Tiba-tiba datang banyak nya orang berbondong untuk melihat kejadian. Padahal tadi Gebi tidak melihat satupun orang disana. Lalu dari mana saja mereka.
Argebi berlari memasuki sekolah. Ikut mengerubungi hal yang tampak sedang dipertontonkan.
"Hahaha cupu"
Lelaki yang jatuh dari ketinggian berdiri dengan tawaan. Membuat orang orang panik tidak terkira. Darah yang mengalir dikepala menetes melewati wajah. Tapi, mengapa tidak merasakan apa-apa?
Gebi menahan nafas. Mundur beberapa langkah dan berlari menuju kelas.
Yang ada diotaknya adalah, laki-laki itu sudah tiada. Lalu siapa dia? mengapa masuk dengan seenaknya ketubuh seseorang yang baru saja mati.
Gebi menelusur kelas. Kosong
Karena semua sibuk menatap kearah mayat hidup.Aaaa
Teriakan orang membuat Gebi tersentak dan menuju keluar. Lelaki itu? ingin lompat dari tingkat dua. Tempatnya berada saat ini.
Itu artinya, hal yang dilihatnya tadi hanya ilusi. Dan akan menjadi nyata.
"Jangan" Teriakan dari orang-orang dibawah memekakan telinga. Gebi menghampiri lelaki itu.
"Hey, Kau"
Lelaki itu menatap kearah Gebi. Menaruh tangan keudara berjalan mundur hingga kaki memanjat pembatas.
"Jangan mendekat, kau tidak tau rasanya menjadi aku"
Lelaki itu memukul kepala dengan satu tangan. Gebi tetap datar tidak ada niatan untuk membujuk.
Memejamkan mata sekilas. Gebi melihat selembaran kisah, Seorang lelaki yang menatap wanita bercinta dengan lelaki lain.
Gebi tertawa kecil. "Hanya karena cinta ternyata"
"Sangat buruk"
Ejekan Gebi membuat lelaki itu maju mendekatinya. "Kau diam! karena kau tidak pernah merasakan sakitnya di khianati"
Gebi mengangguk anggukkan kepalanya. "Lalu, kau tau bagaimana rasanya kehilangan semua orang yang ada dihidupmu. Tanpa ada yang tersisa, seharusnya kau bangga. Karena masih banyak yang mengharapkanmu hidup" Gebi menunjuk kebawah dengan matanya. Banyak orang yang panik, bahkan keluarga dan petugas kepolisian sudah ada disana.
Lelaki itu terdiam.
"Jika kau ingin mati. Silahkan, aku tidak akan menghentikanmu. Tapi jika kau sudah mati, kuharap jangan menemuiku untuk meminta tolong, karena sudah terlalu banyak hantu yang harus ku tolong"
Gebi meninggalkan lelaki otu bergitu saja. Membuat para orang dibawah berteriak histeris lagi dan lagi karena Lelaki itu menaiki pembatas.
"Keras kepala" Gebi menghela nafas lelah.
"Akan aku bantu dirimu kalau kau tetap memilih hidup"
Mulut Gebi begitu saja berucap tanpa berfikir. Sang lelaki pun turun dari pembatas dan menatap Gebi antusias.
"Aku setuju"
"huh. Tidak manusia, tidak setan sama sama merepotkan"
.
Sepulang dari sekolah Gebi menaiki Bis lagi untuk kerumahnya. Tidak seperti tadi pagi, Bis kali ini terlalu padat hingga tidak mendapatkan tempat duduk.
Argebi berdiri hingga pegal menguasai kakinya. Halte menuju rumah sudah dekat, Bis berhenti dan ia pun keluar. Ingin membayar tapi supir tidak menerima uangnya dan pergi begitu saja. Sebenarnya dia heran, tapi juga untung baginya.
Angin lagi lagi berhembus kencang. Dingin menguasai tubuh sehingga Argebi mengeratkan rompi yang dikenakannya. Berjalan dengan suasana cukup sepi. Tidak bisa dipungkiri Gebi sangat ingin cepat sampai kerumah.
Pohon pohon seakan ingjn tercabut dari akarnya. Angin badai menerbangkan sampah yang berserakan.
Whuss
Angin menghembus telinga Gebi, anehnya angin itu terasa hangat.Gebi mempercepat langkah menggenggam erat tas ransel yang dikenakannya.
Membuka pintu dengan tergesa gesa seakan ada yang mengikutinya.
Brak!
Pintu terbanting. Argebi naik kekasur kayunya dengan keras dan menghasilkan bunyi khas.
Memejamkan mata beberapa kali ingin membaca hal yang akan terjadi. Mata membola tahu akan gejolak kejadian yang meratapi kesedihan.
Tidak ada kata lain yang bisa disebutkan. Gebi tidak akan bisa menghentikan. Lalu? Ia akan menunggu kejadian itu datang dan meratapi kebodohannya untuk kesekian kali.
.
#Kecelakaan beruntun malam ini terjadi
#Bis sekolah menewaskan puluhan anak-anak#Angin topan menerbangkan atas rumah hingga mengenai leher orang yang lewat.Argebi menonton berita terkini. Sekilas yang terlintas dikepalanya tidak mengarah hal yang salah. Semua yang dilihat sudah terjadi. Tidak bisa dikendalikan karena ia hanya manusia biasa.
