Diberi senyuman hangat "Good morning" tanpa rasa bersalah.
"Aku hanya mencoba membuat makanan untukmu"
Gebi menggelengkan kepala. Lalu acuh pergi meninggalkan lelaki tampan tapi gila. menurutnya
"Sudah jadi" Dengan semangat Setta meletak sushi buatannya dengan resep yang sudah diganti dari pembuatan umum.
Argebi memandang dingin kearah makanan. Tapi bukan berarti tidak ingin mencoba, karena makanan tidak boleh dibuang. Itu menyesatkan
Menyuap satu sushi buatan Setta kemulut. Sambil memejamkan mata menikmati hidangan. Setta tersenyum berharap satu kata saja keluar dari mulut Gebi.
Tapi, tidak kunjung didengar.
"Hm Hakkan, ini lumayan" penuturan Gebi meyorak kan hati Setta. Rasanya ingin membuat yang lebih banyak lagi.
"Apa kau sudah coba?" Setta menggeleng
"Cobalah"
Setta dengan ragu mengambil sumpit. Menyuap kedalam mulut dengan antusias. Tapi, keantusiasan dirinya hilang ketika merasakan betapa anehnya makanan ini.
"Telan" penuh penekanan membuat Setta menelan sushi buatannya dibantu air mineral.
"Hakkan kausetta, aku hargai usahamu. Bereskan dapurku lalu pergilah jika sudah membaik"
"Panggil aku Setta"
"Settan"
Gebi beranjak. Hari weekend, tapi tidak ada bedanya dari hari lain. Tetap berada dirumah membuat nya jauh lebih betah.
Tapi sepertinya hari ini tidak, karena orang asing sedang berada disatu atap dengannya."Selesai"
Argebi memandang "Cepat sekali"
"Settan, sudah mulai membaik?"
Lelaki itu protes, namanya dipanggil tidak sesuai. Meleset, sudah salah arti.
"Setta. Tidak pakai N"
Merasa tidak digubris. Setta mendekat kearah gadis bersurai hitam mencoba mencari tahu apa yang dilakukannya.
Tidak banyak, hanya berkutat dengan sebuah laptop.
"Kau sedang apa?" Setta menyentuh pergelangan tangan Gebi. Membuat sang empu terkaget.
Setta melepas tautan tangannya. "oh,Maaf"
Gebi menangguk tanda jawaban. Menutup laptop dan berlalu dengan terburu. "Siapa dia"
"Aku harus ke supermaket" menyandeng tas selempang. Setta berdiri, ingin ikut.
"Tidak, aku sendiri saja"
"Ikut"
"Kau belum pulih"
Setta memasang jasnya, lalu berlalu mengambil payung. "Ayo"
Hari gerimis. Dingin menyeruak, musim penghujan diharuskan memakai jaket tebal, jika tidak siapkan mental untuk mati membeku.
"Kapan kau pulang" Disela perjalanan trotoar, sekilas Setta melirik.
"Aku akan tinggal bersamamu"
Mendadak Argebi berhenti memandang dalam pemilik mata biru. "Siapa kau"
"Jodohmu"
Argebi menunjukkan senyum. Bukan senyum tulus tapi senyum sinis, membuat orang yang memandang akan ketakutan melihat wajah dinginnya yang dihiasi senyum mematikan.
"Gadis aneh"
"Itu aku"
"I love you"
Argebi mengambil payung hitam yang ada ditangan Setta. Seketika gerimis mengenai permukaan kepala lelaki berjambul. Bukan menyingkir tapi tetap mengikuti Argebi dengan langkah tegap.
"Berhenti mengikutiku" sentak Gebi
Setta berhenti. Argebi merasa seakan waktu yang pas, pergi sendiri tanpa diikuti lelaki penguntit.
Argebi senang jika sendiri lagi. Tapi rasanya kehadiran seorang Setta membuat fikiran bercabang menjadi beberapa bagian.
klek
Belum memasukkan kunci,pintu sudah terbuka. "Good night Ar"
Ingin Gebi memaki. Tapi rasanya tidak pantas seorang wanita berteriak seperti nyamuk yang kelaparan. Argebi masuk kerumah meletak barang belanjaan. Ia kira akan bebas, tapi nyatanya ia akan semakin terhempas dilautan aura Setta.
