Argebi menjauhkan diri dari penglihatan lelaki berseragam. Mencoba memikirkan hal yang sedari tadi mengganggu otaknya. Permintaan lelaki ini tidaklah mudah.
Argebi tidak bisa gegabah hanya karena satu orang saja. Hidupnya sudah rumit lalu mengapa sekarang lelaki itu datang membawa masalah baru untuk hidupnya.
"Bagaimana" Tepukan dibahu membuat Argebi menoleh kearah samping.
"Aku tidak bisa"
"Kalau gitu mengapa kau menyuruhku untuk tetap hidup dan mengapa kau katakan ingi membantu?" Lelaki itu emosi sehingga membanting makanan yang ada ditangan kanannya.
"Semua begitu sulit"
"Tidak. Jika kau rela"
Lelaki itu meminta untuk dia bercinta dengan Argebi. Hanya demi membuat sang mantan kekasih menyesal. Lalu mengapa Argebi yang kena? siapa lelaki ini yang mampu membuat harga diri Argebi menghilang.
"Pergi. Jika kau hanya ingin itu"
Perkataan penuh penekanan terlontar membuat lelaki itu semakin meredam amarah.
"Kalau begitu akan ku gunakan cara kasar. Karena ini janjimu"
Lelaki itu mendorong bahu Argebi dengan kencang membuat nya tergoncang dan jatuh menyentuh lantai yang dingin. Mata Argebi memejam kala kamera terpasang disudut ruangan.
"Keluar" Kata kata tegas yang muncul tidak menggoyahkan, malah sang lelaki membuka pakaian nya dan mulai ingin menjamah Argebi.
Berdiri dari duduknya dan terlentang dikasur. Membuat sang lelaki senang karena menurutnya wanita itu sudah pasrah dan akan membantunya.
Mendekati ranjang ingin menyentuh kulit wajah Argebi. Walau bekas bakaran sangat mengganggu tapi tidak untuk lelaki itu dia tetap menjamah.
Mengelus puncak kepala Gebi. Tidak lama angin kencang menghantam jendela membuat suara yang besar. Angin menerbangkan kain-kain didalam.
Lelaki itu terdiam sesaat. Melihat Argebi yang sepertinya tertidur tidak terganggu sedikitpun.
"Ar?"gumam Lelaki itu pelan
Brak brak brak
Semua pintu bertabrakan dengan tembok. Menimbulkan suara yang memekakan ditelinga.
Asap mengepul seperti uap terlihat mengambang diudara.
Bunyi barang barang berserakan menganggu penglihatan. Lelaki itu panik kala uap mengepul didepan wajah Argebi. Mata membuka terlihat bola mata berwarna hijau terang.
Argebi bangun dengan pandangan menuju lelaki itu. Menatap intens lama kelamaan senyum tipis terpatri.
Lelaki itu bergidik ngeri. Memakai baju dan mulai ingin keluar dari rumah. Tapi pintu terkunci
Dar...dar
Dobrakan berkali kali tidak membuahkan hasil. Argebi semakin dekat dengan senyum mematikan diwajahnya.
Lelaki itu memohon sampai berlutut dibawah. "Maafkan aku"
Tidak diidahkan. Argebi maju dengan cepat menjambak rambut panjang dan mulai mengadah kebelakang karena tarikan yang menyakitkan.
"Izinkan aku pergi"
"Kau terlalu bodoh"Suara yang lebih nyaring dari suara milik raga. Ini bukan Argebi
Jiwa yang marah jika penolongnya disakiti. jiwa yang selalu dibantu oleh Argebi akan marah jika penolongnya dimanfaatkan.
Bangku dan barang bertubrukan satu sama lain. Lelaki itu memohon berkali kali. Tapi jiwa Argebi duduk dikasur dengan tenang. Menatap wajah ketakutan lelaki itu dengan tawa kecil.
Membiarkan Jiwa lain menempati tubuhnya demi memberi pelajaran.
Melihat Raganya mulai mengambil pisau pemotong buah. Argebi merasa sudah cukup.
