Jantung terkejut untuk beberapa kali. Disetrum oleh kursi listrik membuat Argebi ingin mati saat ini.
Sebuah suntikan dicucuk keleher. Cairan bening langsung masuk kedalam tubuh.Hanya tinggal menunggu reaksi.
Azkria tersenyum senang menatap percobaannya dari monitor. Argebi dimasukkan kedalam sebuah tabung berbentuk kaca. Sehingga bisa dilihat dengan jelas dari luar.
Argebi tersadar. Rasanya badan terlalu lelah dan remuk. Membuka mata,yang belum ia sadari tidak memiliki warna abu. Melainkan berwarna Biru cerah. Argebi berubah
Akan menurut pada tuannya. Melakukan segala perintah tanpa bisa memilih baik atau buruk.
"Hahahaha" tawa menggelegar dari Azkria diikuti anak buahnya. Tabung dibuka dengan remote sehingga Argebi langsung bisa keluar. Mendekati Azkria dan menunduk hormat.
"Kau luar biasa"
Argebi akan tetap seperti manusia biasa. Tapi dia bisa dikontrol. Karena didalam dirinya sudah ada ramuan yang disuntik.
"Cari lelaki ini, kau paham" Argebi melihat sebuah foto dihadapanya. Mata mendeteksi hingga terekam diotak.
"Baik, aku akan menangkapnya untukmu"
Azkria berhati senang menggebrak gebrak meja. Tertawa terbahak bahak karena pekerjaan selama bertahun tahun akan selesai. Yaitu menguasai dunia dengan mengontrol orang-orang hebat. Contohnya Argebi. Pasti memiliki kelebihan sedari kecil. Itu bisa dimanfaatkan. Tapi dunia akan hancur jika ditangan yang salah.
"Apa ada kejadian besar hari ini?" Tanya Azkria dan diangguki Argebi
"Ada sebuah pesawat tempur yang akan jatuh itu karena anda yang memasukkan bom didalam sana"
"Hahaha, benar. Lalu? apalagi"
Argebi memejamkan mata sekilas kisah yang akan datang terekam jelas diotaknya "Pesawat itu jatuh menabrak kapal pesiar yang mengangkut ribuan orang"
"Hahaha, aku tidak menyangka akan ada bencana sebesar ini. Bahagia nya duniaku" Tawaan menggelegar lagi lagi pecah.
"Pergi, jalani hidup mu seperti semula tapi ingat, tangkap lelaki itu. Paham"
Argebi mengangguk. Dan pergi dari sana diantar oleh anak buah Azkria. Sebelumnya ilmuan itu sudah menanamkan alat canggih didalam otak Argebi. Maka semua yang dilihat oleh Argebi bisa dilihatnya pula dari monitor.
Benar-benar pintar.
Argebi masuk kedalam rumah. Mata memejam dan badan terhentak seperti ada sesuatu yang memasuki nya.
"Kenapa kepalaku sakit sekali" memegang kening dan duduk dipinggir kasur. Efek cairan sudah menghilang tapi jika Azkria ingin mengontrol Argebi bisa menekan tombol merah diremote. Maka mata milik Argebi akan berubah dan otaknya seakan tidak bekerja untuk sang raga.
Argebi selalu merasa dirinya diawasi oleh seseorang. Tapi setiap ingin mengecek, tidak aa siapapun selain dirinya. Lalu apa gejala halusinasi sudah di derita? tentu tidak. Karena Azkria selalu mengawasi dua puluh empat jam tanpa henti.
Pagi yang cerah. Tapi tidak dengan hati Argebi. Selalu merasa galau dan harus waspada.
Berkutat di dapur memasak makanan untuk dirinya. Hanya dirinya. Omelet terhidang di piring ditemani secangkir susu.
Argebi bosan. Bersiap-siap ingin pergi keperpustakaan kota. Mengunci pintu dan berjalan ke halte. Menunggu Bis lalu menaikinya.
