"Setta"
Setta mengangguk memberi secangkir teh hangat.
"Minumla"
Argebi ragu, meneguk ludah susah payah. " aku tidak meracuni wanita" sarkas Setta.
"Pria?"
Setta menghela nafas " Tidak juga"
"Kau tadi ingin membunuhku"
Byur
Teh meyembur dari dalam mulut mengenai wajah Setta. Sang korban hanya menghela nafas sambil tersenyum kecil.
"Tidak sopan"
"Em, maaf" Argebi tidak enak hati
"Tidak apa-apa"
"Lalu dimana ini?" Argebi tidak kenal dengan tempat ini? menatap kejendela, hanya ada pohon-pohon yang sudah tidak memiliki daun. Mengering serta berjatuhan dibawah sana.
"Kau ada dalam pengaruh ilmuan gila"
"Ha?!" Tidak percaya akan penuturan Setta, Argebi ingin melepas tawa nya sekuat mungkin.
"Dengarkan aku" Setta menyentak bahu Argebi, sontak membuat wanita itu terdiam memandang mata biru di depannya dengan tenang.
"Aku percobaan mereka"
"Itu makanya aku tidak bisa membacamu?"
Setta mengangguk. " mereka mencoba menghabisiku, karena menentang kedudukan dan rencana yang akan dijalankan. Aku tidak ingin menjadi alat penghancur dunia."
"Dan aku tidak ingin kau juga kena imbasnya, karena aku mereka mengenalmu dan kelebihanmu"
"Lalu salahku membantumu kala itu?"
Setta terdiam. "Kenapa harus kau" ujarnya melemah
"Karena aku masih memiliki rasa kemanusiaan"
"Tapi karena kau juga dunia akan hancur, nantinya"
"Aku tidak perduli" menyentak kedua tangan Setta yang bertengger dibahu.
"Aku lelah dengan kemampuan ini, dan jika ada yang menginginkan itu. Aku akan berikan"
Setta menggeleng tak percaya. pemilik raga memberikan dengan suka rela, itu akan menghancurkan dunia. Karena ilmuan bodoh yang akan menguasainya.
"Ja-ngan biarkan it-u terjadi" perkataan Setta penuh penekanan, tidak ada ketakutan dalam diri Argebi. Yang ada hanya pasrah dan keputus-asaan.
"Lawan Argebi"
Srettts
Sebelum akhirnya Setta disetrum oleh rombongan orang dan keduanya dibawa untuk menghadap sang Tuan.
"Sudahku duga, dengan gadis ini aku bisa menangkap kaparat!, sialan! ini" Azkria menendang Setta yang terduduk lemah karena bius.
Tidak bisa melakukan apapun untuk melawan. Karena Setta hanyalah hasil percobaan. Yang dapat dikendalikan kapanpun sang majikan mau.
Argebi tertidur dibrangkar terletak ditengah ruangan. Belum siuman usai disetrum oleh anak buah Azkria. Tapi malah menambah suntikan bening kedalam tubuh Argebi.
Lama kelamaan jika cairan itu masuk terus menerus maka jiwa Argebi tidak akan bisa masuk kembali ke raga miliknya.
Ditambah Argebi sudah pasrah akan kehidupan. Tidak perduli hidup orang hancur karena raganya.
Mata membuka menatap atap ruangan. Mengerjap berkali kali untuk menjelaskan pandangan. Mulai duduk dan terlihat jelas Setta terduduk lemas dilantai sambil di rantai.
Dan Azkria di dampingi anak buahnya duduk didepan komputer ntah apa yang dilakukannya. Argebi turun dari tempat tidur dan menuju Setta.
Setta merasakan seseorang mendekat langsung mendongak.
"Argebi, Kau harus pergi dari sini"
Gebi menggeleng cepat. Menyanggah perkataan Setta yang berbisik. "Kita pergi bersama"
Setta memejamkan mata. Menahan gejolak rasa yang semakin memanas didalam dada nya. Semakin lama bukan berkurang tapi menyesakkan. Seakan pasokan udara menipis.