Menabrak jiwa yang menempati tubuhnya. Raga sudah menjadi miliknya lagi. Mata hijau berubah berwarna abu terang. Milik Argebi
"Aaa kumohon"
Dengan kepala menunduk memandang pisau yang masih terletak dileher. Argebi tidak menyelesaikan semua, ia malah melanjutkan drama. Ingin membuat lelaki ini jera.
Ini yang dinamakan dikasih hati minta jantung. Ditawari bantuan malah menggunakan untuk kejahatan. Argebi benci manusia seperti ini.
Tangan tidak bergerak. Lelaki itu menatap keatas. Mata Argebi sudah kembali itu artinya dia bebas.
"Maaf kan aku, tidak akan macam macam lagi" Lelaki itu berdiri dan menunduk hormat meminta maaf.
"Jangan membuat jiwa diluar sana mengamuk hanya karena kau yang kotor"
Lelaki itu mengangguk dan memegang tangan Argebi untuk meminta maaf untuk kesekian kalinya.
"Sekarang, kau masih ingin mati?"
Lelaki itu panik dan langsung memegang knop pintu untuk pergi.
"Namaku Edwild" teriaknya dan lari terburu buru.
.
Argebi berada disebuah stasiun kereta. Menaiki kereta, berdiri karena penuh.
Brak
"Kau merepotkan sekali"
"Maafkan aku"
Seorang lelaki menabrak wanita diujung sana. Membuat sang wanita menjatuhkan barang miliknya. Dan berlalu melewati Argebi.
Argebi menutup mata. Membuka dengan cepat setelah tau sebuah kisah lagi yang didapatnya. Ingin menghentikan sesuatu ini, dia yakini pasti bisa.
Berlari mengikuti wanita itu ditengah keramaian orang. Kereta berhentian di stasiun berikutnya.
Argebi menatap tajam wanita berpakaian jas pink dengan celana jogger. Mengenakan kupluk hitam.
Argebi terus mengikuti sampai disuatu lorong panjang. Wanita itu hilang.
Mencari kesana kemari dengan tenang. Melirik kekanan dan kekiri dengan ekor mata. Sekelebat bayangan lewat dan ia yakin itu wanita yang dicari.
Ctas
Argebi menutup diri disebuah tembok. Suara yang masuk ketelinga membuat elu hatinya merasakan ngilu. Dua orang lelaki berpakaian hitam keluar dari gang.
Argebi mendekat. Wanita berbaju pink tewas. Dengan leher tertancap obeng dan semua barang yang diambil.
Argebi meneteskan air mata. Ia gagal. Lagi
Menyelamatkan nyawa orang yang ia ketahui akan mati diwaktu yang ditentukan. Dia gagal.
Argebi keluar dari gang dengan terburu buru. Menabrak bahu seorang wanita berbaju pink
Argebi membelalak. Dia wanita iu, yang dilihatnya mati dibunuh. Artinya belum terlambat.
Argebi menahan koper yang diseretnya. Membuat wanita itu menatao dengan seksama, Wajah memerah seperti baru saja menangis.
"Mau ngopi bersama" Tawaran tidak masuk akal terlontar. Membuat sang waanita mengentak tangannya yang dipegang.
"Jika kematian akan datang padamu sekarang juga. Apakah kau bahagia?"
Wanita itu menggeleng. "Aku ingin menemui penjaminku agar bisa hidup dikota ini, sebentar saja. Aku akan ikut ngopi bersamamu"
"Tidak ada waktu" Argebi menarik tangan wanita itu. Langit mendadak mendung seolah marah. Angin terhempas dengan keras meninggalkan sampah berserakan.
Wanita itu pergi bersama Argebi. Dan ditatap dua lelaki berpakaian hitam dengan tajam diujung lorong.