"Kenapa kau kembali?"
"Karena aku suka disini"
"Apa kau tidak punya rumah?" Argebi menyusun semua belanjaan kedalam kulkas.
"Tidak"
"Bohong"
"Kalau kau tahu, lalu mengapa bertanya" Setta menghidupkan tv menonton serial drama didalam sana.
"Aku ingin sekali punya kemampuan, seperti tau masa depan" Gumamam Setta mengalihkan perhatian Gebi.
"Kau tidak akan suka. Karena itu tidak mudah"
Kening Setta mengerut, "Kau berkata seolah pernah merasakan"
Argebu terdiam. "sudahlah, aku hanya me-review film drama ini" sanggah Setta melihat Gebi memikirkan sesuatu.
Masuk keselimut, menutup badan sepenuhnya. Hujan turun semakin lebat terdengar jatuh keatap membuat suara bergemuruh.
"Kau mau apa"
Gebi duduk, melihat Setta ingin naik kekasurnya. " Tidur" jawabnya santai
"Dibawah saja" Gebi menendang Setta sehingga terjatuh
Aww
Ringisan memekak masuk keindra pendengaran. "Maafkan aku"
Duar...
Dep
"Kyaaaa"
Sambaran petir menggema bersamaan padam lampu diseluruh koto. Seperti orang buta tidak bisa melihat apapun, walau mencari secercah cahaya. Tapi tidak ditemukan.
Setta mendengar suara tangisan, meraba ponsel. Menghidupkan lampunya.
"Kau menangis?"
Bukan jawaban yang diterima taoi sebuah pelukan ketakutan. Mendekap erat bergantung pada dada. Menempelnya kepala menandakan ketakutan yang teramat besar.
"Tenanglah"
Tidak tau apa yang ditakutkan Setta membawa Argebi tidur seperti pertama kali. Terlelap dalam kegelapan dan dingin nya malam. Tapi tidak berlaku, karena dekapan sudah menghangatkan
Setta memandang hangat pada wanita dipelukan. Semakin terasa badan dicengram erat. "Setakut itu" Gumam Setta mengelus rambut Gebi.
Hujan deras dibumbui dengan suara petir bergemuruh. Tidak ada tanda-tanda untuk reda. Bahkan lampu yang padam belum juga hidup. Hanya ditemani cahaya petir yang sesekali menyambar masuk ke ventilasi.
"Aku akan menghidupkan lilin"
Argebi menggeleng tegas. "Tetap disini" cicitnya.
"Sebentar saja"
"Diam" bentakan Gebi mengejutkan Setta sesaat. Ia menghembus nafas kasar mungkin gadis ini benar benar takut sehingga rasa itu menguasai dirinya.
Dentuman seng memekak telinga. Uap mengepul diudara layaknya seperti tangan yang menyapa. Argebi melihat itu, karena jiwa yang marah sudah kembali. Jiwa jahat yang bisa menyakiti telah terlepas dari kurugan.
Argebi takut setengah mati. Ingin lari sekuat mungkin agar tidak melihat. Berpura-pura biasa saja padahal hati bergejolak ingin menangis sejadi jadi.
"Argebi aku datang" bisikan halus menggema beberapa kali hingga hilang dibawa angin. Menyentak selimut melihat lampu yang padam sudah hidup kembali.