"Menjauh dariku"
Argebi terhenti dari kegiatan melepas rantai. Mundur beberapa langkah untuk menjauh.
"Kenapa?"
Setta masih merasakan sesak. Tapi saat Argebi menjauh sudah lumayan berkurang. "Apa jangan-jangan..."
Argebi mengernyit heran. Masih menunggu gumaman Setta yang tergantung.
"Jangan mendekat, Kau diutus untuk membunuhku?"
Argebi mengangguk sekali. Belum mengerti maksud perkataan lelaki itu. "Artinya, energi yang kau serap untuk tetap pada jiwamu ada padaku"
Gebi tidak mengerti. Otaknya seakan tidak bekerja, mendadak tubuh Argebi terhentak. Mata abu terganti oleh Mata biru cerah. Tercetak senyum sinis dibibirnya.
Setta tidak habis fikir. Jika Azkria memakai energi terkuat yang sudah dibuat bertahun-tahun lamanya. Energi yang ada pada Setta juga kuat, tapi akses untuk tetap sadar akan jiwa sendiri harus menyerap energi terkuat.
Yang dilakukan Argebi saat ini, menyerap semua energi orang. Agar dirinya semakin kebal dan dapat menghancurkan semua.
Azkria tertawa dipojokan. Berdekap dada sambil menyenderkan bahu ke tembok. "Pemberontak sepertimu, lebih baik mati Setta! "
Brak
Bersamaan pintu tertutup Azkria meninggalkan ruangan di ikuti anak buahnya. Argebi semakin mendekat tertawa seperti orang kesetanan.
"ARGEBI, KENDALIKAN DIRIMU" teriak Setta ingin menyadarkan. Tapi tidak digubris. Wanita itu semakin mendekat dan bergumam keras.
"Mati"
Desisan dari mulut Gebi meremangkan bulu kuduk Setta. Rasa dingin menyeruak didalam ruangan, entah efek energi yang terlalu kuat atau malah memang suhu ac dibesarkan.
Argebi bergerak melepas rantai milik Setta. Sudah pasrah akan yang terjadi, lelaki itu akan tau resiko yang didapat jika menjadi pemberontak. Tapi lebih baik mati dalam keadaan sudah suci dari pada menjadi alat penghancur masa depan.
"Kita pergi"
Mata menatap netra hijau terang dihadapan. Heran, Setta tau ini bukan Argebi.
"Siapa kau?"
Tidak digubris, Argebi memegang tangan Setta untuk segera dirangkul. Karena lelaki itu pasti masih lemah, belum lagi darah yang masih mengalir deras diperut. Karena jahitan bekas tusukan terbuka kembali.
Jendela ditendang sekali hentakan langsung hancur. Efek cairan yang disuntik membuat tenaga Argebi bertambah. Memapah Setta memanjat penghalang untuk turun.Sudah sampai diluar. Hanya ada tumbuhan hijau seperti kebun. Mereka berjalan tertatih melewati perkebunan layaknya labirin. Menghindar dari Azkria dan anak buah yang saat ini mengira Setta sudah mati ditangan Argebi.BrukSetta terhuyung kebelakang kala Argebi jatuh pingsan. Seketika panik, menepuk nepuk pipi wanita itu. Sedangkan tangan satunya lagi menahan perut yang mendenyut akibat darah mengalir semakin banyak."Ar, bangun"Iris mata bergerak tanda akan terbuka. Memperlihatkan bola berwarna abu cerah."Argebi" Panggil Setta"Setta" gumam Gebi"Bangun, kita segera pergi dari sini"Setta berupaya membantu Argebi untuk tegak. Pergi sejauh mungkin atau bersembunyi sebelum para orang gila itu menemui keberadaan mereka."Kenapa aku disini?""