"Tolong" rintihan melemahkan perhatian. Memilukan pendengar, alam seakan membantu jika dirinya mati mengenaskan.Hujan deras membuat suaranya teredam. Tidak ada yang mendengarkan itu bisa menyebabkan hal yang fatal. Seorang lelaki hampir sekarat dengan tusukan bagian perut. Merintih kesakitan dibawah kolong jembatan.Argebi berjalan dengan santai menuju rumah. Angin kencang menerbangkan payung bening miliknya. Tidak ingin basah dia berlari kearah kolong jembatan, setidaknya bisa berteduh untuk sementara."To-long"Rintihan terdengar memilukan. Tapi malah mengerikan untuk Gebi. Mengelus tengkuknya yang dingin karena cuaca dan suara.Menatap kearah lorong jembatan yang panjang. Arus Sungai deras akibat hujan. Gelap, penglihatan Argebi tidak bisa menembus kedalam sana.Mengeluarkan handphone miliknya dan menghidupkan mode senter. Mata Argebi membelalak melihat seorang lelaki memakai
Diberi senyuman hangat "Good morning" tanpa rasa bersalah."Aku hanya mencoba membuat makanan untukmu"Gebi menggelengkan kepala. Lalu acuh pergi meninggalkan lelaki tampan tapi gila. menurutnya"Sudah jadi" Dengan semangat Setta meletak sushi buatannya dengan resep yang sudah diganti dari pembuatan umum.Argebi memandang dingin kearah makanan. Tapi bukan berarti tidak ingin mencoba, karena makanan tidak boleh dibuang. Itu menyesatkanMenyuap satu sushi buatan Setta kemulut. Sambil memejamkan mata menikmati hidangan. Setta tersenyum berharap satu kata saja keluar dari mulut Gebi.Tapi, tidak kunjung didengar."Hm Hakkan, ini lumayan" penuturan Gebi meyorak kan hati Setta. Rasanya ingin membuat yang lebih banyak lagi."Apa kau sudah coba?" Setta menggeleng"Cobalah"Setta
"Ada apa" Tanya SettaArgebi menggeleng kuat pergi kedapur. Membuka kulkas sambil menggela nafas, merasakan sensasi dingin dari udara. Tangan menyentuh botol dan meneguk isinya. Tenggorokan nain turun hingga air menetes keluar beberapa tetas keleher."Sial"Umpat Setta dari ruang tengah mengalihkan perhatian Gebi.Berjalan perlahan menatap kedepan dengan lurus. Pandangan jatuh pada perut milik Setta. Darah mengalir deras membasahi baju."Ada apa" Argebi memutar badan seratus delapan puluh derajat, terbilang cukup panik mengambil peralatan medis."Biarku obati"EngghhhRintihan terdengar saat Gebi sedikit menekan perut Setta dengan telapak tangan. Mulai mengobati sesuai yang ia ketahui.Setta memejamkan mata menikmati rasa sakit yang di terima."Aku harus pergi" mendongak men
Jantung terkejut untuk beberapa kali. Disetrum oleh kursi listrik membuat Argebi ingin mati saat ini.Sebuah suntikan dicucuk keleher. Cairan bening langsung masuk kedalam tubuh.Hanya tinggal menunggu reaksi.Azkria tersenyum senang menatap percobaannya dari monitor. Argebi dimasukkan kedalam sebuah tabung berbentuk kaca. Sehingga bisa dilihat dengan jelas dari luar.Argebi tersadar. Rasanya badan terlalu lelah dan remuk. Membuka mata,yang belum ia sadari tidak memiliki warna abu. Melainkan berwarna Biru cerah. Argebi berubahAkan menurut pada tuannya. Melakukan segala perintah tanpa bisa memilih baik atau buruk."Hahahaha" tawa menggelegar dari Azkria diikuti anak buahnya. Tabung dibuka dengan remote sehingga Argebi langsung bisa keluar. Mendekati Azkria dan menunduk hormat."Kau luar biasa"Argebi akan tetap seperti manusia biasa.