Hanya diberi anugrah untuk tahu lebih dulu tanpa bisa menghentikan apa yang sudah ditakdirkan.
Tapi Argebi terpuruk. Lebih baik tidak tau sama sekali dari pada tau tapi hanya bisa diam tanpa melalukan apapun yang bisa merubah segalanya.
Gebi mematikan tv. Sehingga kesunyian menghantuinya seakan memerahi atas kebodohan. Rasa ingin berteriak pada dunia kalau ia ingin mati saja.
Tapi ia tidak ingin seperti hantu-hantu bergentayangan yang selalu mengantuinya untuk meminta tolong.
Tidak. Gebi tidak sudi
Lebih baik menolong dari pada meminta tolong. Lagian pada siapa ia akan meminta tolong jika nantinya dia mati? apakah ada orang yang sepertinya? yang selalu dengan cuma-cuma dan sukarela membatu para makhluk halus itu.
Sepertinya tidak.
Dor...dor...dor
Gebi tersentak kala pintu rumahnya digedor dengan brutal. Siapa yang mengganggu dipagi yang menyedihkan ini.
Mengintip di tengah bolongan yang terbuka dibagian pintu. Tidak terlihat.
Gebi membuka pintu dengan pelan. Terlihat lelaki yang membuatnya mengucapkan janji dengan tidak berfikir dua kali. Datang dengan tidak ada sopan dan masuk tanpa permisi.
Gebi menutup pintu. Mengikuti lelaki itu yang duduk dimeja makan.
Mencomot roti yang ada dimeja. "Aku menagih janji"
Argebi menjauhkan diri dari penglihatan lelaki berseragam. Mencoba memikirkan hal yang sedari tadi mengganggu otaknya. Permintaan lelaki ini tidaklah mudah. Argebi tidak bisa gegabah hanya karena satu orang saja. Hidupnya sudah rumit lalu mengapa sekarang lelaki itu datang membawa masalah baru untuk hidupnya. "Bagaimana" Tepukan dibahu membuat Argebi menoleh kearah samping. "Aku tidak bisa" "Kalau gitu mengapa kau menyuruhku untuk tetap hidup dan mengapa kau katakan ingi membantu?" Lelaki itu emosi sehingga membanting makanan yang ada ditangan kanannya. "Semua begitu sulit" "Tidak. Jika kau rela" Lelaki itu meminta untuk dia bercinta dengan Argebi. Hanya demi membuat sang mantan kekasih menyesal. Lalu mengapa Argebi yang kena? siapa lelaki ini yang mampu membuat harga diri Argebi menghilang. "Pergi. Jika kau hanya ingin itu" Perkataan penuh penekanan terlontar membuat lelaki itu semakin meredam amarah. "
"Tolong" rintihan melemahkan perhatian. Memilukan pendengar, alam seakan membantu jika dirinya mati mengenaskan.Hujan deras membuat suaranya teredam. Tidak ada yang mendengarkan itu bisa menyebabkan hal yang fatal. Seorang lelaki hampir sekarat dengan tusukan bagian perut. Merintih kesakitan dibawah kolong jembatan.Argebi berjalan dengan santai menuju rumah. Angin kencang menerbangkan payung bening miliknya. Tidak ingin basah dia berlari kearah kolong jembatan, setidaknya bisa berteduh untuk sementara."To-long"Rintihan terdengar memilukan. Tapi malah mengerikan untuk Gebi. Mengelus tengkuknya yang dingin karena cuaca dan suara.Menatap kearah lorong jembatan yang panjang. Arus Sungai deras akibat hujan. Gelap, penglihatan Argebi tidak bisa menembus kedalam sana.Mengeluarkan handphone miliknya dan menghidupkan mode senter. Mata Argebi membelalak melihat seorang lelaki memakai
Diberi senyuman hangat "Good morning" tanpa rasa bersalah."Aku hanya mencoba membuat makanan untukmu"Gebi menggelengkan kepala. Lalu acuh pergi meninggalkan lelaki tampan tapi gila. menurutnya"Sudah jadi" Dengan semangat Setta meletak sushi buatannya dengan resep yang sudah diganti dari pembuatan umum.Argebi memandang dingin kearah makanan. Tapi bukan berarti tidak ingin mencoba, karena makanan tidak boleh dibuang. Itu menyesatkanMenyuap satu sushi buatan Setta kemulut. Sambil memejamkan mata menikmati hidangan. Setta tersenyum berharap satu kata saja keluar dari mulut Gebi.Tapi, tidak kunjung didengar."Hm Hakkan, ini lumayan" penuturan Gebi meyorak kan hati Setta. Rasanya ingin membuat yang lebih banyak lagi."Apa kau sudah coba?" Setta menggeleng"Cobalah"Setta