Cukup padat, karena hari weekend. Orang-orang akan berlibur bersama keluarga,sahabat, bahkan pasangan.
Argebi memasuki perpustakaan yang lumayan ramai pengunjung. Menunduk hormat kepada pengurus dan lanjut mencari buku yang ingin dibaca.
Argebi menaiki lantai dua, sepertinya gendre buku yang dia sukai ada disana. Mengambil salah satu buku tebal bercover pohon beringin yang besar dan berjudul 'sejuta fikiran'. Ia tertarik, karena buku itu menceritakan seseorang yang memiliki kemampuan khusus.
Persis seperti dirinya saat ini. Ending dari cerita itupun menyedihkan, karena sang tokoh utama mati mengorbankan dirinya untuk keselamatan orang banyak.
Argebi meletak buku tebal yang dibacanya dalam waktu tiga jam. Terbilang singkat.
Keluar dari perpus Argebi merasakan lapar. Mampir ke restoran jepang yang menyediakan makanan seafood. Duduk disebuah kursi khusus dua orang yang ada diujung. Pembatas kaca menampilkan pemandangan jalanan luar.
Cerah, tiba-tiba menjadi mendung. Argebi menghela nafas merasa kesepian. Gadis ini memiliki sifat introvert. Yaitu cenderung diam dan tidak bisa bergaul dengan keramaian.
"Silakan" Lamunan terbuyar saat pelayan datang membawa makanan dan minumannya.
"Ada tambahan?" tanya waiters wanita berambut panjang dihadapan dan dibalas gelengan kecil sambil tersenyum.
Mendadak mata abu berubah menjadi biru terang. Melihat lelaki bermantel hitam jalan ditrotoar.
Argebi berdiri mengikuti. Berjalan dengan perlahan serta tetap menjaga jarak.
"jangan sampai lolos"
Suara Azkria menggema ditelinganya. Membuat Argebi terus melaksanakan perintah.
Berbelok kesebuah gang kecil. Menampakkan rumah bertingkar dua didalamnya. Argebi memandang dengan senyum sinis.
Brak
"Brengsek, apa yang terjadi"
Monitor menampakkan kegelapan. Menandakan pemilik raga yang di intai sedang tidak sadarkan diri.
"Kalian, pergi ketempat ini. Dan habisi lelaki itu"
Pandangan terlihat buram. Memandang sekitar hanya ada kamar berukuran sempit. Dia tidak ingin mengapa dirinya ada disini, yang ia ingat hanyalah merasa lapar dan makan disebuah restoran.
"Ada apa denganku" Gebi mengelus kepalanya yang sedikit berdenyut.
"Kau sudah sadar"
Mata beralih pada lelaki yang ia kenali. Sudah berpisah dan ia kira tidak akan bertemu lagi, lalu ini? dia ada disini.
"Setta" Setta mengangguk memberi secangkir teh hangat. "Minumla" Argebi ragu, meneguk ludah susah payah. " aku tidak meracuni wanita" sarkas Setta. "Pria?" Setta menghela nafas " Tidak juga" "Kau tadi ingin membunuhku" Byur Teh meyembur dari dalam mulut mengenai wajah Setta. Sang korban hanya menghela nafas sambil tersenyum kecil. "Tidak sopan" "Em, maaf" Argebi tidak enak hati "Tidak apa-apa" "Lalu dimana ini?" Argebi tidak kenal dengan tempat ini? menatap kejendela, hanya ada pohon-pohon yang sudah tidak memiliki daun. Mengering serta berjatuhan dibawah sana. "Kau ada dalam pengaruh ilmuan gila" "Ha?!" Tidak percaya akan penuturan Setta, Argebi ingin melepas tawa nya sekuat mungkin. "Dengarkan aku" Setta menyentak bahu Argebi, sontak membuat wanita itu terdiam memandang mata biru di depannya dengan tenang. "Aku percobaan mereka" "Itu makanya
Jendela ditendang sekali hentakan langsung hancur. Efek cairan yang disuntik membuat tenaga Argebi bertambah. Memapah Setta memanjat penghalang untuk turun.Sudah sampai diluar. Hanya ada tumbuhan hijau seperti kebun. Mereka berjalan tertatih melewati perkebunan layaknya labirin. Menghindar dari Azkria dan anak buah yang saat ini mengira Setta sudah mati ditangan Argebi.BrukSetta terhuyung kebelakang kala Argebi jatuh pingsan. Seketika panik, menepuk nepuk pipi wanita itu. Sedangkan tangan satunya lagi menahan perut yang mendenyut akibat darah mengalir semakin banyak."Ar, bangun"Iris mata bergerak tanda akan terbuka. Memperlihatkan bola berwarna abu cerah."Argebi" Panggil Setta"Setta" gumam Gebi"Bangun, kita segera pergi dari sini"Setta berupaya membantu Argebi untuk tegak. Pergi sejauh mungkin atau bersembunyi sebelum para orang gila itu menemui keberadaan mereka."Kenapa aku disini?""