"Setta" Setta mengangguk memberi secangkir teh hangat. "Minumla" Argebi ragu, meneguk ludah susah payah. " aku tidak meracuni wanita" sarkas Setta. "Pria?" Setta menghela nafas " Tidak juga" "Kau tadi ingin membunuhku" Byur Teh meyembur dari dalam mulut mengenai wajah Setta. Sang korban hanya menghela nafas sambil tersenyum kecil. "Tidak sopan" "Em, maaf" Argebi tidak enak hati "Tidak apa-apa" "Lalu dimana ini?" Argebi tidak kenal dengan tempat ini? menatap kejendela, hanya ada pohon-pohon yang sudah tidak memiliki daun. Mengering serta berjatuhan dibawah sana. "Kau ada dalam pengaruh ilmuan gila" "Ha?!" Tidak percaya akan penuturan Setta, Argebi ingin melepas tawa nya sekuat mungkin. "Dengarkan aku" Setta menyentak bahu Argebi, sontak membuat wanita itu terdiam memandang mata biru di depannya dengan tenang. "Aku percobaan mereka" "Itu makanya
Jendela ditendang sekali hentakan langsung hancur. Efek cairan yang disuntik membuat tenaga Argebi bertambah. Memapah Setta memanjat penghalang untuk turun.Sudah sampai diluar. Hanya ada tumbuhan hijau seperti kebun. Mereka berjalan tertatih melewati perkebunan layaknya labirin. Menghindar dari Azkria dan anak buah yang saat ini mengira Setta sudah mati ditangan Argebi.BrukSetta terhuyung kebelakang kala Argebi jatuh pingsan. Seketika panik, menepuk nepuk pipi wanita itu. Sedangkan tangan satunya lagi menahan perut yang mendenyut akibat darah mengalir semakin banyak."Ar, bangun"Iris mata bergerak tanda akan terbuka. Memperlihatkan bola berwarna abu cerah."Argebi" Panggil Setta"Setta" gumam Gebi"Bangun, kita segera pergi dari sini"Setta berupaya membantu Argebi untuk tegak. Pergi sejauh mungkin atau bersembunyi sebelum para orang gila itu menemui keberadaan mereka."Kenapa aku disini?""
Seluruh stasiun tv mengumumkan jika akan ada hujan dan badai lagi malam ini. Dihimbau untuk warga tidak berkeliaran karena bisa membahayakan.Argebi mematikan televisi. Menghela nafas, cuaca tidak mendukung dirinya untuk menghentikan semua yang akan dilakukan Azkria.Semua seakan keberuntungan Azkria. Menghancurkan seluruh dunia dengan cara menyuntikan cairan-cairan buatan eksperimennya pada manusia. Itu menyebabkan mereka akan berubah ganas, saling menyakiti atau bahkan membunuh.Dunia sedang tidak baik-baik saja. Argebi merasa disini dia yang bersalah, karena dirinya dan Setta kabur. Otomatis kemarahan Azkria meningkat dan akan melakukan apapun yang menurutnya memuaskan.Mencoba memejamkan mata sekilas tapi mantul terbuka kembali. Rasa ngantuk tidak datang padanya hari ini, Setta beranjak dari kasur dan mendekati Argebi yang masih berada di sofa depan tv."Kau kenapa"Argebi menoleh sesaat dan terus berkutat pada fikirannya. "Kau tau setel
Menerima tawaran Setta untuk mengantar dirinya kesekolah mungkin adalah hal terburuk. Selama di Bis semua orang menatap Setta dengan pandangan memuja.Sedangkan lelaki itu terus menggenggam erat tangan Argebi. Tentu dia malu, di tambah ia lupa memakai masker. Sudah pasti semua orang membanding-bandingkan atau bahkan mengolok-olok dirinya."Tampan sekali""Tapi sayang ceweknya jelek""Mending sama aku""Haha, tidak cocok sekali"Sekumpulan anak muda mengata-ngatai nya dengan bisikan yang keras. Tentu terdengar telinga, ingin sekali menutup mulut orang-orang itu dengan kaus kaki saking geramnya."Hiraukan saja" Setta mengeratkan genggaman tangan. Seakan Argebi miliknya.Bis berhenti, Argebi mengeluarkan uang disaku. Sang supir ingin mengambil tapi saat menatap Setta ia menggeleng lalu menyuruh Argebi keluar dengan cepat.Memasukkan uang kesaku baju kembali. "Kira-kira supir Bis itu kenapa?" Tanya Gebi heran, karena b