajam diberikan Argebi kepada Setta. Tidak dihiraukan lelaki itu tetap kekeh pada pendiriannya.Tin..tinMobil audi putih terparkir didepan rumah. Sang pengendara keluar menampilkan pakaian casual dengan k
DepMati lampu, menggelapkan penglihatan. Semua berteriak bahkan ada yang bersorak riang. Argebi menahan rasa takutnya memejam mata erat tidak ingin melihat sesuatu didalam kegelapan."Kita sambut anak dari pemilik sekolah kita" Suara kepala sekolah dari pengeras suara menghidupkan lampu"Hakkan kausetta"DegDegDegJantung Gebi seolah berdetak melambat. Berharap yang ia dengar ini hanyalah mimpi, atau nama yang sama saja."Tampan sekali, Astaga" Rea memukul mukul paha Argebi yang masih memejamkan mata. Tidak sanggup membuka padahal lampu sudah menyala dengan sempurna.Prok...prok...prokSuara tepuk tangan bergemuruh serentak. Memuja anak pemilik sekolah yang masih sangat muda. Dan tentunya pertama kali terekspos didepan mata mereka. Ikut kemah bersama untuk tahun ini."Gila, Geb pengeran berkuda telah datang" Argebi tidak menghiraukan perkataan Rea. Masih tetap memejamkan mata seolah berdoa kalau pemili
Jam berputar hingga menunjukkan larut malam. Rea tidak kunjung datang, dan Argebi sedari tadi duduk di ubin dingin sembari melihat kesana kemari.Mencari keberadaan Rea, atau bahkan murid lain yang akan ketoilet sebelum tidur. Argebi mendesah kecewa tidak ada satupun orang yang datang untuk menolongnya.Mengarah ke Setta, terpejam sambil menyenderkan punggung ketembok. Bagaimana bisa orang terpenting hilang tidak ada yang mencarinya?"Setta, telvon guru""Aku tidak bawa handphone" Argebi menyernyit heran merasa lelah. Ia ingin bersenang-senang dihari ulangtahun sekolah tapi mengapa sekarang malah terjebak ditoilet bersama Setta."Aku berkata pada mereka kalau aku pulang"Rasa sesak semakin menguasai dada. Bermalam ditempat yang gelap apa itu bisa menyenyakkan tidur?, tentu tidak. Argebi tidak bisa tidur dalam posisi panik.Siapa yang mengunci? batin Gebi sedari tadi bergejolak ingin tau. Sebanyak itu orang yang jijik terhadap di