"Ada apa" Tanya SettaArgebi menggeleng kuat pergi kedapur. Membuka kulkas sambil menggela nafas, merasakan sensasi dingin dari udara. Tangan menyentuh botol dan meneguk isinya. Tenggorokan nain turun hingga air menetes keluar beberapa tetas keleher."Sial"Umpat Setta dari ruang tengah mengalihkan perhatian Gebi.Berjalan perlahan menatap kedepan dengan lurus. Pandangan jatuh pada perut milik Setta. Darah mengalir deras membasahi baju."Ada apa" Argebi memutar badan seratus delapan puluh derajat, terbilang cukup panik mengambil peralatan medis."Biarku obati"EngghhhRintihan terdengar saat Gebi sedikit menekan perut Setta dengan telapak tangan. Mulai mengobati sesuai yang ia ketahui.Setta memejamkan mata menikmati rasa sakit yang di terima."Aku harus pergi" mendongak men
Jantung terkejut untuk beberapa kali. Disetrum oleh kursi listrik membuat Argebi ingin mati saat ini.Sebuah suntikan dicucuk keleher. Cairan bening langsung masuk kedalam tubuh.Hanya tinggal menunggu reaksi.Azkria tersenyum senang menatap percobaannya dari monitor. Argebi dimasukkan kedalam sebuah tabung berbentuk kaca. Sehingga bisa dilihat dengan jelas dari luar.Argebi tersadar. Rasanya badan terlalu lelah dan remuk. Membuka mata,yang belum ia sadari tidak memiliki warna abu. Melainkan berwarna Biru cerah. Argebi berubahAkan menurut pada tuannya. Melakukan segala perintah tanpa bisa memilih baik atau buruk."Hahahaha" tawa menggelegar dari Azkria diikuti anak buahnya. Tabung dibuka dengan remote sehingga Argebi langsung bisa keluar. Mendekati Azkria dan menunduk hormat."Kau luar biasa"Argebi akan tetap seperti manusia biasa.
"Setta" Setta mengangguk memberi secangkir teh hangat. "Minumla" Argebi ragu, meneguk ludah susah payah. " aku tidak meracuni wanita" sarkas Setta. "Pria?" Setta menghela nafas " Tidak juga" "Kau tadi ingin membunuhku" Byur Teh meyembur dari dalam mulut mengenai wajah Setta. Sang korban hanya menghela nafas sambil tersenyum kecil. "Tidak sopan" "Em, maaf" Argebi tidak enak hati "Tidak apa-apa" "Lalu dimana ini?" Argebi tidak kenal dengan tempat ini? menatap kejendela, hanya ada pohon-pohon yang sudah tidak memiliki daun. Mengering serta berjatuhan dibawah sana. "Kau ada dalam pengaruh ilmuan gila" "Ha?!" Tidak percaya akan penuturan Setta, Argebi ingin melepas tawa nya sekuat mungkin. "Dengarkan aku" Setta menyentak bahu Argebi, sontak membuat wanita itu terdiam memandang mata biru di depannya dengan tenang. "Aku percobaan mereka" "Itu makanya
Jendela ditendang sekali hentakan langsung hancur. Efek cairan yang disuntik membuat tenaga Argebi bertambah. Memapah Setta memanjat penghalang untuk turun.Sudah sampai diluar. Hanya ada tumbuhan hijau seperti kebun. Mereka berjalan tertatih melewati perkebunan layaknya labirin. Menghindar dari Azkria dan anak buah yang saat ini mengira Setta sudah mati ditangan Argebi.BrukSetta terhuyung kebelakang kala Argebi jatuh pingsan. Seketika panik, menepuk nepuk pipi wanita itu. Sedangkan tangan satunya lagi menahan perut yang mendenyut akibat darah mengalir semakin banyak."Ar, bangun"Iris mata bergerak tanda akan terbuka. Memperlihatkan bola berwarna abu cerah."Argebi" Panggil Setta"Setta" gumam Gebi"Bangun, kita segera pergi dari sini"Setta berupaya membantu Argebi untuk tegak. Pergi sejauh mungkin atau bersembunyi sebelum para orang gila itu menemui keberadaan mereka."Kenapa aku disini?""