Seluruh stasiun tv mengumumkan jika akan ada hujan dan badai lagi malam ini. Dihimbau untuk warga tidak berkeliaran karena bisa membahayakan.Argebi mematikan televisi. Menghela nafas, cuaca tidak mendukung dirinya untuk menghentikan semua yang akan dilakukan Azkria.Semua seakan keberuntungan Azkria. Menghancurkan seluruh dunia dengan cara menyuntikan cairan-cairan buatan eksperimennya pada manusia. Itu menyebabkan mereka akan berubah ganas, saling menyakiti atau bahkan membunuh.Dunia sedang tidak baik-baik saja. Argebi merasa disini dia yang bersalah, karena dirinya dan Setta kabur. Otomatis kemarahan Azkria meningkat dan akan melakukan apapun yang menurutnya memuaskan.Mencoba memejamkan mata sekilas tapi mantul terbuka kembali. Rasa ngantuk tidak datang padanya hari ini, Setta beranjak dari kasur dan mendekati Argebi yang masih berada di sofa depan tv."Kau kenapa"Argebi menoleh sesaat dan terus berkutat pada fikirannya. "Kau tau setel
Menerima tawaran Setta untuk mengantar dirinya kesekolah mungkin adalah hal terburuk. Selama di Bis semua orang menatap Setta dengan pandangan memuja.Sedangkan lelaki itu terus menggenggam erat tangan Argebi. Tentu dia malu, di tambah ia lupa memakai masker. Sudah pasti semua orang membanding-bandingkan atau bahkan mengolok-olok dirinya."Tampan sekali""Tapi sayang ceweknya jelek""Mending sama aku""Haha, tidak cocok sekali"Sekumpulan anak muda mengata-ngatai nya dengan bisikan yang keras. Tentu terdengar telinga, ingin sekali menutup mulut orang-orang itu dengan kaus kaki saking geramnya."Hiraukan saja" Setta mengeratkan genggaman tangan. Seakan Argebi miliknya.Bis berhenti, Argebi mengeluarkan uang disaku. Sang supir ingin mengambil tapi saat menatap Setta ia menggeleng lalu menyuruh Argebi keluar dengan cepat.Memasukkan uang kesaku baju kembali. "Kira-kira supir Bis itu kenapa?" Tanya Gebi heran, karena b
Peringatan ulang tahun SMAdra tapasty akan diadakan kemping tiap tahunnya. Tidak jauh, hanya disekitar sekolah.Lebih tepatnya halaman sekolah yang lebar. Jika hujan maka mereka akan pindah kekelas masing-masing. Berbagai acara akan diselenggara demi memeriahkan.Argebi sudah berkemas. Membawa tas ransel sedang berisi tiga stel baju dan perlengkapan lainnya. Karena mereka akan menginap tiga hari dua malam.07:30 PM Argebi menyandang tas dan hendak bergegas menuju sekolah. "Ikut"Argebi muak sedari tadi lelaki dibelakangnya mendesak tidak jelas. Mana mungkin Argebi membawa pihak luar masuk kesekolah, yang terjadi adalah ia akan di skors."Kau disini saja""Ayolah, aku janji tidak akan mengacau"Tatapan tajam diberikan Argebi kepada Setta. Tidak dihiraukan lelaki itu tetap kekeh pada pendiriannya.Tin..tinMobil audi putih terparkir didepan rumah. Sang pengendara keluar menampilkan pakaian casual dengan k
DepMati lampu, menggelapkan penglihatan. Semua berteriak bahkan ada yang bersorak riang. Argebi menahan rasa takutnya memejam mata erat tidak ingin melihat sesuatu didalam kegelapan."Kita sambut anak dari pemilik sekolah kita" Suara kepala sekolah dari pengeras suara menghidupkan lampu"Hakkan kausetta"DegDegDegJantung Gebi seolah berdetak melambat. Berharap yang ia dengar ini hanyalah mimpi, atau nama yang sama saja."Tampan sekali, Astaga" Rea memukul mukul paha Argebi yang masih memejamkan mata. Tidak sanggup membuka padahal lampu sudah menyala dengan sempurna.Prok...prok...prokSuara tepuk tangan bergemuruh serentak. Memuja anak pemilik sekolah yang masih sangat muda. Dan tentunya pertama kali terekspos didepan mata mereka. Ikut kemah bersama untuk tahun ini."Gila, Geb pengeran berkuda telah datang" Argebi tidak menghiraukan perkataan Rea. Masih tetap memejamkan mata seolah berdoa kalau pemili