"Ada apa" Tanya SettaArgebi menggeleng kuat pergi kedapur. Membuka kulkas sambil menggela nafas, merasakan sensasi dingin dari udara. Tangan menyentuh botol dan meneguk isinya. Tenggorokan nain turun hingga air menetes keluar beberapa tetas keleher."Sial"Umpat Setta dari ruang tengah mengalihkan perhatian Gebi.Berjalan perlahan menatap kedepan dengan lurus. Pandangan jatuh pada perut milik Setta. Darah mengalir deras membasahi baju."Ada apa" Argebi memutar badan seratus delapan puluh derajat, terbilang cukup panik mengambil peralatan medis."Biarku obati"EngghhhRintihan terdengar saat Gebi sedikit menekan perut Setta dengan telapak tangan. Mulai mengobati sesuai yang ia ketahui.Setta memejamkan mata menikmati rasa sakit yang di terima."Aku harus pergi" mendongak men
Jantung terkejut untuk beberapa kali. Disetrum oleh kursi listrik membuat Argebi ingin mati saat ini.Sebuah suntikan dicucuk keleher. Cairan bening langsung masuk kedalam tubuh.Hanya tinggal menunggu reaksi.Azkria tersenyum senang menatap percobaannya dari monitor. Argebi dimasukkan kedalam sebuah tabung berbentuk kaca. Sehingga bisa dilihat dengan jelas dari luar.Argebi tersadar. Rasanya badan terlalu lelah dan remuk. Membuka mata,yang belum ia sadari tidak memiliki warna abu. Melainkan berwarna Biru cerah. Argebi berubahAkan menurut pada tuannya. Melakukan segala perintah tanpa bisa memilih baik atau buruk."Hahahaha" tawa menggelegar dari Azkria diikuti anak buahnya. Tabung dibuka dengan remote sehingga Argebi langsung bisa keluar. Mendekati Azkria dan menunduk hormat."Kau luar biasa"Argebi akan tetap seperti manusia biasa.
"Setta" Setta mengangguk memberi secangkir teh hangat. "Minumla" Argebi ragu, meneguk ludah susah payah. " aku tidak meracuni wanita" sarkas Setta. "Pria?" Setta menghela nafas " Tidak juga" "Kau tadi ingin membunuhku" Byur Teh meyembur dari dalam mulut mengenai wajah Setta. Sang korban hanya menghela nafas sambil tersenyum kecil. "Tidak sopan" "Em, maaf" Argebi tidak enak hati "Tidak apa-apa" "Lalu dimana ini?" Argebi tidak kenal dengan tempat ini? menatap kejendela, hanya ada pohon-pohon yang sudah tidak memiliki daun. Mengering serta berjatuhan dibawah sana. "Kau ada dalam pengaruh ilmuan gila" "Ha?!" Tidak percaya akan penuturan Setta, Argebi ingin melepas tawa nya sekuat mungkin. "Dengarkan aku" Setta menyentak bahu Argebi, sontak membuat wanita itu terdiam memandang mata biru di depannya dengan tenang. "Aku percobaan mereka" "Itu makanya
Jendela ditendang sekali hentakan langsung hancur. Efek cairan yang disuntik membuat tenaga Argebi bertambah. Memapah Setta memanjat penghalang untuk turun.Sudah sampai diluar. Hanya ada tumbuhan hijau seperti kebun. Mereka berjalan tertatih melewati perkebunan layaknya labirin. Menghindar dari Azkria dan anak buah yang saat ini mengira Setta sudah mati ditangan Argebi.BrukSetta terhuyung kebelakang kala Argebi jatuh pingsan. Seketika panik, menepuk nepuk pipi wanita itu. Sedangkan tangan satunya lagi menahan perut yang mendenyut akibat darah mengalir semakin banyak."Ar, bangun"Iris mata bergerak tanda akan terbuka. Memperlihatkan bola berwarna abu cerah."Argebi" Panggil Setta"Setta" gumam Gebi"Bangun, kita segera pergi dari sini"Setta berupaya membantu Argebi untuk tegak. Pergi sejauh mungkin atau bersembunyi sebelum para orang gila itu menemui keberadaan mereka."Kenapa aku disini?""
Seluruh stasiun tv mengumumkan jika akan ada hujan dan badai lagi malam ini. Dihimbau untuk warga tidak berkeliaran karena bisa membahayakan.Argebi mematikan televisi. Menghela nafas, cuaca tidak mendukung dirinya untuk menghentikan semua yang akan dilakukan Azkria.Semua seakan keberuntungan Azkria. Menghancurkan seluruh dunia dengan cara menyuntikan cairan-cairan buatan eksperimennya pada manusia. Itu menyebabkan mereka akan berubah ganas, saling menyakiti atau bahkan membunuh.Dunia sedang tidak baik-baik saja. Argebi merasa disini dia yang bersalah, karena dirinya dan Setta kabur. Otomatis kemarahan Azkria meningkat dan akan melakukan apapun yang menurutnya memuaskan.Mencoba memejamkan mata sekilas tapi mantul terbuka kembali. Rasa ngantuk tidak datang padanya hari ini, Setta beranjak dari kasur dan mendekati Argebi yang masih berada di sofa depan tv."Kau kenapa"Argebi menoleh sesaat dan terus berkutat pada fikirannya. "Kau tau setel