Seluruh stasiun tv mengumumkan jika akan ada hujan dan badai lagi malam ini. Dihimbau untuk warga tidak berkeliaran karena bisa membahayakan.Argebi mematikan televisi. Menghela nafas, cuaca tidak mendukung dirinya untuk menghentikan semua yang akan dilakukan Azkria.Semua seakan keberuntungan Azkria. Menghancurkan seluruh dunia dengan cara menyuntikan cairan-cairan buatan eksperimennya pada manusia. Itu menyebabkan mereka akan berubah ganas, saling menyakiti atau bahkan membunuh.Dunia sedang tidak baik-baik saja. Argebi merasa disini dia yang bersalah, karena dirinya dan Setta kabur. Otomatis kemarahan Azkria meningkat dan akan melakukan apapun yang menurutnya memuaskan.Mencoba memejamkan mata sekilas tapi mantul terbuka kembali. Rasa ngantuk tidak datang padanya hari ini, Setta beranjak dari kasur dan mendekati Argebi yang masih berada di sofa depan tv."Kau kenapa"Argebi menoleh sesaat dan terus berkutat pada fikirannya. "Kau tau setel
Menerima tawaran Setta untuk mengantar dirinya kesekolah mungkin adalah hal terburuk. Selama di Bis semua orang menatap Setta dengan pandangan memuja.Sedangkan lelaki itu terus menggenggam erat tangan Argebi. Tentu dia malu, di tambah ia lupa memakai masker. Sudah pasti semua orang membanding-bandingkan atau bahkan mengolok-olok dirinya."Tampan sekali""Tapi sayang ceweknya jelek""Mending sama aku""Haha, tidak cocok sekali"Sekumpulan anak muda mengata-ngatai nya dengan bisikan yang keras. Tentu terdengar telinga, ingin sekali menutup mulut orang-orang itu dengan kaus kaki saking geramnya."Hiraukan saja" Setta mengeratkan genggaman tangan. Seakan Argebi miliknya.Bis berhenti, Argebi mengeluarkan uang disaku. Sang supir ingin mengambil tapi saat menatap Setta ia menggeleng lalu menyuruh Argebi keluar dengan cepat.Memasukkan uang kesaku baju kembali. "Kira-kira supir Bis itu kenapa?" Tanya Gebi heran, karena b
Peringatan ulang tahun SMAdra tapasty akan diadakan kemping tiap tahunnya. Tidak jauh, hanya disekitar sekolah.Lebih tepatnya halaman sekolah yang lebar. Jika hujan maka mereka akan pindah kekelas masing-masing. Berbagai acara akan diselenggara demi memeriahkan.Argebi sudah berkemas. Membawa tas ransel sedang berisi tiga stel baju dan perlengkapan lainnya. Karena mereka akan menginap tiga hari dua malam.07:30 PM Argebi menyandang tas dan hendak bergegas menuju sekolah. "Ikut"Argebi muak sedari tadi lelaki dibelakangnya mendesak tidak jelas. Mana mungkin Argebi membawa pihak luar masuk kesekolah, yang terjadi adalah ia akan di skors."Kau disini saja""Ayolah, aku janji tidak akan mengacau"Tatapan tajam diberikan Argebi kepada Setta. Tidak dihiraukan lelaki itu tetap kekeh pada pendiriannya.Tin..tinMobil audi putih terparkir didepan rumah. Sang pengendara keluar menampilkan pakaian casual dengan k
DepMati lampu, menggelapkan penglihatan. Semua berteriak bahkan ada yang bersorak riang. Argebi menahan rasa takutnya memejam mata erat tidak ingin melihat sesuatu didalam kegelapan."Kita sambut anak dari pemilik sekolah kita" Suara kepala sekolah dari pengeras suara menghidupkan lampu"Hakkan kausetta"DegDegDegJantung Gebi seolah berdetak melambat. Berharap yang ia dengar ini hanyalah mimpi, atau nama yang sama saja."Tampan sekali, Astaga" Rea memukul mukul paha Argebi yang masih memejamkan mata. Tidak sanggup membuka padahal lampu sudah menyala dengan sempurna.Prok...prok...prokSuara tepuk tangan bergemuruh serentak. Memuja anak pemilik sekolah yang masih sangat muda. Dan tentunya pertama kali terekspos didepan mata mereka. Ikut kemah bersama untuk tahun ini."Gila, Geb pengeran berkuda telah datang" Argebi tidak menghiraukan perkataan Rea. Masih tetap memejamkan mata seolah berdoa kalau pemili