Seluruh stasiun tv mengumumkan jika akan ada hujan dan badai lagi malam ini. Dihimbau untuk warga tidak berkeliaran karena bisa membahayakan.Argebi mematikan televisi. Menghela nafas, cuaca tidak mendukung dirinya untuk menghentikan semua yang akan dilakukan Azkria.Semua seakan keberuntungan Azkria. Menghancurkan seluruh dunia dengan cara menyuntikan cairan-cairan buatan eksperimennya pada manusia. Itu menyebabkan mereka akan berubah ganas, saling menyakiti atau bahkan membunuh.Dunia sedang tidak baik-baik saja. Argebi merasa disini dia yang bersalah, karena dirinya dan Setta kabur. Otomatis kemarahan Azkria meningkat dan akan melakukan apapun yang menurutnya memuaskan.Mencoba memejamkan mata sekilas tapi mantul terbuka kembali. Rasa ngantuk tidak datang padanya hari ini, Setta beranjak dari kasur dan mendekati Argebi yang masih berada di sofa depan tv."Kau kenapa"Argebi menoleh sesaat dan terus berkutat pada fikirannya. "Kau tau setel
Menerima tawaran Setta untuk mengantar dirinya kesekolah mungkin adalah hal terburuk. Selama di Bis semua orang menatap Setta dengan pandangan memuja.Sedangkan lelaki itu terus menggenggam erat tangan Argebi. Tentu dia malu, di tambah ia lupa memakai masker. Sudah pasti semua orang membanding-bandingkan atau bahkan mengolok-olok dirinya."Tampan sekali""Tapi sayang ceweknya jelek""Mending sama aku""Haha, tidak cocok sekali"Sekumpulan anak muda mengata-ngatai nya dengan bisikan yang keras. Tentu terdengar telinga, ingin sekali menutup mulut orang-orang itu dengan kaus kaki saking geramnya."Hiraukan saja" Setta mengeratkan genggaman tangan. Seakan Argebi miliknya.Bis berhenti, Argebi mengeluarkan uang disaku. Sang supir ingin mengambil tapi saat menatap Setta ia menggeleng lalu menyuruh Argebi keluar dengan cepat.Memasukkan uang kesaku baju kembali. "Kira-kira supir Bis itu kenapa?" Tanya Gebi heran, karena b
Peringatan ulang tahun SMAdra tapasty akan diadakan kemping tiap tahunnya. Tidak jauh, hanya disekitar sekolah.Lebih tepatnya halaman sekolah yang lebar. Jika hujan maka mereka akan pindah kekelas masing-masing. Berbagai acara akan diselenggara demi memeriahkan.Argebi sudah berkemas. Membawa tas ransel sedang berisi tiga stel baju dan perlengkapan lainnya. Karena mereka akan menginap tiga hari dua malam.07:30 PM Argebi menyandang tas dan hendak bergegas menuju sekolah. "Ikut"Argebi muak sedari tadi lelaki dibelakangnya mendesak tidak jelas. Mana mungkin Argebi membawa pihak luar masuk kesekolah, yang terjadi adalah ia akan di skors."Kau disini saja""Ayolah, aku janji tidak akan mengacau"Tatapan tajam diberikan Argebi kepada Setta. Tidak dihiraukan lelaki itu tetap kekeh pada pendiriannya.Tin..tinMobil audi putih terparkir didepan rumah. Sang pengendara keluar menampilkan pakaian casual dengan k