Jam berputar hingga menunjukkan larut malam. Rea tidak kunjung datang, dan Argebi sedari tadi duduk di ubin dingin sembari melihat kesana kemari.Mencari keberadaan Rea, atau bahkan murid lain yang akan ketoilet sebelum tidur. Argebi mendesah kecewa tidak ada satupun orang yang datang untuk menolongnya.Mengarah ke Setta, terpejam sambil menyenderkan punggung ketembok. Bagaimana bisa orang terpenting hilang tidak ada yang mencarinya?"Setta, telvon guru""Aku tidak bawa handphone" Argebi menyernyit heran merasa lelah. Ia ingin bersenang-senang dihari ulangtahun sekolah tapi mengapa sekarang malah terjebak ditoilet bersama Setta."Aku berkata pada mereka kalau aku pulang"Rasa sesak semakin menguasai dada. Bermalam ditempat yang gelap apa itu bisa menyenyakkan tidur?, tentu tidak. Argebi tidak bisa tidur dalam posisi panik.Siapa yang mengunci? batin Gebi sedari tadi bergejolak ingin tau. Sebanyak itu orang yang jijik terhadap di
Sebagian malam sudah termakan oleh waktu. Menjelang pagi, Setta dan Argebi tertidur dengan posisi Gebi meletakkan kepalanya dikedua paha milik Setta yang tidur terduduk.Sungguh, Setta fikir akan ada jalan lain dilorong ini. Tapi ternyata tidak sama sekali. Hanya ada terowongan panjang dengan jalan buntu diujung. Setidaknya mereka bisa menyelamatkan diri dari segala yang mengancam.Tidak tau apa yang terjadi diluar sana. Tapi firasat Setta mengatakan kalau bahaya menyapa keduanya berharap menyambut kedatangan dukacita dengan senyum gembira."Ar, bangun"Mata abu terbuka lebar, sebenarnya Gebi tidak pulas dalam tidurnya. Tapi tetap memejamkan mata mencoba berpikir positif kalau mereka baik-baik saja. Duduk dari pembaringan, mengucek mata yang belum terbuka sempurna."Ayo kita keluar"Setta berdiri dan mengapit jari jemari Gebi ditangan miliknya. Berharap jika semua yang didengar hanyalah kembang api yang diledakan. Bersuka cita hingga tawa re
Rafael mengemudikan audi putih dengan kencang saat melihat Setta membawa Argebi secara paksa.Sudah menduga, jika Setta bukan lelaki baik-baik. Dari tatapan pertama kali hingga ia tau Setta anak pemilik sekolah. Sedangkan pemilik sekolah ini bisa dibilang tidak pernah ter-ekspos ke media ataupun publik.Itu karena kedua orangtua Setta memiliki gangguan jiwa. Maka Setta lah yang meneruskan untuk memimpin sekolah. Tapi tidak bisa dipungkiri jika Setta bukannya meneruskan tapi malah mengabaikan. Malah berencana membunuh semua orang. Dan itu Rafael dengar sebelum Setta maju menampak kan diri dihadapan semua siswa.Ia merencanakan pembunuhan di sekolahnya sendiri. Rafael bergegas mencari keberadaan Argebi, dan ia mendengar jika Rea menelvon saat itu. Demi keselamatan, Rafa membius Rea dan meletak digudang.Rafa berlari sekencang mungkin menuju toilet. Tidak lama suara tembakan yang memakan korban ratusan orang terdengar memekakkan. Rafael membelala