DepMati lampu, menggelapkan penglihatan. Semua berteriak bahkan ada yang bersorak riang. Argebi menahan rasa takutnya memejam mata erat tidak ingin melihat sesuatu didalam kegelapan."Kita sambut anak dari pemilik sekolah kita" Suara kepala sekolah dari pengeras suara menghidupkan lampu"Hakkan kausetta"DegDegDegJantung Gebi seolah berdetak melambat. Berharap yang ia dengar ini hanyalah mimpi, atau nama yang sama saja."Tampan sekali, Astaga" Rea memukul mukul paha Argebi yang masih memejamkan mata. Tidak sanggup membuka padahal lampu sudah menyala dengan sempurna.Prok...prok...prokSuara tepuk tangan bergemuruh serentak. Memuja anak pemilik sekolah yang masih sangat muda. Dan tentunya pertama kali terekspos didepan mata mereka. Ikut kemah bersama untuk tahun ini."Gila, Geb pengeran berkuda telah datang" Argebi tidak menghiraukan perkataan Rea. Masih tetap memejamkan mata seolah berdoa kalau pemili
Jam berputar hingga menunjukkan larut malam. Rea tidak kunjung datang, dan Argebi sedari tadi duduk di ubin dingin sembari melihat kesana kemari.Mencari keberadaan Rea, atau bahkan murid lain yang akan ketoilet sebelum tidur. Argebi mendesah kecewa tidak ada satupun orang yang datang untuk menolongnya.Mengarah ke Setta, terpejam sambil menyenderkan punggung ketembok. Bagaimana bisa orang terpenting hilang tidak ada yang mencarinya?"Setta, telvon guru""Aku tidak bawa handphone" Argebi menyernyit heran merasa lelah. Ia ingin bersenang-senang dihari ulangtahun sekolah tapi mengapa sekarang malah terjebak ditoilet bersama Setta."Aku berkata pada mereka kalau aku pulang"Rasa sesak semakin menguasai dada. Bermalam ditempat yang gelap apa itu bisa menyenyakkan tidur?, tentu tidak. Argebi tidak bisa tidur dalam posisi panik.Siapa yang mengunci? batin Gebi sedari tadi bergejolak ingin tau. Sebanyak itu orang yang jijik terhadap di
Sebagian malam sudah termakan oleh waktu. Menjelang pagi, Setta dan Argebi tertidur dengan posisi Gebi meletakkan kepalanya dikedua paha milik Setta yang tidur terduduk.Sungguh, Setta fikir akan ada jalan lain dilorong ini. Tapi ternyata tidak sama sekali. Hanya ada terowongan panjang dengan jalan buntu diujung. Setidaknya mereka bisa menyelamatkan diri dari segala yang mengancam.Tidak tau apa yang terjadi diluar sana. Tapi firasat Setta mengatakan kalau bahaya menyapa keduanya berharap menyambut kedatangan dukacita dengan senyum gembira."Ar, bangun"Mata abu terbuka lebar, sebenarnya Gebi tidak pulas dalam tidurnya. Tapi tetap memejamkan mata mencoba berpikir positif kalau mereka baik-baik saja. Duduk dari pembaringan, mengucek mata yang belum terbuka sempurna."Ayo kita keluar"Setta berdiri dan mengapit jari jemari Gebi ditangan miliknya. Berharap jika semua yang didengar hanyalah kembang api yang diledakan. Bersuka cita hingga tawa re